NURHIDAYAH
NURHIDAYAH
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
Disetujui :
Dosen Pembimbing
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Tanggal Lulus :
ABSTRACT
NURHIDAYAH. Effect of Using Sweet Potato Flours (Ipomoea batatas L) on
Physicochemical and Sensory Qualities of Freshwater Snail (Bellamnya
javanica) Nuggets as Protein and High Calcium Food Source. Under
direction of EVY DAMAYANTHI.
Sweet potato flour has high water binding capacity that can be used as
binder in nugget processing. In the other hand, utilization of freshwater snail as a
cheap protein and high calcium source (due to its abundant availibility in
indonasia paddy field water) with low fat content is still low. Making of this
freshwater snail nugget expected to optimize the freshwater snail and sweet
potato consumption as local food. The objective of this research was to study the
effect of using sweet potato flour in physicochemical and sensory properties of
freshwater snail nugget. Sweet potato flour substitition level toward tapioca and
wheat flour was 0%, 25%, 50%, 75% and 100%. The Determination of
freshwater snail nugget formula was done by trial and error in order to find the
right composition. Nugget then be analysed for its sensory and physical
properties. The best product was choosen by the consideration of the sensory
evaluation. This best product then analysed for its chemical properties, protein
digestibility and water holding capacity (WHC). A nugget without the substitution
of sweet potato flour was used as control. Results showed that there is no
significant influence (p>0,05) of sweet potato flour substitution in colour, odor,
taste, overall and hardness evaluation of nugget but give the significant influence
(p<0,05) in texture and pH value. The 75% sweet potato flour substitution formula
was the best product choosen based on the sensory evaluation. Significant
differences (p<0,05) showed in WHC, energy content, calcium content and
protein digestibility between the the best product and control, but there are no
significant difference (p>0,05) in water, ash, protein, fat and carbohydrate
content. The 75% sweet potato flour substitution freshwater snail nugget can be
claimed as protein and high calcium source (protein 17%, and calcium 20% from
the Indonesia Recommended Dietary Allowance). For common health purpose,
the 75% sweet potato flour substitution seem to be more potential than wheat
flour as nutritious nugget not only due to its protein, high calcium source but also
due to dietary fiber source.
Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT atas rahmat
dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Pengaruh Penggunaan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) terhadap Mutu
Fisikokimia dan Organoleptik Nugget Keong tutut (Bellamnya javanica) sebagai
Makanan Sumber Protein dan Tinggi Kalsium. Penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibunda dan seluruh keluarga penulis atas kasih sayang, perhatian
dan dukungan dalam bentuk materi maupun moral. Selain itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, kritik dan saran
serta dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2. Ir. Eddy Setyo Mudjajanto selaku dosen pemandu seminar.
3. Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen penguji atas segala saran dan
masukkan yang diberikan.
4. Dr. Ir. Drajat Martianto, MS selaku dosen pembimbing akademik.
5. Bapak Mashudi atas segala bantuan, masukan dan saran yang diberikan.
6. Para Laboran (Ibu Rizky, Pak Basri, Ibu Titi dan Ibu Nina serta Ibu Rubiyah).
7. Sahabat seperjuangan: Miftakhurrahmah dan Eva Fitrina P, serta teman-
teman pembahas: Desy Afriyanti, Oktarina dan Yustika Segar Negari.
8. Yulaika Widhiastuti, Dianita Yuliani, Diniarti Prayuni, Lely Martina, Nurlailati
Ramdhani, Kustiyana dan Catur Wulandari DS atas segala perhatian dan
dukungan yang telah diberikan.
9. Semua sahabat Gizi Masyarakat 43, 42, 44 dan Pondok Amany atas
dukungan dan semangat yang diberikan.
10. Keluarga Besar Gizi Masyarakat: para pengajar, staf TU atas segala
bantuannya.
11. Rekan-rekan di Laboratorium (KOPLAG).
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang
telah membantu, namun tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi semua pihak.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.. iii
DAFTAR GAMBAR. iv
DAFTAR LAMPIRAN.. v
PENDAHULUAN
Latar Belakang.. 1
Tujuan 3
Kegunaan .. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Nugget 4
Bahan Pembuatan Nugget.. 4
Keong Tutut.. 4
Daging Ayam 6
Bahan Pengikat 6
Tepung Ubi Jalar. 7
Tepung Tapioka.. 9
Tepung Terigu. 10
Batter dan Breader.. 11
Bahan Pembantu..... 12
Proses Pembuatan Nugget. 13
Penggilingan dan Pencampuran... 13
Pengukusan dan Pencetakkan.. 13
Battering dan Breading... 14
Pre-frying dan Frying... 14
Pembekuan... 15
Uji Organoleptik. 15
Warna 15
Aroma 16
Rasa... 16
Tekstur... 16
METODE
Waktu dan Tempat... 17
Bahan dan Alat.. 17
Metode .. 17
Penelitian Pendahuluan.. 18
Bahan Pembuatan Nugget 18
Proses Pembuatan Nugget 19
Penelitian Lanjutan.. 21
Uji Organoleptik Nugget. 21
Uji Sifat Fisikokimia Nugget.. 21
Rancangan Percobaan 21
Pengolahan dan Analisis Data 22
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembuatan Nugget.. 23
Sifat Organoleptik. 26
Mutu Hedonik 26
Warna 27
ii
Aroma 28
Rasa.. 28
Tekstur.. 28
Hedonik (Kesukaan). 29
Warna 30
Aroma 30
Rasa.. 31
Tekstur.. 31
Keseluruhan. 32
Sifat Fisik 33
Nilai pH adonan 33
Kekerasan. 35
Daya Mengikat Air 36
Sifat Kimia.. 36
Kadar Air 37
Kadar Abu. 38
Kadar Protein 39
Kadar Lemak 39
Kadar Karbohidrat 40
Nilai Energi 40
Kadar Serat Pangan 41
Kadar Kalsium.. 42
Daya Cerna Protein. 43
Kontribusi Zat Gizi Nugget Formula Terpilih terhadap AKG..... 43
Harga Nugget Formula Terpilih.. 44
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 45
Saran.. 46
DAFTAR PUSTAKA 47
LAMPIRAN... 51
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Klasifikasi keong tutut.......................................................................... 5
2 Komposisi daging keong tutut per 100 gram BDD............................ 5
3 Kandungan zat gizi ubi jalar per 100 gram.......................................... 8
4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 gram.................................. 9
5 Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g.......................................... 10
6 Komposisi kimia tepung terigu per 100 g............................................. 11
7 Formulasi nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar
yang bertingkat dalam 105 g adonan.................................................. 19
8 Nilai rata-rata mutu hedonik dan hedonik nugget keong tutut pada
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka.................................................................................................. 26
9 Persentase penerimaan panelis pada nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka.................................................................................................. 30
10 Sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung
ubi jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0%................................. 37
11 Kandungan zat gizi dan persentase AKG pada nugget keong tutut
setengah matang dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per
takaran saji........................................................................................... 44
12 Harga nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
serta harga produk nugget ayam komersil........................................ 44
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Keong tutut.......................................................................................... 4
2 Skema penelitian................................................................................. 18
3 Proses pembuatan nugget keong tutut modifikasi
Patriani................................................................................................ 20
4 Tepung ubi jalar dan tepung terigu...................................................... 23
5 Adonan nugget sebelum dan sesudah dikukus................................... 25
6 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata mutu
hedonik nugget keong tutut matang.................................................... 27
7 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata
hedonik nugget keong tutut matang.................................................... 29
8 Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar
75%..................................................................................................... 33
9 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap pH adonan nugget
keong tutut........................................................................................... 34
10 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap kekerasan nugget
keong tutut setengah matang.............................................................. 35
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Formulir uji organoleptik mutu hedonik produk nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar..................................................... 52
2 Formulir uji organoleptik hedonik produk nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar..................................................... 53
3 Prosedur analisis sifat fisik................................................................ 54
4 Prosedur analisis sifat kimia.............................................................. 55
5 Hasil uji organoleptik.......................................................................... 59
6 Hasil sidik ragam mutu hedonik nugget keong tutut matang pada
berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka...... 64
7 Hasil uji lanjut Duncan mutu tekstur nugget keong tutut matang
dengan berbagai substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka................................................................................................ 64
8 Hasil sidik ragam hedonik nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka..................... 64
9 Hasil analisis sifat fisik...................................................................... 65
10 Hasil sidik ragam pH adonan nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka..................... 65
11 Hasil uji lanjut Duncan pH adonan nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan
tapioka............................................................................................ 66
12 Hasil sidik ragam kekerasan nugget keong tutut dengan berbagai
substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka..................... 66
13 Hasil uji independent samples t-test daya mengikat air adonan
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% dan
substitusi tepung ubi jalar 0%........................................................... 66
14 Hasil analisis sifat kimia nugget keong tutut setengah matang
substitusi tepung ubi jalar 75%......................................................... 66
15 Hasil uji independent samples t-test sifat kimia nugget keong tutut
setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi
tepung ubi jalar 0%........................................................................... 69
16 Rincian analisis biaya nugget keong tutut dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%..................................................................................... 71
17 Gambar bahan dan analisis nugget.................................................. 73
vi
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makanan pokok untuk masyarakat idealnya bersumber dari bahan baku
lokal agar biayanya dapat ditekan. Saat ini, masyarakat Indonesia menjadi salah
satu pengonsumsi tepung terigu terbesar, padahal bahan baku tepung terigu sulit
untuk tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tepung terigu berasal dari
gandum yang diperoleh dari hasil impor padahal masih banyak pangan sumber
karbohidrat selain gandum yang dapat tumbuh dengan baik di Indonesia, salah
satu contohnya adalah ubi jalar.
