Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist Ahkam Muamalah II

Dengan Dosen Pengampu : Henrizal Hadi,Lc,M.A.

Di Susun Oleh Kelompok 1 :

FAUZI GUSRIAN

12020214374
KELAS B

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULAS SYARIAH DAN

HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2021/2022

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
makalah mata kuliah Hadist Ahkam Muamalah II. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah pengetahuan mengenai Hadist Ahkam Muamalah II.
Terima kasih juga kami ucapkan kepada bapak yang telah memberikan
wawasan mengenai Hadist Ahkam Muamalah II dengan secara baik sehingga saya
bisa memahami materi dengan mudah. Mungkin dengan cara ini bapak memberikan
pengajarannya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah wawasan dan juga
menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas dari itu, kami menyadari
bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga saya sangat
mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Pekanbaru,13 Maret 2022

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ....................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang ............................................................................................ 1


B.Rumusan Masalah ....................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian jual beli


B. Rukun dan syarat jual beli
C. Bentuk-bentuk jual beli
D. Macam-macam jual beli menurut cara pembayaran
E. Hal-hal yang terlarang dalam jual beli
F. Manfaat dan hikmah jual beli
G. Prilaku yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum jual beli dengan adanya
praktek jual beli
H. Riba

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup
sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya,
atau disebut juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah
makhluk sosial yang tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua
masyarakat mengetahui secara kaffah akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah,
misalnya dalam kasus jual beli.

Islam melihat konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu
semakin dewasa dalam berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk
aktivitas ekonomi. Pasar sebagai tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai
tempat pelatihan yang tepat bagi manusia sebagai khalifah di muka bumi. Maka
sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk memproduksi khalifah-
khalifah yang tangguh di muka bumi.

Tidak sedikit kaum muslimin yang mengabaikan dalam mempelajari muamalat,


melalaikan aspek ini sehingga tidak mempedulikan lagi, apakah barang itu halal atau
haram menurut syariat Islam.
B. Perumusan Masalah

· Apa saja yang menjadi suatu proses dalam kegiatan bermuamalah yakni jual
beli dalam pandangan islam yang telah merujuk kepada Al-qur’an & Hadits.

· Membahas bagaimana aturan yang berlaku supaya kegiatan jual beli (akad
jualbeli) dapat dikatakan sah menurut syariat islam.

· Hukum jual beli dan kaitannya dengan riba, karena jual beli dapat menjadi hal
yang tidak halal lagi atau ada unsur riba di dalamnya.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli

Jual beli menurut pengertian lughawinya adalah saling menukar (menukarkan). Dan

kata Al-Bai’ (jual) dan Asy-Syiraa (beli), dua kata ini masing-masing mempunyai

makna dua yang sau sama lain bertolak belakang.

Menurut pengertian syariat, jual beli ialah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau

memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan (agar tebedakan dengan jual

beli terlarang). Sedangkan dalam buku ‘Fiqih Islam’ pada bab Kitab Muamalat, jual

beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang tertentu

(akad).
Orang yang terjun ke dunia usaha,berkewajiban mengetahui hal-hal yang dapat

mengakibatkan jual beli itu sah atau tidak. Hal ini dimaksudkan agar muamalat

berjalan sah dan segala sikap atau tindakannya jauh dari kerusakan yang tidak

dibenarkan.

Firman Allah SWT:

Artinya: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah:

275)

Hal yang menarik dari ayat tersebut adalah adanya pelarangan riba yang didahului

oleh penghalalan jual beli. Jual beli adalah bentuk dasar dari kegiatan ekonomi

manusia. Kita mengetahui bahwa pasar tercipta oleh adanya transaksi dari jual beli.

Pasar dapat timbul manakala terdapat penjual yang menawarkan barang maupun jasa

untuk dijual kepada pembeli. Dari konsep sederhana tersebut lahirlah sebuah aktivitas

ekonomi yang kemudian berkembang menjadi suatu sistem perekonomian.

B. Rukun dan syarat Jual Beli

Dalam pelaksanaan jual beli, minimal ada tiga rukun yang perlu dipenuhi.

a. Penjual atau pembeli harus dalam keadaan sehat akalnya

Orang gila tidak sah jual belinya. Penjual atau pembeli melakukan jual beli dengan

kehendak sendiri, tidak ada paksaan kepada keduanya, atau salah satu diantara

keduanya. Apabila ada paksaan, jual beli tersebut tidak sah.

b. Syarat Ijab dan Kabul

Ijab adalah perkataan untuk menjual atau transaksi menyerahkan, misalnya saya

menjualmobil ini dengan harga 25 juta rupiah. Kabul adalah ucapan si pembeli

sebagai jawaban dari perkataan si penjual, misalnya saya membeli mobil ini dengan

harga 25 juta rupiah. Sebelum akad terjadi, biasanya telah terjadi proses tawar

menawar terlebih dulu.

