Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Daftar Isi.................................................................................................................1

BAB I Pendahuluan...............................................................................................2
A.    Latar Belakang.........................................................................................................2
B.     Rumusan Masalah....................................................................................................2
C.     Tujuan......................................................................................................................2

BAB II PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM.................................. 3


A.    Pengertian Mu’amalah..............................................................................................3
B.     Macam-macam Mualamah.......................................................................................3
C.     Syirkah......................................................................................................................6
D.    Mudarabah................................................................................................................7
E.     Musaqah....................................................................................................................8
F.      Muzara’ah dan Mukhabarah.....................................................................................8
G.    Perbankan..................................................................................................................9
H.    Asuransi Syariah........................................................................................................

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................11

1
BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Kehadiran ekonomi Islam telah memunculkan harapan baru bagi banyak orang, khususnya bagi
umat Islam akan sebuah ekonomi alternatif dari sistem ekonomi kapitalisme dan sosialisme
sebagai arus utama perdebatan sebuah sistem ekonomi dunia, terutama sejak perang dunia II
yang memunculkan banyak Negara-negara Islam bekas jajahan imperialis. Dalam hal ini,
keberadaan ekonomi Islam sebagai sebuah model ekonomi alternatif memungkinkan bagi banyak
pihak, muslim maupun non muslim untuk melakukan banyak penggalian kembali berbagai ajaran
Islam. Meskipun begitu, system ekonomi dunia saat ini masih dikendalikan oleh system ekonomi
kapitalisme, karena umat Islam sendiri masih terpecah dalam hal bentuk implementasi ekonomi
Islam dimasing-masing Negara. Kenyataan  ini oleh sebagian pemikir Islam masih diterima
dengan lapang karena ekonomi Islam secara implementasinya di masa kini relatif masih
baru.  Masih perlu dilakukan banyak sosialisasi dan pengarahan serta pengajaran kembali umat
Islam untuk melakukan aktifitas ekonominya sesuai dengan hukum Islam. Sementara sebagai
lainnya menilai bahwa faktor kekuasaan memainkan peran signifikan, karenanya mengkritisi
bahwa ekonomi Islam atau ekonomi syariah belum akan dapat sesuai dengan syariah jika
pemerintahnya sendiri belum menrapkan syariah dalam kebijakan-kebijakannya.

B.     Rumusan Masalah


1.      Jelaskan  pengertian Mu’amalah!.
2.      Jelaskan macam-macam Mu’amalah!.
3.      Jelaskan yang dimaksud dengan Syirkah!.
4.      Jelaskan yang dimaksud Mudarabah!.
5.      Jelaskan yang dimasud Musaqah!.
6.      Jelaskan yang dimaksud Muzaraah dan Mukharabah!
7.      Jelaskan beberapa macam perbankan!.
8.      Jelaskan asuransi syariah!.

C.    Tujuan
1.      Mengetahui pengertian Mu’amalah.
2.      Mengetahui macam-macam Mu’amalah.
3.      Mengetahui yang dimaksud dengan Syirkah.
4.      Mengetahui yang dimaksud Mudarabah.
5.      Mengetahui yang dimaksud Musaqah.
6.      Mengatahui yang dimaksud Muzaraah dan Mukharabah.
7.      Mengetahui beberapa macam perbankan.
8.      Mengetahui asuransi syariah.

2
BAB II
PRINSIP DAN PRAKTIK EKONOMI ISLAM

A.    PENGERTIAN MU’AMALAH


Muamalah dalam kamus Bahasa Indonesia artinya hal-hal yang termasuk urusan
kemasyarakatan (pergaulan, perdata, dan sebagainya). Sementara dalam fiqih islam berarti tukar
menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan cara yang ditempuhnya, seperti jual
beli, pinjam meminjam, urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
            Dalam melakukan transaksi ekonomi, seperti jual-beli, sewa- menyewa, utang- piutang,
dan pinjam-meminjam, islam melarang beberapa hal diantaranya seperti berikut :
1.      Tidak boleh mempergunakan cara-cara yang batil.
2.      Tidak boleh melakukan perbuatan riba.
3.      Tidak boleh dengan cara-cara  zalim (aniaya).
4.      Tidak boleh mempermainkan takaran, timbangan, kualitas, dan kehalalan. 
5.      Tidak boleh dengan cara-cara spekulasi/berjudi.
6.      Tidak boleh melakukan transaksi jual-beli barang haram.