Ubi jalar memiliki prospek yang bagus sebagai komoditas unggulan.
Tanaman ini dapat tumbuh di sembarang tanah, mudah dalam pemeliharaannya,
tahan terhadap kering dan biaya produksi yang murah. Produksi ubi jalar di
Indonesia pada tahun 2009 telah mencapai 2.057.913 ton/tahun (BPS 2009).
Selain itu, ubi jalar mengandung zat gizi yang berpengaruh positif pada
kesehatan. Hasil penelitian di North Caroline Stroke Assosiation, American
Cancer Society dan American Heart Association menyatakan bahwa ubi jalar
merupakan salah satu jenis makanan bergizi dengan banyak manfaat dan dapat
mencegah berbagai penyakit. Serat pangan (dietary fiber) ubi jalar, merupakan
polisakarida bukan pati dan dalam sistem pencernaan yang tidak tercerna dan
tidak terabsorbsi dalam usus halus, tetapi terfermentasi dalam usus besar
(Cordell 2010).
Selama ini pemanfaatan ubi jalar menjadi bahan olahan yang memiliki
masa simpan relatif lama dan bernilai ekonomis masih terbatas. Sebagian besar
produksi ubi jalar masih digunakan sebagai bahan pangan, baik sebagai
makanan pokok maupun makanan sampingan. Sebagian lainnya telah digunakan
untuk pakan dan bahan baku industri, terutama saos. Diversifikasi pemanfaatan
dan peningkatan nilai tambah ubi jalar, antara lain dapat dilakukan melalui
pengolahan menjadi bentuk setengah jadi, seperti tepung ubi jalar yang
selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan substitusi terigu pada produk roti,
biskuit, cookies, kue dan mi. Hal ini dapat terjadi karena sifat fungsional dari
tepung ubi jalar terutama gelatinisasi pati. Selain itu, tepung ubi jalar juga
berfungsi sebagai bahan pengikat dan penstabil karena daya ikat airnya yang
tinggi (Pusbangtepa 1999). Karena kemampuan mengikat airnya yang tinggi,
maka tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam
pembuatan produk olahan pangan. Salah satu produk olahan pangan yang
2
TINJAUAN PUSTAKA
Nugget
Menurut BSN (2002) nugget adalah produk olahan yang dicetak, dimasak
dan dibekukan, dibuat dari campuran daging giling yang diberi bahan pelapis
(batter dan breader) dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan
bahan tambahan makanan yang diizinkan. Menurut Tanoto (1994) nugget adalah
suatu bentuk produk olahan dari daging giling yang merupakan emulsi minyak
dalam air. Daging giling diberi bumbu-bumbu serta dicampur dengan bahan
pengikat kemudian dicetak menjadi bentuk-bentuk tertentu selanjutnya dilumuri
dengan tepung roti dan digoreng. Rasa nugget lebih gurih dibandingkan daging
utuh. Produk nugget yang dijual secara komersial pada umumnya terbuat dari
daging ayam.
Nugget pada umumnya berbentuk persegi panjang, ketika digoreng
warna nugget menjadi kekuningan dan kering. Hal yang terpenting dari nugget
adalah penampakan produk akhir, warna, tekstur dan aroma (Owens 2001).
Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu: penggilingan
yang disertai oleh pencampuran bumbu dan bahan pengikat; pencetakkan;
breading; pre-frying dan pembekuan (Tanoto 1994).
Bahan Pembuatan Nugget
Keong Tutut
Keong tutut (Bellamnya javanica van den Bush), termasuk filum Mollusca
dengan famili Viviparidae. Keong tutut hidup di perairan dangkal yang berdasar
lumpur dan ditumbuhi rerumputan air, dengan aliran air yang lamban, seperti
sawah, rawa-rawa, pinggir danau, sungai kecil, lebih menyukai perairan yang
jernih dan bersih. Di Indonesia keong ini tersebar dari Sumatera sampai Irian
Jaya (LIPI 1977).
Keong air tawar ini mudah dikenal karena bentuk cangkangnya seperti
kerucut, meruncing ke belakang dan berwarna hijau kehitaman. Ukurannya dapat
mencapai sebesar biji pala. Bagi penduduk Indonesia bagian barat, terutama
yang tinggal atau berasal dari Jawa, tutut merupakan sumber protein yang sudah
banyak dikonsumsi. Daging yang dapat dimakan beratnya sekitar 4-5 g dari berat
total. Keong tutut hanya memakan tanaman air seperti jenis lumut, ganggang,
dan bahan organik. Cara pengambilan tutut mudah dan sudah umum
diperdagangkan. Keong ini berkembang biak dengan telur, akan tetapi seluk
beluk daur hidupnya belum banyak diketahui (LIPI 1997).
Tabel 2 komposisi kimia daging keong tutut per 100 g BDD
Komponen Tutut 1 Sapi 2 Ayam2 Ikan Mas2 Telur ayam2
Energi (Kalori) 64 273 298 86 154
Protein (g) 11,8 17,5 18,2 16,0 12,4
Lemak (g) 5,3 22,0 25,0 2,0 10,8
Karbohidrat (g) 3,0 0 0 0 0,7
Kalsium (mg) 299,2 10,0 14,0 20,0 86,0
Fosfor (mg) 122,5 150,0 200,0 150,0 258,0
Besi (mg) 11,7 2,6 1,5 2,0 3,0
Air (g) 75,8 60,0 55,9 80,0 74,3
Sumber :1 Risjad (1996)
2
Persagi (2008)
Tabel 2 menunjukkan bahwa daging keong tutut memiliki beberapa
kelebihan zat gizi, seperti kandungan lemak yang rendah, sehingga dapat
digunakan sebagai menu bagi orang yang sedang menjalankan diet rendah
lemak. Tingginya kalsium dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral
dalam pembentukan tulang dan gigi. Kandungan zat besi yang tinggi dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan mineral dalam pembentukan sel darah
merah.
6
Daging Ayam
Daging ayam merupakan bahan makanan yang mengandung gizi tinggi,
memiliki rasa dan aroma yang enak, tekstur yang lunak dan harga yang relatif
murah, sehingga disukai hampir semua orang. Komposisi kimia daging ayam
terdiri atas protein 18,2% , lemak 25%, air 55,9%, energi 298%, kalsium 14%,
dan besi 1,5% (Persagi 2008).
Komponen daging ayam yang paling mahal adalah otot. Otot dada terdiri
atas serabut putih sedangkan otot paha selain serabut putih juga mengandung
serabut merah atau gelap. Perbedaan serabut ini akan berpengaruh terhadap
komposisi daging, sifat biokimia dan karakteristik sensori serta nilai ekonomis.