Pernyataan ijab kabul tidak harus menggunakan kata-kata khusus. Yang diperlukan

ijab kabul adalah saling rela (ridha) yang direalisasikan dalam bentuk kata-kata.

Contohnya, aku jual, aku berikan, aku beli, aku ambil, dan aku terima. Ijab kabul jual
beli juga sah dilakukan dalam bentuk tulisan dengan sarat bahwa kedua belah pihak
berjauhan tempat, atau orang yang melakukan transaksi itu diwakilkan. Di zaman

modern saat ini, jual beli dilakukan dengan cara memesan lewat telepon. Jula beli

seperti itu sah saja, apabila si pemesan sudah tahu pasti kualitas barang pesanannya

dan mempunyai keyakinan tidak ada unsur penipuan.

c. Benda yang diperjualbelikan

1) Barang yang diperjualbelikan harus memenuhi sarat sebagai berikut.

2) Suci atau bersih dan halal barangnya

3) Barang yang diperjualbelikan harus diteliti lebih dulu

4) Barang yang diperjualbelikan tidak berada dalam proses penawaran dengan

orang lain

5) Barang yang diperjualbelikan bukan hasil monopoli yang merugikan

6) Barang yang diperjualbelikan tidak boleh ditaksir (spekulasi)

7) Barang yang dijual adalah milik sendiri atau yang diberi kuasa Barang itu

dapat diserah terimakan.

C. Bentuk-Bentuk Jual Beli

a. Bai’ mulasamah secara etimologi kata mulamasah berasal dari kata l-m-s,

artinya menyentuh atau memegang. Bai’ Mulamasah adalah satu bentuk akad jualbeli,

dimana barang yang dipegang oleh pihak pembeli itulah yang menjadi barang yang

dijual. Jualbeli seperti ini berlangsung tanpa keridhaan salah satu pihak yang berakad.

b. Bai’ al wafa’ adalah Suatu transaksi (akad) jual-beli dimana penjual mengatakan

kepada pembeli: saya jual barang ini dengan hutang darimu yang kau berikan padaku

dengan kesepakatan jika saya telah melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali

jadi milikku lagi. ( Al Jurjani Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69 )

c. Bai’ tauliyah yaitu jual beli dimana penjual melakukan penjualan dengan harga

yang sama dengan harga pokok barang.


d. Bai’ almurabahah adalah akad jual-beli barang tertentu. Dalam transaksi jual-

beli tersebut penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjualbelikan,

termasuk harga pembelian dan keuntungan yang diambil.

D. Macam-macam Jual beli Menurut Cara Pembayaran

Ditinjau dari cara pembayaran, jual beli dibedakan menjadi empat macam :

1. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran secara langsung (jual beli

kontan).

2. Jual beli dengan pembayaran tertunda (jual beli nasi’ah)

3. Jual beli dengan penyerahan barang tertunda.

4. Jual beli dengan penyerahan barang dan pembayaran sama-sama tertunda

E. Hal-Hal Yang Terlarang Dalam Jual Beli

Jual beli dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, antara lain ditinjau dari

segi sah atau tidak sah dan terlarang atau tidak terlarang.

1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang terpenuhi rukun-rukun

dan syarat-syaratnya (seperti yang telah dijelaskan pada halaman sebelum ini).

2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah (bathil) yaitu jual beli yang salah satu rukun

atau syaratnya tidak terpenuhi atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak

disyariatkan (disesuaikan dengan ajaran islam).

3. Jual beli yang sah tapi terlarang (fasid). Jual beli ini hukumnya sah, tidak

membatalkan akad jual beli, tetapi dilarang oleh Islam karena sebab-sebab lain.

F. Manfaat Dan Hikmah Jual Beli Antara Lain:

1. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau

suka sama suka.

2. Masing-masing pihak merasa puas,penjual melepas barang dengan ikhlas dan

menerima uang,sedangkan pembeli menerima barang dan memberfikan uang.

3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram

4. Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT


5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.
v Banyak manfaat dan hikmah jual beli antara lain:

1. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya,atas dasar kerelaan atau

suka sama suka.

2. Masing-masing pihak merasa puas,penjual melepas barang dengan ikhlas dan

menerima uang,sedangkan pembeli menerima barang dan memberfikan uang.

