Anda di halaman 1dari 11

PERANAN KEBIJAKAN FISIKAL DALAM PEREKONOMIAN

MAKALAH

Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemasaran Syariah

Dosen Pembimbing :

Desy Arumi Sunarta. S.H.,M.E

Disusun Oleh :

Sri Rahayu

NIM : 21020010011

Putri Hasma

NIM : 2102010016

Andi Nur Aziza

NIM : 2102010011

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

DARUD DA’WAH WAL IRSYAD

(STAI-DDI) PINRANG

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat serta hidayah kepada kita sehingga berkat karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Pemasaran Syariah yang berjudul “Peranan kebijakan
fisikal dalam perekonomian”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas
Pemasaran Syariah di STAI DDI Pinrang.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masi banyak


kekurangan. Oleh sebeb itu kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca dan khususnya bagi para mahasiswa sebagai penambah pengetahuan.
Kebenaran dan kesempurnaan hanya milik Allah SWT yang punya dan maha
kuasa. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang telah
bersedia membaca makalah ini.

Pinrang, 25 Desember 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................3
A. Latar Belakang..............................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................4
C. Tujuan...........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
A. Transaksi yang Dilarang dalam Islam...........................................................5
BAB III PENUTUP.................................................................................................9
A. Kesimpulan...................................................................................................9
B. Saran..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA

ii
3

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam mengatur sekumpulan aturan keagamaan yang mengatur


perilaku kehidupan masyarakat dalam segala aspek. Aspek tersebut
menyangkut dua hal, yaitu ibadah dan muamalah. Hukum beribadah
maupun muamalah berlaku bagi semua individu mukallaf dalam
kehidupan. Aplikasi dari ibadah tersebut hanya kita tujukan kepada Allah
dalam bentuk peghambaan kita kepada-Nya. Sedangkan dalam Muamalah
dapat kita aplikasikan dengan sesama manusia.

Jual beli mempunyai banyak pengertian. Dalam istilah Fiqh Islam


disebut dengan Al- Ba’i yang berarti menjual, mengganti, dan menukar
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Menurut terminology, jual beli adalah
penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau
memindakan hak milik dengan ada penggantiannya dengan cara yang
dibolehkan.1 Menurut Hanafiah jual beli secara defenitif yaitu tukar
menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu yang
sepadan dengan melalui cara tertentu yang bermanfaat. Adapun menurut
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabillah, bahwa jual beli yaitu tukar
menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan
kepemilikan.2

Islam telah mengatur tata cara jual beli dengan sebaik-baiknya,


supaya jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan atau
menyimpang. Makadari dari itu Islam menetapkan syarat dan rukun jual
beli. Rukun jual beli antara lain adalah Ijab dan Qabul (akad). Syarat Ijab
Qabul adalah jangan ada yang memisahkan, tidak diselingi kata-kata lain,
kemudian dilakukan oleh dua orang atau lebih yang akan bertransaksi
dengan penuh kerelaan. Selanjutnya rukun jual beli adalah objek (Mahall)
akad, dengan syarat harus halal, bermanfaat bagi manusia, kemudian milik
sendiri,dapat diserah terimakan dan diketahui oleh pembeli dan penjual
(‘Aqid) dengan jelas. Adapun syarat ‘Aqid adalah Baligh, berakal dan
tidak boros. Apabila syarat dan rukun jual beli ini dilaksanakan dengan
baik, Insya Allah terlaksanalah jual beli yang sah.3
1
Hendi Suhendi, “Fiqih Muamalah”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 68.
2
Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah”:Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 101.
3
Hendi Suhendi and Fiqih Muamalah, “ ‫ﺐْ ـﺴَ ﻜ ﻟْ ا ﱡيأ ﻞِٔ ـ ﺳُ ِ ﱠﻢ ﻠ ﺳَ َ و ﮫْ ﯿَ ﻠ ﻋَ ُ ﷲ ﱠﻰ ﻠَ ﺻ ﻲ ﱠِ ﺒﱠﻨﻟا‬
َ‫ِ ه ﺪِ َ ﯿِ ﺑِ ﻞُ ﺟ ﺮ ﱠ ﻟا ﻞَ ﻤ ﻋ‬، ‫ِ ْ وُ ﺮ ﺒْ ﻣَ ﻊِ ﯿْ َ ﺑ ﱡﻞُ ﻛَ و‬٦٦ - ‫ﱠنأُ ﮫ ﻨْ ﻋَ ُ ﷲَ ﻲِ ﺿَ ر ﻊِ ِ ﻓاَ رِ ﻦْ ﺑَ ﺔ ﻋَ ﺎَ ﻓ رِ ْ ﻦَ ﻋ‬
‫ لﺎَ ﻗ ؟ُ ﺐَ ﯿ ط‬,َ ” n.d., 1–13.
4