Daging putih mengandung kadar protein lebih tinggi daripada daging merah,
akan tetapi kadar lemaknya lebih rendah dan sebagian besar terdiri atas lemak
jenuh. Daging dada memiliki kadar air yang lebih rendah dibandingkan dengan
bagian-bagian lainnya, tetapi memiliki kadar protein yang lebih tinggi
dibandingkan dengan bagian-bagian lainnya (Soeparno 2005).
Menurut Lawrie (2003), protein daging terdiri atas miofibrilar,
sarkoplasmik, mitokondria dan jaringan ikat. Beberapa parameter yang
menentukan sifat fisik daging adalah kekenyalan, kekerasan, daya iris dan daya
mengikat air. Berdasarkan hasil penelitian Ertiningsih (1993), ayam ras memiliki
kekenyalan, kekerasan dan daya iris yang lebih rendah dibanding dengan ayam
buras sedangkan daya mengikat airnya lebih tingi.
Bahan Pengikat
Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan dalam industri makanan
untuk mengikat air yang terdapat dalam adonan. Salah satu bahan yang
digunakan sebagai pengikat adalah tepung. Fungsi bahan pengikat adalah untuk
memperbaiki stabilitas emulsi, menurunkan penyusutan akibat pemasakan,
memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk, membentuk
tekstur yang padat dan menarik air dari adonan (Branen et al. 1990).
Tepung pati dapat meningkatkan daya mengikat air karena kemampuan
menahan air selama proses pengolahan dan pemanasan. Tepung dapat
mengabsorpsi air 2-3 kali lipat dari berat semula. Oleh karena sifat tersebut,
maka adonan akan menjadi lebih besar (Ockerman 1983). Salah satu tepung
yang dapat digunakan sebagai bahan pengikat adalah tepung ubi jalar karena
daya mengikat airnya yang tinggi (Pusbangtepa 1999).
7
varietas yang berbeda yang ditanam pada lokasi yang sama (Pusbangtepa
1999). Kandungan zat gizi ubi jalar disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kandungan Zat Gizi Ubi Jalar per 100 gram
Zat Gizi Ubi jalar merah Ubi jalar Putih Ubi jalar kuning
Energi (kal) 151 88 119
Protein (g) 1,6 0,4 0,5
Karbohidrat (g) 35,4 20,6 25,1
Lemak (g) 0,3 0,4 0,4
Kalsium (mg) 29,0 30,0 30,0
Besi (mg) 0,7 0,5 0,4
Fosfor (mg) 74,0 10,0 40,0
Vitamin C (mg) 10,5 36,0 21,0
Tiamin (mg) 0,13 0,25 0,06
Air (g) 61,9 77,8 70,9
Karoten total (g) 1208,0 264,0 4948,0
Serat (g) 0,7 4,0 4,2
Abu (g) 0,6 0,8 1,0
Riboflavin (mg) 0,08 0,06 0,07
Niacin (mg) 0,7 - 0,7
Sumber: Persagi (2008)
Sebagian besar karbohidrat pada ubi jalar terdapat dalam bentuk pati.
Komponen lain adalah serat pangan dan beberapa jenis gula yang bersifat larut
seperti maltosa, sukrosa, fruktosa dan glukosa. Sukrosa merupakan gula yang
banyak terdapat dalam ubi jalar. Total gula dalam ubi jalar berkisar antara 5,64%
hingga 38% (bb). Kandungan gula dalam ubi jalar yang telah dimasak jumlahnya
meningkat bila dibandingkan dengan jumlah gula pada ubi jalar mentah (Sulistiyo
2006).
Karakteristik ubi jalar yang berhubungan dengan karbohidrat adalah
kecenderungan timbulnya flatulensi setelah mengonsumsi ubi jalar. Flatulensi
disebabkan oleh gas H2, CH4 dan CO2 yang bersama-sama membentuk gas
flatus yang merupakan hasil samping fermentasi karbohidrat yang tidak tercerna
dalam tubuh yang dilakukan oleh mikroflora usus. Karbohidrat yang tidak
tercerna menyediakan substrat bagi pertumbuhan dan metabolisme mikroflora
usus. Substrat tersebut mempercepat pertumbuhan bakteri sehingga
menghasilkan metabolit yang berfungsi sebagai penjaga kesehatan bagi usus
halus dan kolon (Johnson & Southgate 1994).
Salah satu produk ubi jalar yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pada industri pangan adalah tepung ubi jalar. Hasil penelitian Suismono (1995)
menunjukkan bahwa untuk menghasilkan tepung ubi jalar yang baik, maka ubi
diproses melalui beberapa tahap yaitu pengupasan, penyawutan, perendaman di
dalam larutan bisulfit 0,2%, pengepresan, pengeringan dan penepungan. Sammy
9
(1970) menyatakan bahwa untuk memperbaiki warna tepung ubi jalar dapat
dilakukan dengan cara ubi diiris dengan ketebalan 2-3 mm, dicelupkan ke dalam
larutan sodium metabisulfit, kemudian dicuci 2 kali sebelum dikeringkan.
Tepung ubi jalar dapat dibuat dengan menggunakan beberapa metode
pengeringan, diantaranya pengeringan dengan menggunakan bantuan sinar
matahari (Santosa et al. 1994) dan menggunakan alat pengering seperti mesin
pengering sawut ubi jalar (Sutrisno & Ananto 1999), oven dan drum dryer. Ubi
jalar banyak mengandung senyawa fenol sehingga pada proses pembuatan
(pengupasan, pemotongan dan pengeringan) terjadi proses pencoklatan
enzimatis. Di samping itu, tingginya kadar gula dan serat pada ubi jalar dapat
mempengaruhi warna tepung (Antarlina 2003).
Tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan dalam pembuatan
makaroni dan kue, sebagai bahan pengisi, pengikat dan penstabil karena daya
mengikat airnya tinggi (Pusbangtepa1999). Karakteristik kimia tepung ubi jalar
berbeda antar varietas. Komposisi kimia tepung ubi jalar antara varietas ubi jalar
disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Komposisi kimia tepung ubi jalar per 100 g
Tepung ubi jalar
Komponen Putih Kuning Merah
Air (g) 6,40 4,50 4,25
Abu (g) 1,78 2,05 2,92
Protein (g) 2,35 2,85 2,36
Lemak (g) 0,75 0,45 0,76
Karbohidrat (g) 79,41 79,36 65,93
Serat kasar (g) 2,45 3,31 4,19
Pati (g) 80,46 79,81 85,32
Gula (g) 5,23 5,51 18,38
-karoten (g) 303,00 909,00 794,10
Amilosa 26,55 25,00 24,50
Sumber : Marahastuti (1993)
Menurut Honestin (2007), granula pati tepung ubi jalar memiliki bentuk
poligonal, bulat, hingga lonjong dengan ukuran granula tidak seragam. Ukuran
granula pati ubi jalar yang belum tergelatinisasi berkisar antara 2-10 m,
sedangkan granula pati ubi jalar dengan perlakuan pemasakan berkisar antara
20-60 m. Menurut Iwansyah (2005), tepung ubi jalar memiliki suhu gelatinisasi
awal 76,50C dan suhu gelatinisasi maksimum 106,50C. Suhu gelatinisasi tepung
ubi jalar lebih tinggi jika dibandingkan dengan tapioka dan terigu.
Tepung Tapioka. Ubi kayu adalah tanaman yang dapat tumbuh subur di
Indonesia. Ubi kayu menghasilkan umbi yang mengandung pati (karbohidrat)
sebanyak 32,4 g per 100 gram ubi kayu. Salah satu bentuk olahan dari umbi
10
kayu adalah tapioka. Tepung tapioka adalah pati yang diperoleh dari hasil
ekstraksi ubi kayu (Manihot utilissima), yang telah mengalami pencucian,
pemarutan, pengendapan dan pengeringan pati (BPPT 2000).
Beberapa sifat pati yang penting adalah tidak berasa manis, tidak mudah
larut dalam air dingin, membentuk pasta dan gel dalam air panas, sebagai
sumber cadangan energi dalam tanaman. Hidrolisa pati akan menghasilkan
glukosa dan bila hidrolisa tidak sempurna akan menghasilkan dekstrin dan sifat
viskositasnya yang besar dapat digunakan untuk mengentalkan makanan (Potter
& Hotckiss 1995).
