FAUZI GUSRIAN
12020214374
KELAS B
HUKUM
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
makalah mata kuliah Hadist Ahkam Muamalah II. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai Hadist Ahkam Muamalah II.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada bapak yang telah memberikan
wawasan mengenai Hadist Ahkam Muamalah II dengan secara baik sehingga saya
bisa memahami materi dengan mudah. Mungkin dengan cara ini bapak memberikan
pengajarannya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan juga
menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup
sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya,
atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah
makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua
masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah,
misalnya dalam kasus jual beli.
Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu
semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk
aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai
tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka
sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-
khalifah yang tangguh di muka bumi.
· Apa saja yang menjadi suatu proses dalam kegiatan bermuamalah yakni jual
beli dalam pandangan islam yang telah merujuk kepada Al-qur’an & Hadits.
· Membahas bagaimana aturan yang berlaku supaya kegiatan jual beli (akad
jualbeli) dapat dikatakan sah menurut syariat islam.
· Hukum jual beli dan kaitannya dengan riba, karena jual beli dapat menjadi hal
yang tidak halal lagi atau ada unsur riba di dalamnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli
Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (menukarkan). Dan
kata Al-Bai’ (jual) dan Asy-Syiraa (beli), dua kata ini masing-masing mempunyai
Menurut pengertian syariat, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau
memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (agar tebedakan dengan jual
beli terlarang). Sedangkan dalam buku ‘Fiqih Islam’ pada bab Kitab Muamalat, jual
beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu
(akad).
Orang yang terjun ke dunia usaha,berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat
mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Hal ini dimaksudkan agar muamalat
berjalan sah dan segala sikap atau tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak
dibenarkan.
Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah:
275)
Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba yang didahului
oleh penghalalan jual beli. Jual beli adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi
manusia. Kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh adanya transaksi dari jual beli.
Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual yang menawarkan barang maupun jasa
untuk dijual kepada pembeli. Dari konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas
Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.
Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan
kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara
Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya
menjualmobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli
sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan
harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar
Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan
ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata.
Contohnya, aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual
beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak
berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman
modern saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli
seperti itu sah saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya
orang lain
7) Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa Barang itu
a. Bai’ mulasamah secara etimologi kata mulamasah berasal dari kata l-m-s,
artinya menyentuh atau memegang. Bai’ Mulamasah adalah satu bentuk akad jualbeli,
dimana barang yang dipegang oleh pihak pembeli itulah yang menjadi barang yang
dijual. Jualbeli seperti ini berlangsung tanpa keridhaan salah satu pihak yang berakad.
b. Bai’ al wafa’ adalah Suatu transaksi (akad) jual-beli dimana penjual mengatakan
kepada pembeli: saya jual barang ini dengan hutang darimu yang kau berikan padaku
dengan kesepakatan jika saya telah melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali
jadi milikku lagi. ( Al Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69 )
c. Bai’ tauliyah yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga
Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam :
1. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli
kontan).
Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari
segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun
dan syarat-syaratnya (seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelum ini).
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun
atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
3. Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid). Jual beli ini hukumnya sah, tidak
membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.
3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram
3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram
G. Perilaku yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum jual beli dengan adanya
praktek jual beli, maka akan menimbulkan sikap antara lain sebagai berikut:
dengan memperoleh keuntungan atau laba maka akan terpenuhi hayat hidup sehari-
penyakit yang ada pada masyarakat dapat berkurang seperti kasus pencurian,
5. Jual beli dapat pula dijadikan suatu profesi sehingga dapat menghilangkan
sifat yang tidak baik misalnya malas bekerja dan tidak peuli pada sesame
H. Riba
1. Arti Riba
Riba menurut etimologi adalah kelebihan atau tambahan, menutur etimologi, riba
artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagis
salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi Misalnya, Si A memberi
pinjaman kepada si B dengan syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman
Sebagai dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai berikut;
Artinya.
“Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-
Baqoroh / 2:275)
Riba hanyalah berlaku pada benda – benda seperti emas, perak, makanan dan uang.
Karena itu tidak diperbolehkan menjual emas dengan emas, perak dengan perak,
kecuali jika harganya sebanding dan dilakukan dengan kontan. Tidak diperbolehkan
menjual sesuatu barang, dimana barang tersebut belum berada ditangannya (misal A
a. Riba Fadli, yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis
(sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar
dengan satu ekor kambing yang berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan
b. Riba Qardhi, yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang
atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam
atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp.
1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta
Tiga ratus ribu rupiah)Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan
menjadi riba.
mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan)
d. Riba Yad, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum
serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal
beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung
belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya.
4. Bahaya Riba
Adapun bahaya Riba yang pertama dapat membawa kemudharatan pada orang yang
pada kemudahan, dan Riba merupakan perbuatan yang zalim hal ini berdasarkan
Kemudian berdasarkan firman Allah surat Ar-Rum ayat 39, segala sesuatu
yang dihasilkan oleh Riba, maka hal tersebut tidak akan diberkati oleh Allah.
Sesungguhnya harta Riba itu berkurang di mata Allah walaupun bertambah secara
lahir. Dan menurut ayat yang sama sedekah dan infak adalah salah satu jalan yang
diberkati oleh Allah untuk menginfestasikan harta, sehingga harta itu bertambah disisi
Allah.
kegelisahan yang sangat amat berat (seperti orang yang kemasukan setan), karena
mereka selalu berfikir dan teringat akan hutang-hutang yang melilit mereka. Hal ini
Dan orang yang berkecimpung didalam Riba akan kehilangan harta, karena
mereka menginfestasikan harta di tempat yang salah dan dengan cara yang salah.
Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari Al qur’an, Assunah dan Ijma’ ulama’
1. Dalam surat Ar-Ruum Allah ta’ala berfirman:
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta
manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan
berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang
berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-
Ruum: 39)
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena
mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka
memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena
mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan
untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’:
160-161)
1. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi
“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu
dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari
medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan
mereka. “
2. Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:
“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru
tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul
bari/V:4/H:394/bab:24)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain
berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang
sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab
dan qabul . Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling
rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, Rukun dan
baligh, berakal, saling ridlo antara penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam
b. Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi
barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat
c. Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang dapat
d. Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus
jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad atau transaksi, apabila jual beli
dilakukan dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang
Riba adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang
yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu
Jenis Riba
a. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak
b. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau
c. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.
d. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis
atau jual-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo
Bandung
Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo