Anda di halaman 1dari 87

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR ( Ipomoea

batatas L) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN


ORGANOLEPTIK NUGGET KEONG TUTUT (Bellamnya javanica)
SEBAGAI MAKANAN SUMBER PROTEIN DAN TINGGI
KALSIUM

NURHIDAYAH

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG UBI JALAR ( Ipomoea
batatas L) TERHADAP MUTU FISIKOKIMIA DAN
ORGANOLEPTIK NUGGET KEONG TUTUT (Bellamnya javanica)
SEBAGAI MAKANAN SUMBER PROTEIN DAN TINGGI KALSIUM

NURHIDAYAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Judul : Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)
terhadap Mutu Fisikokimia dan organoleptik Nugget Keong
Tutut (Bellamnya javanica) sebagai Makanan Sumber Protein
dan Tinggi Kalsium
Nama : Nurhidayah
NIM : I14062804

Disetujui :
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS.


NIP. 19621204 198903 2 002

Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS.


NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Lulus :
ABSTRACT
NURHIDAYAH. Effect of Using Sweet Potato Flours (Ipomoea batatas L) on
Physicochemical and Sensory Qualities of Freshwater Snail (Bellamnya
javanica) Nuggets as Protein and High Calcium Food Source. Under
direction of EVY DAMAYANTHI.

Sweet potato flour has high water binding capacity that can be used as
binder in nugget processing. In the other hand, utilization of freshwater snail as a
cheap protein and high calcium source (due to its abundant availibility in
indonasia paddy field water) with low fat content is still low. Making of this
freshwater snail nugget expected to optimize the freshwater snail and sweet
potato consumption as local food. The objective of this research was to study the
effect of using sweet potato flour in physicochemical and sensory properties of
freshwater snail nugget. Sweet potato flour substitition level toward tapioca and
wheat flour was 0%, 25%, 50%, 75% and 100%. The Determination of
freshwater snail nugget formula was done by trial and error in order to find the
right composition. Nugget then be analysed for its sensory and physical
properties. The best product was choosen by the consideration of the sensory
evaluation. This best product then analysed for its chemical properties, protein
digestibility and water holding capacity (WHC). A nugget without the substitution
of sweet potato flour was used as control. Results showed that there is no
significant influence (p>0,05) of sweet potato flour substitution in colour, odor,
taste, overall and hardness evaluation of nugget but give the significant influence
(p<0,05) in texture and pH value. The 75% sweet potato flour substitution formula
was the best product choosen based on the sensory evaluation. Significant
differences (p<0,05) showed in WHC, energy content, calcium content and
protein digestibility between the the best product and control, but there are no
significant difference (p>0,05) in water, ash, protein, fat and carbohydrate
content. The 75% sweet potato flour substitution freshwater snail nugget can be
claimed as protein and high calcium source (protein 17%, and calcium 20% from
the Indonesia Recommended Dietary Allowance). For common health purpose,
the 75% sweet potato flour substitution seem to be more potential than wheat
flour as nutritious nugget not only due to its protein, high calcium source but also
due to dietary fiber source.

Keywords: sweet potato flour, freshwater snail, nugget, protein digestibility,


calcium
RINGKASAN

NURHIDAYAH. Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L)


terhadap Mutu Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Keong Tutut (Bellamnya
javanica) sebagai Makanan Sumber Protein dan Tinggi Kalsium. Dibimbing oleh
EVY DAMAYANTHI

Ubi jalar memiliki prospek yang baik sebagai komoditas unggulan.


Selama ini pemanfaatan ubi jalar menjadi bahan olahan yang memiliki masa
simpan relatif lama dan bernilai ekonomis masih terbatas. Diversifikasi
pemanfaatan dan peningkatan nilai tambah ubi jalar, antara lain dapat dilakukan
melalui pengolahan tepung ubi jalar yang selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan substitusi terigu pada produk roti, cookies, kue dan mi. Tepung ubi jalar
juga berfungsi sebagai bahan pengikat dan penstabil karena daya ikat airnya
yang tinggi, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan nugget. Nugget pada umumnya terbuat dari daging ayam. Substitusi
daging ayam dengan daging keong tutut sebanyak 60% memberikan hasil
nugget yang dapat disukai dan menjadi sumber protein serta tinggi kalsium.
Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat diharapkan dapat
memberikan mutu fisiko-kimia yang baik pada nugget dan dapat diterima oleh
konsumen.
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh substitusi
tepung ubi jalar dalam pembuatan nugget keong tutut. Tujuan Khusus penelitian
ini adalah (1) menentukan formula yang tepat dalam pembuatan produk nugget,
(2) mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat organoleptik
nugget keong tutut, (3) mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap
sifat fisik nugget keong tutut, (4) mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar
terhadap sifat kimia nugget keong tutut, (5) Menilai kontribusi zat gizi nugget
terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi (AKG).
Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober 2010.
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian lanjutan. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan formula
terbaik dalam pembuatan nugget dan menentukan persentase substitusi tepung
ubi jalar yang tepat. Pembuatan nugget keong tutut menggunakan proses
pengolahan nugget modifikasi Patriani (2010). Pembuatan nugget keong tutut
menggunakan persentase daging keong tutut dan daging ayam 60:4 dari total
berat daging. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan
tapioka yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Penetapan formula nugget keong
tutut dilakukan secara trial and error, yaitu mencari komposisi yang tepat,
kemudian dilakukan uji organoleptik oleh 30 orang panelis untuk mengetahui
tingkat kesukaan terhadap nugget. Selanjutnya dilakukan uji sifat fisik, yaitu
kekerasan dan pH adonan. Formula nugget yang disukai panelis kemudian
digunakan dalam penelitian selanjutnya, yaitu uji sifat kimia (kadar air, abu,
protein, lemak, karbohidrat, energi, serat pangan, kalsium dan daya cerna
protein) dan sifat fisik (daya mengikat air).
Pembuatan nugget diawali dengan penggilingan daging keong tutut dan
daging ayam. Daging keong tutut yang telah dikeluarkan dari cangkang dan
dibersihkan bersama daging ayam, digiling menggunakan es dan garam.
Penggilingan kedua menggunakan campuran susu fullcream bubuk, bumbu dan
serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam penelitian ini adalah gula,
bawang putih, bawang merah, bawang bombay, penyedap rasa, lada dan jahe.
Penggilingan terakhir menggunakan campuran tepung terigu, tapioka dan tepung
ubi jalar serta serpihan es. Adonan kemudian dikukus kurang lebih 30 menit.
Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit
kemudian didinginkan dalam refrigerator selama 15 menit.
Produk yang sudah dingin dicetak kemudian dicelup dalam campuran
tepung (tepung terigu, tepung maizena dan tepung bumbu), kocokan telur
(batter), dan tepung roti (breading). Setelah itu nugget dimasukkan kedalam
freezer selama 30 menit. Kemudian dilakukan penggorengan awal (pre-frying)
dengan mengatur suhu minyak sekitar 1600C selama 30 detik selanjutnya
dilakukan pembekuan. Data hasil uji organoleptik dan sifat fisik dianalisis secara
statistik menggunakan uji ragam (ANOVA) untuk melihat pengaruh substitusi
tepung ubi jalar terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Hasil uji
ANOVA yang berbeda nyata kemudian dilanjutkan dengan Uji Lanjut Wilayah
Berganda Duncan untuk mencari perlakuan yang berbeda. Data sifat kimia
dianalisis secara statistik menggunakan independent samples t-test untuk
melihat perbedaan produk terpilih dan kontrol.
Mutu hedonik nugget keong tutut menunjukkan bahwa substitusi tepung
ubi jalar dengan tepung terigu dan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh
nyata (p>0,05) terhadap warna, aroma dan rasa, nugget tetapi memberikan
pengaruh nyata (p<0,05) terhadap mutu tekstur nugget. Hal ini berarti semakin
tinggi tingkat substitusi tepung ubi jalar maka tekstur nugget semakin empuk.
Tingkat kesukaan nugget keong tutut menunjukkan bahwa substitusi tepung ubi
jalar terhadap tepung terigu dan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh
nyata (p>0,05) terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan nugget.
Produk terpilih ditentukan berdasarkan penerimaan panelis terhadap karakteristik
organoleptik nugget secara keseluruhan. Nilai tertinggi persentase penerimaan
panelis terhadap nugget secara keseluruhan dimiliki oleh nugget keong tutut
dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar 75%. Oleh karena itu, produk terpilih
yang digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya adalah nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar sebesar 75%.
Nilai pH adonan nugget berkisar antara 7,463-8,301. Nilai pH adonan
cenderung basa diduga karena kandungan mineral terutama kalsium yang cukup
tinggi yang terdapat dalam keong tutut. Tingkat substitusi tepung ubi jalar
berpengaruh nyata terhadap nilai pH adonan (p<0,05). Substitusi tepung ubi
jalar menurunkan pH adonan nugget secara nyata. Nilai kekerasan nugget
berkisar antara 8,40-11,32 mm. Semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh
maka produk akan semakin empuk. Substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan
pengaruh nyata (p>0,05) terhadap kekerasan nugget. Nilai Daya Mengikat Air
(DMA) adonan nugget substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 60,93%.
Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% mengandung
air sebesar 48,14%, abu 2,59%, protein 10,16%, lemak 11,56%, karbohidrat
27,56%, serat pangan total 9,89% dan kalsium 157,60 mg/100 gram serta nilai
daya cerna protein 77,98%. Nugget keong tutut formula terpilih memenuhi 13%
AKG energi, 9% AKG karbohidrat, 19% AKG lemak, 17% AKG protein dan 20%
AKG kalsium. Nugget ini dapat diklaim sebagai sumber protein dan tinggi
kalsium.
PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) terhadap Mutu
Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai
Makanan Sumber Protein dan Tinggi Kalsium. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibunda dan seluruh keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian
dan dukungan dalam bentuk materi maupun moral. Selain itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran
serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2. Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku dosen pemandu seminar.
3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen penguji atas segala saran dan
masukkan yang diberikan.
4. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Mashudi atas segala bantuan, masukan dan saran yang diberikan.
6. Para Laboran (Ibu Rizky, Pak Basri, Ibu Titi dan Ibu Nina serta Ibu Rubiyah).
7. Sahabat seperjuangan: Miftakhurrahmah dan Eva Fitrina P, serta teman-
teman pembahas: Desy Afriyanti, Oktarina dan Yustika Segar Negari.
8. Yulaika Widhiastuti, Dianita Yuliani, Diniarti Prayuni, Lely Martina, Nurlailati
Ramdhani, Kustiyana dan Catur Wulandari DS atas segala perhatian dan
dukungan yang telah diberikan.
9. Semua sahabat Gizi Masyarakat 43, 42, 44 dan Pondok Amany atas
dukungan dan semangat yang diberikan.
10. Keluarga Besar Gizi Masyarakat: para pengajar, staf TU atas segala
bantuannya.
11. Rekan-rekan di Laboratorium (KOPLAG).
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Januari 2011


Nurhidayah
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 10 November 1988 dari


Bapak (Alm) Abdul Hamid dan Ibu Maimunah. Penulis merupakan anak ke-9 dari
sembilan bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah dasar
Islam (SDI) Daarul Falah, Tangerang (1994-2000), kemudian melanjutkan ke
Sekolah Menengah Pertama Islam (SMPI) Daarul Falah, Tangerang (2000-
2003). Tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Negeri
(MAN) 10 Jakarta dan selesai pada tahun 2006.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama
penulis melaksanakan pendidikan di IPB, penulis mengikuti organisasi
kemahasiwaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) sebagai anggota
divisi Organoleptik tahun 2007/2008, Forum Syiar Islam FEMA (FORSIA) tahun
2007/2008 sebagai anggota divisi keputrian dan tahun 2008/2009 sebagai
Bendahara Umum. Selain itu, penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
(PKM) dalam bidang kewirausahaan yang dibiayai oleh DIKTI pada tahun
2008/2009 dengan judul Diet Sehat dengan Jajanan Jelly Kettel (Jelly Ketimun
Wortel). Penulis juga mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa
Cikarawang pada bulan Juli-Agustus 2008 serta Internship Dietetik (ID) di Rumah
Sakit Umum Daerah (RSUD) Cibinong pada tahun 2009.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL.. iii
DAFTAR GAMBAR. iv
DAFTAR LAMPIRAN.. v
PENDAHULUAN
Latar Belakang.. 1
Tujuan 3
Kegunaan .. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Nugget 4
Bahan Pembuatan Nugget.. 4
Keong Tutut.. 4
Daging Ayam 6
Bahan Pengikat 6
Tepung Ubi Jalar. 7
Tepung Tapioka.. 9
Tepung Terigu. 10
Batter dan Breader.. 11
Bahan Pembantu..... 12
Proses Pembuatan Nugget. 13
Penggilingan dan Pencampuran... 13
Pengukusan dan Pencetakkan.. 13
Battering dan Breading... 14
Pre-frying dan Frying... 14
Pembekuan... 15
Uji Organoleptik. 15
Warna 15
Aroma 16
Rasa... 16
Tekstur... 16
METODE
Waktu dan Tempat... 17
Bahan dan Alat.. 17
Metode .. 17
Penelitian Pendahuluan.. 18
Bahan Pembuatan Nugget 18
Proses Pembuatan Nugget 19
Penelitian Lanjutan.. 21
Uji Organoleptik Nugget. 21
Uji Sifat Fisikokimia Nugget.. 21
Rancangan Percobaan 21
Pengolahan dan Analisis Data 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Nugget.. 23
Sifat Organoleptik. 26
Mutu Hedonik 26
Warna 27
ii

Aroma 28
Rasa.. 28
Tekstur.. 28
Hedonik (Kesukaan). 29
Warna 30
Aroma 30
Rasa.. 31
Tekstur.. 31
Keseluruhan. 32
Sifat Fisik 33
Nilai pH adonan 33
Kekerasan. 35
Daya Mengikat Air 36
Sifat Kimia.. 36
Kadar Air 37
Kadar Abu. 38
Kadar Protein 39
Kadar Lemak 39
Kadar Karbohidrat 40
Nilai Energi 40
Kadar Serat Pangan 41
Kadar Kalsium.. 42
Daya Cerna Protein. 43
Kontribusi Zat Gizi Nugget Formula Terpilih terhadap AKG..... 43
Harga Nugget Formula Terpilih.. 44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 45
Saran.. 46
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN... 51

iii

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Klasifikasi keong tutut.......................................................................... 5
2 Komposisi daging keong tutut per 100 gram BDD............................ 5
3 Kandungan zat gizi ubi jalar per 100 gram.......................................... 8
4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 gram.................................. 9
5 Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g.......................................... 10
6 Komposisi kimia tepung terigu per 100 g............................................. 11
7 Formulasi nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar
yang bertingkat dalam 105 g adonan.................................................. 19
8 Nilai rata-rata mutu hedonik dan hedonik nugget keong tutut pada
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka.................................................................................................. 26
9 Persentase penerimaan panelis pada nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka.................................................................................................. 30
10 Sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung
ubi jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0%................................. 37
11 Kandungan zat gizi dan persentase AKG pada nugget keong tutut
setengah matang dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per
takaran saji........................................................................................... 44
12 Harga nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
serta harga produk nugget ayam komersil........................................ 44

iv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Keong tutut.......................................................................................... 4
2 Skema penelitian................................................................................. 18
3 Proses pembuatan nugget keong tutut modifikasi
Patriani................................................................................................ 20
4 Tepung ubi jalar dan tepung terigu...................................................... 23
5 Adonan nugget sebelum dan sesudah dikukus................................... 25
6 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata mutu
hedonik nugget keong tutut matang.................................................... 27
7 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata
hedonik nugget keong tutut matang.................................................... 29
8 Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar
75%..................................................................................................... 33
9 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap pH adonan nugget
keong tutut........................................................................................... 34
10 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap kekerasan nugget
keong tutut setengah matang.............................................................. 35

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Formulir uji organoleptik mutu hedonik produk nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar..................................................... 52
2 Formulir uji organoleptik hedonik produk nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar..................................................... 53
3 Prosedur analisis sifat fisik................................................................ 54
4 Prosedur analisis sifat kimia.............................................................. 55
5 Hasil uji organoleptik.......................................................................... 59
6 Hasil sidik ragam mutu hedonik nugget keong tutut matang pada
berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka...... 64
7 Hasil uji lanjut Duncan mutu tekstur nugget keong tutut matang
dengan berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka................................................................................................ 64
8 Hasil sidik ragam hedonik nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka..................... 64
9 Hasil analisis sifat fisik...................................................................... 65
10 Hasil sidik ragam pH adonan nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka..................... 65
11 Hasil uji lanjut Duncan pH adonan nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka............................................................................................ 66
12 Hasil sidik ragam kekerasan nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka..................... 66
13 Hasil uji independent samples t-test daya mengikat air adonan
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% dan
substitusi tepung ubi jalar 0%........................................................... 66
14 Hasil analisis sifat kimia nugget keong tutut setengah matang
substitusi tepung ubi jalar 75%......................................................... 66
15 Hasil uji independent samples t-test sifat kimia nugget keong tutut
setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi
tepung ubi jalar 0%........................................................................... 69
16 Rincian analisis biaya nugget keong tutut dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%..................................................................................... 71
17 Gambar bahan dan analisis nugget.................................................. 73
vi

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Makanan pokok untuk masyarakat idealnya bersumber dari bahan baku
lokal agar biayanya dapat ditekan. Saat ini, masyarakat Indonesia menjadi salah
satu pengonsumsi tepung terigu terbesar, padahal bahan baku tepung terigu sulit
untuk tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tepung terigu berasal dari
gandum yang diperoleh dari hasil impor padahal masih banyak pangan sumber
karbohidrat selain gandum yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, salah
satu contohnya adalah ubi jalar.
Ubi jalar memiliki prospek yang bagus sebagai komoditas unggulan.
Tanaman ini dapat tumbuh di sembarang tanah, mudah dalam pemeliharaannya,
tahan terhadap kering dan biaya produksi yang murah. Produksi ubi jalar di
Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 2.057.913 ton/tahun (BPS 2009).
Selain itu, ubi jalar mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada
kesehatan. Hasil penelitian di North Caroline Stroke Assosiation, American
Cancer Society dan American Heart Association menyatakan bahwa ubi jalar
merupakan salah satu jenis makanan bergizi dengan banyak manfaat dan dapat
mencegah berbagai penyakit. Serat pangan (dietary fiber) ubi jalar, merupakan
polisakarida bukan pati dan dalam sistem pencernaan yang tidak tercerna dan
tidak terabsorbsi dalam usus halus, tetapi terfermentasi dalam usus besar
(Cordell 2010).
Selama ini pemanfaatan ubi jalar menjadi bahan olahan yang memiliki
masa simpan relatif lama dan bernilai ekonomis masih terbatas. Sebagian besar
produksi ubi jalar masih digunakan sebagai bahan pangan, baik sebagai
makanan pokok maupun makanan sampingan. Sebagian lainnya telah digunakan
untuk pakan dan bahan baku industri, terutama saos. Diversifikasi pemanfaatan
dan peningkatan nilai tambah ubi jalar, antara lain dapat dilakukan melalui
pengolahan menjadi bentuk setengah jadi, seperti tepung ubi jalar yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu pada produk roti,
biskuit, cookies, kue dan mi. Hal ini dapat terjadi karena sifat fungsional dari
tepung ubi jalar terutama gelatinisasi pati. Selain itu, tepung ubi jalar juga
berfungsi sebagai bahan pengikat dan penstabil karena daya ikat airnya yang
tinggi (Pusbangtepa 1999). Karena kemampuan mengikat airnya yang tinggi,
maka tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan produk olahan pangan. Salah satu produk olahan pangan yang
2