Tepung tapioka memberikan cita rasa yang lunak dan dapat digunakan
sebagai bahan pengental, bahan pengisi serta bahan pengikat dalam industri
makanan seperti dalam pembuatan puding, makanan bayi dan sosis (Matz
1997). Menurut Fennema (1996), kandungan amilosa tapioka sebanyak 17%.
Komposisi kimia tepung tapioka dalam 100 g dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Komposisi kimia tepung tapioka per 100 g
Komponen Jumlah
Air (g) 9,1
Karbohidrat (g) 88,2
Protein (g) 1,1
Lemak (g) 0,5
Abu (g) 1,1
Serat (g) -
Sumber : Persagi (2008)
Tepung tapioka mempunyai sifat dapat bergelatinisasi pada suhu relatif
rendah sehingga tepung tapioka mudah dan cepat membengkak bila dipanaskan
dalam air. Pemanasan pati dalam air menyebabkan terjadinya pembengkakan
granula dengan cepat. Granula pati dalam air dingin akan menyerap air dan
membengkak namun jumlah air yang terserap hanya mencapai kadar 30 persen.
Granula pati akan menyerap air dan terjadi peningkatan volume dalam air pada
suhu 550C sampai 650C yang merupakan pembengkakan yang sesungguhnya.
Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa, tetapi bersifat tidak kembali
lagi pada kondisi semula. Perubahan tersebut disebut gelatinisasi. Suhu pada
saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi (Winarno 2008).
Tepung Terigu. Tepung terigu berasal dari biji gandum yang digiling. Biji
gandum dihasilkan oleh tanaman Triticum sp, yang tumbuh di daerah sub tropis
(Arpah 1993). Berdasarkan komposisi gandum, gandum dibagi menjadi dua,
yaitu gandum keras (hard wheat) dan gandum lunak (soft wheat). Gandum keras
mengandung banyak gluten dan gandum lunak mengandung gluten yang rendah
11
(Gaman & Sherrington 1992). Komposisi kimia tepung terigu dalam 100 g dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Komposisi kimia tepung terigu per 100 g
Komponen Jumlah
Air (g) 11,8
Karbohidrat (g) 77,2
Protein (g) 9,0
Lemak (g) 1,0
Kalsium (mg/100 g) 22,0
Besi (mg/100 g) 1,3
Vitamin B1(mg/100 g) 0,1
Serat (g) 0,3
Sumber: Persagi (2008)
Tepung terigu berdasarkan kegunaannya dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu tepung keras dan tepung lunak. Tepung yang keras adalah tepung
yang terbuat dari gandum keras dengan kadar protein 11-13%, menghasilkan
adonan yang sukar meregang, kenyal, mempunyai daya serap air yang tinggi,
memiliki daya kembang yang baik dan mempunyai daya menahan gas yang baik.
Tepung yang lunak adalah tepung yang terbuat dari gandum lunak dengan kadar
protein 8-9%, menghasilkan adonan yang kurang meregang, kurang kenyal dan
mempunyai daya serap air yang rendah (US Wheat Associates 1981). Menurut
Fennema (1996), terigu mengandung amilosa sebanyak 28%.
Batter dan Breader
Menurut Barbut (2002), perekat tepung (batter) adalah bahan-bahan yang
digunakan untuk melapisi produk. Bahan utama yang biasa digunakan sebagai
batter adalah tepung terigu, tepung maizena, protein, gum dan bahan
pengembang. Salah satu jenis protein yang dapat digunakan sebagai batter
adalah telur. Telur ayam mempunyai struktur yang sangat khusus dan
mengandung gizi yang baik. Telur juga mempunyai sifat pengemulsi yaitu
dengan membentuk lapisan elastis yang menyelubungi butiran (fase terdispersi).
Breader adalah bahan yang yang ditambahkan di atas batter yang dapat
memperbaiki penampakan dan tekstur serta meningkatakan volume dan berat
produk. Bahan yang biasa digunakan sebagai breader adalah tepung roti.
Pelumuran tepung roti (breader) merupakan bagian yang penting dalam
proses pembuatan produk pangan beku dan industri pangan yang lain. Breader
dapat membuat produk tersebut menjadi renyah, lebih enak dan lezat. Tepung
yang digunakan pada proses breading adalah tepung roti yang dikeringkan dan
dihaluskan sehingga terbentuk serpihan. Tepung roti yang digunakan harus
segar, berbau khas roti, tidak berbau tengik atau asam, warna cemerlang,
12
serpihan rata, tidak berjamur dan tidak mengandung benda asing. Batter dan
breader digunakan untuk melapisi produk-produk makanan dan dapat digunakan
untuk melindungi dari dehidrasi selama pemasakan dan penyimpanan
(Cuningham & Suderman 1983).
Bahan Pembantu
Bahan pembantu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dengan tujuan
untuk meningkatkan konsistensi nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman
dan kebasaan serta untuk menetapkan bentuk dan rupa (Winarno et al. 1980).
Bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatan nugget adalah garam, gula,
bumbu-bumbu yakni bawang putih, dan lada.
Garam merupakan komponen yang banyak ditambahkan dalam produk
daging. Penambahan garam bertujuan untuk melarutkan protein terutama miosin
dan aktin serta meningkatkan daya mengikat airnya sehingga terbentuk produk
nugget dengan tekstur yang baik. Konsentrasi garam yang tinggi pada produk
daging dapat menghentikan atau menekan pertumbuhan mikroorganisme.
Garam juga biasa digunakan pada produk daging sebagai penegas cita rasa
(Barbut 2002).
Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan
menyebabkan terjadinya penggumpalan atau salting out dan rasa produk yang
terlalu asin. Selain garam pemakaian gula dan bumbu-bumbu juga dapat
memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Pemakaian gula dapat
mempengaruhi cita rasa yaitu menambahkan rasa manis, kelezatan,
mempengaruhi aroma dan tekstur daging serta menetralisir garam yang
berlebihan ( Buckle et al. 1997).
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk
meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan
alami yang biasanya ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk
sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan. Bau
khas pada bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung
komponen sulfur. Selain itu bawang putih mengandung protein, lemak, vitamin B
dan vitamin C serta mineral (kalsium, fosfat, besi dan belerang) (Palungkun &
Budiarti 1992).
Lada sering ditambahkan dalam bahan pangan untuk meningkatkan cita
rasa sekaligus memperpanjang daya awetnya. Lada disukai karena memiliki dua
sifat penting yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas lada disebabkan oleh
13
zat piperin dan piperanin serta khavisin yang merupakan persenyawaan dari
piperin dengan alkaloida (Rismunandar 1993).
Proses Pembuatan Nugget
Pembuatan nugget pada dasarnya mencakup lima tahap, yaitu:
penggilingan; pengukusan dan pencetakan; battering dan breading; pre-frying
dan pembekuan.
Penggilingan dan Pencampuran
Proses penggilingan sebaiknya dilakukan pada suhu di bawah 200C.
Pendinginan ini bertujuan untuk mencegah denaturasi protein aktomiosin oleh
panas, karena pada proses penggilingan terjadi gesekan-gesekan yang
menimbulkan panas. Selain itu, pada proses penggilingan daging sebaiknya
ditambahkan dengan garam untuk mengekstrak aktomiosin sehingga akan
terbentuk produk dengan stabilitas emulsi yang baik (Tanoto 1994).
Menurut Kramlich et al. (1973), cara yang dapat digunakan agar suhu
tetap di bawah 200C selama proses penggilingan adalah dengan menambahkan
air dalam bentuk serpihan es ke adonan nugget. Air ini penting untuk membentuk
adonan yang baik dan untuk mempertahankan temperatur selama penggilingan.
Air ini selain berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging juga
berfungsi untuk melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang
akan melarutkan protein miofibril. Setelah dilakukan penggilingan dilakukan
pencampuran bahan-bahan sesuai dengan formula.
Pengukusan dan Pencetakan
Pengukusan merupakan proses pemanasan yang sering diterapkan pada
sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Tujuan
pengukusan bergantung pada perlakuan lanjutan terhadap bahan pangan.
