Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS HUKUM BAI’ NAJASY (REKAYASA DALAM DEMAND)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Fiqh dan Keuangan

yang diampu oleh Bapak Faqih Ali Syari’ati, Lc., MSI.

Disusun Oleh Kelompok 06:

Andi Pria Utama (20383031127)

Adinda Dwi Samlyana (20383032001)

Adinda Sofiyatul Badriyah (20383032002)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

APRIL 2023
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Assalamualaikum wr,wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya. Dalam makalah ini kami membahas mengenai “Analisis Hukum
Bai’ Najasy (Rekayasa dalam Demand)”

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda alam yang telah
membawa revolusi kehidupan minadzulumati ilan nur yakni Rasulullah SAW dan
sampai saat ini tetap menjadi uswah al-hasanah bagi seluruh umat manusia di
seluruh dunia. Kepada keluarganya, sahabatnya dan seluruh umatnya hingga akhir
zaman.

Adapun tujuan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Analisis Fiqh dan Keuangan”. Selain itu penulisan makalah ini bertujuan untuk
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai program studi yang kami tekuni.

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengampu, teman


kelompok,serta pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas makalah ini.
Dan semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua amin yaa robbal
‘alamin.

Wassalamu’alaikum wr,wb

Pamekasan, 28 April 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ................................................................................................... 1

B. Rumusan masalah .............................................................................................. 1

C. Tujuan ................................................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Substansi dan Ketentuan Hukum Bai’ Najasy .................................................. 3

B. Dalil dan Maqashid Larangan Bai’ Najasy ....................................................... 4

C. Penjelasan Bai’ Najasy dalam Fatwa DSN ....................................................... 6

D. Bai’ Najasy dalam Perspektif Ekonomi dan Keuangan .................................... 7

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................... 9

B. Saran ................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada hakekatnya manusia dikenal sebagai mahluk sosial, yaitu
mahluk yang ditakdirkan hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial,
tentunya manusia selalu berinteraksi antara satu individu dengan individu
yang lainnya dan manusia juga harus mencari karunia Allah di muka bumi
ini sebagai sumber ekonomi. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
manusia memerlukan antara individu dengan individu yang lainnya.
Aktifitas interaksi antara individu dengan individu yang lain adalah
hubungan yang dalam Islam dikenal dengan muamalah.
Kegiatan muamalah adalah kegiatan-kegiatan yang menyangkut
hubungan antar sesama manusia yang meliputi aspek sosial, politik, dan
ekonomi. Kegiatan muamalah yang menyangkut aspek ekonomi meliputi
kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup seperti jual
beli, simpan pinjam, hutang piutang usaha bersama dan sebagainya.
Transaksi pada zaman sekarang dilakukan dengan berbagai macam
cara dan prosesnya. Sering ditemui bahwa transaksi jual beli yang
dilakukan dilapangan tidak memikirkan sah atau tidaknya transksi jual beli
tersebut, karenanya banyak masyarakat hanya memikirkan keuntungan
dalam melakukan transaksi jual beli.
Jual beli berdasarkan syariat Islam tentunya harus menggunakan
cara yang benar dan menghindari cara yang salah, diantaranya tidak boleh
menggunakan cara yang bersifat rekayasa ataupun manipulatif. Namun,
faktanya masih banyak yang menggunakan cara tersebut, misalnya
menggunakan rekayasa yang disebut dengan istilah Bai' najasy. Bai’
najasy (rekayasa pasar dalam demand), terjadi bila seorang produsen
(pembeli) menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak
permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu naik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Substansi dan Ketentuan Hukum Bai’ Najasy?

1
2. Bagaimana Dalil dan Maqashid Larangan Bai’ Najasy?
3. Bagaimana Penjelasan Bai’ Najasy dalam Fatwa DSN?
4. Bagaimana Bai’ Najasy dalam Perspektif Ekonomi dan Keuangan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Substansi dan Ketentuan Hukum Bai’ Najasy.
2. Untuk memahami Dalil dan Maqashid Larangan Bai’ Najasy.
3. Untuk memahami Penjelasan Bai’ Najasy dalam Fatwa DSN.
4. Untuk mengetahui Bai’ Najasy dalam Perspektif Ekonomi dan
Keuangan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Substansi dan Ketentuan Hukum Bai’ Najasy