B.     MACAM-MACAM MU’AMALAH


Sebagaimana telah dijelaskan di atas tentang macam-macam mu’amalah disini akan
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut.

1.      Jual Beli


Jual beli menurut syariat agama ialah kesepakatan tukar menukar benda untuk memiliki
benda tersebut selamanya. Melakukan jual-beli dibenarkan, sesuai dengan Firman Allah berikut
ini :
Artinya : “...dan Allah Swt. Telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba...” (Q.S. al-
baqarah/2:275).
Apabila jual-beli itu menyangkut suatu barang yang sangat besar nialainya,dan agar tidak
terjadi kekurangan dibelakang hari, al-Qur’an menyarankan agar dicatat, dan ada saksi, lihatlah
penjelasan ini pada Q.S. al-baqarah/2:282

A.      SYARAT- SYARAT JUAL-BELI


Syarat-syarat adalah sebagai berikut.
1)                  Penjual dan pembelinya haruslah :
a.          Balig,
b.         Berakal sehat,
c.          Atas kehendak sendiri.

2)                  Uang dan barangnya haruslah :


a.          Halal dan Suci. Haram menjual arak dan bangkai, begitu juga babi dan
berhala, termasuk lemak bangkai tersebut.
b.         Bermanfaat. Membeli barang-barang yang tidak bermanfaat sama
c.          Keadaan barang dapat diserah terimakan. Tidak sah menjual barang yang tidak
dapat diserah terimakan. Contohnya, menjual ikan dalam laut atau barang                           yang
sedang dijadikan jaminan sebab semua itu mengandung tipu daya.
d.         Keadaan barang diketahui oleh penjual dan pembelinya.
e.          Milik sendiri, sabda Rasulullah Saw., “tak sah jual-beli melainkan atas barang
yang dimiliki.” (H.R. Abu Daud dan Tirmidzi).

3
3)                  Ijab Qobul
Seperti pernyataan penjual, “Saya jual barang ini dengan harga sekian.” Pembeli menjawab,
“Baiklah saya beli.”
Dengan demikian, berarti jual-beli itu berlangsung suka sama suka. Rasulullah Saw. Bersabda,
“sesungguhnya jual-beli itu hanya sah jika suka sama suka.” (H.R Ibnu Hibban).

B.      KHIYAR
1.      Pengertian khiyar
Khiyar adalah bebas memutuskan antara menerusakan jual beli atau membatalkannya. Islam
memperbolehkan melakukan khiyar karena jual-beli haruslah berdasarkan suka sama suka, tanpa
ada unsur paksaan sedikitpun. Penjual berhak mempertahakan harga barang dagangannya,
sebaliknya pembeli berhak menawar atas dasar kualitas barang yang diyakininya. Rasulullah
Saw. Bersabda, “penjual dan pembeli tetap dalam khiyar selama keduanya belum berpisah.
Apabila keduanya berlaku benar-benar dan suka menerangkan keadaan  (barang)nya, maka jual
beli akan memberkahi keduanya. Apabila keduanya menyembunyikan keadaan sesungguhnya
serta berlaku dusta, maka dihapus keberkahan jual belinya.” (H.R Bukhari dan Muslim).