Pengukusan sebelum pembekuan terutama untuk menginaktifkan enzim yang
akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa dan nilai gizi yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan (Hariss & Karmas 1989).
Menurut Winarno (2008), gelatinisasi merupakan pengembangan dan
proses tidak teratur yang terjadi dalam granula-granula pati ketika dipanaskan
dengan air. Pengembangan granula-granula pati selama pemasakan disebabkan
karena penetrasi air dan hidrasi molekul pati. Pati akan mengembang setelah
mencapai suhu kritis. Pengembangan pati akan menghasilkan pasta yang kenyal
atau gel yang kaku.
14
pangan pada waktu menggoreng. Pembentukan kerak terjadi akibat panas dari
lemak sehingga menguapkan air yang terdapat pada bagian luar pangan.
Selama proses menggoreng berlangsung, sebagian minyak masuk ke bagian
kerak dan bagian luar dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh
air (Ketaren 2005).
Pembekuan
Proses akhir dari pembuatan nugget adalah freezing atau pembekuan.
Tujuan dari pembekuan adalah menurunkan suhu produk matang dari 760C
menjadi -180C sehingga akan membunuh mikroba tahan panas yang belum
matang. Penentuan suhu produk -180C berdasarkan pertimbangan bahwa suhu
tersebut tidak memungkinkan adanya pertumbuhan mikroba sehingga produk
aman untuk dikonsumsi (Anggraini 2002).
Pembekuan adalah sebuah unit operasi yang menurunkan suhu bahan
pangan sampai di bawah titik beku sehingga proporsi air dalam bahan pangan
berubah bentuk menjadi kristal es. Perubahan bentuk air menjadi kristal es
menyebabkan turunnya aktivitas air (aw) bahan pangan. Kombinasi dari suhu
yang rendah, berkurangnya aw dan adanya perlakuan awal untuk beberapa
bahan pangan seperti blansir menjadi suatu bentuk pengawetan bagi bahan
pangan yang dibekukan. Hanya ada sedikit perubahan kandungan gizi atau
kualitas sensori apabila mengikuti prosedur penyimpanan dan pembekuan yang
benar. Secara umum semakin rendah suhu penyimpanan beku maka semakin
kecil terjadinya perubahan biokimia dan mikrobiologi produk (Fellows 2000).
Uji Organoleptik
Menurut Barbut (2002), uji organoleptik adalah metode ilmiah yang
digunakan untuk mengukur, menganalisis dan menerjemahkan respon terhadap
produk yang dihasilkan melalui indera pengecapan, peraba, pembauan,
penglihatan dan pendengaran. Pengecapan dan perabaan dapat dilakukan oleh
mulut, yang dihubungkan dengan rasa produk; penglihatan dihubungkan dengan
penampakan produk secara keseluruhan, termasuk didalamnya warna; dan
pendengaran dihubungkan dengan kerenyahan produk. Menurut Mailgaard et al.
(1999), uji organoleptik dapat dilakukan pada penampakan (warna), aroma, rasa
dan tekstur dari suatu produk.
Warna
Cara utama yang dipakai dalam penilaian mutu komoditi pangan adalah
dengan penglihatan. Orang dapat mengenal dan menilai bentuk, ukuran,
16
METODE
Penelitian pendahuluan
Penentuan formula
nugget
Penelitian Lanjutan
Tabel 7 Formulasi bahan nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar
yang bertingkat dalam 105 g adonan
Berat Bahan (g)
Jenis Bahan Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap
tepung terigu dan tapioka
(0%) (25%) (50%) (75%) (100%)
Daging keong tutut 39,9 39,9 39,9 39,9 39,9
Daging Ayam 26,6 26,6 26,6 26,6 26,6
Tepung Terigu dan tapioka (1:1) 15 11,25 7,5 3,75 0
Tepung ubi jalar 0 3,75 7,5 11,75 15
Es Batu 10 10 10 10 10
Susu Full Cream bubuk 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Bawang Putih 2 2 2 2 2
Garam 1 1 1 1 1
Gula 1 1 1 1 1
Lada 1 1 1 1 1
Bawang bombay 2 2 2 2 2
Bawang merah 2 2 2 2 2
Penyedap rasa 1 1 1 1 1
Jahe 1 1 1 1 1
Berat Adonan 105 105 105 105 105
Digiling
Dicetak
Nugget
Penelitian Lanjutan
Uji Organoleptik Nugget. Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap
sifat organoleptik nugget matang. Evaluasi sifat organoleptik dilakukan dengan
menggunakan uji mutu hedonik dan uji kesukaan (uji skalar) yang mencakup
atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan. Uji ini menggunakan panelis
semi terlatih sebanyak 30 orang. Panelis tergolong panelis semi terlatih
berdasarkan pada seringnya panelis menjadi panelis kegiatan uji organoleptik
serta telah mendapat mata kuliah percobaan makanan.
Uji mutu hedonik yang dilakukan terdiri atas 9 skala (Lampiran 1). Skor
yang diberikan untuk atribut warna adalah 1= amat sangat coklat, sampai 9=
amat sangat kuning. Atribut aroma menggunakan skor 1= amat sangat amis,
sampai 9= amat sangat tidak amis. Atribut rasa menggunakan skor 1= amat
sangat tidak enak, sampai 9= amat sangat enak. Atribut tekstur menggunakan
skor 1= amat sangat empuk, sampai 9= amat sangat keras. Uji kesukaan
(hedonik) juga menggunakan 9 skala (Lampiran 2). Skor yang diberikan untuk
atribut warna, tekstur, aroma, rasa dan keseluruhan adalah 1= amat sangat tidak
suka, 2= sangat tidak suka, 3= tidak suka 4= agak tidak suka, 5= suka tidak,
tidak suka tidak (netral), 6= agak suka, 7=suka, 8= sangat suka, 9= amat sangat
suka. Penerimaan panelis terhadap produk diketahui dari hasil uji hedonik. Skor
uji hedonik 5 menunjukkan bahwa panelis telah menerima produk nugget.
Formula terbaik diambil berdasarkan persentase penerimaan panelis tertinggi
secara keseluruhan.
Uji Sifat Fisikokimia Nugget. Sifat fisik yang dianalisis meliputi tekstur
(kekerasan) nugget setengah matang dengan menggunakan penetrometer, nilai
pH adonan nugget dengan pH meter dan daya mengikat air adonan nugget
dengan metode kertas saring (Lampiran 3). Uji sifat kimia dilakukan pada nugget
setengah matang. Sifat kimia yang dianalisis adalah kadar air dengan metode
oven biasa, kadar abu dengan tanur, kadar protein dengan metode semi kjeldahl,
kadar lemak dengan metode soxhlet, kadar karbohidrat menggunakan
carbohydrate by difference, kadar kalsium dengan metode Atomic Absorption
Spectrofotometre (AAS), kadar serat pangan dengan metode enzimatis dan daya
cerna protein In Vitro dengan metode multienzim (Lampiran 4).
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua kali ulangan untuk menguji
22
pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar tehadap tepung terigu dan tepung
tapioka terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Model yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Yij = + Ai + Eij
Keterangan:
Yij = Nilai pengamatan respon karena pengaruh tingkat subsitusi tepung ubi
jalar ke-i pada ulangan ke-j
i = Taraf substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka (0%,
25%, 50%, 75% dan 100%)
j = Banyaknya ulangan (1,2)
= Nilai rata-rata sebenarnya
Ai = Pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar pada taraf i
Eij = Kesalahan penelitian karena pengaruh tingkat substitusi tepung ubi jalar
ke-i pada ulangan ke-j
Pengolahan dan Analisis Data
Data hasil uji organoleptik dianalisis secara deskriptif menggunakan nilai
rata-rata dan persentase penerimaan panelis terhadap produk nugget pada
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka.