Jual beli merupakan salah satu aktivitas manusia yang hampir
dilakukan setiap hari. Entah itu jual beli di pasar, warung atau mall.
Pembayaran pun bisa dilakukan secara tunai maupun non tunai. Dalam
Islam, jual beli dikenal dengan ba’i, yang artinya perjanjian tukar-menukar
benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela antara kedua
belah pihak, di mana yang satu menerima dan pihak lainnya juga
menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan syara’ dan disepakati.
Dalam Islam jual beli dikelompokkan menjadi dua yaitu jual beli
yang dihalalkan dan jual beli yang diharamkan karena beberapa hal. Salah
satu jual beli yang diharamkan adalah jual beli najasy.
Pengertian jual beli najasy atau bai’i najasy adalah rekayasa pasar
dalam demand, yaitu apabila seseorang produsen (pembeli) menciptakan
permintaan palsu terhadap suatu produk sehingga harga jual produk itu
akan naik.1 Jual beli najasy dilarang oleh Rasulullah SAW seperti yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang dari jual beli najasy. “ (HR. Bukhari dan Muslim)
Untuk mengetahui contoh jual beli najasy akan kita ilustrasikan
dengan satu transaksi misalnya pembeli A menawar barang di pasar
dengan harga 50 ribu. A merupakan orang yang benar-benar
membutuhkan barang ini. Kemudian datang pembeli B, yang merupakan
orang yang berpura-pura menawar barang tersebut dengan harga 75 ribu.
Karena pembeli A takut tidak mendapatkan barang dan benar-benar
membutuhkan barang ini, maka pembeli A akan menaikkan penawaran
menjadi 80 ribu dan pada akhirnya penjual akan menjualnya pada pembeli
A dengan harga 80 ribu.2

1
Adiwarman A. Karim, Buku Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan (2008) hal. 34.
2
https://kumparan.com/berita-update/pengertian-jual-beli-najasy-dan-contohnya-1vNnGVqqfxI
diakses tgl 27 April 2023 jam 20.15

3
Di antara praktik rekayasa pasar dalam demand adalah praktik
goreng-menggoreng saham dalam bursa saham. Cara yang ditempuh
biasanya bermacam-macam, mulai dengan menyebarkan isu, melakukan
pemesanan (order) pembelian sampai benar-benar melakukan pembelian
pancingan agar tercipta sentimen pasar untuk ramai-ramai membeli saham
(atau mata uang) tertentu. Bila harga sudah naik pada level yang
diinginkan, yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan
menjual saham (atau mata uangnya), untuk mendapatkan untung yang
besar.
Contoh lain misalnya, seorang pedagang dalam rangka menaikkan
harga jual barangnya. Ia membuat beberapa pemesanan fiktif terhadap
barang dagangannya. Order tersebut digunakannya sebagai daya tawar
(bargaining power) dalam transaksi mereka terhadap para konsumennya,
sehingga mereka bisa menentukan harga yang tinggi terhadap
konsumennya.
Bai’ najasy hukumnya diharamkan dalam Islam sesuai dengan
hadis dari Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Jangan
melakukan talaqqi rukban, jangan membeli sesuatu yang sudah dibeli
saudaranya, jangan melakukan jual beli najasy, jangan melakukan hadir li
bad, jangan melakukan tashriyatul ghanam“. (HR. Abi Hurairah RA)
Transaksi najasy diharamkan karena si penjual menyuruh orang
lain memuji barangnya atau menawar dengan harga lebih tinggi dari orang
yang menawar sebelumnya, si penawar kedua tadi (yang lebih tinggi) tidak
benar-benar membeli barang tersebut, agar orang lain tertarik untuk
membeli. Si penawar sendiri tidak bermaksud untuk benar-benar membeli
barang tersebut. Ia hanya ingin menipu orang lain yang benar-benar ingin
membeli.
B. Dalil dan Maqashid Larangan Bai’ Najasy
Dalam Islam, jual beli dinyatakan sah apabila terpenuhi syarat dan
rukunnya serta tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan syariat.
Keabsahan jual beli juga digantungkan pada keabsahan akad yang
dilakukan, jika akad sah secara syariat, maka jual belinya juga sah, begitu