2.      Macam-macam Khiyar


a.          Khiyar Majelis, adalah selama penjual dan pembeli masih berada ditempat
berlangsungnya transaksi atau tawar-menawar. Keduanya berhak memutuskan atau membatalkan
jual-beli. Rasulullah Saw. Bersabda, “ dua orang yang berjual beli, boleh memilih akan
meneruskan atau tidak selama keduanya belum berpisah.” ( H.R Bukhori dan Muslim).
b.         Khiyar syarat, adalah khiyar yang dijadikan syarat dalam jual-beli. Misalnya penjual
mengatakan,”saya jual barang ini dengan harga sekian dengan syarat khiyar tiga hari.”
Maksudnya penjual memberi batas waktu kepada pembeli untuk memutuskan jadi tidaknya
pembeliannya tersebut dalam waktu tig hari. Apabila pembeli mengiyakan, status barang tersebut
sementara waktu (dalam masa khiyar) tidak ada pemiliknya, artinya, si penjual tidak berhak
menawarkan kepada orang lain lagi. Namun, jika akhirnya pembeli memutuskan tidak jadi,
barang tersebut menjadi hak penjual kembali. Rasulullah Saw. Bersabda kepada seorang lelaki,
“Engkau boleh khiyar pada segala barang yang engkau beli selama tiga hari tigamalam.” (H.R
Baihaqi dan Ibnu Majah).
c.         Khiyar Aibi (cacat), adalah pembeli boleh mengembelikan barang yang dibelinya jika terdapat
cacat yang dapat mengurangi kualitas nilai barang tersebut, namun hendaknya dilakukan
sesegera mungkin.

C.       RIBA
1)      Pengertian Riba
Riba adalah bunga uang atau nilai lebih atas penukaran barang. Hal ini sering terjadi dalam
pertukaran bahan makanan, perak, emas, dan pinjam-meminjam.
Riba, apapun bentuknya, dalam syari’at islam hukumnya haram. Sanksi hukumnya juga sangat
berat. Diterangkan dalam hadist yang di riwayatkan bahwa, “Rasulullah mengutuk orang yang
mengambil riba, orang yang mewakilkan, orang yang mencatat, dan orang yang
menyaksikannya. (H.R Muslim). Dengan demikian, semua orang yang terlibat dalam riba
sekalipun hanya sebagai saksi, terkena dosanya juga.
a)                       Sama timbangan ukurannya atau
b)                       Dilakukam serah terima saat itu juga,
c)                       Tunai
Apabila tidak sama jenisnya seperti emas dan perak boleh berbeda takarannya, namun tetap
harus secara tunai dan diserah terimakan saat itu juga. Kecuali barang yang berlainan jenis

4
dengan perbedaan seperti perak dan beras, dapat berlaku ketentuan jual-beli sebagaimana
barang-barang yang lain.

2)      Macam-macam Riba


a)         Riba Fadli, adalah pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya, misalnya cincin
emas 22karat sebesar 10 gram ditukar dengan emas 22 gram kelebihannya itulah yang termasuk
riba.
b)        Riba Qordi, adalah peminjaman dengan syarat harus memberikan kelebihan saat
mengembalikannya. Misal si A bersedia meminjami si B uang sebesar Rp 100.000,00 asal si B
bersedia mengembalikannya sebesar Rp115.000,00. Bunga pinjaman itulah yang disebut riba.
c)         Riba Yadi, adalah akad jual-beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjualan dan
pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima.
d)        Riba Nasi’ah, adalah akad jual-beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian.

2.    Utang-piutang
a.    Pengertian Utang-piutang
Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang dengan catatan akan
dikembalikan pada waktu kemudian. Tentu saja dengan tidak mengubah keadaannya. Misalnya
utang Rp100.000,00 dikemudian hari harus melunasinya Rp100.000,00. Memberi utang kepada
seseorang berarti menolongnya dan sangat dianjurkan oleh agama.

b.    Rukun Utang-piutang


Rukun utang-piutang ada tiga, yaitu:
1)                       Yang berpiutang dan yang berutang,
2)                       Ada harta atau barang,
3)                       Lafadz kesepatan. Misal: “saya utangkan ini kepadamu.”Yang berutang menjawab,
“Ya, saya utang dulu, beberapa hari lagi (sebutkan dengan jelas” atau jika sudah punya akan
saya lunasi.”