Data hasil uji organoleptik dan sifat fisik dianalisis secara statistik menggunakan
uji ragam (one way ANOVA (Analysis of Variance)) untuk melihat pengaruh jenis
formula terhadap sifat organoleptik dan sifat fisik nugget. Apabila hasil uji ANOVA
menunjukkan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan Uji Lanjut Wilayah
Berganda Duncan (Duncans Multiple Range Test) untuk mencari perlakuan yang
berbeda. Data sifat kimia dianalisis secara statistik menggunakan independent
samples t-test untuk melihat perbedaan produk terpilih dan kontrol.
23
(a) (b)
Gambar 4 Tepung ubi jalar (a) dan tepung terigu (b)
Pada persiapan bahan baku dilakukan perendaman keong tutut dengan
air mendidih yang sudah ditambahi rempah-rempah (jahe, daun jeruk dan sereh)
selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memudahkan proses pengambilan
24
daging keong tutut dari cangkangnya serta mengurangi bau amis dari keong
tutut. Selanjutnya, daging keong tutut diambil dari cangkangnya, dicuci hingga
bersih, kemudian dilumuri dengan jeruk nipis untuk menghilangkan bau amis dari
keong tutut. Persiapan daging ayam dilakukan dengan memisahkan antara
daging, kulit, dan tulangnya (fillet) kemudian dicuci hingga bersih.
Daging keong tutut dan dan daging ayam yang telah dicuci kemudian
ditiriskan agar tidak mengandung banyak air. Daging keong tutut dan ayam fillet
yang telah ditiriskan kemudian disimpan di dalam freezer. Tujuan pembekuan
adalah untuk mengurangi atau mencegah terjadinya pembusukan,
memperpanjang waktu penyimpanan, mempermudah pengolahan dan mencegah
berubahnya rasa, tekstur dan nilai gizi selama proses penyimpanan (Richardson
& Mead 2003).
Daging keong tutut dan ayam fillet yang telah disimpan dalam freezer
kemudian dikeluarkan untuk dilakukan thawing. Menurut Kusnandar (2007),
thawing adalah proses penurunan suhu dari suhu beku (freezer) yang bertujuan
untuk mengeluarkan air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan
pangan. Kehilangan zat gizi daging beku terjadi selama proses thawing, yaitu
adanya zat gizi yang larut dalam air dan hilang bersama cairan daging yang
keluar (eksudasi cairan) yang disebut drip. Jumlah zat gizi yang hilang dari
daging beku bervariasi tegantung pada kondisi pembekuan dan thawing.
Semakin cepat pembekuan, maka jumlah drip akan semakin berkurang pada
waktu mencairkan daging kembali (thawing) dan meningkatkan keempukan
daging (Lawrie 2003).
Langkah selanjutnya dilakukan penggilingan daging keong tutut dan
daging ayam serta bahan-bahan pembantu lainnya yang ditambahkan dengan
serpihan es batu. Serpihan es batu berfungsi untuk membentuk adonan yang
baik dan untuk mempertahankan suhu selama penggilingan. Serpihan es selain
berfungsi sebagai fase pendispersi dalam emulsi daging, juga berfungsi untuk
melarutkan protein sarkoplasma dan sebagai pelarut garam yang akan
melarutkan protein miofibril (Kramlich et al. 1973). Penggilingan daging dilakukan
dengan menggunakan blender untuk memperkecil ukuran daging sehingga
protein daging lebih mudah terekstrak, memudahkan proses pelembutan dan
homogenisasi.
Tahap selanjutnya dalam pembuatan nugget keong tutut adalah
pengukusan. Tujuan pengukusan adalah untuk menginaktifkan enzim yang akan
25
menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki
selama penyimpanan (Hariss & Karmas 1989). Proses pengukusan
menggunakan suhu tinggi sehingga menyebabkan proses gelatinisasi pati.
Gelatinisasi ditandai dengan peristiwa hilangnya sifat birefringence pati akibat
proses pemanasan pada waktu dan suhu tertentu sehingga granula pati
membengkak dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (irreversible)
(Fennema 1996). Adonan nugget sebelum dan setelah dikukus disajikan pada
Gambar 5.
(a) (b)
Gambar 5 Adonan nugget sebelum dikukus (a) dan adonan nugget setelah
dikukus (b)
Mutu Hedonik
Nugget yang diujikan kepada panelis adalah nugget yang telah digoreng
matang. Hal ini didasarkan pada kebiasaan konsumen yang mengkonsumsi
nugget yang telah digoreng matang. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik nugget
keong tutut untuk atribut warna, aroma, rasa dan tekstur pada setiap tingkat
substitusi dapat dilihat pada Gambar 6.
27
8.0
7.0
6.0
Nilai rata-rata
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0% 25% 50% 75% 100%
Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Warna Aroma Rasa Tekstur
Keterangan: Warna 1=amat sangat coklat 9=amat sangat kuning; Aroma 1=amat sangat
amis 9=amat sangat tidak amis; Rasa 1=amat sangat tidak enak 9=amat sangat enak;
Tekstur 1=amat sangat empuk 9=amat sangat keras.
Gambar 6 Pengaruh substitusi tepung ubi jalar terhadap nilai rata-rata mutu
hedonik nugget keong tutut matang
menghasilkan warna produk yang coklat. Warna coklat merupakan hasil akhir
dari reaksi aldehid-aldehid aktif terpolimerisasi dengan gugus amino membentuk
senyawa coklat yang disebut melanoidin (Muchtadi 2010). Reaksi Maillard ini
juga diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan warna nugget
seragam.
Aroma. Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia yang
tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung (Soekarto
1985). Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu aroma nugget menunjukkan
bahwa nilai rata-rata mutu aroma nugget berada pada kisaran biasa sampai agak
tidak amis (5,1-6,4). Hasil ini menunjukkan bahwa aroma amis dari keong tutut
sudah tidak dirasakan oleh panelis. Nilai rata-rata mutu aroma tertinggi (6,4)
dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu berada pada
kisaran agak tidak amis. Nilai rata-rata mutu aroma terendah (5,1) dimiliki oleh
nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75% yaitu berada pada kisaran biasa
(amis tidak, tidak amis pun tidak).
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap mutu aroma nugget keong tutut goreng (Lampiran 6). Hal ini berarti,
tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh terhadap aroma
nugget keong tutut goreng. Hal ini diduga karena aroma daging keong tutut lebih
dominan dibandingkan dengan aroma tepung ubi jalar. Penggunaan daging
keong tutut dalam jumlah yang sama sehingga aroma yang dihasilkan sama.
Rasa. Rasa adalah suatu sugesti kejiwaan terhadap makanan yang
menentukan nilai pemuasan orang yang memakannya (Soekarto 1985). Hasil
penilaian organoleptik terhadap atribut mutu rasa nugget keong tutut berada
pada kisaran agak enak (5,6-6,4). Nilai rata-rata mutu rasa tertinggi (6,4) dimiliki
oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 0% dan terendah (5,6)
dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 50% dan 100%. Tingkat
substitusi tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap mutu rasa
nugget keong tutut goreng (Lampiran 6). Hal ini berarti, tingkat substitusi tepung
ubi jalar tidak memberikan pengaruh terhadap mutu rasa nugget keong tutut. Hal
ini diduga karena komposisi bahan pembantu yang digunakan sama sehingga
menghasilkan rasa yang sama.
Tekstur. Tekstur produk makanan yang dinilai dapat berupa kekerasan,
elastisitas dan kerenyahan. Penilaian tekstur dalam penelitian ini adalah
kekerasan nugget keong tutut. Hasil penilaian organoleptik terhadap mutu tekstur
29
nugget ke
eong tutut be
erada pada
a kisaran ag
gak empuk sampai
s aga
ak keras me
emiliki
(3,5-6,0). Nilai rata-rata terting
ggi (6,0) dimiliki oleh nugget de
engan subs
stitusi
bi jalar 0%.. Nilai rata--rata terend
tepung ub dah (3,5) dimiliki oleh nugget de
engan
substitusi tepung ubi jalar 100%.
ngkat substtitusi tepung
Tin g ubi jalar memberikan pengaruh
h nyata (p<
<0,05)
ur nugget keong tutut (Lampiran
terhadap mutu tekstu ( 6 Hal ini b
6). berarti, subs
stitusi
bi jalar menyebabkan mutu
tepung ub m tekstu
ur nugget ke
eong tutut ssemakin em
mpuk.
Hasil uji lanjut
l Dunccan (Lampiran 7) men
nunjukkan bahwa nug
gget keong tutut
substitusi tepung ub
bi jalar 100%
% berbeda
a nyata den
ngan semua nugget keong
k
tutut pada epung ubi jalar terha
a berbagaii tingkat substitusi te adap terigu
u dan
tapioka.
al ini diduga
Ha a disebabkkan oleh su
uhu gelatiniisasi awal tepung ubi jalar
0
(76,6 C) lebih tinggi jika diban
ndingkan dengan
d suh
hu gelatinissasi awal terigu
t
(600C) da
an tapioka (66,70C), sehingga proses gelatinisasi te
epung ubi jalar
hkan waktu yang lebih lama. Wak
membutuh gunakan dalam penguk
ktu yang dig kusan
dalah sama yaitu 30 me
nugget ad enit.
Hedonik (Kesukaan
( )
Ujii hedonik disebut
d jug
ga uji kesu ngujian ini bertujuan untuk
ukaan. Pen
mengetah
hui tingkat kesukaan konsumen
k terhadap suatu
s uk pangan. Nilai
produ
rata-rata hasil
h uji hed
donik nugg
get keong tu
utut untuk atribut
a na, aroma, rasa,
warn
tekstur da
an keseluruh
han pada se
etiap formula dapat diliihat pada G
Gambar 7.
7.0
6.0
Nilai-rata-rata
5.0
4.0
3.0
2.0
1.0
0.0
0% 25%
% 5
50% 75% 100%
Perse
entase substitu
usi tepung ubii jalar terhadap terigu dan ta
apioka
Warna Aroma Rasaa Tekstur Keseluruhan
Keterangan: 1= ama
at sangat tidak
k suka, 9= Amat sangat sukka
Gambar 7 Pengaruh h substitusi tepung
t ubi jalar
j terhad
dap nilai rata
a-rata hedo
onik
nugget ke
eong tutut matang
m
Prooduk nugg get dapat diterima oleho panelis jika sko or hedonikk 5.
an panelis terhadap nugget
Penerimaa n keo
ong tutut un
ntuk atributt warna, arroma,
rasa, tekstur dan kesseluruhan dapat
d dilihatt pada Tabe
el 9.
30
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh yang nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada aroma nugget keong tutut
(Lampiran 8). Hal ini dikarenakan aroma nugget keong tutut yang dihasilkan
sama, yaitu berada pada kisaran biasa sampai tidak amis (bau amis sudah tidak
dirasakan oleh panelis). Persentase panelis yang dapat menerima aroma nugget
keong tutut dengan berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar berada pada
kisaran 56,7% hingga 83,3%. Persentase penerimaan nugget keong tutut
tertinggi dimiliki oleh nugget tanpa tepung ubi jalar sedangkan persentase
penerimaan nugget keong tutut terendah dimiliki oleh nugget dengan substitusi
tepung ubi jalar 25%.
Rasa. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa nugget
keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar berada pada kisaran biasa sampai
agak suka (5,1-6,3). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap rasa
nugget keong tutut tertinggi (6,3) dimiliki oleh nugget dengan substitusi 75% dan
nilai terendah (5,1) dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 100%.
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak berpengaruh nyata (p>0,05)
terhadap tingkat kesukaan panelis pada rasa nugget keong tutut (Lampiran 8).
Hal ini dikarenakan rasa nugget keong tutut yang dihasilkan sama, yaitu berada
pada kisaran agak enak sampai enak. Persentase penerimaan panelis terhadap
rasa nugget keong tutut berada pada kisaran 56,7% hingga 83,3%. Persentase
penerimaan terendah (56,7%) dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi
tepung ubi jalar 100% sedangkan persentase penerimaan tertinggi (83,3%)
dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%.
Tekstur. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur nugget
keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar berada pada kisaran agak suka
(5,7-5,9). Nilai rata-rata terendah tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
nugget keong tutut dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi
jalar 25%. Nilai rata-rata tertinggi dimiliki oleh nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar 75%.
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada tekstur nugget keong tutut
(Lampiran 8). Hal ini dikarenakan tingkat keempukan dari nugget keong tutut
yang dihasilkan masih bisa diterima oleh panelis. Persentase panelis yang dapat
menerima tekstur nugget keong tutut pada berbagai tingkat substitusi tepung ubi
jalar berada pada kisaran 70% hingga 80%. Persentase penerimaan tertinggi
32
dimiliki oleh nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 100%,
sedangkan persentase penerimaan terendah dimiliki oleh nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 25% dan 50%. Berdasarkan hasil uji mutu
hedonik terhadap tekstur nugget, substitusi tepung ubi jalar 100% menyebabkan
tekstur nugget menjadi lebih empuk dari yang lainnya. Tekstur yang lebih empuk
pada nugget lebih disukai oleh panelis.
Keseluruhan. Keseluruhan merupakan kombinasi antara penerimaan
panelis terhadap atribut warna, aroma, rasa dan tekstur nugget keong tutut yang
dihasilkan. Nilai keseluruhan diperoleh dengan dua cara, yaitu berdasarkan
kontribusi masing-masing atribut uji hedonik (warna 15%, aroma 15%, rasa 30%
dan tekstur 40%) dan berdasarkan formulir organoleptik yang ditanyakan
langsung kepada panelis. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap
keseluruhan nugget keong tutut berdasarkan kontribusi masing-masing atribut
berada pada kisaran agak suka (5,7-5,9). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis
terhadap keseluruhan nugget keong tutut berdasarkan formulir organoleptik
berada pada kisaran agak suka (5,8-6,3). Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap tingkat kesukaan nugget keong tutut
secara keseluruhan (p>0,05). Nilai rata-rata tertinggi tingkat kesukaan panelis
secara keseluruhan terhadap nugget keong tutut dimiliki oleh nugget dengan
substitusi tepung ubi jalar 75%.
Tingkat substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh nyata
(p>0,05) terhadap tingkat kesukaan panelis pada nugget keong tutut secara
keseluruhan (Lampiran 8). Persentase penerimaan panelis terhadap keseluruhan
nugget keong tutut berdasarkan kontribusi masing-masing atribut berada pada
kisaran 70% hingga 76,7%. Persentase penerimaan panelis terhadap
keseluruhan nugget keong tutut berdasarkan formulir organoleptik berada pada
kisaran 73,3% hingga 86,7%. Persentase penerimaan terendah dimiliki oleh
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 50%. Persentase
penerimaan keseluruhan nugget keong tutut tertinggi dimiliki oleh nugget dengan
substitusi tepung ubi jalar 75%. Nilai keseluruhan berdasarkan kedua cara di atas
memberikan hasil yang sama, yaitu nugget keong tutut matang substitusi tepung
ubi jalar 75% memberikan hasil penerimaan panelis terbaik.
Produk terpilih ditentukan berdasarkan penerimaan panelis terhadap sifat
organoleptik nugget secara keseluruhan. Nilai persentase tertinggi penerimaan
panelis terhadap nugget keong tutut secara keseluruhan dimiliki oleh nugget
33
dengan substitusi tepung ubi jalar 75%. Oleh karena itu, produk terpilih yang
digunakan dalam tahapan penelitian selanjutnya adalah nugget keong tutut
dengan tingkat substitusi tepung ubi jalar 75%. Nugget keong tutut dengan
substitusi tepung ubi jalar 75% disajikan pada Gambar 8.
Gambar 8 Nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
Sifat Fisik
Hasil uji sifat fisik nugget keong tutut meliputi: pH adonan, kekerasan dan
daya mengikat air (DMA) (Lampiran 9). Uji kekerasan dan pH adonan dilakukan
pada semua tingkat substitusi tepung ubi jalar, akan tetapi untuk DMA hanya
dilakukan pada formula terpilih, yaitu nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% .
Nilai pH Adonan
Nilai pH dari adonan suatu produk berkaitan dengan protein daging yang
terlarut serta ikut mempengaruhi daya mengikat air dari suatu produk emulsi.