Imam Syafi’i mengatakan bahwa penghalalan Allah terhadap jual


beli itu mengandung dua makna. Makna yang pertama yaitu Allah
menghalalkan setiap jual beli yang dilakukan oleh dua orang pada barang
yang diperbolehkan untuk diperjualbelikan atas dasar suka sama suka.
Sedangkan yang kedua, Allah menghalalkan praktek jual beli apabila
barang tersebut tidak dilarang oleh Rasulullah Shallallahu ’Alaihi
Wasallam sebagai individu yang memilikiotoritas untuk menjelaskan apa-
apa yang datang dari Allah akan arti yang dikehendaki-Nya.4

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Transaksi yang Dilarang dalam Islam ?

C. Tujuan

1. Mengetahui Transaksi yang Dilarang dalam Islam.

4
Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Mukhtashar Kitab Al Umm fi Al
Fiqh. Penerj.Muhammad Yasir Abd Muthalib. Ringkasan kitab Al Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam,
2007), cet. Ke-III, h. 1.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Transaksi yang Dilarang dalam Islam

Dalam melakukan transaksi pembelian maupun penjualan barang,


setiap individu haruslah memperhatikan hukum syara’ yang membatasi
individu dalam melakukan transaksi. Hal ini diperlukan agar mekanisme
yang terjadi pasar bisa berlaku adil sehingga menyebabkan harga yang
sesuai dengan jumlah permintaan. Setidaknya transaksi yang dilarang
disebabkan oleh kedua hal, yaitu cara bertransaksinya serta objek yang
ditransaksikan. Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai transaksi –
transaksi yang dilarang oleh Islam :

1. Transaksi yang bersifat riba


Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis,
baik transaksi hutang piutang maupun jual beli. Riba dalam hutang
piutang dimaksudkan untuk meminta kelebihan tertentu atas utang
yang dipinjamkan pada saat awal transaksi (riba qard), atau
memberikan tambahan pembayaran atas utang yang tidak bisa
dikembalikan pada waktu jatuh tempo (riba jahiliyah). Riba dalam jual
beli dikenakan atas pertukaran dua barang sejenis dengan
timbangan/takaran yang berbeda (riba fadl), atau memberikan
tambahan atas barang yang diserahkan kemudian (riba nasiah).
2. Transaksi yang bersifat maisir
Transaksi maisir yaitu transaksi yang mengandung unsur perjudian,
yaitu dimana para pihak yang bertransaksi tidak mempunyai informasi
sama sekali mengenai peluang hasil maupun hasil (outcome) yang
terjadi. Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya
dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Sebaliknya bila dalam
permainan itu kalah, maka uangnya harus direlakan untuk diambil oleh
pemenang.
3. Transaksi yang bersifat gharar
Transaksi gharar yaitu transaksi yang mengandung unsur
ketidakjelasan, yaitu dimana para pihak yang bertransaksi tidak
mempunyai informasi yang jelas mengenai karakteristik objek
transaksi. Salah satu contohnya adalah sistem ijon buah mangga yaitu
dengan membeli pohon mangga yang belum berbuah namun ketika
berbuah maka buahnya menjadi hak milik pembeli. Hal ini jelas