memerlukan bahan pengikat dalam pengolahnnya adalah nugget. Nugget


merupakan salah satu produk olahan pangan yang cukup digemari oleh
masyarakat Indonesia dan cara pengolahannya pun cukup mudah.
Menurut SNI 01-6683-2002 tentang nugget ayam, nugget adalah produk
olahan yang dicetak, dimasak dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling
yang diberi bahan pelapis (batter dan breader) dengan atau tanpa penambahan
bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (BSN 2002).
Selama ini, bahan baku pembuatan nugget pada umumnya berasal dari daging
ayam. Penelitian mengenai nugget juga telah banyak dilakukan seperti nugget
hati, nugget lele dumbo dan nugget ikan sapu-sapu. Komposisi nugget yang
sebagian besar daging menjadikan nugget sebagai salah satu alternatif untuk
pemenuhan zat gizi masyarakat terutama kebutuhan akan protein hewani.
Protein merupakan suatu zat gizi yang sangat penting bagi tubuh. Protein
berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh serta sebagai
sumber energi. Salah satu sumber protein hewani yang berasal dari moluska
adalah keong tutut. Keong tutut hidup di perairan dangkal yang berdasar lumpur
dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti sawah,
rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang jernih dan
bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian Jaya (LIPI
1977).
Keong tutut merupakan pangan inferior sehingga pemanfaatannya
sebagai makanan masih relatif rendah, padahal keong tutut merupakan salah
satu sumber protein yang murah (karena ketersediaanya berlimpah di Indonesia)
serta tinggi kalsium dan rendah lemak. Masyarakat Sunda biasanya
mengonsumsi keong tutut hanya dalam bentuk dipindang. Rendahnya partisipasi
masyarakat dalam mengkonsumsi keong tutut dikarenakan perasaan jijik yang
menghinggapi sebagian besar masyarakat terkait dengan hasil olahan keong
tutut, padahal setiap 100 gram BDD (berat dapat dimakan) keong tutut
mengandung 64 kkal energi, 11,8 g protein, 5,3 g lemak, 3,0 g karbohidrat, 75,8
g air, 122,5 mg fosfor dan 299,2 mg kalsium (Risjad 1996). Oleh karena itu,
pengolahan keong tutut menjadi nugget diharapkan dapat menarik perhatian
masyarakat untuk mengkonsumsi keong tutut sehingga akan memberikan nilai
tambah ekonomi bagi masyarakat.
Bahan pembantu dalam pembuatan nugget seperti bahan pengikat dapat
mempengaruhi mutu nugget. Bahan pengikat sagu, tapioka dan terigu
3

merupakan hal yang umum digunakan dalam pembuatan nugget. Penggunaan


tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat diharapkan dapat memberikan mutu
fisiko-kimia yang baik dan dapat diterima oleh konsumen. Pembuatan nugget ini
diharapkan dapat mengoptimalkan pemanfaatan keong tutut dan ubi jalar
sebagai bahan pangan lokal. Hingga saat ini penelitian yang menunjukkan
pengaruh pemanfaatan tepung ubi jalar sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan nugget keong tutut belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk meneliti hal tersebut.
Tujuan
Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi
jalar dalam pembuatan nugget keong tutut.
Tujuan Khusus
1. Menentukan formula yang tepat dalam pembuatan produk nugget.
2. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat
organoleptik nugget keong tutut.
3. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat fisik
nugget keong tutut.
4. Mempelajari pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap sifat kimia
nugget keong tutut.
5. Menilai kontribusi zat gizi nugget terpilih terhadap Angka Kecukupan Gizi
(AKG) dengan menggunakan angka Acuan label Gizi (ALG) tahun 2007.
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi bahan
pangan lokal yaitu keong tutut dan ubi jalar yang belum termanfaatkan secara
optimal, sehingga menjadi bahan pangan yang lebih bermutu dan bernilai
ekonomis. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pendukung dalam
program diversifikasi pangan.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Nugget
Menurut BSN (2002) nugget adalah produk olahan yang dicetak, dimasak
dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis
(batter dan breader) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan. Menurut Tanoto (1994) nugget adalah
suatu bentuk produk olahan dari daging giling yang merupakan emulsi minyak
dalam air. Daging giling diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan
pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk-bentuk tertentu selanjutnya dilumuri
dengan tepung roti dan digoreng. Rasa nugget lebih gurih dibandingkan daging
utuh. Produk nugget yang dijual secara komersial pada umumnya terbuat dari
daging ayam.
Nugget pada umumnya berbentuk persegi panjang, ketika digoreng
warna nugget menjadi kekuningan dan kering. Hal yang terpenting dari nugget
adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma (Owens 2001).
Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu: penggilingan
yang disertai oleh pencampuran bumbu dan bahan pengikat; pencetakkan;
breading; pre-frying dan pembekuan (Tanoto 1994).
Bahan Pembuatan Nugget
Keong Tutut
Keong tutut (Bellamnya javanica van den Bush), termasuk filum Mollusca
dengan famili Viviparidae. Keong tutut hidup di perairan dangkal yang berdasar
lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti
sawah, rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang
jernih dan bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian
Jaya (LIPI 1977).

Gambar 1 Keong tutut


5

Klasifikasi keong tutut menurut Suwignyo et al. (2005) disajikan pada


Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi keong tutut
Kingdom Animalia
Phylum Mollusca
Kelas Gastropoda
Sub Kelas Prosobranchia
Ordo Mesogastropoda
Family Viviparidae
Genus Bellamnya
Species Bellamnya javanica van den Bush

Keong air tawar ini mudah dikenal karena bentuk cangkangnya seperti
kerucut, meruncing ke belakang dan berwarna hijau kehitaman. Ukurannya dapat
mencapai sebesar biji pala. Bagi penduduk Indonesia bagian barat, terutama
yang tinggal atau berasal dari Jawa, tutut merupakan sumber protein yang sudah
banyak dikonsumsi. Daging yang dapat dimakan beratnya sekitar 4-5 g dari berat
total. Keong tutut hanya memakan tanaman air seperti jenis lumut, ganggang,
dan bahan organik. Cara pengambilan tutut mudah dan sudah umum
diperdagangkan. Keong ini berkembang biak dengan telur, akan tetapi seluk
beluk daur hidupnya belum banyak diketahui (LIPI 1997).
Tabel 2 komposisi kimia daging keong tutut per 100 g BDD
Komponen Tutut 1 Sapi 2 Ayam2 Ikan Mas2 Telur ayam2
Energi (Kalori) 64 273 298 86 154
Protein (g) 11,8 17,5 18,2 16,0 12,4
Lemak (g) 5,3 22,0 25,0 2,0 10,8
Karbohidrat (g) 3,0 0 0 0 0,7
Kalsium (mg) 299,2 10,0 14,0 20,0 86,0
Fosfor (mg) 122,5 150,0 200,0 150,0 258,0
Besi (mg) 11,7 2,6 1,5 2,0 3,0
Air (g) 75,8 60,0 55,9 80,0 74,3
Sumber :1 Risjad (1996)
2
Persagi (2008)
Tabel 2 menunjukkan bahwa daging keong tutut memiliki beberapa
kelebihan zat gizi, seperti kandungan lemak yang rendah, sehingga dapat
digunakan sebagai menu bagi orang yang sedang menjalankan diet rendah
lemak. Tingginya kalsium dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral
dalam pembentukan tulang dan gigi. Kandungan zat besi yang tinggi dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam pembentukan sel darah
merah.
6

Daging Ayam
Daging ayam merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi,
memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif
murah, sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam
terdiri atas protein 18,2% , lemak 25%, air 55,9%, energi 298%, kalsium 14%,
dan besi 1,5% (Persagi 2008).
Komponen daging ayam yang paling mahal adalah otot. Otot dada terdiri
atas serabut putih sedangkan otot paha selain serabut putih juga mengandung
serabut merah atau gelap. Perbedaan serabut ini akan berpengaruh terhadap
komposisi daging, sifat biokimia dan karakteristik sensori serta nilai ekonomis.
Daging putih mengandung kadar protein lebih tinggi daripada daging merah,
akan tetapi kadar lemaknya lebih rendah dan sebagian besar terdiri atas lemak
jenuh. Daging dada memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan
bagian-bagian lainnya, tetapi memiliki kadar protein yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya (Soeparno 2005).
Menurut Lawrie (2003), protein daging terdiri atas miofibrilar,
sarkoplasmik, mitokondria dan jaringan ikat. Beberapa parameter yang
menentukan sifat fisik daging adalah kekenyalan, kekerasan, daya iris dan daya
mengikat air. Berdasarkan hasil penelitian Ertiningsih (1993), ayam ras memiliki
kekenyalan, kekerasan dan daya iris yang lebih rendah dibanding dengan ayam
buras sedangkan daya mengikat airnya lebih tingi.
Bahan Pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan
untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan yang
digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah untuk
memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan,
memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk
tekstur yang padat dan menarik air dari adonan (Branen et al. 1990).
Tepung pati dapat meningkatkan daya mengikat air karena kemampuan
menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung dapat
mengabsorpsi air 2-3 kali lipat dari berat semula. Oleh karena sifat tersebut,
maka adonan akan menjadi lebih besar (Ockerman 1983). Salah satu tepung
yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat adalah tepung ubi jalar karena
daya mengikat airnya yang tinggi (Pusbangtepa 1999).
7

Tepung Ubi Jalar. Ubi jalar termasuk ke dalam famili Convolvulaceae


dan mempunyai nama botani Ipomoea batatas. Pola pertumbuhannya ada dua,
yaitu berbentuk tegak dan menjalar. Tanaman ubi jalar dapat beradaptasi luas
terhadap lingkungan tumbuh karena daerah penyebarannya terletak pada 300
Lintang Utara dan 300 Lintang Selatan. Daerah yang paling ideal untuk
mengembangkan ubi jalar adalah daerah bersuhu antara 21-270C yang
mendapat sinar matahari 11-12 jam/hari, kelembaban udara (Rh) 50-60%,
dengan curah hujan 750 1500 mm per tahun. Pertumbuhan dan produksi yang
optimal untuk usaha tani jalar tercapai pada musim kemarau (Rukmana 1997).
Menurut Kay (1973), umbi tanaman ubi jalar dibentuk dari penebalan
lapisan luar akar yang dekat dengan batang dan berada di dalam tanah atau
bongkol yang tertinggal di dalam tanah. Umbi tanaman ubi jalar adalah akar yang
membesar untuk menyimpan cadangan makanan, dengan bentuk antara lonjong
sampai agak bulat. Warna kulit putih kotor, kuning, jingga, merah muda dan ungu
tua. Warna daging putih, krem, kuning, merah muda, kekuning-kuningan dan
jingga tergantung jenis dan banyaknya pigmen yang terkandung di dalamnya.
Pigmen yang terdapat pada ubi jalar adalah karotenoid dan antosianin.
Menurut Lingga et al. (1986) ubi jalar digolongkan sebagai tanaman
merambat dengan batang tidak berkayu, berbentuk bulat dan bagian tengah
terdiri atas gabus. Setiap ruas tumbuh daun, akar, batang, dan tunas cabang.
Batang ubi jalar dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu batang besar;
biasanya terdapat pada varietas dengan tipe menjalar, mempunyai panjang
batang 1-3 m. Golongan kedua berbatang sedang, terdapat pada varietas yang
bertipe agak tegak dengan panjang batang 1-2 m. Golongan ketiga berbatang
kecil, terdapat pada varietas yang bertipe merambat dengan panjang batang 2-3
m. Umumnya ubi jalar dibagi dalam dua golongan, yaitu ubi jalar yang berumbi
lunak karena banyak mengandung air dan ubi jalar yang berumbi keras karena
banyak mengandung pati.
Tanaman ubi jalar lebih efektif sebagai penghasil karbohidrat
dibandingkan dengan ubi kayu. Ubi jalar mampu menghasilkan 48000 kalori per
hektar per hari, sedangkan ubi kayu hanya 35000 kalori per hektar per hari. Hal
ini disebabkan oleh umur panen tanaman ubi jalar yang lebih pendek dari ubi
kayu yakni sekitar 4 bulan. Nilai gizi ubi jalar dipengaruhi oleh varietas, lokasi
penanaman dan musim tanamnya. Terdapat variasi komposisi pada ubi jalar
antara varietas yang sama yang ditanam pada lokasi yang berbeda dan antara
8

varietas yang berbeda yang ditanam pada lokasi yang sama (Pusbangtepa
1999). Kandungan zat gizi ubi jalar disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan Zat Gizi Ubi Jalar per 100 gram
Zat Gizi Ubi jalar merah Ubi jalar Putih Ubi jalar kuning
Energi (kal) 151 88 119
Protein (g) 1,6 0,4 0,5
Karbohidrat (g) 35,4 20,6 25,1
Lemak (g) 0,3 0,4 0,4
Kalsium (mg) 29,0 30,0 30,0
Besi (mg) 0,7 0,5 0,4
Fosfor (mg) 74,0 10,0 40,0
Vitamin C (mg) 10,5 36,0 21,0
Tiamin (mg) 0,13 0,25 0,06
Air (g) 61,9 77,8 70,9
Karoten total (g) 1208,0 264,0 4948,0
Serat (g) 0,7 4,0 4,2
Abu (g) 0,6 0,8 1,0
Riboflavin (mg) 0,08 0,06 0,07
Niacin (mg) 0,7 - 0,7
Sumber: Persagi (2008)
Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati.
Komponen lain adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut
seperti maltosa, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang
banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64%
hingga 38% (bb). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya
meningkat bila dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo
2006).
Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan karbohidrat adalah
kecenderungan timbulnya flatulensi setelah mengonsumsi ubi jalar. Flatulensi
disebabkan oleh gas H2, CH4 dan CO2 yang bersama-sama membentuk gas
flatus yang merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang tidak tercerna
dalam tubuh yang dilakukan oleh mikroflora usus. Karbohidrat yang tidak
tercerna menyediakan substrat bagi pertumbuhan dan metabolisme mikroflora
usus. Substrat tersebut mempercepat pertumbuhan bakteri sehingga
menghasilkan metabolit yang berfungsi sebagai penjaga kesehatan bagi usus
halus dan kolon (Johnson & Southgate 1994).
Salah satu produk ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pada industri pangan adalah tepung ubi jalar. Hasil penelitian Suismono (1995)
menunjukkan bahwa untuk menghasilkan tepung ubi jalar yang baik, maka ubi
diproses melalui beberapa tahap yaitu pengupasan, penyawutan, perendaman di
dalam larutan bisulfit 0,2%, pengepresan, pengeringan dan penepungan. Sammy
9

(1970) menyatakan bahwa untuk memperbaiki warna tepung ubi jalar dapat
dilakukan dengan cara ubi diiris dengan ketebalan 2-3 mm, dicelupkan ke dalam
larutan sodium metabisulfit, kemudian dicuci 2 kali sebelum dikeringkan.
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode
pengeringan, diantaranya pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar
matahari (Santosa et al. 1994) dan menggunakan alat pengering seperti mesin
pengering sawut ubi jalar (Sutrisno & Ananto 1999), oven dan drum dryer. Ubi
jalar banyak mengandung senyawa fenol sehingga pada proses pembuatan
(pengupasan, pemotongan dan pengeringan) terjadi proses pencoklatan
enzimatis. Di samping itu, tingginya kadar gula dan serat pada ubi jalar dapat
mempengaruhi warna tepung (Antarlina 2003).
Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
makaroni dan kue, sebagai bahan pengisi, pengikat dan penstabil karena daya
mengikat airnya tinggi (Pusbangtepa1999). Karakteristik kimia tepung ubi jalar
berbeda antar varietas. Komposisi kimia tepung ubi jalar antara varietas ubi jalar
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 g
Tepung ubi jalar
Komponen Putih Kuning Merah
Air (g) 6,40 4,50 4,25
Abu (g) 1,78 2,05 2,92
Protein (g) 2,35 2,85 2,36
Lemak (g) 0,75 0,45 0,76
Karbohidrat (g) 79,41 79,36 65,93
Serat kasar (g) 2,45 3,31 4,19
Pati (g) 80,46 79,81 85,32
Gula (g) 5,23 5,51 18,38
-karoten (g) 303,00 909,00 794,10
Amilosa 26,55 25,00 24,50
Sumber : Marahastuti (1993)
Menurut Honestin (2007), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk
poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran
granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 m,
sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan berkisar antara
20-60 m. Menurut Iwansyah (2005), tepung ubi jalar memiliki suhu gelatinisasi
awal 76,50C dan suhu gelatinisasi maksimum 106,50C. Suhu gelatinisasi tepung
ubi jalar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tapioka dan terigu.
Tepung Tapioka. Ubi kayu adalah tanaman yang dapat tumbuh subur di
Indonesia. Ubi kayu menghasilkan umbi yang mengandung pati (karbohidrat)
sebanyak 32,4 g per 100 gram ubi kayu. Salah satu bentuk olahan dari umbi
10

kayu adalah tapioka. Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil
ekstraksi ubi kayu (Manihot utilissima), yang telah mengalami pencucian,
pemarutan, pengendapan dan pengeringan pati (BPPT 2000).
Beberapa sifat pati yang penting adalah tidak berasa manis, tidak mudah
larut dalam air dingin, membentuk pasta dan gel dalam air panas, sebagai
sumber cadangan energi dalam tanaman. Hidrolisa pati akan menghasilkan
glukosa dan bila hidrolisa tidak sempurna akan menghasilkan dekstrin dan sifat
viskositasnya yang besar dapat digunakan untuk mengentalkan makanan (Potter
& Hotckiss 1995).
Tepung tapioka memberikan cita rasa yang lunak dan dapat digunakan
sebagai bahan pengental, bahan pengisi serta bahan pengikat dalam industri
makanan seperti dalam pembuatan puding, makanan bayi dan sosis (Matz
1997). Menurut Fennema (1996), kandungan amilosa tapioka sebanyak 17%.
Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 g dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g
Komponen Jumlah
Air (g) 9,1
Karbohidrat (g) 88,2
Protein (g) 1,1
Lemak (g) 0,5
Abu (g) 1,1
Serat (g) -
Sumber : Persagi (2008)
Tepung tapioka mempunyai sifat dapat bergelatinisasi pada suhu relatif
rendah sehingga tepung tapioka mudah dan cepat membengkak bila dipanaskan
dalam air. Pemanasan pati dalam air menyebabkan terjadinya pembengkakan
granula dengan cepat. Granula pati dalam air dingin akan menyerap air dan
membengkak namun jumlah air yang terserap hanya mencapai kadar 30 persen.
Granula pati akan menyerap air dan terjadi peningkatan volume dalam air pada
suhu 550C sampai 650C yang merupakan pembengkakan yang sesungguhnya.
Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak kembali
lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada
saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno 2008).
Tepung Terigu. Tepung terigu berasal dari biji gandum yang digiling. Biji
gandum dihasilkan oleh tanaman Triticum sp, yang tumbuh di daerah sub tropis
(Arpah 1993). Berdasarkan komposisi gandum, gandum dibagi menjadi dua,
yaitu gandum keras (hard wheat) dan gandum lunak (soft wheat). Gandum keras
mengandung banyak gluten dan gandum lunak mengandung gluten yang rendah
11

(Gaman & Sherrington 1992). Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi kimia tepung terigu per 100 g
Komponen Jumlah
Air (g) 11,8
Karbohidrat (g) 77,2
Protein (g) 9,0
Lemak (g) 1,0
Kalsium (mg/100 g) 22,0
Besi (mg/100 g) 1,3
Vitamin B1(mg/100 g) 0,1
Serat (g) 0,3
Sumber: Persagi (2008)
Tepung terigu berdasarkan kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu tepung keras dan tepung lunak. Tepung yang keras adalah tepung
yang terbuat dari gandum keras dengan kadar protein 11-13%, menghasilkan
adonan yang sukar meregang, kenyal, mempunyai daya serap air yang tinggi,
memiliki daya kembang yang baik dan mempunyai daya menahan gas yang baik.
Tepung yang lunak adalah tepung yang terbuat dari gandum lunak dengan kadar
protein 8-9%, menghasilkan adonan yang kurang meregang, kurang kenyal dan
mempunyai daya serap air yang rendah (US Wheat Associates 1981). Menurut
Fennema (1996), terigu mengandung amilosa sebanyak 28%.
Batter dan Breader
Menurut Barbut (2002), perekat tepung (batter) adalah bahan-bahan yang
digunakan untuk melapisi produk. Bahan utama yang biasa digunakan sebagai
batter adalah tepung terigu, tepung maizena, protein, gum dan bahan
pengembang. Salah satu jenis protein yang dapat digunakan sebagai batter
adalah telur. Telur ayam mempunyai struktur yang sangat khusus dan
mengandung gizi yang baik. Telur juga mempunyai sifat pengemulsi yaitu
dengan membentuk lapisan elastis yang menyelubungi butiran (fase terdispersi).
Breader adalah bahan yang yang ditambahkan di atas batter yang dapat
memperbaiki penampakan dan tekstur serta meningkatakan volume dan berat
produk. Bahan yang biasa digunakan sebagai breader adalah tepung roti.
Pelumuran tepung roti (breader) merupakan bagian yang penting dalam
proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Breader
dapat membuat produk tersebut menjadi renyah, lebih enak dan lezat. Tepung
yang digunakan pada proses breading adalah tepung roti yang dikeringkan dan
dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Tepung roti yang digunakan harus
segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warna cemerlang,
12

serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda asing. Batter dan
breader digunakan untuk melapisi produk-produk makanan dan dapat digunakan
untuk melindungi dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan
(Cuningham & Suderman 1983).
Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan tujuan
untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan serta untuk menetapkan bentuk dan rupa (Winarno et al. 1980).
Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah garam, gula,
bumbu-bumbu yakni bawang putih, dan lada.
Garam merupakan komponen yang banyak ditambahkan dalam produk
daging. Penambahan garam bertujuan untuk melarutkan protein terutama miosin
dan aktin serta meningkatkan daya mengikat airnya sehingga terbentuk produk
nugget dengan tekstur yang baik. Konsentrasi garam yang tinggi pada produk
daging dapat menghentikan atau menekan pertumbuhan mikroorganisme.
Garam juga biasa digunakan pada produk daging sebagai penegas cita rasa
(Barbut 2002).
Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk yang
terlalu asin. Selain garam pemakaian gula dan bumbu-bumbu juga dapat
memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemakaian gula dapat
mempengaruhi cita rasa yaitu menambahkan rasa manis, kelezatan,
mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta menetralisir garam yang
berlebihan ( Buckle et al. 1997).
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan
alami yang biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk
sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Bau
khas pada bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung
komponen sulfur. Selain itu bawang putih mengandung protein, lemak, vitamin B
dan vitamin C serta mineral (kalsium, fosfat, besi dan belerang) (Palungkun &
Budiarti 1992).
Lada sering ditambahkan dalam bahan pangan untuk meningkatkan cita
rasa sekaligus memperpanjang daya awetnya. Lada disukai karena memiliki dua
sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas lada disebabkan oleh
13

zat piperin dan piperanin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari
piperin dengan alkaloida (Rismunandar 1993).
Proses Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu:
penggilingan; pengukusan dan pencetakan; battering dan breading; pre-frying
dan pembekuan.
Penggilingan dan Pencampuran
Proses penggilingan sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 200C.
Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh
panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan-gesekan yang
menimbulkan panas. Selain itu, pada proses penggilingan daging sebaiknya
ditambahkan dengan garam untuk mengekstrak aktomiosin sehingga akan
terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik (Tanoto 1994).
Menurut Kramlich et al. (1973), cara yang dapat digunakan agar suhu
tetap di bawah 200C selama proses penggilingan adalah dengan menambahkan
air dalam bentuk serpihan es ke adonan nugget. Air ini penting untuk membentuk
adonan yang baik dan untuk mempertahankan temperatur selama penggilingan.
Air ini selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging juga
berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang
akan melarutkan protein miofibril. Setelah dilakukan penggilingan dilakukan
pencampuran bahan-bahan sesuai dengan formula.
Pengukusan dan Pencetakan
Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada
sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Tujuan
pengukusan bergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan.
Pengukusan sebelum pembekuan terutama untuk menginaktifkan enzim yang
akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan nilai gizi yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan (Hariss & Karmas 1989).
Menurut Winarno (2008), gelatinisasi merupakan pengembangan dan
proses tidak teratur yang terjadi dalam granula-granula pati ketika dipanaskan
dengan air. Pengembangan granula-granula pati selama pemasakan disebabkan
karena penetrasi air dan hidrasi molekul pati. Pati akan mengembang setelah
mencapai suhu kritis. Pengembangan pati akan menghasilkan pasta yang kenyal
atau gel yang kaku.
14

Setelah proses pengukusan adonan siap untuk dicetak dan dibentuk.


Bentuk yang paling umum adalah oval atau lonjong dan lingkaran. Pencetakan
nugget pada industri skala besar menggunakan mesin Formax yang dilengkapi
dengan conveyor belt atau ban berjalan (Owens 2001). Pencetakan pada industri
skala kecil dapat dilakukan dengan menggunakan tangan.
Battering dan Breading
Menurut Fellow (2000), Pelapisan produk dengan batter dan breader
bertujuan untuk memperbaiki penampilan dan meningkatkan mutu produk serta
untuk melindungi produk dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan
dan melindungi produk dari kerusakan mekanik. Breading merupakan bagian
yang terpenting dalam proses pembuatan produk pangan beku. Kerenyahan dari
produk yang dilumuri (breading) tepung roti akan membuat produk tersebut lebih
enak dan lezat.
Menurut Cuningham dan Suderman (1983) battering dan breading
memiliki berbagai fungsi dalam melapisi produk makanan. Fungsi utamanya
adalah memperbaiki penampakan, seperti kerenyahan tekstur dan warna yang
lebih menarik. Battering dan breading juga dapat meningkatkan nilai gizi dari
suatu produk pangan dan menambah kenikmatan ketika mengkonsumsi produk
tersebut. Selain itu, battering dan breading bertindak dalam menjaga kelembaban
produk pangan. Karakteristik breading mempengaruhi hasil akhir penampilan dan
tekstur produk. Tebal tipisnya batter dan ukuran butirannya dapat mempengaruhi
tekstur berading. Jika butirannya halus, maka tekstur permukaan nugget akan
halus dan lebih mulus. Jika butirannya kasar, maka tekstur yang muncul akan
renyah dan crispy.
Pre-frying dan Frying
Proses pre-frying adalah proses penggorengan untuk menghasilkan
nugget setengah matang. Menurut (Barbut 2002), tujuan pre-frying adalah untuk
menghasilkan warna coklat keemasan pada permukaan nugget serta
menempelkan batter pada produk sehingga dapat diproses lebih lanjut dengan
pembekuan. Pre-frying juga akan membentuk kerak pada produk setelah
digoreng serta berkontribusi terhadap rasa produk. Pre-frying biasanya dilakukan
selama 20-30 detik pada suhu 195-2000C.
Menggoreng merupakan proses memasak bahan pangan menggunakan
lemak atau minyak pangan. Kulit bagian luar pada pangan yang digoreng akan
mengkerut. Kulit atau kerak tersebut dihasilkan akibat proses dehidrasi bagian
15

pangan pada waktu menggoreng. Pembentukan kerak terjadi akibat panas dari
lemak sehingga menguapkan air yang terdapat pada bagian luar pangan.
Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian
kerak dan bagian luar dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh
air (Ketaren 2005).
Pembekuan
Proses akhir dari pembuatan nugget adalah freezing atau pembekuan.
Tujuan dari pembekuan adalah menurunkan suhu produk matang dari 760C
menjadi -180C sehingga akan membunuh mikroba tahan panas yang belum
matang. Penentuan suhu produk -180C berdasarkan pertimbangan bahwa suhu
tersebut tidak memungkinkan adanya pertumbuhan mikroba sehingga produk
aman untuk dikonsumsi (Anggraini 2002).
Pembekuan adalah sebuah unit operasi yang menurunkan suhu bahan
pangan sampai di bawah titik beku sehingga proporsi air dalam bahan pangan
berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi kristal es
menyebabkan turunnya aktivitas air (aw) bahan pangan. Kombinasi dari suhu
yang rendah, berkurangnya aw dan adanya perlakuan awal untuk beberapa
bahan pangan seperti blansir menjadi suatu bentuk pengawetan bagi bahan
pangan yang dibekukan. Hanya ada sedikit perubahan kandungan gizi atau
kualitas sensori apabila mengikuti prosedur penyimpanan dan pembekuan yang
benar. Secara umum semakin rendah suhu penyimpanan beku maka semakin
kecil terjadinya perubahan biokimia dan mikrobiologi produk (Fellows 2000).
Uji Organoleptik
Menurut Barbut (2002), uji organoleptik adalah metode ilmiah yang
digunakan untuk mengukur, menganalisis dan menerjemahkan respon terhadap
produk yang dihasilkan melalui indera pengecapan, peraba, pembauan,
penglihatan dan pendengaran. Pengecapan dan perabaan dapat dilakukan oleh
mulut, yang dihubungkan dengan rasa produk; penglihatan dihubungkan dengan
penampakan produk secara keseluruhan, termasuk didalamnya warna; dan
pendengaran dihubungkan dengan kerenyahan produk. Menurut Mailgaard et al.
(1999), uji organoleptik dapat dilakukan pada penampakan (warna), aroma, rasa
dan tekstur dari suatu produk.
Warna
Cara utama yang dipakai dalam penilaian mutu komoditi pangan adalah
dengan penglihatan. Orang dapat mengenal dan menilai bentuk, ukuran,
16

kekeruhan, kesegaran produk, warna, dan sifat-sfat permukaan seperti suram,


mengkilap, homogen-heterogen dengan melihat (Soekarto 1985). Menurut
Meilgaard et al. (1999), penurunan mutu produk pangan dapat dilihat dari
perubahan warnanya.
Aroma
Pembauan disebut juga pencicipan jarak jauh karena manusia dapat
mengenal enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya
atau aromanya dari jarak jauh. Kepekaan pembauan lebih tinggi daripada
pencicipan. Zat yang diperlukan untuk dapat merangsang indera pembau
jumlahnya lebih rendah daripada zat yang diperlukan untuk merangsang indera
pencicip (Soekarto 1985). Menurut Meilgaard et al. (1999), aroma dari suatu
produk dapat dideteksi ketika aromanya menguap dan masuk melalui hidung.
Penguapan dari produk dipengaruhi oleh suhu dan komponen alami yang
terkandung didalamnya.
Rasa
Rasa makanan yang kita kenal sehari-hari sebenarnya bukan satu
tanggapan melainkan campuran dari tanggapan cicip dan bau yang diramu oleh
kesan-kesan lain seperti penglihatan, sentuhan dan pendengaran. Peranan
pendengaran terutama terlihat dari penilaian terhadap kerenyahan makanan
tertentu seperti kerupuk, mentimun, wortel, keripik. Peramuan rasa itu ialah suatu
sugesti kejiwaan terhadap makanan yang menentukan nilai pemuasan orang
yang memakannya (Soekarto 1985).
Tekstur
Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat
ditangkap oleh seluruh permukaan kulit. Akan tetapi biasanya jika orang ingin
menilai tekstur suatu bahan maka menggunakan ujung jari tangan. Biasanya
bahan yang dinilai itu diletakkan di antara permukaan dalam ibu jari, telunjuk, jari
tengah atau kadang-kadang dengan jari manis (Soekarto 1985).
17

METODE

Waktu dan Tempat


Penelitian ini berlangsung pada bulan Juni sampai Oktober 2010.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan,
Laboratorium Pengolahan dan Percobaan Makanan dan Laboratorium Penilaian
Organoleptik Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia serta di
Laboratorium Analisis Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Bahan baku utama dalam penelitian ini adalah keong tutut dan daging
ayam. Bahan lainnya adalah tepung ubi jalar, tepung terigu dan tepung tapioka.
Bahan pembantu adalah bumbu-bumbu seperti, bawang putih, bawang merah,
bawang bombay, penyedap rasa, lada, garam, gula, jahe, susu dan es batu.
Lapisan terluar nugget (coating) menggunakan tepung bumbu serbaguna, tepung
maizena, tepung terigu, telur kocok dan tepung roti. Bahan-bahan pembantu dan
daging ayam diperoleh dari warung di bara 3, tepung ubi jalar diperoleh dari
Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang, keong tutut diperoleh dari pasar anyar
dan tepung roti diperoleh dari supermarket Yoek. Bahan kimia yang digunakan
untuk analisis komponen gizi adalah aquades, asam sulfat, selenium mix, asam
borat, HCl, NaOH, indikator metil merah metil biru (2:1), heksan, etanol 95%,
aseton, enzim termamyl, enzim pepsin, enzim pankreatin, multienzim (enzim
kemotripsin, tripsin dan peptidase), Buffer Na Fosfat pH 6 dan HNO3 yang
didapatkan dari Laboratorium Kimia dan Analisis Pangan Departemen Gizi
Masyarakat, FEMA-IPB.
Alat-alat yang digunakan untuk pembuatan nugget adalah penggiling
daging, timbangan, wadah-wadah plastik, panci, loyang, pisau, talenan, sendok
dan penggorengan. Alat yang digunakan untuk analisis fisik dan kimia adalah alat
penetrometer, pH meter, cawan porselen, soxhlet, buret, pipet, erlenmeyer, gelas
ukur, labu lemak, gelas piala, desikator, gegep, timbangan, tanur, tabung reaksi,
labu kjeldahl, kertas Whatman 40, shaker waterbath, Atomic Absorption
Spectrofotometre (AAS) dan oven.
Metode
Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan
dan penelitian lanjutan. Skema penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.
18

Penelitian pendahuluan

Penentuan formula
nugget

Penelitian Lanjutan

Mutu Fisik Mutu organoleptik Nugget Matang Mutu Fisik


Uji mutu hedonik dan hedonik (Warna, Tekstur
pH adonan aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan) (kekerasan)
nugget nugget matang nugget setengah
matang

Nugget terpilih berdasarkan


hasil organoleptik terbaik

Mutu Fisik Mutu kimia


Daya Mengikat Air (DMA) Proksimat, serat pangan, kalsium dan
adonan nugget daya cerna protein nugget setengah
matang
Gambar 2 Skema penelitian
Penelitian Pendahuluan
Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan formula terbaik
dalam pembuatan nugget dan menentukan persentase substitusi tepung ubi jalar
terhadap tepung terigu dan tapioka.
Bahan Pembuatan Nugget. Pembuatan nugget keong tutut
menggunakan proses pengolahan nugget modifikasi Patriani (2010). Modifikasi
yang dilakukan adalah mengganti penggunaan daging itik mandalung sebagai
bahan utama dengan daging keong tutut dan daging ayam, mengganti
penggunaan tepung terigu dan tepung tapioka dengan tepung ubi jalar serta
menambahkan bumbu baru meliputi bawang bombay, bawang merah dan
penyedap rasa. Penetapan formula nugget keong tutut dilakukan secara trial and
error untuk mencari komposisi yang tepat. Tingkat substitusi tepung ubi jalar
terhadap terigu dan tapioka yaitu 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Formulasi
bahan nugget keong tutut dapat dilihat pada Tabel 7.
19

Tabel 7 Formulasi bahan nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar
yang bertingkat dalam 105 g adonan
Berat Bahan (g)
Jenis Bahan Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap
tepung terigu dan tapioka
(0%) (25%) (50%) (75%) (100%)
Daging keong tutut 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9
Daging Ayam 26,6 26,6 26,6 26,6 26,6
Tepung Terigu dan tapioka (1:1) 15 11,25 7,5 3,75 0
Tepung ubi jalar 0 3,75 7,5 11,75 15
Es Batu 10 10 10 10 10
Susu Full Cream bubuk 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Bawang Putih 2 2 2 2 2
Garam 1 1 1 1 1
Gula 1 1 1 1 1
Lada 1 1 1 1 1
Bawang bombay 2 2 2 2 2
Bawang merah 2 2 2 2 2
Penyedap rasa 1 1 1 1 1
Jahe 1 1 1 1 1
Berat Adonan 105 105 105 105 105

Proses Pembuatan Nugget. Pembuatan nugget diawali dengan


penggilingan daging keong tutut dan daging ayam. Daging keong tutut yang telah
dikeluarkan dari cangkang dan dibersihkan bersama daging ayam digiling
menggunakan es dan garam. Penggilingan kedua menggunakan campuran susu
fullcream bubuk, bumbu dan serpihan es. Bumbu-bumbu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gula, bawang putih, bawang merah, bawang bombay,
penyedap rasa, lada dan jahe. Penggilingan terakhir menggunakan campuran
tepung terigu, tepung tapioka dan tepung ubi jalar serta serpihan es.
Adonan kemudian dikukus kurang lebih 30 menit. Adonan yang telah
dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10 menit kemudian didinginkan
dalam refrigerator selama 15 menit. Produk yang sudah dingin dicetak dengan
bentuk yang bervariasi kemudian digulingkan dalam campuran tepung bumbu
sebaguna, tepung terigu dan tepung maizena dengan perbandingan 4:2:1,
selanjutnya dicelupkan dalam kocokan telur (batter), dan digulingkan dalam
campuran tepung roti putih dan oranye dengan perbandingan 1:1 (breading).
Setelah itu nugget dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis
kompak dan keras. Langkah selanjutnya dilakukan penggorengan awal (pre-
frying) dengan metode deep fat frying dengan mengatur suhu minyak sekitar
1600C dan berlangsung selama 30 detik kemudian dilakukan pembekuan.
Diagram proses pembuatan nugget keong tutut disajikan pada Gambar 3.
20

Keong tutut disiram air panas

Dikeluarkan dari cangkang, dibersihkan Daging ayam dibersihkan

Digiling

Dikukus selama 30 menit

Didinginkan pada suhu ruang selama 10 menit

Didinginkan dalam refrigerator (100C) selama 15 menit

Dicetak

Dicelupkan dalam campuran tepung (predust)

Dicelupkan telur ayam kocok (batter)

Digulingkan dalam tepung roti (Breading)

Disimpan dalam freezer selama 30 menit

Digoreng setengah matang 1600C selama 30 detik

Didinginkan pada suhu ruang selama 30 menit

Dismpan dalam freezer

Digoreng matang pada suhu 1600C selama 2 menit

Nugget

Gambar 3 Proses pembuatan nugget keong tutut modifikasi Patriani (2010)


21

Penelitian Lanjutan
Uji Organoleptik Nugget. Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap
sifat organoleptik nugget matang. Evaluasi sifat organoleptik dilakukan dengan
menggunakan uji mutu hedonik dan uji kesukaan (uji skalar) yang mencakup
atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan. Uji ini menggunakan panelis
semi terlatih sebanyak 30 orang. Panelis tergolong panelis semi terlatih
berdasarkan pada seringnya panelis menjadi panelis kegiatan uji organoleptik
serta telah mendapat mata kuliah percobaan makanan.
Uji mutu hedonik yang dilakukan terdiri atas 9 skala (Lampiran 1). Skor
yang diberikan untuk atribut warna adalah 1= amat sangat coklat, sampai 9=
amat sangat kuning. Atribut aroma menggunakan skor 1= amat sangat amis,
sampai 9= amat sangat tidak amis. Atribut rasa menggunakan skor 1= amat
sangat tidak enak, sampai 9= amat sangat enak. Atribut tekstur menggunakan
skor 1= amat sangat empuk, sampai 9= amat sangat keras. Uji kesukaan
(hedonik) juga menggunakan 9 skala (Lampiran 2). Skor yang diberikan untuk
atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan adalah 1= amat sangat tidak
suka, 2= sangat tidak suka, 3= tidak suka 4= agak tidak suka, 5= suka tidak,
tidak suka tidak (netral), 6= agak suka, 7=suka, 8= sangat suka, 9= amat sangat
suka. Penerimaan panelis terhadap produk diketahui dari hasil uji hedonik. Skor
uji hedonik 5 menunjukkan bahwa panelis telah menerima produk nugget.
Formula terbaik diambil berdasarkan persentase penerimaan panelis tertinggi
secara keseluruhan.
Uji Sifat Fisikokimia Nugget. Sifat fisik yang dianalisis meliputi tekstur
(kekerasan) nugget setengah matang dengan menggunakan penetrometer, nilai
pH adonan nugget dengan pH meter dan daya mengikat air adonan nugget
dengan metode kertas saring (Lampiran 3). Uji sifat kimia dilakukan pada nugget
setengah matang. Sifat kimia yang dianalisis adalah kadar air dengan metode
oven biasa, kadar abu dengan tanur, kadar protein dengan metode semi kjeldahl,
kadar lemak dengan metode soxhlet, kadar karbohidrat menggunakan
carbohydrate by difference, kadar kalsium dengan metode Atomic Absorption
Spectrofotometre (AAS), kadar serat pangan dengan metode enzimatis dan daya
cerna protein In Vitro dengan metode multienzim (Lampiran 4).
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan untuk menguji
22

pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar tehadap tepung terigu dan tepung
tapioka terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Model yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Yij = + Ai + Eij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh tingkat subsitusi tepung ubi
jalar ke-i pada ulangan ke-j
i = Taraf substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka (0%,
25%, 50%, 75% dan 100%)
j = Banyaknya ulangan (1,2)
= Nilai rata-rata sebenarnya
Ai = Pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar pada taraf i
Eij = Kesalahan penelitian karena pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar
ke-i pada ulangan ke-j
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai
rata-rata dan persentase penerimaan panelis terhadap produk nugget pada
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka.
Data hasil uji organoleptik dan sifat fisik dianalisis secara statistik menggunakan
uji ragam (one way ANOVA (Analysis of Variance)) untuk melihat pengaruh jenis
formula terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Apabila hasil uji ANOVA
menunjukkan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Lanjut Wilayah
Berganda Duncan (Duncans Multiple Range Test) untuk mencari perlakuan yang
berbeda. Data sifat kimia dianalisis secara statistik menggunakan independent
samples t-test untuk melihat perbedaan produk terpilih dan kontrol.
23