3. Dapat menjauhkan diri dari memekan atau memilikin barang yang haram

4. Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT

5. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

G. Perilaku yang mencerminkan kepatuhan terhadap hukum jual beli dengan adanya

praktek jual beli, maka akan menimbulkan sikap antara lain sebagai berikut:

1. Menumbuhkan dan membina ketentraman jiwa dan kebahagiaan sebab

dengan memperoleh keuntungan atau laba maka akan terpenuhi hayat hidup sehari-

hari seperti sandang, pangan, dan papan

2. Dengan memperoleh keuntungan maka nafkah untuk keluarga akan terpenuhi

yang merupakan suatu tanggung jawab yang harus di laksanakan

3. Mencegah atau menolak kemungkaran dengan adanya usaha seperti

berdagang berarti mengkondisikan kehidupan sosial yang lebih sejahtera, sehingga

penyakit yang ada pada masyarakat dapat berkurang seperti kasus pencurian,

perampokan atau bahkan korupsi

4. Sebagai sarana ibadah, dengan memperoleh keuntungan maka seseorang

muslim di anjurkan untuk berinfak, shodaqoh atau zakat

5. Jual beli dapat pula dijadikan suatu profesi sehingga dapat menghilangkan

sifat yang tidak baik misalnya malas bekerja dan tidak peuli pada sesame

H. Riba

1. Arti Riba

Riba menurut etimologi adalah kelebihan atau tambahan, menutur etimologi, riba

artinya kelebihan pembayaran tanpa ganti rugi atau imbalan, yang disyaratkan bagis
salah seorang dari dua orang yang melakukan transaksi Misalnya, Si A memberi
pinjaman kepada si B dengan syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman

dan sekian persen tambahnya.

2. Dasar Hukum Keharaman Riba

Sebagai dasar riba dapat diperhatikan Firman Allah SWT, sebagai berikut;

Artinya.

“Sesungguhnya Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (Al-

Baqoroh / 2:275)

Riba hanyalah berlaku pada benda – benda seperti emas, perak, makanan dan uang.

Karena itu tidak diperbolehkan menjual emas dengan emas, perak dengan perak,

kecuali jika harganya sebanding dan dilakukan dengan kontan. Tidak diperbolehkan

menjual sesuatu barang, dimana barang tersebut belum berada ditangannya (misal A

membeli barang tersebut kepada si B) Tidak diperbolehkan pula menjual daging

dengan binatang yang masih hidup.

3. Macam – Macam Riba

Menurut para ulama, riba ada empat macam

a. Riba Fadli, yaitu riba dengan sebab tukar menukar benda, barang sejenis

(sama) dengan tidak sama ukuran jumlahnya. Misalnya satu ekor kambing ditukar

dengan satu ekor kambing yang berbeda besarnya satu gram emas ditukar dengan

seperempat gram emas dengan kadar yang sama.

b. Riba Qardhi, yaitu riba yang terjadi karena adanya proses utang piutang

atau pinjam meminjam dengan syarat keuntungan (bunga) dari orang yang meminjam

atau yang berhutang. Misalnya, seseorang meminjam uang sebesar sebesar Rp.

1.000.000,- (satu juta) kemudian diharuskan membayarnya Rp. 1.300.000,- (satu juta

Tiga ratus ribu rupiah)Terhadap bentuk transsaksi seperti ini dapat dikategorikan

menjadi riba.

c. Riba Nasi’ah, ialah tambahan yang disyaratkan oleh orang yang

mengutangi dari orang yang berutang sebagai imbalan atas penangguhan (penundaan)

pembayaran utangnya. Misalnya si A meminjam uang Rp. 1.000.000,- kepada si B


dengan perjanjian waktu mengembalikannya satu bulan, setelah jatuh tempo si A
belum dapat mengembalikan utangnya. Untuk itu, si A menyanggupi memberi

tambahan pembayaran jika si B mau menunda jangka waktunya. Contoh lain, si B

menawarkan kepada si A untuk membayar utangnya sekarang atau minta ditunda

dengan memberikan tambahan.

d. Riba Yad, yaitu riba dengan berpisah dari tempat akad jual beli sebelum

serah terima antara penjual dan pembeli. Misalnya, seseorang membeli satu kuintal

beras. Setelah dibayar, sipenjual langsung pergi sedangkan berasnya dalam karung

belum ditimbang apakah cukup atau tidak. Jual beli ini belum jelas yang sebenarnya.

4. Bahaya Riba

Bahaya Riba dan orang yang terlibat didalamnya:

Adapun bahaya Riba yang pertama dapat membawa kemudharatan pada orang yang

berkecimpung didalamnya. Karena di dalam riba lebih banyak kemudharatan dari

pada kemudahan, dan Riba merupakan perbuatan yang zalim hal ini berdasarkan

firman Allah surat An-Nisa’ ayat 160.