5
mengandung ketidakjelasan karena kuantitasnya tidak dapat diukur
dengan pasti serta zalim terhadap salah satu pihak.
4. Transaksi yang bersifat tadlis (talaqi rukban)
Transaksi tadlis yaitu transaksi yang mengandung unsur penipuan,
yaitu dimana salah satu pihak yag bertransaksi mempunyai informasi
yang berpotensi menguntungkan pihaknya dan merugikan pihak lain,
sementara pihak lainnya tidak mempunyai informasi yang setara. Hal
ini bisa berbentuk kuantitas (quantity), kualitas (quality), harga (price),
ataupun waktu penyerahan (time of delivery) atas objek yang
ditransaksikan. Salah satunya adalah dengan memberhentikan
pedagang yang belum masuk pasar, hal ini jelas menimbulkan
kezaliman karena harga yang terbentuk tidak sesuai dengan harga
keseimbangan pasar yang berlaku. Bisa jadi informasi harga di pasar
diketahui oleh pembeli sehingga dia melakukan pembelian dengan
harga yang semurah – murahnya. Sebaliknya bagi penjual ketika ia
mengetahui informasi harga yang ada di pasar, maka ia akan
melakukan penawaran harga dengan harga yang semahal – mahalnya.
5. Transaksi yang berobjek haram
Transaksi yang berobjek haram dilarang karena objek transaksinya
merupakan barang – barang haram yang dilarang oleh Allah SWT.
Walaupun proses transaksinya sah, tetap saja tidak boleh dilakukan
karena jelas akan mengundang kemudharatan yang lebih besar serta
mengundang murka Allah SWT. Contohnya seperti menjual minuman
keras dan menjual daging babi.
6. Transaksi yang bersifat ta’alluq
Transaksi ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan di
mana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua, sehingga
dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun akad yaitu objek akad.
Contohnya adalah ketika pemilik A akan membeli mobil seharga Rp
50.000.000,00 kepada pihak B dengan syarat bahwa pihak B harus
membeli motor pihak A seharga 10.000.000,00. Hal ini jelas bahwa
akad kedua akan sangat tergantung dari dijalankannya atau tidak akad
yang pertama dan jelas ini menghilangkan rukun akad yaitu objek akad
sehingga transaksi menjadi tidak sah.
7. Transaksi yang bersifat bai najasy
Bai najasy adalah sekelompok orang bersepakat dan bertindak
secara berpura – pura menawar barang dipasar dengan tujuan untuk
menjebak orang lain agar ikut dalam proses tawar – menawar tersebut
sehingga orang ketiga ini kahirnya membeli barang dengan harga yang

6
jauh lebih mahal dari harga sebenarnya. Cara yang bisa ditempuh
bermacam-macam seperti menyebarkan isu, melakukan order
pembelian, dan sebagainya. Ketika harga telah naik maka yang
bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas
kembali barang yang sudah dibeli, sehingga akan mendapatkan
keuntungan yang besar.
8. Transaksi yang bersifat bai al ma’dum
Bai al ma’dum adalah melakukan penjualan atas objek barang yang
tidak ada. Hal ini jelas menimbulkan ketidakpastian karena barangnya
tidak ada serta kemungkinan zalim terhadap salah satu pihak sangatlah
besar. Salah satu kasusnya adalah short selling dalam pasar saham,
ketika saham yang baru kita beli langsung dijual ke pihak lain padahal
saham tersebut baru tercatat menjadi kepemilikan kita pada keesokan
harinya.
9. Transaksi yang bersifat ikhtikar
Ikhtikar adalah sebuah situasi di mana produsen / penjual
mengambil keuntungan di atas keuntungan normal dengan cara
mengurangi penawaran agar harga produk yang dijualnya naik.
Ikhtikar ini biasanya dilakukan dengan membuat hambatan masuk
pasar kemudian mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan cara
menimbun persediaan. Hal ini jelas menyebabkan kenaikan harga yang
cukup tajam di pasar. Ketika harga telah naik, produsen tersebut akan
menjual barang tersebut dengan mengambil keuntungan yang
melimpah. Salah satu contoh kasusnya adalah tengkulak yang
menimbun beras di waktu panen untuk dijual pada saat beras mulai
langka (musim panceklik).
10. Transaksi yang mengandung risywah
Risywah adalah suap, yaitu pembayaran kepada seseorang di luar
gaji resminya dalam bentuk apapun karena yang bersangkutan
memegang jabatan tertentu. Transaksi ini digunakan sebagai salah satu
cara agar menurunkan harga sebuah produk lalu dijual kembali dalam
dengan harga yang lebih mahal sehingga pembeli bisa mendapatkan
keuntungan yang lebih besar dan timbul kezaliman terhadap pihak lain.
11. Transaksi yang bersifat ghabn
Transaksi yang bersifat ghabn adalah transkasi yang memanfaatkan
ketidaktahuan pembeli akan harga pasar dengan menaikkan harga
produk di atas harga pasar. Misalkan seorang tukang becak yang
menawarkan jasanya kepada turis asing dengan menaikkan tarif

7
becaknya 10 kali lipat dari tarif normalnya. Hal ini dilarang karena
turis asing tersebut tidak mengetahui harga pasar yang berlaku.
12. Transaksi yang bersifat ikrah
Ikrah adalah segala bentuk tekanan dan pemaksaan dari salah satu
pihak untuk melakukan suatu akad tertentu sehingga menghapus
komponen mutual free consent. Jenis pemaksaan dapat berupa
ancaman fisik atau memanfaatkan keadaan seseorang yang sedang
butuh atau the state of emergency.
13. Transaksi yang bersifat bai al mudtarr
Bai Al Mudtarr adalah jual beli dan pertukaran dimana salah satu
pihak dalam keadaan sangat memerlukan (in the state of emergency)
sehingga sangat mungkin terjadi eksploitasi oleh pihak yang kuat
sehingga terjadi transaksi yang hanya menguntungkan sebelah pihak
dan merugikan pihak lainnya. Jual butuh adalah merupakan contoh
klasik yang sering terjadi di tengah – tengah masyarakat sehingga
pihak penjual, karena sangat memerlukan uang tunai, terpaksa harus
menjual asetnya dengan harga yang jauh dari harga pasar. Sangat
dikhawatirkan bahwa unsur kerelaan dalam transaksi seperti ini tidak
berwujud pada pihak penjual sehingga tidak mencerminkan prinsip
keadilan yang sesuai dengan prinsip syariah.5

5
“Transaksi – Transaksi Yang Dilarang Oleh Islam,” n.d., 1–5.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Transaksi – transaksi yang dilarang oleh Islam antara lain :


a. Transaksi yang bersifat riba
b. Transaksi yang bersifat maisir
c. Transaksi yang bersifat gharar
d. Transaksi yang bersifat tadlis (talaqi rukban)
e. Transaksi yang berobjek haram
f. Transaksi yang bersifat ta’alluq
g. Transaksi yang bersifat bai najasy
h. Transaksi yang bersifat ikhtikar
i. Transaksi yang bersifat bai al ma’dum
j. Transaksi yang mengandung risywah
k. Transaksi yang bersifat ghabn
l. Transaksi yang bersifat ikrah
m. Transaksi yang bersifat bai al mudtarr

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat mudah – mudahan apa yang


kami paparkan bisa menjadi tambahan pengetahuan bagi kita semua.
Kami menyadari apa yang kami paparkan dalam makalah ini tentu masih
belum sesuai apa yang di harapkan,untuk itu kami berharap masukan
yang lebih banyak lagi dari guru pengampu dan teman – teman semua.

9
DAFTAR PUSTAKA

Suhendi, Hendi, and Fiqih Muamalah. “ َ‫ﻰ ﻠ‬ ‫ﺐْ ـﺴَ ﻜ ﻟْ ا ﱡيأ ﻞِٔ ـ ﺳُ ِ ﱠﻢ ﻠ ﺳَ َ و ﮫْ ﯿَ ﻠ ﻋَ ُ ﷲ ﱠ‬
‫ِ ْ وُ ﺮ ﺒْ ﻣَ ﻊِ ﯿْ َ ﺑ‬٦٦ - ‫ﺻ ﻲ ﱠِ ﺒﱠﻨﻟا ﱠنأُ ﮫ ﻨْ ﻋَ ُ ﷲَ ﻲِ ﺿَ ر ﻊِ ِ ﻓاَ رِ ﻦْ ﺑَ ﺔ ﻋَ ﺎَ ﻓ رِ ْ ﻦَ ﻋ‬
‫ِ ه ﺪِ َ ﯿِ ﺑِ ﻞُ ﺟ ﺮ ﱠ ﻟا ﻞَ ﻤ ﻋَ َ لﺎَ ﻗ ؟ُ ﺐَ ﯿ ط‬، ‫ﱡﻞُ ﻛَ و‬,” n.d., 1–13.
“Transaksi – Transaksi Yang Dilarang Oleh Islam,” n.d., 1–5.
Suhendi, Hendi, “Fiqih Muamalah”, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008).
Mardani, “Fiqh Ekonomi Syariah”:Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana,
2012).

Imam Syafi’i Abu Abdullah Muhammad bin Idris, Mukhtashar Kitab Al


Umm fi Al Fiqh. Penerj.Muhammad Yasir Abd Muthalib. Ringkasan kitab Al
Umm, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007).

Anda mungkin juga menyukai