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembuatan Nugget
Penelitian diawali dengan pemilihan bahan baku yaitu keong tutut
(Bellamnya javanica) dan daging ayam serta bahan pensubstitusi yaitu tepung
ubi jalar. Penggunaan bahan baku daging adalah 63,3% dari total berat adonan
nugget. Penggunaan daging keong tutut adalah 38% sedangkan daging ayam
fillet adalah 25,3% dari total berat adonan. Persentase penggunaan bahan baku
antara daging keong tutut dan ayam secara berurutan adalah 60:40 dari total
berat daging. Pemilihan ini berdasarkan hasil uji organoleptik yang dilakukan oleh
Miftakhurohmah (2010) yang menyatakan bahwa persentase penggunaan daging
keong tutut dan ayam 60:40 dari total daging dalam pembuatan nugget keong
tutut paling disukai oleh panelis.
Penggunaan bahan lainnya dalam formulasi yaitu bahan pengikat. Bahan
pengikat merupakan fraksi bukan daging yang ditambahkan dalam pembuatan
nugget. Bahan yang digunakan adalah kombinasi tepung terigu dan tepung
tapioka dengan perbandingan 1:1 dengan jumlah substitusi 15% dari adonan.
Hasil penelitian Erawaty (2001) menyatakan bahwa penggunaan campuran
tepung terigu dan tepung tapioka dengan rasio 1:1 pada nugget menunjukkan
hasil yang terbaik dibandingkan dengan penggunaan tepung terigu saja atau
tepung tapioka saja. Bahan pengikat yang digunakan dalam penelitian ini
disubstitusi dengan tepung ubi jalar. Tingkat subsitusi tepung ubi jalar terhadap
tepung tapioka dan tepung terigu dalam adonan nugget terdiri atas 5 taraf, yaitu
0%, 25%, 50%, 75% dan 100%. Tepung ubi jalar dan tepung terigu disajikan
pada Gambar 4:

(a) (b)
Gambar 4 Tepung ubi jalar (a) dan tepung terigu (b)
Pada persiapan bahan baku dilakukan perendaman keong tutut dengan
air mendidih yang sudah ditambahi rempah-rempah (jahe, daun jeruk dan sereh)
selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses pengambilan
24

daging keong tutut dari cangkangnya serta mengurangi bau amis dari keong
tutut. Selanjutnya, daging keong tutut diambil dari cangkangnya, dicuci hingga
bersih, kemudian dilumuri dengan jeruk nipis untuk menghilangkan bau amis dari
keong tutut. Persiapan daging ayam dilakukan dengan memisahkan antara
daging, kulit, dan tulangnya (fillet) kemudian dicuci hingga bersih.
Daging keong tutut dan dan daging ayam yang telah dicuci kemudian
ditiriskan agar tidak mengandung banyak air. Daging keong tutut dan ayam fillet
yang telah ditiriskan kemudian disimpan di dalam freezer. Tujuan pembekuan
adalah untuk mengurangi atau mencegah terjadinya pembusukan,
memperpanjang waktu penyimpanan, mempermudah pengolahan dan mencegah
berubahnya rasa, tekstur dan nilai gizi selama proses penyimpanan (Richardson
& Mead 2003).
Daging keong tutut dan ayam fillet yang telah disimpan dalam freezer
kemudian dikeluarkan untuk dilakukan thawing. Menurut Kusnandar (2007),
thawing adalah proses penurunan suhu dari suhu beku (freezer) yang bertujuan
untuk mengeluarkan air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
pangan. Kehilangan zat gizi daging beku terjadi selama proses thawing, yaitu
adanya zat gizi yang larut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang
keluar (eksudasi cairan) yang disebut drip. Jumlah zat gizi yang hilang dari
daging beku bervariasi tegantung pada kondisi pembekuan dan thawing.
Semakin cepat pembekuan, maka jumlah drip akan semakin berkurang pada
waktu mencairkan daging kembali (thawing) dan meningkatkan keempukan
daging (Lawrie 2003).
Langkah selanjutnya dilakukan penggilingan daging keong tutut dan
daging ayam serta bahan-bahan pembantu lainnya yang ditambahkan dengan
serpihan es batu. Serpihan es batu berfungsi untuk membentuk adonan yang
baik dan untuk mempertahankan suhu selama penggilingan. Serpihan es selain
berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk
melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan
melarutkan protein miofibril (Kramlich et al. 1973). Penggilingan daging dilakukan
dengan menggunakan blender untuk memperkecil ukuran daging sehingga
protein daging lebih mudah terekstrak, memudahkan proses pelembutan dan
homogenisasi.
Tahap selanjutnya dalam pembuatan nugget keong tutut adalah
pengukusan. Tujuan pengukusan adalah untuk menginaktifkan enzim yang akan
25

menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki
selama penyimpanan (Hariss & Karmas 1989). Proses pengukusan
menggunakan suhu tinggi sehingga menyebabkan proses gelatinisasi pati.
Gelatinisasi ditandai dengan peristiwa hilangnya sifat birefringence pati akibat
proses pemanasan pada waktu dan suhu tertentu sehingga granula pati
membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible)
(Fennema 1996). Adonan nugget sebelum dan setelah dikukus disajikan pada
Gambar 5.

(a) (b)
Gambar 5 Adonan nugget sebelum dikukus (a) dan adonan nugget setelah
dikukus (b)

Adonan yang telah dikukus didinginkan dalam suhu ruang selama 10


menit kemudian didinginkan dalam refrigerator selama 15 menit. Produk yang
sudah dingin kemudian dicetak kemudian dicelup dalam kocokan telur (batter),
campuran tepung (tepung bumbu serbaguna, tepung terigu dan tepung maizena
dengan perbandingan 4:2:1) dan tepung roti (breading). Tepung roti yang
digunakan merupakan campuran dua tepung roti, yaitu tepung roti berwarna
orange dan tepung roti berwarna putih dengan perbandingan 1:1. Pencampuran
ini dilakukan karena tepung roti berwarna orange akan menghasilkan warna yang
lebih menarik dibandingkan dengan tepung roti berwarna putih, sedangkan
tepung roti berwarna putih akan menghasilkan tekstur yang lebih cripsy
dibandingkan dengan tepung roti berwarna orange. Pencampuran ini dapat
memberikan warna yang menarik dan tekstur yang crispy. Setelah itu, nugget
dimasukkan kedalam freezer selama 30 menit agar pelapis kompak dan keras.
Karakteristik breading mempengaruhi hasil akhir penampilan dan tekstur produk.
Tebal tipisnya batter dan ukuran butirannya dapat mempengaruhi tekstur nugget.
Jika butirannya halus, maka tekstur permukaan nugget akan halus dan lebih
mulus. Jika butirannya kasar, maka tekstur yang muncul akan renyah dan crispy.
Selanjutnya dilakukan penggorengan awal (pre-frying) dengan metode deep fat
frying dengan mengatur suhu minyak sekitar 1600C dan berlangsung selama 30
26

detik. Menurut Yusop et al. (2009), penggorengan nugget setengah matang


pada suhu sekitar 1600C akan menghasilkan warna coklat kekemasan yang lebih
baik dibandingkan dengan suhu 1500 C atau 1800 C. Selain itu, pada suhu ini
akan menghasilkan rasa, aroma dan kekerasan nugget yang optimal. Tujuan pre-
frying adalah untuk menempelkan batter dan breader pada produk sehingga
dapat diproses lebih lanjut dengan pembekuan. Proses akhir dari pembuatan
nugget adalah pembekuan. Tujuan dari pembekuan adalah menurunkan suhu
produk matang sampai -180C sehingga akan memperkecil terjadinya perubahan
biokimia dan mikrobiologi produk.
Sifat Organoleptik
Sifat organoleptik meliputi mutu hedonik dan hedonik (kesukaan)
(Lampiran 5). Mutu hedonik dan hedonik nugget keong tutut pada berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka disajikan pada
Tabel 8.
Tabel 8. Nilai rata-rata mutu hedonik dan hedonik nugget keong tutut pada
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Substitusi Mutu Hedonik Hedonik
tepung
Warna Aroma Rasa Tekstur Warna Aroma Rasa Tekstur
ubi jalar
Agak Agak tidak Agak Agak Agak Agak Agak Agak
0%
kuning amis enak keras suka suka suka suka

Agak tidak Agak Agak Agak Agak


25% kuning biasa biasa
amis enak suka suka suka

Agak tidak Agak Agak Agak Agak Agak


50% kuning biasa
amis enak suka suka suka suka

Agak Agak Agak Agak Agak


75% biasa biasa biasa
kuning enak suka suka suka

Agak Agak tidak Agak Agak Agak Agak Agak


100% biasa
kuning amis enak empuk suka suka suka

Mutu Hedonik
Nugget yang diujikan kepada panelis adalah nugget yang telah digoreng
matang. Hal ini didasarkan pada kebiasaan konsumen yang mengkonsumsi
nugget yang telah digoreng matang. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik nugget
keong tutut untuk atribut warna, aroma, rasa dan tekstur pada setiap tingkat
substitusi dapat dilihat pada Gambar 6.
27

8.0
7.0
6.0

Nilai rata-rata
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0% 25% 50% 75% 100%
Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Warna Aroma Rasa Tekstur

Keterangan: Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma 1=amat sangat
amis 9=amat sangat tidak amis; Rasa 1=amat sangat tidak enak 9=amat sangat enak;
Tekstur 1=amat sangat empuk 9=amat sangat keras.
Gambar 6 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata mutu
hedonik nugget keong tutut matang

Warna. Nilai rata-rata penilaian organoleptik terhadap atribut mutu warna


nugget keong tutut berada pada kisaran agak kuning sampai kuning (5,8-6,9).
Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 50% memiliki nilai rata-rata
mutu warna tertinggi (6,9) atau berada pada kisaran kuning sedangkan nugget
dengan substitusi tepung ubi jalar 75% memiliki nilai rata-rata mutu warna
terendah (5,8) atau berada pada kisaran agak kuning. Warna kuning lebih
dominan dibandingkan warna coklat hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan
breader yang berwarna orange.
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0,05) terhadap mutu warna nugget keong tutut (Lampiran 6). Hal ini diduga
karena uji mutu warna dilakukan pada bagian luar nugget yaitu warna batter dan
breader setelah dilakukan penggorengan. Selain itu, warna dari tepung ubi jalar
tidak jauh berbeda dengan warna tepung terigu dan tepung tapioka sehingga
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka tidak mempengaruhi warna
nugget keong tutut. Tingkat intensitas warna yang ditimbulkan tergantung dari
lama penggorengan, suhu dan komposisi kimia pada permukaan luar dari bahan
pangan. Jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat kecil terhadap warna
permukaan bahan pangan (Ketaren 2005). Penggorengan nugget dilakukan
pada waktu yang sama yaitu 30 detik untuk pre-frying dan 2 menit untuk
penggorengan matang (frying) serta suhu penggorengan yang sama yaitu 1600C,
sehingga warna yang dihasilkan seragam.
Proses penggorengan pada nugget menyebabkan terjadinya reaksi
Maillard, yaitu reaksi antara protein dengan gula pereduksi sehingga
28

menghasilkan warna produk yang coklat. Warna coklat merupakan hasil akhir
dari reaksi aldehid-aldehid aktif terpolimerisasi dengan gugus amino membentuk
senyawa coklat yang disebut melanoidin (Muchtadi 2010). Reaksi Maillard ini
juga diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan warna nugget
seragam.
Aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang
tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Soekarto
1985). Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu aroma nugget menunjukkan
bahwa nilai rata-rata mutu aroma nugget berada pada kisaran biasa sampai agak
tidak amis (5,1-6,4). Hasil ini menunjukkan bahwa aroma amis dari keong tutut
sudah tidak dirasakan oleh panelis. Nilai rata-rata mutu aroma tertinggi (6,4)
dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu berada pada
kisaran agak tidak amis. Nilai rata-rata mutu aroma terendah (5,1) dimiliki oleh
nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75% yaitu berada pada kisaran biasa
(amis tidak, tidak amis pun tidak).
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap mutu aroma nugget keong tutut goreng (Lampiran 6). Hal ini berarti,
tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh terhadap aroma
nugget keong tutut goreng. Hal ini diduga karena aroma daging keong tutut lebih
dominan dibandingkan dengan aroma tepung ubi jalar. Penggunaan daging
keong tutut dalam jumlah yang sama sehingga aroma yang dihasilkan sama.
Rasa. Rasa adalah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang
menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Hasil
penilaian organoleptik terhadap atribut mutu rasa nugget keong tutut berada
pada kisaran agak enak (5,6-6,4). Nilai rata-rata mutu rasa tertinggi (6,4) dimiliki
oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 0% dan terendah (5,6)
dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 50% dan 100%. Tingkat
substitusi tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu rasa
nugget keong tutut goreng (Lampiran 6). Hal ini berarti, tingkat substitusi tepung
ubi jalar tidak memberikan pengaruh terhadap mutu rasa nugget keong tutut. Hal
ini diduga karena komposisi bahan pembantu yang digunakan sama sehingga
menghasilkan rasa yang sama.
Tekstur. Tekstur produk makanan yang dinilai dapat berupa kekerasan,
elastisitas dan kerenyahan. Penilaian tekstur dalam penelitian ini adalah
kekerasan nugget keong tutut. Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu tekstur
29

nugget ke
eong tutut be
erada pada
a kisaran ag
gak empuk sampai
s aga
ak keras me
emiliki
(3,5-6,0). Nilai rata-rata terting
ggi (6,0) dimiliki oleh nugget de
engan subs
stitusi
bi jalar 0%.. Nilai rata--rata terend
tepung ub dah (3,5) dimiliki oleh nugget de
engan
substitusi tepung ubi jalar 100%.
ngkat substtitusi tepung
Tin g ubi jalar memberikan pengaruh
h nyata (p<
<0,05)
ur nugget keong tutut (Lampiran
terhadap mutu tekstu ( 6 Hal ini b
6). berarti, subs
stitusi
bi jalar menyebabkan mutu
tepung ub m tekstu
ur nugget ke
eong tutut ssemakin em
mpuk.
Hasil uji lanjut
l Dunccan (Lampiran 7) men
nunjukkan bahwa nug
gget keong tutut
substitusi tepung ub
bi jalar 100%
% berbeda
a nyata den
ngan semua nugget keong
k
tutut pada epung ubi jalar terha
a berbagaii tingkat substitusi te adap terigu
u dan
tapioka.
al ini diduga
Ha a disebabkkan oleh su
uhu gelatiniisasi awal tepung ubi jalar
0
(76,6 C) lebih tinggi jika diban
ndingkan dengan
d suh
hu gelatinissasi awal terigu
t
(600C) da
an tapioka (66,70C), sehingga proses gelatinisasi te
epung ubi jalar
hkan waktu yang lebih lama. Wak
membutuh gunakan dalam penguk
ktu yang dig kusan
dalah sama yaitu 30 me
nugget ad enit.
Hedonik (Kesukaan
( )
Ujii hedonik disebut
d jug
ga uji kesu ngujian ini bertujuan untuk
ukaan. Pen
mengetah
hui tingkat kesukaan konsumen
k terhadap suatu
s uk pangan. Nilai
produ
rata-rata hasil
h uji hed
donik nugg
get keong tu
utut untuk atribut
a na, aroma, rasa,
warn
tekstur da
an keseluruh
han pada se
etiap formula dapat diliihat pada G
Gambar 7.

7.0
6.0
Nilai-rata-rata

5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0% 25%
% 5
50% 75% 100%
Perse
entase substitu
usi tepung ubii jalar terhadap terigu dan ta
apioka
Warna Aroma Rasaa Tekstur Keseluruhan

Keterangan: 1= ama
at sangat tidak
k suka, 9= Amat sangat sukka
Gambar 7 Pengaruh h substitusi tepung
t ubi jalar
j terhad
dap nilai rata
a-rata hedo
onik
nugget ke
eong tutut matang
m
Prooduk nugg get dapat diterima oleho panelis jika sko or hedonikk 5.
an panelis terhadap nugget
Penerimaa n keo
ong tutut un
ntuk atributt warna, arroma,
rasa, tekstur dan kesseluruhan dapat
d dilihatt pada Tabe
el 9.
30

Tabel 9 Persentase penerimaan panelis pada nugget keong tutut dengan


berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
0% 25% 50% 75% 100%
Atribut
n % n % n % n % n %
Warna 23 76,7 22 73,3 24 80 17 56,7 26 86,7
Aroma 25 83,3 17 56,7 23 76,7 23 76,7 22 73,3
Rasa 23 76,7 20 66,7 19 63,3 25 83,3 17 56,7
Tekstur 22 73,33 21 70 21 70 23 76,7 24 80
Keseluruhan 1* 25 83,3 24 80 22 73,3 26 86,7 23 76,7
Keseluruhan 2** 22 73,3 22 73,3 21 70 23 76,7 22 73,3
* Berdasarkan kontribusi masing-masing atribut uji hedonik (warna 15%, aroma 15%, rasa 30% dan
tekstur 40%)
** Berdasarkan formulir organoleptik yang ditanyakan langsung kepada panelis

Warna. Hasil penilaian organoleptik menunjukkan bahwa nilai rata-rata


tingkat kesukaan panelis terhadap warna nugget keong tutut dengan berbagai
subsitusi tepung ubi jalar berada pada kisaran biasa sampai agak suka ( 5,4-6,4).
Nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis terhadap warna nugget keong
tutut dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 50%, yang berada
pada kisaran agak suka (6,4). Nilai rata-rata terendah tingkat kesukaan panelis
terhadap warna nugget keong tutut dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%, yang berada pada kisaran biasa (suka tidak,tidak suka tidak) (5,4).
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada warna nugget keong tutut
(Lampiran 8). Hal ini dikarenakan warna nugget yang dihasilkan seragam.
Persentase penerimaan panelis terhadap warna nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar yang telah digoreng sekitar 56,7 86,7%. Nugget
keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 100% memiliki persentase
penerimaan yang paling tinggi dibandingkan nugget yang lain, yaitu 86,7%.
Persentase penerimaan panelis terendah dimiliki oleh nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar 75%. Warna nugget keong tutut dengan subsitusi
tepung ubi jalar pada umumnya bisa diterima oleh panelis.
Aroma. Penilaian organoleptik tingkat kesukaan panelis terhadap aroma
nugget keong tutut berada pada kisaran biasa sampai agak suka memiliki (5,2-
6,0). Nilai rata-rata tertinggi untuk tingkat kesukaan panelis terhadap aroma
nugget dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 50% (6,0), yaitu
pada kisaran agak suka. Nilai rata-rata terendah aroma nugget keong tutut
berdasarkan uji hedonik (5,2) dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi
jalar 25% yaitu berada pada kisaran biasa (suka tidak, tidak suka tidak).
31

Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada aroma nugget keong tutut
(Lampiran 8). Hal ini dikarenakan aroma nugget keong tutut yang dihasilkan
sama, yaitu berada pada kisaran biasa sampai tidak amis (bau amis sudah tidak
dirasakan oleh panelis). Persentase panelis yang dapat menerima aroma nugget
keong tutut dengan berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar berada pada
kisaran 56,7% hingga 83,3%. Persentase penerimaan nugget keong tutut
tertinggi dimiliki oleh nugget tanpa tepung ubi jalar sedangkan persentase
penerimaan nugget keong tutut terendah dimiliki oleh nugget dengan substitusi
tepung ubi jalar 25%.
Rasa. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nugget
keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar berada pada kisaran biasa sampai
agak suka (5,1-6,3). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
nugget keong tutut tertinggi (6,3) dimiliki oleh nugget dengan substitusi 75% dan
nilai terendah (5,1) dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 100%.
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap tingkat kesukaan panelis pada rasa nugget keong tutut (Lampiran 8).
Hal ini dikarenakan rasa nugget keong tutut yang dihasilkan sama, yaitu berada
pada kisaran agak enak sampai enak. Persentase penerimaan panelis terhadap
rasa nugget keong tutut berada pada kisaran 56,7% hingga 83,3%. Persentase
penerimaan terendah (56,7%) dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi
tepung ubi jalar 100% sedangkan persentase penerimaan tertinggi (83,3%)
dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%.
Tekstur. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nugget
keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar berada pada kisaran agak suka
(5,7-5,9). Nilai rata-rata terendah tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
nugget keong tutut dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi
jalar 25%. Nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar 75%.
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada tekstur nugget keong tutut
(Lampiran 8). Hal ini dikarenakan tingkat keempukan dari nugget keong tutut
yang dihasilkan masih bisa diterima oleh panelis. Persentase panelis yang dapat
menerima tekstur nugget keong tutut pada berbagai tingkat substitusi tepung ubi
jalar berada pada kisaran 70% hingga 80%. Persentase penerimaan tertinggi
32

dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 100%,
sedangkan persentase penerimaan terendah dimiliki oleh nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 25% dan 50%. Berdasarkan hasil uji mutu
hedonik terhadap tekstur nugget, substitusi tepung ubi jalar 100% menyebabkan
tekstur nugget menjadi lebih empuk dari yang lainnya. Tekstur yang lebih empuk
pada nugget lebih disukai oleh panelis.
Keseluruhan. Keseluruhan merupakan kombinasi antara penerimaan
panelis terhadap atribut warna, aroma, rasa dan tekstur nugget keong tutut yang
dihasilkan. Nilai keseluruhan diperoleh dengan dua cara, yaitu berdasarkan
kontribusi masing-masing atribut uji hedonik (warna 15%, aroma 15%, rasa 30%
dan tekstur 40%) dan berdasarkan formulir organoleptik yang ditanyakan
langsung kepada panelis. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap
keseluruhan nugget keong tutut berdasarkan kontribusi masing-masing atribut
berada pada kisaran agak suka (5,7-5,9). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
terhadap keseluruhan nugget keong tutut berdasarkan formulir organoleptik
berada pada kisaran agak suka (5,8-6,3). Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan nugget keong tutut
secara keseluruhan (p>0,05). Nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis
secara keseluruhan terhadap nugget keong tutut dimiliki oleh nugget dengan
substitusi tepung ubi jalar 75%.
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada nugget keong tutut secara
keseluruhan (Lampiran 8). Persentase penerimaan panelis terhadap keseluruhan
nugget keong tutut berdasarkan kontribusi masing-masing atribut berada pada
kisaran 70% hingga 76,7%. Persentase penerimaan panelis terhadap
keseluruhan nugget keong tutut berdasarkan formulir organoleptik berada pada
kisaran 73,3% hingga 86,7%. Persentase penerimaan terendah dimiliki oleh
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 50%. Persentase
penerimaan keseluruhan nugget keong tutut tertinggi dimiliki oleh nugget dengan
substitusi tepung ubi jalar 75%. Nilai keseluruhan berdasarkan kedua cara di atas
memberikan hasil yang sama, yaitu nugget keong tutut matang substitusi tepung
ubi jalar 75% memberikan hasil penerimaan panelis terbaik.
Produk terpilih ditentukan berdasarkan penerimaan panelis terhadap sifat
organoleptik nugget secara keseluruhan. Nilai persentase tertinggi penerimaan
panelis terhadap nugget keong tutut secara keseluruhan dimiliki oleh nugget
33

dengan substitusi tepung ubi jalar 75%. Oleh karena itu, produk terpilih yang
digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya adalah nugget keong tutut
dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar 75%. Nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar 75% disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%

Sifat Fisik
Hasil uji sifat fisik nugget keong tutut meliputi: pH adonan, kekerasan dan
daya mengikat air (DMA) (Lampiran 9). Uji kekerasan dan pH adonan dilakukan
pada semua tingkat substitusi tepung ubi jalar, akan tetapi untuk DMA hanya
dilakukan pada formula terpilih, yaitu nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% .
Nilai pH Adonan
Nilai pH dari adonan suatu produk berkaitan dengan protein daging yang
terlarut serta ikut mempengaruhi daya mengikat air dari suatu produk emulsi.
Penurunan pH daging setelah hewan mati terjadi karena terbentuknya asam
laktat. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen habis
atau ketika kondisi pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim
glikolitik di dalam proses glikolisis anaerobik. Jika nilai pH dihubungkan dengan
pengolahan bahan pangan yang memerlukan proses penghancuran, daya
mengikat air yang tinggi lebih diutamakan dan hal ini bisa dicapai dengan nilai
pH yang lebih tinggi, yaitu di atas nilai 6,2. Oleh karena itu, mutu daging salah
satunya dipengaruhi oleh nilai pH (Soeparno 2005).
Nilai pH adonan nugget keong tutut setelah dibumbui berkisar antara
7,463-8,301 dengan rataan 7,851. Hasil pengukuran pH adonan nugget disajikan
pada Gambar 9. Nilai pH adonan tertinggi dimiliki oleh nugget dengan substitusi
tepung ubi jalar 0% dan terendah dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%. Nilai pH adonan cenderung basa (lebih besar dari 7,0) diduga
karena kandungan mineral terutama kalsium yang cukup tinggi, yang terdapat
dalam keong tutut. Moluska menyimpan bahan-bahan pembentuk cangkang
pada sebuah jaringan yang disebut mantel. Mantel menyimpan komponen-
34

komponen yang diperlukan dalam pembentukan cangkang seperti komponen


organik dan mineral terutama kalsium karbonat (CaCO3).
Berkembangnya ukuran cangkang berhubungan dengan makin
meluasnya jaringan mantel. Cangkang bertambah tebal dan keras karena hasil
sekresi kalsium karbonat dan matriks organik dari mantel. Mantel berada tepat di
bawah cangkang. Antara mantel dan cangkang bagian dalam dibatasi oleh
sebuah lapisan tipis yang disebut extrapallial fluid. Lapisan ini adalah medium
dimana matriks organik dan komponen kristal cangkang terbentuk. Extrapallial
fluid memiliki rentang pH antara 7,00-8,35 dan nilai pH ini relatif sama dengan pH
darah moluska (Wilbur 1964). Rentang pH pada extrapallial fluid dan darah ini
diduga mengakibatkan pH daging moluska khususnya keong tutut cenderung
basa.
8.4 8,301a
8.2
8 7,849b 7,845b
pH adonan

7,796b
7.8
7.6 7,463c
7.4
7.2
7
0% 25% 50% 75% 100%
Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka

Gambar 9 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap pH adonan nugget


keong tutut

Substitusi tepung ubi jalar berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai pH


adonan (Lampiran 10). Hal ini berarti substitusi tepung ubi jalar menurunkan pH
adonan nugget keong tutut secara nyata. Hasil uji lanjut Duncan (Lampiran 11)
menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0% berbeda
nyata dengan semua nugget keong tutut pada berbagai tingkat substitusi tepung
ubi jalar. Nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% berbeda nyata
dengan semua nugget keong tutut pada berbagai tingkat substitusi tepung ubi
jalar. Nugget keong tutut substitusi 25% tidak berbeda nyata dengan nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 50% dan 100%. Nilai pH adonan tertinggi
dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 0% (8,301).
Nilai pH tepung ubi jalar adalah 6,114, nilai ini lebih rendah dibandingkan
dengan nilai pH tepung terigu (6,356) dan tepung tapioka (6,285). Hal ini diduga
yang menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya penurunan nilai pH adonan
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar.
35

Kekerasan
Keras adalah sifat benda atau produk pangan padat dalam hal daya
tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang tidak bersifat deformasi (Soekarto
1990). Nilai kekerasan juga berhubungan dengan keempukan suatu produk.
Kekerasan produk restrukturisasi daging dipengaruhi oleh jaringan ikat,
karakteristik serat daging dan bahan pengikat (Miller 1994). Uji kekerasan dalam
penelitian ini dilakukan pada nugget keong tutut setengah matang.
Nilai kekerasan nugget keong tutut berkisar antara 8,40-11,32 mm,
dengan rataan 10,21 mm. Hasil pengukuran kekerasan nugget disajikan pada
Gambar 10. Nilai tertinggi dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar
25%, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi
jalar 75%. Semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh maka mengindikasikan
bahwa produk nugget semakin empuk. Substitusi tepung ubi jalar tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kekerasan nugget (Lampiran 12). Hal ini
berarti, substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh terhadap
kekerasan nugget keong tutut. Namun, substitusi tepung ubi jalar cenderung
meningkatkan nilai kekerasan nugget keong tutut kecuali pada nugget keong
tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% terjadi penurunan nilai kekerasan.
12 11.32 11.01 10.49
9.83
10
Kekerasan (mm)

8.38
8
6
4
2
0
0% 25% 50% 75% 100%
Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka

Gambar 10 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap kekerasan nugget


keong tutut setengah matang

Kekerasan produk pada saat digoreng dipengaruhi oleh jumlah air yang
dikeluarkan atau menguap dalam jaringan. Pengeluaran air dalam jaringan akan
menyebabkan produk menjadi rapuh. Kulit bagian luar pada pangan yang
digoreng akan mengkerut dan membentuk kerak. Pembentukan kerak terjadi
akibat panas (di atas 1000C) dari lemak sehingga menguapkan air yang terdapat
pada bagian luar pangan. Selama proses menggoreng berlangsung sebagian
minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar dan mengisi ruang kosong yang
pada mulanya diisi oleh air (Ketaren 2005). Suhu dan waktu menggoreng nugget
36

adalah sama yaitu 1600C selama 30 detik. Oleh karena itu, kekerasan nugget
yang dihasilkan sama. Hal ini diduga karena pada suhu yang sama jumlah air
yang dikeluarkan sama sehingga kekerasan yang dihasilkan sama.
Daya Mengikat Air (DMA)
Mekanisme dari Daya mengikat air (DMA) dipusatkan pada protein dan
struktur daging yang dapat mengikat dan menangkap air, terutama protein
miofibril (Lonergan & Lonergan 2005). Daya mengikat air (DMA) oleh protein
daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan
daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (Soeparno 2005). Nilai DMA
adonan nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 60,93%. Nilai ini
lebih rendah jika dibandingkan dengan DMA nugget keong tutut substitusi tepung
ubi jalar 0% adalah 87,76% (Miftakhurohmah 2010).
Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa adonan nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% lebih rendah secara nyata
dibandingkan dengan adonan nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0%
(p<0,05) (Lampiran 13). Hal ini diduga karena nilai pH nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 0% lebih besar (8,301) dibandingkan dengan
pH nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% (7,463). Menurut
Barbut (2002), nilai DMA dipengaruhi oleh pH, jenis dan konsentrasi protein,
jumlah protein yang terekstraksi dari kelarutannya, suhu dan garam.
DMA menurun dari pH tinggi sekitar 710 sampai pada pH titik isoelektrik
protein-protein daging antara 5,0 5,1. Pada pH isoelektrik ini protein daging
tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan
solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari pH isolektrik protein
daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif
yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang
untuk molekul air. Pada saat pH lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein
daging akan terjadi kelebihan muatan positif yang mengakibatkan penolakan
miofilamen dan akan memberi ruang yang lebih banyak bagi molekul-molekul air.
Dengan demikian pada saat pH daging diatas atau dibawah titik isolektrik protein-
protein daging maka DMA akan meningkat (Soeparno 2005).
Sifat Kimia
.Analisis sifat kimia dilakukan terhadap formula terpilih, yaitu nugget
keong tutut yang disubstitusi tepung ubi jalar 75%. Nugget yang dianalisis adalah
37

nugget keong tutut setengah matang. Hal ini dikarenakan nugget yang beredar
dipasaran adalah nugget setengah matang. Hasil uji sifat kimia nugget keong
tutut yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,
kadar karbohidrat, nilai energi, kadar serat pangan, kadar kalsium dan daya
cerna protein (Lampiran 14). Sifat kimia nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0% disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung ubi
jalar 75% dan 0%
persentase tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Komponen 0%* 75%
Kadar air (%bb) 44,991,36 48,141,16
Kadar abu
berat basah (%bb) 2,670,03 2,590,04
berat kering (%bk) 4,860,07 4,990,10
Kadar Protein
berat basah (%bb) 9,930,45 10,160,66
berat kering (%bk) 18,061,02 19,611,59
Kadar Lemak
berat basah (%bb) 11,030,24 11,560,30
berat kering (%bk) 20,060,65 22,290,58
Kadar Karbohidrat
berat basah (%bb) 31,591,69 27,561,61
berat kering (%bk) 57,181,58 53,10 2,12
Kadar energi (kkal/100 g)
berat basah (bb) 2655,46 255 5,38
berat kering (bk) 4825,54 492 2,66
Kadar Serat Pangan
berat basah (%bb) 9,890,19
berat kering (%bk) 19,080,63
Kadar Kalsium (mg/100g)
berat basah (bb) 168,367,20 157,601,64
berat kering (bk) 306,3821,31 315,1827,07
Nilai daya cerna rotein (%) 79,582,10 77,98 0,47
Keterangan :* Miftakhurohmah (2010)
- Data tidak tersedia

Tabel 3 menunjukkan bahwa kadar protein dan kalsium nugget keong


tutut substitusi tepung ubi jalar 75% lebih tinggi dibandingkan nugget keong tutut
dengan tepung terigu dan tapioka saja. Selain itu, nugget ini juga memiliki kadar
serat pangan yang tinggi.
Kadar Air
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia
dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga
38

merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat


mempengaruhi penampakan, tekstur serta cita rasa makanan. Bahan makanan
yang kering seperti tepung, buah kering dan biji-bijian juga mengandung air
dalam jumlah tertentu. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan
keterimaan, kesegaran dan daya tahan bahan makanan tersebut (Winarno
2008).
Kadar air nugget keong dengan substitusi tepung ubi jalar 75% adalah
48,14%(bb). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar air nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu 44,99% (bb) (Miftakhurohmah
2010). Hasil uji independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong
tutut substitusi tepung ubi jalar 75% tidak berbeda nyata dengan substitusi
tepung ubi jalar 0% (p>0,05) (Lampiran 15). Syarat mutu nugget ayam menurut
SNI 01-6683-2002 untuk kadar air adalah maksimal 60% (bb). Berdasarkan
persyaratan tersebut dapat dikatakan bahwa kadar air nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar 75% telah memenuhi SNI.
Kadar Abu
Bahan makanan selain mengandung bahan organik dan air, juga
mengandung mineral atau bahan-bahan anorganik. Abu merupakan bahan
anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan
sebagai elemen mineral bahan. Fungsi mineral bagi tubuh manusia adalah
sebagai zat pengatur dan zat pembangun (Winarno 2008).
Kadar abu nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
adalah 2,59% (bb) dan 4,99% (bk). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan
nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu 4,86% (bk)
(Miftakhurohmah 2010) dan kadar abu nugget itik mandalung, yaitu 3,88% (bk)
(Patriani 2010). Hal ini diduga karena kandungan mineral daging keong tutut
lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan mineral daging itik mandalung.
Daging keong tutut mengandung kalsium 299,2 mg/100 g, fosfor 122,5 mg/100 g
dan zat besi 11,7 mg/100 g daging keong tutut. Selain itu, kadar abu tepung ubi
jalar per 100 g (1,78%) lebih tinggi dibandingkan tepung tapioka (1,1%). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% tidak berbeda dengan substitusi tepung ubi jalar 0%
(p>0,05) (Lampiran 15).
39

Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh
Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh serta
sebagai sumber energi. Protein dalam bahan pangan umumnya menentukan
mutu dari suatu produk terutama yang berasal dari daging (Winarno 2008).
Protein yang terkandung di dalam nugget selain berasal dari daging keong tutut
juga berasal dari susu, tepung terigu, tepung ubi jalar dan tepung tapioka.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar protein nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 10,16% (bb) dan 19,61% (bk).
Nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 0%, yaitu 18,06% (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% tidak berbeda nyata dengan substitusi tepung ubi jalar 0%
(p>0,05) (Lampiran 15). Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002
untuk kadar protein nugget ayam minimal mengandung 12,0% (bb). Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa kadar protein nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% belum memenuhi SNI nugget ayam. Hal ini diduga karena kandungan
protein keong tutut (11,8%) lebih rendah dibandingkan kandungan protein ayam
(18,2%).
Kadar Lemak
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting dalam menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Winarno
2008). Lemak dalam bahan pangan berfungsi untuk memperbaiki struktur fisik
bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori, serta memberikan cita rasa gurih
pada bahan pangan. Lemak juga digunakan sebagai medium penghantar panas
dalam proses penggorengan bahan pangan (Ketaren 2005).
Hasil analisis lemak menunjukkan bahwa kadar lemak nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 11,56% (bb) dan 22,29% (bk).
Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar lemak nugget keong tutut
substitusi tepung ubi jalar 0% yaitu, 20,06% (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% tidak berbeda nyata dengan substitusi tepung ubi jalar 0%
(p>0,05) (Lampiran 15). Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002
untuk kadar lemak nugget ayam maksimal mengandung 20,0% (bb). Oleh karena
40

itu, dapat dikatakan bahwa kadar lemak nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% sudah memenuhi SNI nugget ayam.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang.
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain sebagainya. Karbohidrat dalam
tubuh berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh
yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme
lemak dan protein (Winarno 2008).
Hasil analisis karbohidrat menunjukkan bahwa kadar karbohidrat nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 27,56% (bb) dan 53,10% (bk).
Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat nugget keong
tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu 57,18% (bk) (Miftakhurohmah
(2010). Hasil uji independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong
tutut substitusi tepung ubi jalar 75% tidak berbeda nyata dengan substitusi
tepung ubi jalar 0% (p>0,05) (Lampiran 15).
Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002 untuk kadar
karbohidrat nugget ayam maksimal mengandung 25,0% (bb). Kadar karbohidrat
nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% belum memenuhi SNI nugget
ayam. Hal ini diduga disebabkan perhitungan kadar karbohidrat pada penelitian
dilakukan dengan metode carbohydrate by difference, yaitu hasil pengurangan
100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein, sehingga
kadar karbohidrat sangat bergantung pada kadar air, abu, lemak dan kadar
protein. Selain itu, kandungan karbohidrat daging keong tutut (3%) lebih besar
dibandingkan kandungan karbohidrat daging ayam (0%) (Risjad 1996).
Nilai Energi
Hasil perhitungan energi menunjukkan bahwa nilai energi nugget keong
tutut substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 255 kkal/100 g (bb) dan 492 kkal/100
g (bk). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 0%, yaitu 482 kkal/100g (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0% (p<0,05) (Lampiran 15).
41