Untuk menghindari keributan dikemudian hari, Allah Swt. Menyarankan agar kita mencatat
dengan baik utang-piutang yang kita lakukan.
Jika orang yang berutang tidak dapat melunasi tepat pada waktunya karena kesulitan, Allah Swt.
Menganjurkan memberinya kelonggaran.
Artinya: “Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu
sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui..” (Q.S.al-Baqarah/2: 280)

Apabila orang membayar utangnya dengan memberikan kelebihan atas kemauannya


sendiri tanpa perjanjian sebelumnya, kelebihan itu halal bagi yang berpiutang, dan merupakan
suatu kebaikan bagi yang berutang. Rasulullah saw, bersabda: “Sesungguhnya sebaik-baik kamu,
ialah yang sebaik-baiknya kita membayar utang.” (sepakat ahli hadis). Abu Hurairah ra.
Berkata, “Rasulullah saw. Telah berutang hewan, kemudian beliau bayar dengan hewan yang
lebih besar dari hewan yang beliau utang itu, dan Rasulullah saw. Bersabda, “Orang yang
paling baik ialah orang yang dapat membayar utangnya dengan yang lebih baik.” (HR. Ahmad
dan Tirmidzi).

Bila orang yang berpiutang meminta tambahan pengembalian dari orang yang melunasi
utang dan telah disepakati bersama sebelumnya, hukumnya tidak boleh. Tambahan pelunasan

5
tersebut tidak halal sebab termasuk riba. Rasulullah saw. Berkata “Tiap-tiap piutang yang
mengambil manfaat maka ia semacam dari beberapa macam riba.” (HR. Baihaqi)

3.    Sewa-menyewa
a.    Pengertian Sewa-menyewa
Sewa menyewa dalam fiqh Islam disebut ijarah, artinya imbalan yang harus diterima oleh
seseorang atas jasa yang diberikannya. Jasa di sini berupa penyediaan tenaga dan pikiran, tempat
tinggal, atau hewan.
            Dasar hukum ijarahdalam firman Allah Swt.
Artinya: ”...dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,maka tidak ada dosa bagimu
apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut...” (Q.S. al-Baqarah/2: 233)

Artinya: “...kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak) mu maka berikanlah imbalannya


kepada mereka...” (Q.S. at-Talaq/65: 6)

b.    Syarat dan Rukun Sewa-menyewa


1)                  Yang menyewakan dan yang menyewa haruslah telah balig dan berakal sehat.
2)                  Sewa-menyewa dilangsungkan atas kemauan masing-masing, bukan karena dipaksa.
3)                  Barang tersebut menjadi hak sepenuhnya orang yang menyewakan, atau walinya.
4)                  Ditentukan barangnya serta keadaan dan sifat-sifatnya.
5)                  Manfaat yang akan diambil dari barang tersebut harus diketahui secara jelas oleh kedua
belah pihak. Misalnya, ada orang yang menyewa sebuah rumah. Si penyewa harus
menerangkan secara jelas kepada pihak yang menyewakan, apakah rumah tersebut mau
ditempati atau dijadikan gudang. Dengan demikian, si pemilik rumah akan
mempertimbangkan boleh atau tidak disewa. Sebab risiko kerusakan rumah antara
dipakai sebagai tempat tinggal berbeda dengan risiko dipakai sebagai gudang. Demikian
pula jika barang yang disewakan itu mobil, harus dijelaskan dipergunakan untuk apa saja.
6)                  Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas.
7)                  Harga sewa dan car pembayaannya juga harus ditentukan dengan jelas serta disepakati
bersama.

Dalam hal sewa-menyewa atau kontrak tenaga kerja, haruslah diketahui secara jelas dan
disepakati bersama sebelumnya hal-hal berikut.
1)      Jenis pekerjaan dan tenaga kerjanya.
2)      Berapa lama masa kerja.
3)      Berapa gaji dan bagaimana sistem pembayarannya: harian, bulanan, mingguan ataukah
borongan?
4)      Tunjangan-tunjangan seperti transpor, kesehatan,dan lain-lain, kalau ada.

C.    SYIRKAH
Secara bahasa, kata syirkah (perseroan) berarti mencampurkan dua bagian atau lebih
sehingga tidak dapat lagi dibedakan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya.
Menurut istilah, syirkah adalah suatu akad yang dilakuakan oleh dua pihak atau lebih yang
bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.
a)    Rukun dan Syarat Syirkah
1)    Dua belah pihak yang berakad (‘aqidni). Syarat orang yang melakukan akad adalah harus
memiliki kecakapan (ahliyah) melakukan taasarruf (pengelolaan harta).

6
2)    Objek akad yang disebut juga ma’qud’alaihi mencakup pekerjaan atau modal. Adapun syarat
pekerjaan atau benda yang dikelola dalam syirkah harus halal dan diperbolehkan dalam agama
dan pengelolaannya dapat diwakilkan.
3)    Akad atau disebut juga dengan istilah sigat. Adapun syarat sah akad harus berupa tasarruf ,
yaitu adanya aktivitas pengelolaan.

b)        Macam-macam Syirkah


1)   Syirkah ‘Inan
Syirkah ‘inan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memberi
konstribusi kerja (amal) dan modal (mal). Syirkah ini hukumnya boleh berdasarkan dalil sunah
dan ijma ‘sahabat.

2)   Syirkah ‘Abdan


Syirkah ‘abdan adalah syirkah antara dua pihak atau lebih yang masing-masing, hanya
memberikan konstribusi kerja (amal), tanpa konstribusi modal (amal). Kerja kerja itu dapat
berupa kerja pikiran (seperti penulis naskah) ataupun kerja fisik (seperi tukang batu). Syirkah ini
juga dise.but syirkah ‘amal.

3)   Syirkah Wujuh


Syrikah wujuh adalah kerja sama karena didasarkan pada kedudukan, ketokohan, atau keahlian
(wujud) seseorang di tengah masyarakat. Syirkah wujuh adalah syirkah antara dua pihak yang
sama-sama memberikan konstribusi kerja (amal) dengan pihak ketiga yang memberikan
konstribusi modal (mal).

D.    MUDARABAH
1.      Pengertian dan Hukum Mudarabah
   Mudarabah adalah suatu perjanjian yang dilakukan oleh dua orang/pihak atau lebih dan salah
satu orang/pihak,diantara mereka bersedia mengeluarkan sejumlah modal uang atau barang
untuk diperdagangkan oleh pihak lainnya dengan ketentuan pembagian laba sesuai kesepakatan.
Hukum mudarabah adalah jaiz(boleh)selama tidak ada pihak yang dirugikan. Sebagai firman
Allah Swt. Berikut
Artinya: Dan yang lain berjalan dibumi mencari sebagian karunia Allah.(Q.S. Al-
Muzzammil,73;20)     
Mudarabah ini telah terjadi di Zaman Rasulullah saw.,bahkan beliau sendiri pernah
melakukannya dengan Siti khadijah sebelum beliau menikahinya. Rasulullah saw. Pergi ke
negeri Syam dengan membawa modal dagangan dari Siti Khadijah,dan sepulangnya dari
perniagaan beliau segera menyerahkan modal pokoknya dan membagi keuntungan sesuai
kesepakatan.

2.      Syarat-syarat Mudarabah


Sebelum melaksanakan mudarabah,terlebih dahulu harus terpenuhi syarat-syaratnya yaitu
sebagai berikut.
a.    Modal yang akan dimudarabah harus jelas dalam bentuk uang tunai,bukan barang,emas,perak
batangan,atau barang barang berharga lainnya.
b.    Jumlah modal yang akan dimudarabahkan harus jelas jumlah nya agar dapat dibedakan dengan
keuntungan yang didapatkannya.
c.    Keuntungan yang akan didapatkan oleh pemilik modal dan bekerja harus dijelaskan dalam
transaksi sesuai kesepakatan,misalnya dengan sistem paruhan,sepertiga,atau seperempat.

7
d. Mudarabah harus bersifat mutlak,artinya sipemilik modal tidak boleh ikut campur dalam
pelaksanaan usaha yang akan dijalankan oleh pihak pekerja.
    Jika persyaratan tersebut tidak terpenuhi,mudarabah tidak dapat dijalankan. Artinya,mudarabah
menjadi batal dengan sendirinya manakala ditengah perjalanan ada syarat-syarat yang dilanggar
oleh salah satu pihak yang bertransaksi.