4
juga sebaliknya. Selain itu, etika dalam jual beli merupakan hal yang juga
harus diperhatikan karena dalam jual beli terjadi hubungan antar individu
(hablun min al-nas) di mana nilai-nilai moral dan etika harus dijunjung
tinggi. Oleh karena itu, bisa dipastikan terdapat hal yang bertentangan
dengan nilai-nilai moral ini ketika dikorelasikan dengan praktek jual beli
najasy, hal ini bisa dilihat dalam hal yang mendasari terjadinya jual beli,
yaitu jual beli dilakukan atas dasar suka sama suka atau saling rela,
sehingga dalam jual beli salah satu pihak tidak ada yang dirugikan.
Al-Qur’an mengatur mengenai asas suka sama suka ini yang
menjadi syarat keabsahan dalam akad jual beli, yaitu pada al-Qur’an Surah
al-Nisa ayat 29:
‫اض م ْنكُ ْم ۗ َو ََل ت َ ْقتُلُ ْٰٓوا‬
ٍ ‫ع ْن ت ََر‬ ٰٓ َّ ‫يٰٓاَيُّ َها الَّذيْنَ ا َمنُ ْوا ََل ت َأْكُلُ ْٰٓوا ا َ ْم َوالَكُ ْم َب ْينَكُ ْم ب ْال َباطل ا‬
َ ‫َل ا َ ْن تَكُ ْونَ ت َج‬
َ ً ‫ارة‬
‫ّٰللاَ َكانَ بكُ ْم َرح ْي ًما‬
‫سكُ ْم ۗ ا َّن ه‬
َ ُ‫ا َ ْنف‬
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta
sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan
atas dasar suka sama suka di antara kamu.”3
Dalam Tafsir al-Wasit dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
batil dalam ayat tersebut adalah sesuatu yang tidak dihalalkan dalam
syariat, seperti halnya riba maupun penipuan. Kemudian dalam ayat
tersebut dilanjutkan dengan istisna (pengecualian) yang menunjukan
bahwa tidak semua bentuk jual beli adalah batil kecuali dalam jual beli itu
terjadi saling rela (taradin) antar kedua pihak yang berniaga atas barang
yang berada di tangannya serta keduanya tidak ada yang dirugikan.
Jual beli najasy dalam praktiknya terdapat unsur penipuan yang
mengakibatkan salah satu pihak dirugikan dan pihak lain diuntungkan.
Maka dari itu, penipuan yang dilakukan oleh najasy menjadi ‘illat
keharaman jual beli najasy. Berdasarkan teks ayat di atas, jika dilihat dari
sudut pandang redaksinya, keharaman jual beli najasy dibuktikan dengan
kalimat “lata’kulu” yang mengandung arti nahil (larangan), sedangkan

3
Rifki Fadli Ardiansya, “Hukum Akad Jual Beli Najasy ( Rekayasa Permintaan Pasar) Perspektif
Imam Al-Rāfi’ī (555 H - 623 H) Dan Ibnu Qudāmah (541 H - 620 H)” (Skripsi, UIN Prof. K.H.
Saifuddin Zuhri, Purwokerto, 2023) hal. 23.

5
pada dasarnya redaksi fi’ il nahil (kata kerja larangan) menunjukan
keharaman.
Selain dengan dasar di atas, jual beli najasy secara tegas dilarang
Rasulullah SAW dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:
Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Maslamah, telah
menceritakan kepada kami Malik dari Nafi' dari ‘Abdullah bin ‘Umar RA
bahwa Nabi SAW melarang jual beli najasy. Dalam Hadis lain dijelaskan
Nabi SAW bersabda: Orang yang menipu tempatnya adalah neraka, dan
barang siapa yang mengerjakan perbuatan yang tidak ada tuntunan dariku
maka tertolak.
Dalam beberapa literatur fikih klasik, para ulama menggolongkan
jual beli najasy ke dalam jual beli yang terlarang dalam redaksi naskah
karangannya. Misalkan Muhammad ibn Abdurrahman al-Dimasyqy dalam
kitab Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-A’immah. Dalam kitab tersebut,
jual beli najasy digolongkan ke dalam Bab al-Buyu’ al-Manhi' Anha (Bab
yang menjelaskan jual beli yang terlarang).
C. Penjelasan Bai’ Najasy dalam Fatwa DSN
Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah dewan yang dibentuk oleh
Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk
menetapkan fatwa tentang produk, jasa, dan kegiatan bank yang
melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 4
Kehadiran fatwa DSN-MUI adalah kebutuhan para praktisi
ekonomi syari'ah dalam melakukan kegiatan transaksi. Tugas DSN-MUI
adalah mengeluarkan fatwa dan mengawasi penerapan fatwa.5 Dalam
Fatwa DSN tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas dijelaskan secara
lebih detail mengenai praktik-praktik bai' najasy, yaitu sebagai berikut:
1. Pump and dump, yaitu aktivitas transaksi suatu efek diawali oleh
pergerakan harga uptrend, yang disebabkan oleh serangkaian transaksi
inisiator beli yang membentuk harga naik hingga mencapai level harga