Kandungan energi pada nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
diperoleh dengan mengkonversikan protein, lemak, dan karbohidrat menjadi
energi. Lemak merupakan sumber energi yang paling besar, dimana 1 gram
lemak dapat dikonversi menjadi 9 kkal. Protein dan karbohidrat menghasilkan
energi 4 kkal per gram. Nilai energi pada nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% dalam 100 g berasal dari 78 kkal (bk) protein, 201 kkal (bk) lemak dan
212 kkal (bk) karbohidrat. Nilai energi pada nugget keong tutut substitusi tepung
ubi jalar 0% dalam 100 g berasal dari 72 kkal (bk) protein, 181 kkal (bk) lemak
dan 229 (bk) kkal karbohidrat.
Kadar Serat Pangan
Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan
terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus halus. Serat
pangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble dietary fiber) dan
serat tidak larut (insoluble dietary fiber). Soluble Dietary Fiber (SDF) adalah
pektin, gum, mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacang-
kacangan, sayur dan buah-buahan. Serat tidak larut contohnya selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang ditemukan pada serealia, kacang-kacangan dan
sayuran (Winarno 2008).
Kadar serat pangan larut air nugget keong tutut dengan substitusi tepung
ubi jalar 75% adalah 0,82%(bb) dan 1,59% (bk). Nilai ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kadar serat pangan larut air pada nugget itik mandalung
dengan penambahan wortel 20%, yaitu 0,71% (bk) (Patriani 2010). Kadar serat
pangan tidak larut air nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
adalah 9,07% (bb) dan 17,49% (bk). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kadar serat pangan larut air pada nugget itik mandalung dengan
penambahan wortel 20%, yaitu 0,82% (bk) (Patriani 2010). Kadar serat pangan
total nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar adalah 9,89% (bb)
dan 19,08% (bk). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar serat
pangan total pada nugget itik mandalung dengan penambahan wortel 20% yaitu
1,53%(bk) (Patriani 2010).
Serat kasar atau crude fiber tidak identik dengan serat pangan. Serat
kasar adalah komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam
kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan
selulosa sekitar 50 % dan hemiselulosa 85 %. Sementara itu serat pangan masih
mengandung komponen yang hilang tersebut sehingga nilai serat pangan lebih
42

tinggi daripada serta kasar. Komposisi kimia serat pangan bervariasi tergantung
dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. Komponen-komponen
penyusun dinding sel terdiri atas selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum,
mukilase yang kesemuanya ini termasuk ke dalam serat pangan (Tensiska
2008).
Menurut BPOM (2007), Acuan Label Gizi (ALG) untuk serat pangan
adalah 25 g. Kadar serat pangan total nugget per takaran saji (100 g) adalah
9,89 g, berarti mengkonsumsi nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75%
sebanyak 100 g telah mencukupi 39,56% AKG untuk konsumen umum dan
tergolong tinggi serat.
Kadar Kalsium
Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang penting. Peranan
kalsium dalam tubuh terutama untuk membantu pembentukan tulang dan gigi
serta membantu proses biologis dalam tubuh. Kalsium yang berada dalam
sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperan dalam berbagai kegiatan diantaranya
untuk transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dalam proses
penyerapan vitamin B12, pengaturan permeabilitas membran sel serta keaktifan
enzim. Kebutuhan kalsium terbesar adalah pada waktu pertumbuhan dan
kebutuhan kalsium ini akan terus berlanjut meskipun sudah mencapai usia
dewasa (Winarno 2008). Gejala kekurangan kalsium antara lain osteoporosis
pada orang dewasa, rickets pada anak-anak, pertumbuhan tulang dan gigi yang
buruk, kejang pada otot serta koagulasi terhambat (Muchtadi et al. 1993).
Kadar kalsium nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
per 100 g adalah 157,60 mg (bb) dan 315,18 mg (bk). Nilai ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu
306,38 mg/100 g (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji independent samples t-
test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% lebih
tinggi secara nyata dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi tepung
ubi jalar 0% (p<0,05) (Lampiran 15). Hal ini diduga dikarenakan kadar kalsium
tepung ubi jalar (64 mg/100 g) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar
kalsium tepung terigu (22 mg/100 g).
Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002 untuk kadar
kalsium nugget ayam maksimal mengandung 30 mg/100 g. Kadar kalsium
nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% belum memenuhi SNI nugget
ayam. Hal ini diduga disebabkan oleh kadar kalsium daging keong tutut (299,2
43

mg/100 g) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kalsium daging ayam
(14 mg/100 g).
Daya Cerna Protein
Kadar protein di dalam bahan pangan pada umumnya menentukan mutu
bahan pangan itu sendiri. Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan
saja oleh zat gizi yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya zat gizi
tersebut digunakan oleh tubuh. Protein yang mudah dicerna menunjukkan
tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu
juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein
dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Semakin keras bahan, maka
akan menurunkan daya cernanya dalam tubuh karena adanya ikatan kompleks
yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat
berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein-fitat, dan sebagainya
sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor
dan fitat (Muchtadi 2010).
Nilai daya cerna protein nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
adalah 77,977%. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nugget keong
substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu 79,58% (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% lebih rendah secara nyata dibandingkan dengan nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0% (p<0,05) (Lampiran 15). Hal ini terjadi
diduga karena substitusi tepung ubi jalar meningkatkan kadar serat nugget keong
tutut. Kadar serat inilah yang diduga menurunkan nilai daya cerna protein nugget
keong tutut. Menurut Eastwood dan Brydon (1985), efektivitas hidrolisis protein
lebih rendah dengan adanya serat. Serat diduga mempengaruhi ketersediaan
enzim peptidase untuk hidrolisis. Serat bertindak sebagai inhibitor pada laju
hidrolisis dengan membentuk penghalang fisik untuk mengakses enzim hidrolisis.
Kontribusi Zat Gizi Nugget Formula Terpilih Terhadap Angka Kecukupan
Gizi (AKG)
Salah satu informasi yang terdapat dalam label pangan adalah informasi
nilai gizi pada produk pangan. Salah satu keterangan yang dicantumkan dalam
informasi nilai gizi adalah jumlah zat gizi yang terdapat dalam produk pangan.
Keterangan tentang kandungan gizi tersebut harus dicantumkan dalam
persentase dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yaitu berupa
Acuan Label Gizi (ALG) untuk kelompok tertentu. Sasaran dalam penelitian ini
adalah kelompok umum.
44

Saran penyajian nugget keong tutut adalah 100 g setara dengan 4 buah
nugget dengan berat per potongnya 25 gram. Setiap 100 g nugget setara dengan
mengkonsumsi 157,60 mg kalsium 10,16 g protein, 254,91 kkal energi, 11,56 g
lemak dan 27,56 g karbohidrat. Kandungan zat gizi nugget keong tutut formula
terpilih serta persentase AKG per takaran saji disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Kandungan zat gizi dan persentase AKG pada nugget keong tutut
setengah matang dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per takaran
saji.
Jumlah zat
Zat Gizi Satuan ALG 2007 % AKG
gizi/takaran saji
Energi kkal 254,91 2000 13
Karbohidrat g 27,56 300 9
Lemak g 11,56 62 19
Protein g 10,16 60 17
Kalsium mg 157,60 800 20
*Persen AKG berdasarkan pada diet 2000 kkal
Nugget keong tutut formula terpilih telah memenuhi 13% AKG energi, 9%
AKG karbohidrat, 19% AKG lemak, 17% AKG protein dan 20% AKG kalsium.
Menurut Karmini dan Briawan (2004), suatu pangan dikatakan sebagai sumber
zat gizi jika mengandung 10-19% Acuan Label Gizi (ALG), untuk setiap takaran
saji. Oleh karena itu, nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
dapat dikatakan sebagai sumber protein dan tinggi kalsium.
Harga Nugget Formula Terpilih
Perhitungan ekonomi secara sederhana dilakukan untuk menentukan
harga nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per takaran saji. Rincian
analisis biaya disajikan pada Lampiran 16. Tabel 12 menyajikan harga nugget
dengan substitusi tepung ubi jalar 75% formula terpilih dan dibandingkan dengan
harga nugget ayam komersil.
Tabel 12 Harga nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% serta
produk nugget ayam komersil.
Harga per takaran
Produk Takaran Saji
saji (Rp)
Nugget keong tutut substitusi
100 g (4 buah) 6 206,93
tepung ubi jalar 75%
Nugget ayam komersil 100 g (4 buah) 8 000,00

Harga nugget keong tutut lebih murah dibandingkan harga nugget ayam
komersil dikarenakan harga keong tutut lebih murah dibandingkan dengan harga
daging ayam. Harga 1 kg keong tutut adalah Rp 4 000 sedangkan harga 1 kg
ayam adalah Rp 26 000.
45

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Pembuatan nugget keong tutut menggunakan perbandingan daging
keong tutut dan daging ayam 60:40. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap
tepung terigu dan tapioka sebagai bahan pengikat yaitu 0%, 25%, 50%, 75% dan
100%. Berdasarkan uji organoleptik terhadap panelis, substitusi tepung ubi jalar
terhadap tepung terigu dan tapioka yang memberikan penerimaan terbesar
adalah substitusi tepung ubi jalar 75%.
Substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tepung tapioka
tidak memberikan pengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu hedonik warna, aroma
dan rasa nugget keong tutut, tetapi memberikan pengaruh nyata (p<0,05)
terhadap mutu tekstur nugget keong tutut. Semakin tinggi tingkat substitusi
tepung ubi jalar maka tekstur nugget semakin empuk. Substitusi tepung ubi jalar
terhadap tepung terigu dan tepung tapioka tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) terhadap kesukaan warna, aroma, rasa, tekstur dan keseluruhan
nugget.
Nilai pH adonan nugget keong tutut berkisar antara 7,463-8,301.
Substitusi tepung ubi jalar memberikan pengaruh nyata (p<0,05) terhadap nilai
pH adonan nugget. Substitusi tepung ubi jalar menurunkan pH adonan nugget
keong tutut secara nyata. Nilai kekerasan nugget keong tutut berkisar antara
8,40-11,32 mm. Substitusi tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap kekerasan nugget. Nugget formula terpilih memiliki nilai daya mengikat
air 60,93%.
Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% mengandung
air 48,14% (bb), abu 2,59% (bb), protein 10,16% (bb), lemak 11,56% (bb),
karbohidrat 27,56% (bb), serat pangan total 9,89% (bb) dan kalsium 157,6021
mg/100 gram (bb) serta daya cerna protein 77,98%. Hasil uji independent
samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar
75% berbeda dengan nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0% pada nilai
DMA, energi, kalsium dan daya cerna protein (p<0,05), akan tetapi tidak
berbeda pada kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat (p>0,05). Nugget
keong tutut formula terpilih telah memenuhi 13% AKG energi, 9% AKG
karbohidrat, 19% AKG lemak, 17% AKG protein dan 20% AKG kalsium. Nugget
keong tutut dapat diklaim sebagai sumber protein dan tinggi kalsium.
46

Saran
Nilai rata-rata kesukaan pada nugget keong tutut secara keseluruhan
masih dalam batas agak suka. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi pada
konsumen bahwa produk ini baik untuk kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kesukaan konsumen terhadap produk nugget ini. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penggunaaan tepung-tepung lain yang berasal dari pangan lokal
sebagai bahan pengikat. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai bioavailabilitas kalsium nugget keong tutut, mengingat kadar kalsium
nugget per takaran saji cukup tinggi.
47

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini TN. 2002. Aplikasi pengendalian mutu statistikal pada pengolahan


chicken nugget di PT JAPFA-Osi Food Industri Tangerang. [skripsi].
Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Antarlina SS. 2003. Tepung Komposit Terigu-Ubi Jalar sebagai Bahan Baku
Industri Pangan. Di dalam: Winarno FG et al., editor. Kumpulan Hasil
Penelitian Terbaik Bogasari Nugraha 1998-2001. Jakarta: Bogasari Flour
Mills. hlm.127-138.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 1995. Official Methods of


Analysis. Washington DC: Association of Official Analytical Chemist.

Arpah M. 1993. Pengawasan Mutu pangan. Bandung: Tarsito.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi ubi jalar. http://www.bps.go.id/ [4


Mei 2010].

[BPOM]. 2007. Acuan label gizi produk pangan. http://www.pom.go.id/ [10


November 2010].

[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-
6683-2002. Nugget ayam (chicken nugget). Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.

Barbut S. 2002. Poultry Product Processing. London: CRC Press.

[BPPT]. 2000. Tepung Tapioka, Proyek Sistem Informasi IPTEK Nasional dan
Tanaman Penghasil Pati. Jakarta: BPPT.

Branen AL, Davidson PM, Salminen S. 1990. Food Additive. New York and
Bassel: Marcel Dekker, Inc.

Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1997. Ilmu Pangan. Purnomo dan
Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Food Science.

Cordell R. 2010. Sweet potatoes-nature health food.


http://www.ncsweetpotatoes.com [8 November 2010].

Cuningham FE, Suderman DR. 1983. Batter and Breading Technology. AVI
Publishing, westport.

Eastwood M, Brydon WG. 1985. Phsysiological Effect of Dietary Fiber on the


Alimentary Tract. Didalam: Trowell H et al., editor. Dietary Fiber- Fibre-
Depleted Food and Disease. London: Academyc Press. hlm 105-131.

Ertiningsih T. 1993. Perbandingan karakteristik karkas ayam pedaging, ayam


kareman, ayam afkir dan ayam kampung. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor.
48

Erawaty WR. 2001. Pengaruh bahan pengikat, waktu penggorengan dan daya
simpan terhadap sifat fisik dan organoleptik produk nugget ikan sapu-
sapu (Hyposascus pardalis). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Fellows JP. 2000. Food Processing Technology (Principle and Practise) 2nd
Edition. England: Woohead Publ. Lim Cambridge.

Fennema OR. 1996. Food Chemistry. USA: Marcel Dekker, Inc.

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi
dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hariss RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Bandung: ITB.

Honestin T. 2007. Karakterisasi sifat fisiko-kimia tepung ubi jalar. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Iwansyah AC. 2005. Pengaruh penambahan tepung ubi jalar, natrium tripolifosfat
dan fibrisol terhadap mutu fisiko-kimia, mutu gizi protein dan mutu
organoleptik bakso sapi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Karmini M, Briawan D. 2004. Acuan Label Gizi. Di dalam Ketahanan Pangan dan
Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi, Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Kay De. 1973. Crop and Product Digest Root Crops. London: The Tropical
Product Institute.

Ketaren S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI


Press

Kramlich WE, Pearson AM, Tauber FW. 1973. Processed Meats. AVI Publishing
Co. Wesport Conn.

Kusnandar F. 2007. Air dan Es. [diktat]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.

Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Prakakasi A, penerjemah. Jakarta: UI Press.


Terjemahan dari Meat Science.
Lembaga Biologi Nasional. 1977. Sumber Protein Hewani. Jakarta: Lembaga
Biologi Nasional-LIPI.

Lingga P et al.. 1986. Bertanam Ubi-ubian. Jakarta: Penebar Swadaya.

Lonergan EH, Lonergan SM. 2005. Mechanisms of water-holding capacity of


meat: The role of postmortem biochemical and structural changes. Meat
Science 71:194204.

Marahastuti K. 1993. Karakteristik tepung dan pati ubi jalar (Ipomoea batatas L)
serta pemanfaatannya untuk pembuatan biskuit dalam upaya diversifikasi
49

pangan. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian


Bogor.

Matz SA. 1997. Snack Food Technology. Texas: Pan-Tech Intrnational, INC.

Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Florida:
CRC Press.

Miftakhurohmah. 2010. Pengaruh substitusi keong tutut (Bellamnya javanica)


terhadap mutu fisikokimia dan organoleptik nugget tinggi kalsium dan
sumber Protein. [skripsi yang belum dipublikasikan]. Bogor: Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Miller KR. 1994. Quality Characteristic. Di dalam: Donald et al., editor. Muscle
food: Meat, Poultry, and Seafood Technology. New York: Champann and
Hall.

Muchtadi et al.. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber, Fungsi dan Kebutuhan
Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Muchtadi D. 2010. Teknik Evaluasi Nilai Gizi Protein. Bandung: Alfabeta.

Ockerman HW. 1983. Chemisty of Meat Tissue. Japan: Ohio University.

Owens CM. 2001. Coated Poultry Product. Dalam Sams AR, editor. Poultry Meat
Processing. Florida: CRC Press hlm. 227-242.

Patriani IR. 2010. Formulasi nugget itik Mandalung (Mule duck) dengan subsitusi
wortel (Daucus carota L). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.

[Persagi] Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2008. Tabel Komposisi Pangan


Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo, Gramedia.

Potter NN, Hotckiss JH. 1995. Food Science. New York: Chapman and Hall.

Pulungkun R, Budiarti A. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta: Penebar


Swadaya.

[Pusbangtepa]. 1999. Pengkajian Bahan Baku Potensial. Laporan Akhir. Bogor:


Pusat Pengembangan Teknologi Pangan Lembaga Pengabdian kepada
Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Richardson RI, Mead GC. 2003. Poultry Meat Science. New York: CABI
Publishing Company.

Risjad VR. 1996. Studi ketersediaan dan pemanfaatan keong gondang dan
keong tutut sebagai sumber protein hewani. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Rukmana. 1997. Ubi jalar, Budi daya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisiu
50

Sammy. 1970. Studies in composite flours: the use of sweet potato flour in bread
and pastry making. Tropical agriculture 47 (2): 115-125.

Santosa N. 2006. uji kinerja dan modifikasi alat pengering (rotary dryer) pada
pengeringan sawut ubi Jalar (Ipomoea batatas L) di unit pengolahan
Badan Usaha Milik Petani (BUMP) Cibungbulang. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Soekarto ST. 1985. Penilaian Organoleptik. Bogor: PUSBANGTEPA, IPB Press.

_________. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan.


Bogor: IPB Press.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging.Yogyakarta: Gadjah Mada university


Press.

Suismono. 1995. Kajian teknologi pembuatan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas)
dan manfaatnya untuk produk ekstrusi mi basah. [tesis]. Bogor: Fakultas
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sulistiyo CN. 2006. Pengembangan brownies kukus tepung ubi jalar (Ipomoea
batatas) di PT FITS Mandiri Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Sutrisno E, Ananto E. 1999. Peralatan Industri Tepung Ubi Jalar untuk Bahan
Baku Industri Olahan. Malang: Balitkabi.

Suwignyo S, Widigdo B, Wardianto Y, Krisanti M. 2005. Avertebrata Air. Jakarta.


Penebar Swadaya.

Tanoto E. 1994. Pengolahan fish nugget dari ikan tenggiri (Scamberomorosus


commersoni). [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Tensiska. 2008. Serat makanan. [makalah]. Bandung: Fakultas Teknologi Industri


Pertanian, Universitas Padjajaran.

U.S. Wheat Association, 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan,
Jakarta

Wilbur KM. 1964. Physiology of Mollusca. New York: Academic Press.

Winarno FG, Fardiaz S, Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Yusop AM, Maskat MS, Mustapha WAW, Abdullah A. 2009. Frying Pressure and
Temperature Effects on Sensory Characteristics of Coated Chicken
Nuggets. Sains Malaysiana 38(2): 171175
51

LAMPIRAN
52

Lampiran 1 Formulir Uji Organoleptik Mutu Hedonik Produk Nugget Keong Tutut
dengan Substitusi Tepung Ubi Jalar

Nama Panelis : Tanggal Pengujian :


Jenis Kelamin : L / P Nama Produk : Nugget Keong Tutut

Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Nugget Keong Tutut.


Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 0-10 dibawah ini yang tepat
menggambarkan persepsi Saudara/i
2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel
berikutnya
3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian

Mutu Hedonik

Warna permukaan

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
coklat kuning

Aroma

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
amis tidak amis

Rasa

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
Tidak enak enak

Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat B iasa Amat sangat
empuk keras

Komentar
Kelebihan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................
Kekurangan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................

TERIMA KASIH
53

Lampiran 2 Formulir Uji Organoleptik Hedonik Produk Nugget Keong Tutut


dengan Substitusi Tepung Ubi Jalar

Nama Panelis : Tanggal Pengujian :


Jenis Kelamin : L / P Nama Produk : Nugget Keong Tutut

Dihadapan Saudara/i disajikan sampel produk Nugget Keong Tutut.


Anda diminta untuk menilai sampel tersebut dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 0-10 dibawah ini yang tepat
menggambarkan persepsi Saudara/i
2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai sampel
berikutnya
3. Mohon tidak membandingkan antar sampel saat Anda melakukan penilaian

Hedonik
Warna

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka

Aroma

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka

Rasa

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka

Tekstur

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka

Keseluruhan

1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka

Komentar
Kelebihan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................
Kekurangan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................

TERIMA KASIH
54

Lampiran 3 Prosedur Analisis Sifat Fisik


1. Analisis Nilai pH Adonan
Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan larutan
buffer. Elektoda kemudian dimasukkan ke dalam sampel adonan yang akan
diukur pH nya sehingga dapat terbaca nilai pH adonan.
2. Analisis Kekerasan
Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan
atau produk sehingga terjadi perubahan bentuk yang diinginkan. Pengukuran
kekerasan dilakukan pada nugget keong tutut setengah matang. Pengukuran
kekerasan dilakukan dengan menggunakan penetrometer. Prinsip kerja
penetrometer tersebut yaitu memberikan sejumlah gaya pada bahan sehingga
bahan tersebut dapat tertembus. Cara kerjanya adalah memberikan beban
seberat 50 g pada suatu bahan hingga jarum penetrometer menembus bahan
tersebut dalam waktu 5 detik.
3. Analisis Daya Mengikat Air (DMA)
DMA dapat dianalisis dengan metode kertas saring. Contoh diletakan di
tengah 2 lembar kertas saring dan ditekan dengan tekanan 35 kg per cm2 selama
5 menit. DMA relatif dinyatakan sebagai luasan air yang tertera pada kertas
saring. Kategori kemampuan DMA (berdasarkan luasan air bebas)
< 6 cm2 = tinggi
6-8 cm2 = sedang
>8 cm2 = rendah

Jumlah air bebas (mg) = Luasan air bebas (cm2)-8 ............................ (A)
0,0948
Jumlah air sampel (mg) = % kadar air sampel x berat sampel............... (B)
%DMA = B-A x100
B
55

Lampiran 4 Prosedur Analisis Sifat Kimia


1. Penentuan Kadar Air (AOAC 1995)
Cawan alumunium dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oC selama 15
menit, lalu didinginkan dalam desikator selama 10 menit. Cawan ditimbang
dengan neraca analitik (a gram). Sampel ditimbang dengan neraca analitik
sebanyak 5 gram (b gram). Cawan dan sampel dikeringkan dalam oven pada
suhu 100 oC selama kurang lebih 6 jam, didinginkan dalam desikator kemudian
ditimbang (c gram). Pengeringan diulangi hingga diperoleh berat sampel yang
relatif konstan (berat dianggap konstan jika selish berat sampel kering yang
ditimbang 0.0003 gram).