3.      Rukun Mudarabah


  Rukun mudarabah adalah ijabdan kabul,yaitu suatu transaksi atau timbang terima yang
dilakukan oleh kedua belah pihak. Dalam melakukan ijab kabul tidak disyaratkan
mengucapkannya dengan bahasa atau lafal-lafal tertentu,tetapi cukup dengan bahasa dan
ungkapan yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak yang melakukan ijab kabul. Hikmah
disyariatkannya investasi mudarabah dapat dijelaskan sebagai berikut.
a.    Mudarabah akan menampakkan sifat dan semangat kebersamaan serta keadilan.Hal ini terbukti
melalui kebersamaan menanggung kerugian yang dialami suatu usaha,dan membagikan
keuntungan yang besar(sesuai dengan perjanjian)di saat ekonomi sedang booming.
b.    Mudarabah akan menyatukan modal dengan skill(keahlian)yang selama ini senantiasa terpisah
dalam sistem perekonomian konversional,sebab sistem tersebut memang diciptakan untuk
menunjang mereka yang memiliki modal.
c.   Mudarabah dapat menggairahkan perekonomian umat islam,khususnya bagi para pemilik modal
yang selama ini masih ragu-ragu tentang hukum bunga bank konvensional. Secara
mudarabah,mereka yakin usahanya terhindar dari hal-hal yang meragukan dan tetap sesuai
dengan syariat islam.

E.     MUSAQAH
Musaqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani. Pemilik kebun menyerahkan
kepada petani agar dipelihara panennya nanti akan dibagi dua menurut persentase yang
ditentukan padawaktu akad.
Konsep musaqah merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah
pihak (simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk
merawat perkebunannya. Sementara dipihak lain ada petani yang memiliki lahan yang bisa
digarap. Dengan adanya sistem kerja sama musaqah,setiap pihak akan sama-sama mendapatkan
manfaat.

F.     MUZARA’AH DAN MUKHABARAH


Muzara’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan
Petani penggarap. Dalam kerja sama ini benih tanaman berasal dari petani. Sementara
mukhabarah ialah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap.
Dalam kerja sama ini,benih tanamannya berasal dari pemilik lahan. Muzara’ah memang sering
kali diindentikkan dengan mukharabah. Namun demikian,keduanya sebenarnya memilki sedikit
perbedaan. Muzara’ah benihnya berasal dari petani penggarap,sedangkan mukhabarah benihnya
berasal dari pemilik lahan.
Muzara’ah dan mukhabarah merupakan bentuk kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik
lahan dan penggarap yang sudah dikenal sejak masa Rasulullah saw. Dalam hal ini,pemilik lahan
memberikan lahan pertanian kepada penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan pembagian
persentase tertentu dari hasil panen. Di Indonesia,Khusunya di kawasan pendesaan,kedua model
penggarapan tanah itu sama-sama dipraktikkan oleh masyarakat petani. Landasan syariahnya
terdapat dalam hadis dan ijma’ulama.

8
G.    PERBANKAN
1.      Pengertian perbankan
   Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak dalam menghimpun dana masyarakat
dan disalurkan kembali dengan menggunakan sistem bunga. Hakikat dan tujuan bank ialah untuk
membantu masyarakat yang memerlukan. Bank membantu masyarakat dalam bentuk
penyimpanan maupun peminjam,baik berupa uang atau barang berharga lainnya dengan imbalan
bunga yang harus dibayarkan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa bank.
   Bank dilihat dari segi penerapan bunganya,dapat dikelompokkan menjadi dua,yaitu seperti
berikut.
a.         Bank Konvensional
Bank konversional ialah bank yang fungsi utamanya menghimpun dana untuk disalurkan kepada
yang memerlukan, baik perorangan maupun badan usaha. Penghimpun dana digunakan untuk
mengembangkan usahanya dengan menggunakan sistem bunga.

b.         Bank islam atau bank syari’ah


bank islam atau bank syari’ah ialah bank yang menjalankan operasinya menurut syariat islam.
Istilah bunga yang ada pada bank konvensional tidak dalam bank islam. Bank syari’ah
menggunakan beberapa cara yang bersih dari riba, misalnya sebagai berikut.