4
Ahmad Ifham, Ini Lho Bank Syariah Memahami Bank Syariah dengan Mudah (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2015) hal. 06.
5
Nur Fathoni, “Konsep Jual Beli dalam Fatwa DSN-MUI” Jurnal Economica Vol. IV (Mei,
2013), hal. 63.

6
tertinggi. Setelah harga mencapai level tertinggi, pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap kenaikan harga yang telah terjadi melakukan
serangkaian transaksi inisiator jual dengan volume yang signifikan dan
dapat mendorong penurunan harga. Tujuannya adalah menciptakan
kesempatan untuk menjual dengan harga tinggi agar memperoleh
keuntungan.
2. Creating fake demand/supply (permintaan/penawaran palsu), yaitu
adanya satu atau lebih pihak tertentu melakukan pemasangan order
beli/jual pada level harga terbaik, tetapi jika order beli/jual yang
dipasang sudah mencapai harga terbaik maka order tersebut dihapus
(delete) atau direvisi (amend) (baik dalam jumlahnya dan/atau
diturunkan level harganya) secara berulang kali. Tujuannya untuk
memberi kesan kepada pasar seolah-olah terdapat
permintaan/penawaran yang tinggi, sehingga pasar terpengaruh untuk
membeli/ menjual. (Fatwa DSN Nomor 80/DSN-MUI/III/2011 tentang
Penerapan Prinsip Syariah Dalam Mekanisme Perdagangan Efek
Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek).
D. Bai’ Najasy dalam Perspektif Ekonomi dan Keuangan
Pasar sebagai penentu harga dan cara berproduksi, tidak adanya
gangguan yang mengakibatkan rusaknya keseimbangan pasar tersebut.
Akan tetapi realitanya susah untuk ditemukan pasar yang berjalan sendiri
secara adil. Dalam kondisi inilah disebut dengan distorsi pasar. Seperti
yang terjadi distorsi pasar sering terjadi sehingga dapat merugikan para
pihak yang terlibat sebagai peran utamanya atau pelaku pasar. 6
Berhubungan dengan meknismen pasar diatas, dalam sistem
ekonomi harus menyesuaikan dengan yang sudah erkandung dalam sistem
ekonomi Islam. Secara umum dapat diseutkan bahwa dalam sistem
ekonomi Islam terdapat nilai-nilai yang termasuk yaitu norma dan kaidah
yang berasal dari Al-Quran dan Hadis. Ekonomi Islam menyebutkan
bahwa interkasi antara sisi penawaran dan permintaan diwajibkan terjadi

6
Fitrah Maharaja, “Analisis Ekonomi Islam terhadap Distorsi Ekonomi dalam Transaksi Sekuritas
pada Pasar Sekunder” Journal of Economics and Business (Maret, 2022), hal. 261.