Kadar air (basis kering) = b (c-a) x 100 %


c-a

Keterangan :
a= bobot cawan kosong (g)
b= bobot sampel (g)
c= bobot sampel dan cawan sesudah dikeringkan (g)
2. Kadar Abu (AOAC 1995)
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselen
dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator.
Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan
porselen sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur pada suhu 600oC
sampai berwarna putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang.
berat abu
Kadar abu = X 100%
berat contoh
3. Analisa Protein Metode Semi Mikro Kjeldahl (AOAC 1995)
Bahan yang ditimbang kira-kira 0,5 1 g. Bahan tersebut dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl, ditambahkan 0,5 g selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat.
Sampel didestruksi sampai larutan berwarna jernih kehijauan dan uap SO2
hilang. Hasil destruksi ditambah akuades kemudian dimasukkan ke dalam labu
destilasi dan ditambahkan indikator metil merah metil biru. Selanjutnya
ditambahkan NaOH 33% kemudian dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam
20 ml larutan asam borat 3% lalu dititrasi dengan HCl standar.
% Kadar Protein = (ml titrasi x Ar N x N HCl x 100)/ berat sampel x 6,25
56

4. Analisis Kadar Lemak (AOAC 1995)


Sampel sebanyak 5 g dalam bentuk potongan-potongan kecil dibungkus
dengan kertas saring kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet dan
di atasnya diletakkan alat kondensor sedangkan labu lemak diletakkan di
bawahnya. Labu lemak diisi dengan pelarut heksan secukupnya. Selanjutnya
dilakukan refluks selama minimal 6 jam sampai pelarut yang turun ke dalam labu
lemak berwarna jernih kembali. Setelah itu, pelarut yang ada pada labu lemak
didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil
ekstraksi dipanaskan kembali dalam oven pada suhu 105oC hingga mencapai
berat tetap dan didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang untuk mengetahui
berat lemak.
berat lemak ( g )
% lemak = X 100%
berat contoh ( g )
5. Analisis Karbohidrat (AOAC 1995)
Penentuan kadar karbohidrat menggunakan perhitungan Penentuan
kadar karbohidrat menggunakan by difference dengan cara :
Kadar karbohidrat=100%-(% air+%abu+%protein+% lemak)
6. Analisis Kadar Serat Pangan metode enzimatis (AOAC 1995)
Sampel bebas lemak ditimbang ke dalam erlenmeyer sebanyak 1-2 gram,
dan ditambahkan 25 ml buffer fosfat 0,1 M pada pH 6, dan diaduk sampai
terdispersi merata. Kemudian ditambah 0,1 ml enzim termamyl dan erlenmeyer
ditutup dengan alumunium foil, lalu diinkubasi dalam shaker waterbath pada suhu
40oC selama 60 menit. Setelah itu diangkat dan didinginkan. Derajat keasaman
(pH) diatur menjadi 1,5 dengan penambahan HCL. Kemudian ditambahkan 0,1 g
enzim pepsin, erlenmeyer ditutup kembali dengan alumunium foil dan diinkubasi
dalam shaker waterbath pada suhu 40oC selama 60 menit. Setelah itu, pH diatur
menjadi 6,8 dengan larutan NaOH 0,1 N. Lalu ditambahkan 0,1 g enzim
pakreatin, ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam shaker waterbath
pada suhu 40oC selama 60 menit. Kemudian sampel disaring menggunakan 0,5
garam celite kering dan telah diketahui bobot tetapnya (KS1) dengan dibantu
pompa vakum. Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 90%. Residu yang
diperoleh (merupakan serat makanan tidak larut/IDF) dicuci dengan 2 x 10 ml
aseton. Kemudian kertas saring beserta residunya dikeringkan dalam oven pada
suhu 105oC, hingga berat konstan (kira-kira 12 jam) dan ditimbang (KS2).
Setelah mencapai berat konstan, dimasukkan dalam cawan pengabuan yang
57

telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam
tanur suhu 550oC sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam), kemudian
didinginkan dalam desikator lalu timbang beratnya (CW2).
Perhitungan Insoluble Dietary Fiber (IDF):
IDF (% berat sampel kering) = ((KS2 KS1) (CW2 CW1)) B x 100%
Berat sampel (g)
Keterangan :
KS1= kertas saring kosong (g)
KS2= kertas saring + residu serat (g)
CW1= cawan pengabuan kosong (g)
CW2= cawan pengabuan + abu (g)
B = blanko bebas serat
Sementara filtrat yang diperoleh (berupa serat makanan larut/SDF) diatur
volumenya dengan akuades hingga 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95%
hangat (60oC) dan didiamkan semalam, kemudian disaring menggunakan kertas
saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot
tetapnya (KS3) dengan dibantu pompa vakum.
Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta
residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga beratnya konstan
dan ditimbang (KS4). Kemudian dimasukkan dalam cawan pengabuan yang
telah diketahui bobot tetapnya (CW3) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam
tanur suhu 5500C sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam eksikator
lalu ditimbang beratnya (CW4). Untuk blanko diperoleh dengan cara yang sama
tapi tanpa menggunakan sampel.
Perhitungan Soluble Dietary Fiber (SDF):
IDF = ((KS4 KS3)(CW4 CW3))B x 100% Berat sampel (g)
Keterangan :
KS3= kertas saring kosong (g)
KS4= kertas saring + residu serat (g)
CW3= cawan pengabuan kosong (g)
CW4= cawan pengabuan + abu (g)
B = blanko bebas serat
Perhitungan Total Dietary Fiber (TDF):
TDF = IDF + SDF
58

7. Analisis Kalsium Total Metode AAS


Preparasi sampel untuk penetapan kadar kalsium dilakukan dengan
pengabuan basah. Sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke
dalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan 10 ml HNO3, dipanaskan perlahan-
lahan sampai larutan tidak berwarna gelap lagi (semua zat organik telah
teroksidasi). Larutan ditambah akuades sehingga menjadi tidak berwarna atau
menjadi kuning, dan dididihkan sampai berasap. Setelah itu didinginkan
kemudian diencerkan dalam labu takar 50 ml sampai tanda tera. Blanko
dipersiapkan seperti proses di atas, kemudian larutan standar kalsium, sampel,
dan blanko diukur pada = 422,7; kemudian dibuat kurva dan didapatkan nilai a
dan b. Perhitungan :
% Kalsium = ((((peak terbacax fp)- peak blanko)-b)/a x aliquot)
berat sampel (mg)

8. Perhitungan Jumlah Energi


Jumlah energi dapat dihitung dengan mengkonversikan kandungan kimia
(kadar karbohidrat, kadar protein, dan kadar lemak) biskuit dengan faktor
konversi masing-masing kandungan. Karbohidrat dan protein memiliki faktor
konversi 4 kkal/g, sedangkan faktor konversi lemak adalah 9 kkal/g. Hasil
konversi dijumlah dan hasil penjumlahan tersebut merupakan kandungan energi
dari biskuit. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.
Jumlah Energi/100gram = (4xA)+(4xB)+(9xC)
Keterangan: A = kadar karbohidrat
B = kadar protein
C = kadar lemak
9. Daya Cerna Protein secara In Vitro (metode Hsu et al. 1977)
Sampel digiling halus, kemudian suspensikan sampel ke dalam air
destilata sampai diperoleh konsentrasi 6,25 mg protein/ml. Sebanyak 50 ml
suspensi sampel ditaruh dalam gelas piala kecil, kemudian diatur pH nya menjadi
8,0 dengan menambahkan HCl atau NaOH. Sampel ditaruh di dalam penangas
air bersuhu 370C dan diaduk dengan magnetic stirrer. Selanjutnya sampel
ditambahkan 1 ml larutan multienzim (enzim kemotripsin, tripsin dan peptidase)
ke dalam sampel (saat penambahan enzim dicatat sebagai waktu ke nol, dimana
saat stopwatch dihidupkan) sambil tetap diaduk dalam penangas air 370C ,
kemudian catat pH suspensi sampel pada menit 10. Nilai daya cerna protein di
peroleh dari persamaan regresi: Y= 210,464 18,103 x
Ket : x= nilai pH ketika 10 menit.
59

Lampiran 5. Hasil Uji Organoleptik


a. Warna
Hedonik Mutu Hedonik
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%
1 5,0 6,0 8,0 5,5 6,3 5,0 7,7 6,7 7,3 7,0
2 6,5 5,5 4,4 4,4 7,0 6,0 5,5 6,0 6,0 9,0
3 9,0 6,0 6,4 7,0 5,0 7,0 4,6 5,5 6,0 3,5
4 3,0 7,0 6,0 4,0 8,0 7,0 6,0 7,0 5,0 8,0
5 8,0 8,0 7,0 4,0 5,0 6,0 7,0 7,0 4,0 6,4
6 6,5 5,0 7,0 3,0 6,0 4,5 4,0 5,0 3,0 5,0
7 9,0 5,0 5,0 7,0 6,0 8,5 6,0 6,0 5,0 5,0
8 8,0 3,0 5,0 4,0 7,0 7,6 8,0 6,0 7,0 5,0
9 8,0 6,2 4,6 3,6 6,8 4,3 6,6 6,2 3,6 7,3
10 5,0 2,0 4,0 2,4 9,0 5,0 8,0 7,0 8,5 5,0
11 7,0 4,4 7,0 4,0 5,0 5,0 6,4 8,0 3,0 4,6
12 9,0 7,0 9,0 3,0 9,0 9,0 7,4 9,0 2,0 9,0
13 8,0 5,2 8,2 5,7 7,7 7,0 3,2 8,2 4,2 7,8
14 6,0 6,5 6,5 7,0 5,4 6,0 6,6 5,0 7,0 4,0
15 4,0 5,0 3,0 3,0 4,0 7,0 8,0 8,0 7,0 7,0
16 7,2 4,0 3,0 5,0 2,0 5,0 4,0 3,0 5,0 1,0
17 6,1 8,0 8,0 9,0 7,0 5,0 9,0 9,0 9,0 7,0
18 7,0 4,0 7,0 4,0 6,0 9,0 5,0 7,0 5,0 7,0
19 4,0 8,0 9,0 7,0 7,0 4,0 8,0 7,0 4,0 6,0
20 6,0 7,0 4,0 8,0 6,0 6,2 3,0 6,0 4,0 7,0
21 6,0 7,0 5,0 5,0 5,0 7,0 6,0 7,0 8,0 5,0
22 3,0 5,0 9,0 6,0 8,0 8,0 9,0 8,0 8,6 6,0
23 6,0 9,0 6,4 7,0 8,0 8,5 9,0 7,5 7,0 8,5
24 7,0 9,0 8,4 9,0 9,0 8,0 8,0 8,5 7,0 7,6
25 4,7 4,0 6,4 3,0 5,6 6,0 4,0 6,6 3,2 5,7
26 4,5 2,4 5,4 4,0 6,0 3,2 8,0 8,7 8,4 7,5
27 7,0 5,6 6,0 6,6 7,2 2,0 7,4 8,0 7,0 8,6
28 9,0 5,9 7,8 6,9 3,9 9,2 6,9 4,8 5,2 5,2
29 7,8 7,0 8,0 7,5 6,5 8,8 7,0 8,0 6,4 7,4
30 4,0 4,4 8,5 5,7 7,5 4,0 5,3 7,0 6,6 3,5
Rata-
rata 6,4 5,7 6,4 5,4 6,4 6,3 6,5 6,9 5,8 6,2
60

b. Aroma
Hedonik Mutu Hedonik
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%
1 5,3 7,3 6,2 7,5 6,7 5,5 6,1 6,0 6,7 6,3
2 6,5 4,5 5,0 5,5 6,0 8,0 4,5 4,5 5,0 7,0
3 7,6 6,4 6,0 4,4 3,0 7,0 6,0 3,0 4,0 2,6
4 8,0 4,0 6,0 7,0 5,0 9,0 4,0 8,0 7,0 8,0
5 4,0 8,0 6,0 7,0 6,0 5,0 8,0 6,0 5,5 5,0
6 6,0 5,0 5,0 5,0 6,0 6,0 5,0 6,0 3,0 4,0
7 5,0 6,0 4,0 6,0 4,0 5,0 7,0 4,0 6,0 4,0
8 6,0 3,0 4,0 5,0 7,0 7,0 5,0 3,0 4,0 6,0
9 4,8 6,8 5,6 4,5 5,2 4,6 6,8 6,6 5,6 3,8
10 7,0 4,0 5,6 5,6 3,0 3,0 4,0 3,5 2,0 2,5
11 6,0 4,0 4,5 4,9 5,0 8,0 5,0 5,8 7,0 4,0
12 3,0 6,0 8,0 5,4 7,0 9,0 9,0 9,0 8,5 9,0
13 3,2 4,2 8,0 5,0 8,2 8,2 7,2 6,4 5,2 5,7
14 6,5 6,5 6,0 7,0 4,5 5,0 4,5 3,5 4,0 4,0
15 4,0 5,0 6,0 5,0 5,0 8,0 8,0 6,0 5,0 7,0
16 5,0 4,0 4,0 7,5 7,0 5,0 4,0 7,0 6,0 8,0
17 5,0 6,0 7,0 7,0 6,0 9,0 5,0 7,0 9,0 6,0
18 6,0 5,0 6,0 4,0 7,0 4,0 6,0 6,0 3,0 5,0
19 8,0 1,0 9,0 3,0 4,0 9,0 4,0 8,0 2,0 3,0
20 6,0 6,0 5,0 6,0 6,0 4,0 6,0 6,0 4,0 3,0
21 6,0 3,0 4,5 5,6 4,0 6,0 3,0 4,5 3,0 4,0
22 6,8 4,0 6,0 3,0 7,0 6,5 3,6 6,0 3,0 7,0
23 7,6 8,5 6,0 5,5 7,0 5,0 6,5 7,4 3,6 8,5
24 7,5 7,0 8,3 8,5 8,8 5,5 7,0 8,0 4,5 4,8
25 6,0 4,3 6,5 4,0 5,4 7,0 5,3 5,8 5,0 6,0
26 3,0 4,0 4,7 6,0 5,5 4,9 4,2 3,0 3,7 4,7
27 5,8 5,3 5,7 5,5 7,0 7,4 4,6 5,4 6,5 6,2
28 5,9 4,9 6,9 7,9 4,2 4,1 5,9 5,1 7,4 6,6
29 4,4 6,0 7,0 5,5 6,5 8,5 7,0 5,4 7,4 6,5
30 6,0 5,0 8,6 6,5 7,5 6,5 5,0 8,6 7,5 5,8
Rata-rata 5,7 5,2 6,0 5,7 5,8 6,4 5,6 5,8 5,1 5,5
61

c. Rasa
Hedonik Mutu Hedonik
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka

Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%


1 3,0 6,5 5,7 9,0 5,4 5,0 5,3 7,0 8,3 5,0
2 6,0 6,0 4,4 4,4 3,4 6,5 5,5 5,0 6,0 4,0
3 7,2 7,5 7,0 8,0 2,0 9,0 7,0 6,0 8,0 2,0
4 6,0 8,0 6,0 9,0 9,0 3,0 6,0 7,0 8,0 9,0
5 7,0 8,0 6,0 7,0 4,0 8,0 8,5 5,0 6,0 5,0
6 5,7 6,0 6,0 4,0 7,0 6,5 5,0 6,0 7,0 6,0
7 4,0 5,0 4,0 5,0 4,0 9,0 7,0 4,0 6,0 4,0
8 9,0 3,0 4,0 5,0 7,0 8,0 4,0 5,0 6,0 8,0
9 7,0 4,7 5,7 6,9 4,2 8,0 4,4 6,2 6,9 3,8
10 7,6 5,0 4,0 6,5 6,0 5,0 5,0 4,0 6,5 5,5
11 7,0 5,0 3,0 4,3 5,5 7,0 4,5 1,0 4,0 5,0
12 5,0 5,0 4,5 2,0 2,4 9,0 5,0 4,3 1,0 5,7
13 5,0 2,8 3,8 6,8 6,2 8,0 4,8 4,3 8,6 7,8
14 4,8 6,5 7,0 5,6 5,6 6,0 6,0 7,6 6,6 6,0
15 7,5 4,0 6,0 6,0 4,0 4,0 4,0 6,0 6,0 5,0
16 7,0 4,0 5,0 6,0 7,0 7,2 7,6 4,0 5,0 6,0
17 5,0 4,0 6,0 7,0 6,0 6,1 3,0 7,0 7,0 6,0
18 8,0 6,0 7,0 5,0 7,0 7,0 6,0 7,0 5,0 6,0
19 6,5 9,0 8,0 7,0 6,0 4,0 6,0 9,0 7,0 7,0
20 6,0 9,0 3,0 8,0 4,0 6,0 8,0 5,0 6,0 6,0
21 6,0 4,0 4,0 4,0 4,0 6,0 5,0 4,0 6,5 6,0
22 6,8 8,3 7,7 9,0 4,0 3,0 6,8 6,0 7,6 4,5
23 6,5 5,0 3,0 6,5 2,4 6,0 6,6 6,0 7,0 4,4
24 4,0 3,5 5,0 7,0 4,0 7,0 4,0 4,3 7,0 5,6
25 6,0 4,6 6,0 4,0 5,4 4,7 4,4 5,6 4,0 4,7
26 7,0 6,5 4,6 6,0 5,6 4,5 7,0 6,0 5,7 6,3
27 2,0 6,5 6,0 6,2 5,4 7,0 6,3 6,0 6,5 5,7
28 3,8 4,9 7,9 7,2 4,2 9,0 5,2 8,0 7,0 4,9
29 1,0 7,0 6,0 7,5 6,4 7,8 6,0 4,5 6,5 5,5
30 5,0 5,6 8,5 7,6 6,5 4,0 8,0 8,4 7,4 6,6
Rata-rata 5,7 5,7 5,5 6,3 5,1 6,4 5,7 5,6 6,3 5,6
62

d. Tekstur
Hedonik Mutu Hedonik
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%
1 2,0 5,2 7,0 7,7 7,2 3,0 4,9 4,4 5,0 2,4
2 5,0 6,0 6,5 5,8 3,4 6,0 6,0 6,0 4,0 2,0
3 8,0 7,6 5,0 7,0 2,0 5,4 8,0 3,0 7,0 1,6
4 3,0 6,0 8,0 7,0 7,0 8,0 8,0 6,0 6,0 7,0
5 6,0 8,0 6,0 4,8 4,0 4,4 5,0 6,0 6,0 3,0
6 7,0 6,0 7,0 6,0 7,0 5,7 5,0 6,0 5,0 4,0
7 6,0 5,0 5,0 7,0 7,0 5,0 6,0 6,0 5,0 5,0
8 7,0 3,0 4,0 6,0 8,0 7,0 3,0 4,0 5,0 2,0
9 8,0 7,4 4,6 5,0 6,8 6,0 4,2 7,4 5,2 6,3
10 6,5 7,0 4,0 5,0 6,0 3,6 3,0 1,0 4,0 2,5
11 6,7 6,0 6,5 5,3 5,0 6,0 2,4 3,0 4,0 2,0
12 2,0 7,0 9,0 4,8 9,0 7,0 1,0 7,5 8,0 1,0
13 8,0 7,7 7,2 6,6 8,2 7,5 5,2 4,3 4,8 3,1
14 8,4 5,5 4,4 5,8 6,0 6,0 4,5 5,5 5,5 3,0
15 6,5 5,0 4,0 5,9 5,0 5,6 6,0 5,0 6,0 4,0
16 4,0 3,0 6,0 6,0 5,0 8,0 5,0 4,0 6,0 3,0
17 5,7 4,0 6,0 4,0 6,0 4,3 3,0 7,0 4,0 8,0
18 8,0 4,0 6,0 5,0 6,0 8,0 5,0 6,0 5,0 4,0
19 9,0 8,5 9,0 6,0 7,0 9,0 4,0 1,0 2,0 3,0
20 6,4 4,0 2,0 5,4 2,0 4,9 7,0 7,0 3,0 1,0
21 5,0 6,0 5,0 4,8 5,0 7,0 7,0 5,0 5,0 5,0
22 8,0 8,0 8,5 9,0 5,0 5,7 3,6 4,0 4,5 1,0
23 7,4 5,0 3,5 4,5 3,0 7,0 9,0 4,4 7,0 8,0
24 3,5 6,0 6,6 9,0 8,3 6,5 9,0 9,0 5,0 2,6
25 1,0 4,8 6,6 5,3 5,6 3,0 8,0 5,5 7,6 4,0
26 7,8 2,0 2,5 4,0 4,3 6,2 7,0 6,4 6,0 4,0
27 3,0 4,0 4,3 4,8 6,4 7,5 8,0 7,4 4,5 3,6
28 3,2 4,1 8,1 7,1 6,1 3,5 5,0 6,0 6,9 3,9
29 5,4 6,0 7,0 7,4 5,6 5,6 6,0 6,5 5,5 3,5
30 6,0 8,5 7,5 5,0 5,6 5,8 4,0 4,5 3,5 2,3
Rata-rata 5,8 5,7 5,9 5,9 5,7 5,9 5,4 5,3 5,2 3,5
63