1)      Mudarabah, yaitu kerja sama antara pemilik modal dan pelaku usaha dengan perjanjian bagi
hasil dan sama-sama menanggung kerugian dengan persentase sesuai perjanjian. Dalam sistem
mudarabah,pihak bank sama sekali tidak mengintervensi manajamen perusahaan.
2)      Musyarakah, yakni kerjasama antara pihak bank dan pengusaha di manamasing-masing pihak
sama-sama memiliki saham. Oleh karena itu, kedua belah pihak mengelola usahanya secara
bersama-sama dan menanggung untung ruginya secara bersama-sama pula.
3)      Wadi’ah, yakni jasa penitipan uang, barang, deposito, maupun surat berharga. Amanah dari
pihak nasabah tersebut dipelihara dengan baik oleh pihak bank. Pihak bank juga memiliki hak
unuk menggunakan dana yang dititipkan dan menjamin bisa mengembalikan dana tersebut
sewaktu-waktu pemiliknya memerlukan.
4)      Qardul hasan, yakni pembiayaan lunak yang diberikan kepada nasabah yang baik dalam
keadaan darurat. Nasabah hanya diwajibkan mengembalikan simpanan pokok pada saat jatuh
tempo biasanya layanan ini hanya diberikan untuk nasabah yang memiliki deposito di bank
tersebut sehingga menjadi wujud penghargaan bank kepada nasabahnya.
5)      Murabahah, yaitu istilah dalam fiqih islam yang menggambarkan suatu jenis penjualan dimana
penjual sepakat dengan pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan ditambah jumblah
keuntungan tertenteu diatas biaya produksi. Disini, penjual mengungkapkan biaya sesungguhnya
yang dikeluarkan dan beberapa keuntungan yang hendak di ambilnya. Pembayaran dapat
dilakukan saat penyerahan atau ditetapkan pada tanggal tertentu yang disepakati. Dalam hal ini,
bank membelikan atau menyediakan barang yang diperlukan pengusaha untuk dijual lagi.
Kemudian, bank meminta tambahan harga atas harga pembeliannya tersebut. Namun demikian,
pihak bank harus secara jujur menginformasikan harga pembelian yang sebenarnya.

H.    ASURANSI SYARI’AH


1.    Prinsip-prinsip Asuransi Syari’ah
Asuransi berasal dari bahasa Belanda, Assuranite yang artinya pertanggungan. Dalam bahasa
Arab dikenal dengan at-Ta’min yang berarti pertanggungan, perlindungan, keamanan,
ketenangan atau bebas dari perasaan takut. Si penanggung (Assuradeur) disebut Mu’ammin dan
tertanggung (grasrurrerde) disebut musta’min.
   Dalam islam, asuransi merupkan dari muamalah. Dasar hukum asuransi menurutfikih islam
adalah boleh (jaiz) dengan suatu ketentuan produk asuransi tersebut harus sesuai dengan

9
ketentuan hukum islam. Pada umumnya, para ulama berpendapat asuransi yang berdasarkan
syariah dibolehkan dan asuransi konvensional haram hukumnya.
  Asuransi dalam ajaran islam merupakan salah satu upaya seorang muslim yang didasarkan nilai
tauhid. Setiap manusia menyadari bahwa sesungguhnya setiap jiwa tidak memiliki daya apapun
ketika menerima musibah dari Allah SWT., baik berupa kematian, kecelakaan, bencana alam
maupun takdir buruk yang lain untuk menghadapi berbagai musibah tersebut, ada beberapa cara
untuk menghadapinya. Pertama, menanggungnya sendiri. Kedua, mengalihkan resiko ke pihak
lain. Ketiga, mengelolanya bersama-sama.
   Dalam ajaran islam, musibah bukanlah permasalahan individual, melainkan masalah kelompok
walaupun musibah ini hanya menimpa individu tertentu. Apalagi jika musibah itu mengenai
masyarakat luas seperti gempa bumi atau banjir. Berdasarkan ajaran inilah, tujuan asuransi
sangat sesuai dengan semangat ajaran tersebut.

   Banyak pula hadis Rasulullah saw. yang memerintahkan umat islam untuk salingmelindungi
saudaranya dalam menghadapi kesusahan. Berdasarkan ayat Al-Quran dan riwayat hadis, dapat
dipahami bahwa musibah ataupun resiko kerugian akibat musibah wajib ditanggung bersama.
Setiap individu bukan menanggungnya sendiri-sendiri dan tidak pula dialihkan kepihak lain.
Prinsip menanggung musibah secara bersama-sama inilah yang sesungguhnya esensi dari
asuransi syariah.