7
rela sama rela dalam melakukan transaksi, keadaan rela sama rela tersebut
merupakan kebalikan dari keadaan aniaya yang dimana dalam keadaan
tersebut salah satu pihak berbahagia diatas penderitaan orang lain.
Kemudian, distorsi pasar yang sering terjadi dilakukan oleh para pasar
untuk mencari keuntungan secara cepat atau diatas rata-rata wajar dengan
merugikan pihak lain. Distorsi ini menciptakan ketidak adilan dan ketidak
seimbangan dipasar. Distorsi pasar dapat menguntungkan satu pihak dan
dapat juga merugikan pihak lain. Sehubungan dengan adanya pertemuan
penawaran dan permintaan maka timbulah faktor-faktor kejahatan yang
tidak dapat dicegah atau dihindari oleh manusia seperti, cuaca, bencana
alam dan lainnya. Hal ini juga dapat memicu terjadinya distorsi pasar yaitu
diantaranya rekayasa permintaan atau Bai' Najasy.
Bai’ Najasy diharamkan karena penjual membuat rekayasa dengan
menyuruh orang lain untuk memuji barangnya atau menawarnya dengan
harga tinggi sehingga tercipta kesan bahwa barang tersebut laku dipasaran,
padahal ia tidak bermaksud membeli, hanya menipu si pembeli yang
benar-benar ingin membeli. Akibatnya tercipta sebuah permintaan palsu
(false demand) dimana permintaan ini tidak tercipta secara alami.
Contoh bai’ Najasy salah satunya adalah saat Indonesia dilanda
krisis moneter tahun 1997, terjadi isu kelangkaan bahan pangan, yang
menyebabkan masyarakat terutama toko-toko ramai memborong beras,
terjadi peningkatan permintaan tehadap beras yang mengakibatkan
naiknya harga beras, tidak lama kemudian, media massa memberitakan
bahwa beras di Gudang bulog melimpah.
Praktek Najasy membawa factor negative bagi pasar dan
masyarakat secara luas. Larangan bai’ Najasy karena bai’ ini adalah salah
satu modus penipuan dalam bisnis yang merugikan mitra bisnis, merusak
harga pasar dan selanjutnya menimbulkan permusuhan. 7

7
Rachmat Rizky Kurniawan & Dio Cahyo Ramadhana, “Kasus Najasy di Pasar dan Relevansinya
dengan Pemikiran Ibnu Qudama Hukum Ekonomi Syariah” hal. 7.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam Islam jual beli dikelompokkan menjadi dua yaitu jual beli
yang dihalalkan dan jual beli yang diharamkan karena beberapa hal. Salah
satu jual beli yang diharamkan adalah jual beli najasy. Pengertian jual beli
najasy atau bai’i najasy adalah rekayasa pasar dalam demand, yaitu apabila
seseorang produsen (pembeli) menciptakan permintaan palsu terhadap
suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Jual beli najasy
dalam praktiknya terdapat unsur penipuan yang mengakibatkan salah satu
pihak dirugikan dan pihak lain diuntungkan. Maka dari itu, penipuan yang
dilakukan oleh najasy menjadi ‘illat keharaman jual beli najasy.
Distorsi ini menciptakan ketidak adilan dan ketidak seimbangan
dipasar. Distorsi pasar dapat menguntungkan satu pihak dan dapat juga
merugikan pihak lain. Sehubungan dengan adanya pertemuan penawaran
dan permintaan maka timbulah faktor-faktor kejahatan yang tidak dapat
dicegah atau dihindari oleh manusia seperti, cuaca, bencana alam dan
lainnya. Hal ini juga dapat memicu terjadinya distorsi pasar yaitu
diantaranya rekayasa permintaan atau Bai' Najasy.
Praktek Najasy membawa factor negative bagi pasar dan
masyarakat secara luas. Larangan bai’ Najasy karena bai’ ini adalah salah
satu modus penipuan dalam bisnis yang merugikan mitra bisnis, merusak
harga pasar dan selanjutnya menimbulkan permusuhan.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan para pembaca lebih teliti
lagi dalam melakukan suatu kegiatan muamalah. Tidak hanya tergiur
dengan untung yang melimpah, tetapi juga memperhatikan prinsip-prinsip
syariah agar rezeki yang didapat halal dan berkah.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ardiansya, Rifki Fadli. Hukum Akad Jual Beli Najasy ( Rekayasa Permintaan

Pasar) Perspektif Imam Al-Rāfi’ī (555 H - 623 H) Dan Ibnu Qudāmah

(541 H - 620 H) (Skripsi, UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri, Purwokerto).

2023.

Fathoni, Nur. Konsep Jual Beli dalam Fatwa DSN-MUI. Vol. IV. (Jurnal

Economica). 2013.

Ifham, Ahmad. Ini Lho Bank Syariah Memahami Bank Syariah dengan Mudah.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2015.

Karim, Adiwarman A. Buku Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan. 2008.

Kurniawan, Rachmat Rizky. Dio Cahyo Ramadhana. Kasus Najasy di Pasar dan

Relevansinya dengan Pemikiran Ibnu Qudama Hukum Ekonomi Syariah.

Maharaja, Fitrah. Analisis Ekonomi Islam terhadap Distorsi Ekonomi dalam

Transaksi Sekuritas pada Pasar Sekunder. (Journal of Economics and

Business). 2022.

10

Anda mungkin juga menyukai