e. keseluruhan
Berdasarkan formulir Berdasarkan kontribusi masing-masing
organoleptik atribut
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%
1 7,0 7,1 8,3 9,0 8,0 3,3 6,0 6,6 7,7 6,5
2 8,0 6,0 5,0 4,5 3,4 5,8 5,7 5,3 5,1 4,3
3 7,0 7,6 5,0 8,0 2,0 7,8 7,1 6,0 6,9 2,6
4 3,0 7,0 7,0 9,0 8,0 4,7 6,5 6,8 7,2 7,5
5 9,0 9,0 7,0 7,0 4,5 6,3 8,0 6,2 5,7 4,5
6 7,0 6,0 6,0 4,0 7,0 6,4 5,7 6,4 4,8 6,7
7 9,0 7,0 5,0 7,0 6,0 5,7 5,2 4,6 6,3 5,5
8 8,2 3,0 4,0 5,0 8,0 7,6 3,0 4,2 5,3 7,4
9 5,8 4,7 5,3 6,7 4,2 7,2 6,3 5,1 5,3 5,8
10 8,6 6,0 4,0 6,5 5,0 6,7 5,2 4,2 5,2 6,0
11 6,0 7,0 2,3 5,0 3,0 6,7 5,2 5,2 4,8 5,2
12 6,0 6,0 7,0 4,0 9,0 4,1 6,3 7,5 3,8 6,7
13 7,0 6,2 4,7 7,8 7,3 6,4 5,3 6,5 6,3 7,5
14 7,0 6,5 7,0 5,6 5,6 6,7 6,1 5,7 6,1 5,6
15 6,0 5,0 5,0 5,0 4,0 6,1 4,7 4,8 5,4 4,6
16 7,2 5,0 6,0 5,0 7,0 5,5 3,6 5,0 6,1 5,5
17 6,5 5,0 6,0 5,0 6,0 5,5 4,9 6,5 6,1 6,2
18 8,6 5,0 7,0 5,0 7,0 7,6 4,8 6,5 4,7 6,5
19 7,0 6,5 8,0 7,0 6,0 7,4 7,5 8,7 6,0 6,3
20 3,5 8,0 4,0 8,0 6,0 6,2 6,3 3,1 6,7 3,8
21 4,0 7,0 7,0 7,0 7,0 5,6 5,1 4,6 4,7 4,6
22 5,0 6,0 7,0 8,0 4,0 6,7 7,0 8,0 7,7 5,5
23 5,0 4,5 4,0 6,0 3,4 7,0 6,1 4,2 5,6 4,2
24 5,0 4,5 4,8 7,0 5,7 4,8 5,9 6,6 8,3 7,2
25 4,0 4,6 6,8 4,0 6,0 3,8 4,6 6,4 4,4 5,5
26 3,5 4,5 4,0 5,5 5,4 6,4 3,7 3,9 4,9 5,1
27 4,0 5,5 5,8 6,3 7,2 3,7 5,2 5,3 5,6 6,3
28 6,5 6,8 7,8 8,5 5,1 4,7 4,7 7,8 7,2 4,9
29 8,0 6,0 7,0 7,4 6,4 4,3 6,5 6,9 7,2 6,1
30 1,0 5,0 8,0 6,0 5,6 5,4 6,5 8,1 6,1 6,4
Rata-
rata 6,1 5,9 5,9 6,3 5,8 5,9 5,6 5,9 5,9 5,7
64

Lampiran 6 Hasil sidik ragam mutu hedonik nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig.

Warna Perlakuan 19,533 4 4,883 1,590 0,180*


Galat 445,300 145 3,071
Total 464,833 149
Aroma Perlakuan 24,934 4 6,234 2,118 0,082*
Galat 426,816 145 2,944
Total 451,751 149
Rasa Perlakuan 21,307 4 5,327 2,242 0,067*
Galat 344,567 145 2,376
Total 365,873 149
Tekstur Perlakuan 98,227 4 24,557 7,575 0,000**
Galat 470,067 145 3,242
Total 568,293 149
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata
** Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
Lampiran 7 Hasil uji lanjut Duncan mutu tekstur nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Subset for alpha = 0.05
Perlakuan N
1 2
100% 30 3,3333
75% 30 5,0333
50% 30 5,1333
25% 30 5,3000
0% 30 5,6667
Sig. 1,000 0,220
Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata

Lampiran 8 Hasil sidik ragam hedonik nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Kuadrat
Jumlah kuadrat df F Sig.
Tengah
Warna Perlakuan 28,773 4 7,193 2,223 0,069*
Galat 469,100 145 3,235
Total 497,873 149
Aroma Perlakuan 57,686 4 14,422 0,403 0,806*
Galat 5182,6 145 35,742
Total 5240,287 149
Rasa Perlakuan 20,467 4 5,117 1,815 0,129*
Galat 408,867 145 2,820
Total 429,333 149
Tekstur Perlakuan 0,427 4 0,107 0,034 0,998*
Galat 455,367 145 3, 14
Total 455,793 149
Keseluruhan Perlakuan 6,333 4 1,583 0,597 0,656*
Galat 384,500 145 2,652
Total 390,833 149
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata
65

Lampiran 9 Hasil analisis sifat fisik


a. Nilai pH adonan nugget
Substitusi tepung ubi jalar ulangan pH pH rata-rata
1 8,343
0% 8,3010,083
2 8,258
1 7,848
25% 7,7960,061
2 7,745
1 7,899
50% 7,8490,068
2 7,799
1 7,4
75% 7,4630,075
2 7,526
1 7,884
100% 7,8450,101
2 7,807

b. Nilai kekerasan nugget


Substitusi tepung ubi jalar ulangan kekerasan (mm) kekerasan (mm)
1 10,09
0% 9,831,46
2 9,56
1 10,54
25% 11,321,46
2 12,1
1 11,53
50% 11,011,46
2 10,49
1 9,15
75% 8,381,46
2 7,61
1 9,76
100% 10,491,46
2 11,21

c. Nilai WHC nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75%
Berat Luasan air Jumlah air Jumlah air
sampel bebas bebas kadar sampel
Ulangan (g) (cm2) (mg) air (%) (mg) %DMA
1 0,3011 8,731 7,7110 62,18 18,7224 58,8142
1 0,3018 8,678 7,1519 62,18 18,7659 61,8889
2 0,3013 8,697 7,3523 61,51 18,533 60,3284
2 0,3029 8,659 6,9515 61,51 18,6314 62,6894
Rata-rata 60,93021,7179

Lampiran 10 Hasil sidik ragam pH adonan nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig.

Perlakuan 0,711 4 0,178 35,818 0,001*


Galat 0,025 5 0,005
Total 0,736 9
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
66

Lampiran 11 Hasil uji lanjut Duncan pH adonan nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
75% 2 7,4630
25% 2 7,7965
100% 2 7,8455
50% 2 7,8490
0% 2 8,3005
Sig. 1,000 0,499 1,000
Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata

Lampiran 12 Hasil sidik ragam kekerasan nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap teridu dan tapioka
Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig.

Perlakuan 10,744 4 2,686 3,2 0,117*


Galat 4,198 5 0,839
Total 14,942 9
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata

Lampiran 13 Hasil uji Independent samples t-test daya mengikat air adonan
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi
tepung ubi jalar 0%
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95% Confidence
(2- Differen Error Interval of the
tailed ce Differen Difference
) ce Lower Upper
Equal 3,0
variances 18E 0,000* -29,147 2 0,001 -26,835 0,9207 -30,7963 -22,8737
assumed +14
Equal
variances not -29,147 1,918 0,001 -26,835 0,9207 -30,9622 -22,7078
assumed
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata

Lampiran 14 Hasil analisis sifat kimia nugget keong tutut setengah matang
substitusi tepung ubi jalar 75%
a. Kadar air
Ulangan berat sampel (g) berat cawan (g) Berat Cawan akhir(g) kadar air (%)
1 3,0199 6,1021 7,6320 49,3394
1 3,1186 6,1762 7,7699 48,8969
2 3,2628 5,8379 7,5553 47,3642
2 3,2582 5,6449 7,3735 46,9462
Rata-rata 48,13671,1602
67

b. Kadar abu
berat sampel berat cawan Berat Cawan akhir kadar abu kadar abu
Ulangan (g) (g) (g) (bb%) (bk%)
1 3,1041 21,9231 22,0017 2,5321 4,9982
1 3,1911 23,0792 23,1628 2,6198 5,1265
2 3,0063 21,933 22,4761 2,5829 4,9071
2 3,047 21,3494 21,4281 2,6198 4,938
Rata-rata 2,58870,0415 4,99250,0970

c. Kadar protein
berat Titrasi Kadar kadar protein kadar protein
ulangan sampel (mg) (ml) N HCl Ar N N (%) (bb%) (bk%)
1 101,8 1,3 1,7512 10,9447 21,6039
1 101,6 1,2 1,6196 10,1227 19,8084
0,0979 14,007
2 101 1,1 1,4935 9,3342 17,7337
2 125,7 1,5 1,6364 10,2274 19,2773
Rata-rata 10,15730,6592 19,60581,5965

d. Kadar lemak
berat berat Berat labu kadar lemak kadar lemak
Ulangan sampel(g) labu (g) akhir (g) (bb%) (bk%)
1 5,0854 109,2168 109,7975 11,419 22,5401
1 5,0372 109,387 109,9694 11,562 22,6248
2 5,0332 111,5914 112,1593 11,2831 21,4361
2 5,0649 105,4373 106,0443 11,9844 22,5892
Rata-rata 11,56210,3037 22,29760,5753

e. kadar karbohidrat
kadar kadar kadar kadar kadar karbohidrat
Ulangan air (bb%) abu (bb%) protein (bb%) lemak (bb%) (bb%)
1 49,3394 2,5321 10,9447 11,4190 25,7648
48,8969 2,6198 10,1227 11,5620 26,7986
2 47,3642 2,5829 9,3342 11,2831 29,4356
46,9462 2,6198 10,2274 11,9844 28,2222
Rata-rata 27,55531,6082

f. Nilai energi nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
kadar kadar kadar Energi
Ulangan protein (bb%) lemak (bb%) karbohidrat (bb%) (kkal)
1 10,9447 11,4190 25,7648 249,6088
1 10,1227 11,5620 26,7986 251,7430
2 9,3342 11,2831 29,4356 256,6270
2 10,2274 11,9844 28,2222 261,6584
Rata-rata 254,90935,3735
68

g. Kadar kalsium nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
berat
Ulanga aliquot
sampel a b peak kalsium Kalsium
n (ml)
(g) sampel (ppm) (mg/100 g)
1 50 1,0016 5,3071 0,2143 169 1587,6474 158,76474
2 50 1,0466 5,3071 0,2143 174 1564,3936 156,43936
Rata-rata 157,60211,6442

h. Kadar serat pangan nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
Kadar serat pangan tidak larut (SPTL)
Berat
sampel SPTL SPTL
Ulangan (g) KS 1 KS2 CW1 CW2 (bb%) (bk%)
1 4,6074 1,1613 1,5796 26,7047 26,7475 8,9046 17,5769
1 4,7216 1,1689 1,6187 24,4224 24,4729 9,2408 18,0827
2 3,9172 1,1778 1,5873 14,9419 14,9872 9,2835 17,6373
2 3,938 1,1728 1,5624 16,8079 16,8485 8,8484 16,6781
Rata-rata 9,06930,2245 17,49380,5887

Kadar serat pangan larut (SPL)


Berat
sampel SPL SPL
Ulangan (g) KS 3 KS4 CW3 CW4 (bb%) (bk%)
1 4,6074 1,1649 1,2201 17,2019 17,2183 0,9155 1,8071
1 4,7216 1,165 1,2102 19,5525 19,5634 0,7891 1,5441
2 3,9172 1,1716 1,2988 16,8479 16,9442 0,7825 1,4865
2 3,938 1,1673 1,2043 23,6102 23,6154 0,8012 1,5101
1,5870,148
Rata-rata 0,82210,0628 7

Kadar Serat pangan total (SPT)


SPTL SPTL SPL SPL SPT SPT
Ulangan (bb%) (bk%) (bb%) (bk%) (bb%) (bk%)
1 8,9046 17,5769 0,9155 1,8071 9,8201 19,384
1 9,2408 18,0827 0,7891 1,5441 10,0299 19,6268
2 9,2835 17,6373 0,7825 1,4865 10,066 19,1238
2 8,8484 16,6781 0,8012 1,5101 9,6495 18,1882
Rata 9,06930,2 17,49380,5 0,82210,0 1,5870,1 9,89140,1 19,08070,6
an 245 887 628 487 943 295

l. Nilai Daya Cerna Protein nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
ulangan pH awal pH akhir pH koreksi Nilai DCP (bb%)
1 8,056 7,393 7,337 77,642
2 8,054 7,354 7,3 78,312
Rata-rata 77,9770,474
Ket : y= 210,464-18,103x
69

Lampiran 15 Hasil uji Independent samples t-test sifat kimia nugget keong tutut
setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi tepung
ubi jalar 0%
a. Hasil uji independent samples t-test air nugget
F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. 95% Confidence
tailed) Differenc Error Interval of the
e Differe Difference
nce Lower Upper
Equal
variances 0,036 0,856* -3,536 6 0,012 -3,1408 0,8882 -5,3142 -0,9674
assumed
Equal
variances not -3,536 5,873 0,013 -3,1408 0,8882 -5,3256 -0,9559
assumed
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata

b. Hasil uji independent samples t-test abu nugget


F Sig. t df Sig. Mean Std. 95% Confidence
(2- Differe Error Interval of the
tailed) nce Differe Difference
nce Lower Upper
Equal
variances 0,177 0,689* 2,268 6 0,064 0,1365 0,0602 -0,0108 0,2837
assumed
Equal
variances
2,268 5,505 0,068 0,1365 0,0602 -0,0141 0,2870
not
assumed
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata

c. Hasil uji independent samples t-test protein nugget


F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference
Lower Upper
Equal variances
0,312 0,597* 1,626 6 0,155 1,5418 0,9481 -0,7781 3,8618
assumed
Equal variances
1,626 5,109 0,164 1,5418 0,9481 -0,8798 3,9635
not assumed
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata

d. Hasil uji independent samples t-test lemak nugget


F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. 95% Confidence
tailed) Differe Error Interval of the
nce Differe Difference
nce Lower Upper

Equal
variances 4,352 0,082* -4,069 6 0,007 -3,044 0,7481 -4,8745 -1,2135
assumed
Equal
variances not -4,069 4,343 0,013 -3,044 0,7481 -5,0579 -1,0302
assumed
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata
70

e. Hasil uji independent samples t-test karbohidrat nugget


F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference
Lower Upper
Equal variances
0,05 0,830* -2,966 6 0,025 -3,9155 1,3203 -7,1461 -0,6848
assumed
Equal variances
-2,966 5,549 0,028 -3,9155 1,3203 -7,2109 -0,6200
not assumed
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata

f. Hasil uji independent samples t-test energi nugget


F Sig. t df Sig. Mean Std. Error 95% Confidence
(2- Difference Difference Interval of the
tailed) Difference
Lower Upper

Equal variances
7,796 0,031* 2,954 6 0,025 9,0737 3,0713 1,5585 16,5890
assumed
Equal variances
2,954 4,31 0,038 9,0737 3,0713 0,7831 17,3644
not assumed
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata

g. Hasil uji independent samples t-test kalsium nugget


F Sig. t df Sig. Mean Std. 95% Confidence
(2- Differe Error Interval of the
tailed) nce Differe Difference
nce Lower Upper
Equal 1,22
variances 1E+1 0,000* -0,361 2 0,753 -8,797 24,359 -113,607 96,013
assumed 5
Equal
variances not -0,361 1,895 0,754 -8,797 24,359 -119,349 101,754
assumed
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata

h. Hasil uji independent samples t-test daya cerna protein nugget


F Sig. t df Sig. Mean Std. 95% Confidence
(2- Differen Error Interval of the
tailed) ce Differe Difference
nce Lower Upper
Equal 7,16
variances 1E+ 0,000* -1,052 2 0,403 -1,6015 1,522 -8,1494 4,9464
assumed 15
Equal
variances not -1,052 1,102 0,471 -1,6015 1,522 -17,1939 13,9909
assumed
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
71

Lampiran 16 Rincian analisis biaya nugget keong tutut dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%

Biaya Bahan Baku


BDD Bahan Berat bahan Harga bahan Biaya
Bahan per hari (g) Mentah (g) per kg per hari
keong tutut 3 990,00 50 000,00 4 000,00 200 000,00
Daging ayam 2 660,00 3 325,00 26 000,00 86 450,00
Tepung ubi jalar 1 175,00 15 000,00 17 625,00
Tepung terigu 187,50 8 000,00 1 500,00
Tepung tapioka 187,50 6 000,00 1 125,00
Bawang merah 400,00 16 000,00 6 400,00
Bawang putih 400,00 22 000,00 8 800,00
Bawang bombay 400,00 12 000,00 4 800,00
Gula putih 100,00 12 000,00 1 200,00
Lada 100,00 12 000,00 1 200,00
Jahe 100,00 15 000,00 1 500,00
Garam 100,00 6 000,00 600,00
Telur 7 500,00 16 000,00 120 000,00
Tepung maizena 500,00 35 000,00 17 500,00
Tepung roti 4 000,00 18 500,00 74 000,00
Tepung terigu 1 000,00 8 000,00 8 000,00
tepung bumbu 2 000,00 22 200,00 44 400,00
susu full cream 250,00 54 000,00 13 500,00
Minyak Goreng 10 000,00 15 000,00 150 000,00
es batu 1 000,00 2 000,00 2 000,00
daun jeruk 2 000,00 8 000,00 16 000,00
jahe 2 000,00 15 000,00 30 000,00,00
daun sereh 2 500,00 8 000,00 20 000,00
jeruk nipis 2 000,00 10 000,00 20 000,00
kemasan 100 000,00
Total bahan 44 550,00 946 600,00
Perhitungan berdasarkan berat adonan 10 kg.

Biaya Operasional
Jenis Biaya per hari (Rp)
BBM 50 000,00
Transportasi 10 000,00
Gas 60 000,00
Listrik 50 000,00
TOTAL 170 000,00
72

Biaya Investasi
Harga Umur Biaya susut Biaya perawatan Total
Alat (Rp) Jumlah (tahun) alat/ hari (Rp) 3 tahun/ hari (Rp) Biaya (Rp)
Pisau 3 000,00 10 1 82,19 0,00 30 000,00
Food processor 900 000,00 10 10 2 465,75 739,70 9 000 000,00
freezer 6 000 000,00 2 20 1 643,84 4 931,50 12 000 000,00
Dandang 100 000,00 8 1 2 191,78 0,00 800 000,00
Cetakan nugget 20 000,00 20 1 1 095,89 0,00 400 000,00
Penyaringan 15 000,00 8 1 328,77 0,00 120 000,00
Sodet 10 000,00 8 1 219,18 0,00 80 000,00
Wajan 50 000,00 8 1 1 095,89 0,00 400 000,00
Baskom 3 000,00 10 1 82,19 0,00 30 000,00
piring 10 000,00 20 1 547,95 0,00 200 000,00
Timbangan 500 000,00 8 2 5 479,45 411,00 4 000 000,00
Tabung gas 300 000,00 4 5 657,53 246,60 1 200 000,00
Kompor gas 300 000,00 4 5 657,53 246,6 1 200 000,00
TOTAL (Rp) 16 547,95 6 575,34 29 460 000,00
Biaya susut alat/hari = (harga x jumlah)/umur/365
Biaya pemeliharaan 3 tahun per hari = (10% x harga)/(365*3)

Biaya Tenaga Kerja


UMR Hari UMR Per hari Jumlah tenaga kerja Biaya TK per hari
(Rp) kerja (Rp) (TK) (Rp)
987.000 22 44 863,64 22 987 000,00

Biaya Total
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Investasi (Biaya susut dan perawatan) 23 123,29
Bahan baku 946 600,00
Tenaga kerja 987 000,00
Operasional 170 000,00
Total biaya 2 126 723,29
Margin (30%) 638 016,99
Total keseluruhan 2 764 740,27
Harga produk per kilogram (Rp) 62 059,27
Harga produk per 100 gram (Rp) 6 205,93
Harga Produk per kilogram = Total keseluruhan/ berat total bahan baku x 100 g
73

Lampiran 17 Gambar bahan dan analisis nugget

Tepung ubi jalar Tepung terigu

Adonan nugget Adonan nugget


sebelum dikukus setelah dikukus

Nugget keong tutut Nugget keong tutut


tanpa tepung ubi dengan tepung ubi
jalar jalar 75%

Analisis lemak Analisis daya cerna


protein

Anda mungkin juga menyukai