2.      Perbedaan Asuransi Syari’ah dan Asuransi Konvensional


Prinsip Asuransi Syari’ah tersebut berbeda dengan yang berlaku di sistem konvensional, yang
menggunakan prinsip transfer risiko. Sesorang membayar sejumblah premi untuk mengalihkan
risiko yang tidak mampu dia pikul kepada perusahaan asuransi. Dengan kata lain, telah terjadi
“jual beli atas risiko kerugian yang belum pasti terjadi. Disinilah cacat perjanjian asuransi
konvensional. Sebab akad dalam islam mensyaratkan adanya sesuatu yang bersifat pasti, apakah
itu berbentuk barang ataupun jasa.
   Perbedaan yang lain, pada asuransi konvensinal dikenal dana hangus, dimana peserta tidak
dapat melanjutkan pembayaran premi ketika ingin mengundurkan diri sebelum jatuh tempo.
Dalam konsep asuransi syari’ah, mekanismenya tidak mengenal dana hangus. Peserta yang baru
masuk sekalipun, karena satu dan hal ingin mengundurkan diri, dana atau premi yang
sebelumnya sudah dibayarkan

10
BAB III
KESIMPULAN

Sistem ekonomi islam adalah suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan
nilai-nilai islam, bersumber dari Al Quran, As-Sunnah, ijma dan qiyas. Prinsip-prinsip kegiatan
Ekonomi Islam adalah sebagai berikut:

1.      Kekuasaan milik tertinggi adalah milik Allah dan Allah adalah pemilik yang absolute atas semua
yang ada.
2.      Manusia  merupakan  pemimpin  (khalifa)  Allah  di  bumi  tapi  bukan  pemilik  yang
sebenarnya.
3.      Semua yang didapatkan dan dimiliki oleh manusia adalah karna seizing Allah, oleh karena itu
saudara-saudaranya yang kurang beruntung memiliki hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
saudara-saudaranya yang lebih beruntung.
4.      Kekayaan tidak boleh ditumpuk terus atau ditimbun.
5.      Kekayaan harus diputar.
6.      Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya harus dihilangkan.
7.      Menghilangkan jurang perbedaan antar individu  dapat menghapuskan konflik antar golongan
dengan cara membagikan kepemilikan seseorang setelah kematiannya kepada para ahli warisnya.
8.      Menetapkan  kewajiban  yang  sifatnya  wajib  dan  sukarela  bagi  semua  individu termasuk
bagi anggota masyarakat yang miskin.

Muāmalah ialah kegiatan tukar-menukar barang atau sesuatu yang memberi manfaat dengan
cara  yang  ditempuhnya,  seperti  jual-beli,  sewa-menyewa,  utang-piutang,  pinjam-meminjam,
urusan bercocok tanam, berserikat, dan usaha lainnya.
Syirkah  (perseroan)  berarti  suatu  akad  yang  dilakukan  oleh  dua  pihak  atau  lebih  yang
bersepakat untuk  melakukan suatu usaha dengan tujuan  memperoleh keuntungan. Syirkah ada
beberapa macam: syirkah `inān, syirkah „abdān, syirkah wujūh, dan syirkah mufāwaḍah.
Muḍārabah  adalah  akad  kerja  sama  usaha  antara  dua  pihak,  di  mana  pihak  pertama
menyediakan  semua  modal  (ṡāhibul  māl),  sedangkan  pihak  lainnya  menjadi  pengelola  atau
pengusaha (muḍarrib).
Musāqah  adalah  kerja  sama  antara  pemilik  kebun  dan  petani  di  mana  sang  pemilik  kebun
menyerahkan  kepada  petani  agar  dipelihara  dan  hasil  panennya  nanti  dibagi  dua  menurut
persentase yang ditentukan pada waktu akad.
Bank Islam atau bank syariah, yaitu bank yang menjalankan operasinya menurut syariat Islam.
Bank  syariah  menggunakan  beberapa  cara  yang  bersih  dari  riba,  misalnya:  muḍārabah,
musyārakah, waḍ³‟ah, qarḍul hasān, dan murābahah.

11

Anda mungkin juga menyukai