Kemudian berdasarkan firman Allah surat Ar-Rum ayat 39, segala sesuatu

yang dihasilkan oleh Riba, maka hal tersebut tidak akan diberkati oleh Allah.

Sesungguhnya harta Riba itu berkurang di mata Allah walaupun bertambah secara

lahir. Dan menurut ayat yang sama sedekah dan infak adalah salah satu jalan yang

diberkati oleh Allah untuk menginfestasikan harta, sehingga harta itu bertambah disisi

Allah.

Selain itu orang yang berkecimpung didalam Riba akan mengalami

kegelisahan yang sangat amat berat (seperti orang yang kemasukan setan), karena

mereka selalu berfikir dan teringat akan hutang-hutang yang melilit mereka. Hal ini

sejalan dengan firman Allah surat Al-Baqarah ayat 275.

Dan orang yang berkecimpung didalam Riba akan kehilangan harta, karena

mereka menginfestasikan harta di tempat yang salah dan dengan cara yang salah.

5. Dalil-Dalil Tentang Riba

Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari Al qur’an, Assunah dan Ijma’ ulama’
1. Dalam surat Ar-Ruum Allah ta’ala berfirman:
“Dan sesuatu Riba (tambahan) yang kamu berikan agar Dia bertambah pada harta

manusia, Maka Riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan

berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang

berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-

Ruum: 39)

2. Dalam surat An-Nisaa, Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas (memakan

makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) Dihalalkan bagi mereka, dan karena

mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka

memakan riba, Padahal Sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena

mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan

untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’:

160-161)

Dalil-dalil yang Mengharamkan Riba dari As-Sunnah

1. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi

Shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu

wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa

dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari

medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan

mereka. “

2. Diriwayatkan oleh imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu:

“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru

tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”(HR.Bukhari fathul

bari/V:4/H:394/bab:24)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara terminologi, jual-beli adalah pertukaran harta dengan harta yang lain

berdasarkan tujuan tertentu, atau pertukaran sesuatu yang disukai dengan yang

sebanding atas dasar tujuan yang bermanfaat dan tertentu, serta diiringi dengan ijab

dan qabul . Menurut Sayyid Sâbiq, jual-beli adalah pertukaran harta atas dasar saling

rela, atau memindahkan hak milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, Rukun dan

syarat Jual beli

a. Adanya orang-orang yang berakad (al-muta’aqidain) , syaratnya: merdeka,

baligh, berakal, saling ridlo antara penjual dan pembeli, memiliki kompetensi dalam

melakukan aktifitas jual beli

b. Sighat (ijab dan qabul) , syaratnya, ijab dan qabul harus selaras baik spesifikasi

barang dan harga yang disepakati, tidak mengandung klausul yang bersifat

menggantungkan keabsahan transaksi pada kejadian yang akan dating

c. Barang yang dibeli (mabi’) , syaratnya: suci, ada manfaat, barang dapat

diserahkan, barang milik penuh penjual,barang diketahui sipenjual dan pembeli

d. Nilai tukar pengganti (tsaman) . harga yang disepakati kedua belah pihak harus

jelas jumlahnya, dapat diserahkan pada waktu akad atau transaksi, apabila jual beli

dilakukan dengan sisten barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang

yanh diharamkan syara’.

Riba adalah suatu aqad perjanjian yang terjadi dalam tukar-menukar suatu barang

yang tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara' atau dalam tukar-menukar itu

disyaratkan dengan menerima salah satu dari dua barang.

Jenis Riba

a. Riba Fadhl, yaitu tukar-menukar dua barang yang sama jenisnya dengan tidak

sama ukurannya yang disyaratkan oleh yang menukarkan

b. Riba Qardhi, yaitu meminjamkan sesuatu dengan syarat ada keuntungan atau

tambahan dari orang yang meminjami

c. Riba Yad, yaitu berpisah dari tempat aqad jual-beli sebelum serah terima.

d. Riba Nasiah, yaitu tukar-menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis
atau jual-beli yang bayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, sayyid. 1998. Fiqh Sunnah. Bandung : al- ma’arif

As’ad, aliy. 1979. Fathul Mu’in. Kudus: Menara Kudus

Rasjid, Sulaiman. 2003. Fiqh Islam. Bandung: Penerbit Sinar Baru Algensindo
Bandung

Hasan, Ali. 2004. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo

Amar, Abu Imron.1982. Fathul Qorib. Kudus: Menara Kudus

Anda mungkin juga menyukai