Penurunan pH daging setelah hewan mati terjadi karena terbentuknya asam
laktat. Penimbunan asam laktat akan berhenti setelah cadangan glikogen habis
atau ketika kondisi pH cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim
glikolitik di dalam proses glikolisis anaerobik. Jika nilai pH dihubungkan dengan
pengolahan bahan pangan yang memerlukan proses penghancuran, daya
mengikat air yang tinggi lebih diutamakan dan hal ini bisa dicapai dengan nilai
pH yang lebih tinggi, yaitu di atas nilai 6,2. Oleh karena itu, mutu daging salah
satunya dipengaruhi oleh nilai pH (Soeparno 2005).
Nilai pH adonan nugget keong tutut setelah dibumbui berkisar antara
7,463-8,301 dengan rataan 7,851. Hasil pengukuran pH adonan nugget disajikan
pada Gambar 9. Nilai pH adonan tertinggi dimiliki oleh nugget dengan substitusi
tepung ubi jalar 0% dan terendah dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%. Nilai pH adonan cenderung basa (lebih besar dari 7,0) diduga
karena kandungan mineral terutama kalsium yang cukup tinggi, yang terdapat
dalam keong tutut. Moluska menyimpan bahan-bahan pembentuk cangkang
pada sebuah jaringan yang disebut mantel. Mantel menyimpan komponen-
34
7,796b
7.8
7.6 7,463c
7.4
7.2
7
0% 25% 50% 75% 100%
Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Kekerasan
Keras adalah sifat benda atau produk pangan padat dalam hal daya
tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang tidak bersifat deformasi (Soekarto
1990). Nilai kekerasan juga berhubungan dengan keempukan suatu produk.
Kekerasan produk restrukturisasi daging dipengaruhi oleh jaringan ikat,
karakteristik serat daging dan bahan pengikat (Miller 1994). Uji kekerasan dalam
penelitian ini dilakukan pada nugget keong tutut setengah matang.
Nilai kekerasan nugget keong tutut berkisar antara 8,40-11,32 mm,
dengan rataan 10,21 mm. Hasil pengukuran kekerasan nugget disajikan pada
Gambar 10. Nilai tertinggi dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi jalar
25%, sedangkan nilai terendah dimiliki oleh nugget dengan substitusi tepung ubi
jalar 75%. Semakin besar nilai kekerasan yang diperoleh maka mengindikasikan
bahwa produk nugget semakin empuk. Substitusi tepung ubi jalar tidak
berpengaruh nyata (p>0,05) terhadap kekerasan nugget (Lampiran 12). Hal ini
berarti, substitusi tepung ubi jalar tidak memberikan pengaruh terhadap
kekerasan nugget keong tutut. Namun, substitusi tepung ubi jalar cenderung
meningkatkan nilai kekerasan nugget keong tutut kecuali pada nugget keong
tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% terjadi penurunan nilai kekerasan.
12 11.32 11.01 10.49
9.83
10
Kekerasan (mm)
8.38
8
6
4
2
0
0% 25% 50% 75% 100%
Persentase substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Kekerasan produk pada saat digoreng dipengaruhi oleh jumlah air yang
dikeluarkan atau menguap dalam jaringan. Pengeluaran air dalam jaringan akan
menyebabkan produk menjadi rapuh. Kulit bagian luar pada pangan yang
digoreng akan mengkerut dan membentuk kerak. Pembentukan kerak terjadi
akibat panas (di atas 1000C) dari lemak sehingga menguapkan air yang terdapat
pada bagian luar pangan. Selama proses menggoreng berlangsung sebagian
minyak masuk ke bagian kerak dan bagian luar dan mengisi ruang kosong yang
pada mulanya diisi oleh air (Ketaren 2005). Suhu dan waktu menggoreng nugget
36
adalah sama yaitu 1600C selama 30 detik. Oleh karena itu, kekerasan nugget
yang dihasilkan sama. Hal ini diduga karena pada suhu yang sama jumlah air
yang dikeluarkan sama sehingga kekerasan yang dihasilkan sama.
Daya Mengikat Air (DMA)
Mekanisme dari Daya mengikat air (DMA) dipusatkan pada protein dan
struktur daging yang dapat mengikat dan menangkap air, terutama protein
miofibril (Lonergan & Lonergan 2005). Daya mengikat air (DMA) oleh protein
daging adalah kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang
ditambahkan selama ada pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan
daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan (Soeparno 2005). Nilai DMA
adonan nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 60,93%. Nilai ini
lebih rendah jika dibandingkan dengan DMA nugget keong tutut substitusi tepung
ubi jalar 0% adalah 87,76% (Miftakhurohmah 2010).
Hasil uji Independent samples t-test menunjukkan bahwa adonan nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% lebih rendah secara nyata
dibandingkan dengan adonan nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0%
(p<0,05) (Lampiran 13). Hal ini diduga karena nilai pH nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 0% lebih besar (8,301) dibandingkan dengan
pH nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% (7,463). Menurut
Barbut (2002), nilai DMA dipengaruhi oleh pH, jenis dan konsentrasi protein,
jumlah protein yang terekstraksi dari kelarutannya, suhu dan garam.
DMA menurun dari pH tinggi sekitar 710 sampai pada pH titik isoelektrik
protein-protein daging antara 5,0 5,1. Pada pH isoelektrik ini protein daging
tidak bermuatan (jumlah muatan positif sama dengan jumlah muatan negatif) dan
solubilitasnya minimal. Pada pH yang lebih tinggi dari pH isolektrik protein
daging, sejumlah muatan positif dibebaskan dan terdapat surplus muatan negatif
yang mengakibatkan penolakan dari miofilamen dan memberi lebih banyak ruang
untuk molekul air. Pada saat pH lebih rendah dari titik isoelektrik protein-protein
daging akan terjadi kelebihan muatan positif yang mengakibatkan penolakan
miofilamen dan akan memberi ruang yang lebih banyak bagi molekul-molekul air.
Dengan demikian pada saat pH daging diatas atau dibawah titik isolektrik protein-
protein daging maka DMA akan meningkat (Soeparno 2005).
Sifat Kimia
.Analisis sifat kimia dilakukan terhadap formula terpilih, yaitu nugget
keong tutut yang disubstitusi tepung ubi jalar 75%. Nugget yang dianalisis adalah
37
nugget keong tutut setengah matang. Hal ini dikarenakan nugget yang beredar
dipasaran adalah nugget setengah matang. Hasil uji sifat kimia nugget keong
tutut yang dianalisis meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak,
kadar karbohidrat, nilai energi, kadar serat pangan, kadar kalsium dan daya
cerna protein (Lampiran 14). Sifat kimia nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% dan substitusi tepung ubi jalar 0% disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10 Sifat kimia nugget keong tutut setengah matang substitusi tepung ubi
jalar 75% dan 0%
persentase tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Komponen 0%* 75%
Kadar air (%bb) 44,991,36 48,141,16
Kadar abu
berat basah (%bb) 2,670,03 2,590,04
berat kering (%bk) 4,860,07 4,990,10
Kadar Protein
berat basah (%bb) 9,930,45 10,160,66
berat kering (%bk) 18,061,02 19,611,59
Kadar Lemak
berat basah (%bb) 11,030,24 11,560,30
berat kering (%bk) 20,060,65 22,290,58
Kadar Karbohidrat
berat basah (%bb) 31,591,69 27,561,61
berat kering (%bk) 57,181,58 53,10 2,12
Kadar energi (kkal/100 g)
berat basah (bb) 2655,46 255 5,38
berat kering (bk) 4825,54 492 2,66
Kadar Serat Pangan
berat basah (%bb) 9,890,19
berat kering (%bk) 19,080,63
Kadar Kalsium (mg/100g)
berat basah (bb) 168,367,20 157,601,64
berat kering (bk) 306,3821,31 315,1827,07
Nilai daya cerna rotein (%) 79,582,10 77,98 0,47
Keterangan :* Miftakhurohmah (2010)
- Data tidak tersedia
Kadar Protein
Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh
Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur di dalam tubuh serta
sebagai sumber energi. Protein dalam bahan pangan umumnya menentukan
mutu dari suatu produk terutama yang berasal dari daging (Winarno 2008).
Protein yang terkandung di dalam nugget selain berasal dari daging keong tutut
juga berasal dari susu, tepung terigu, tepung ubi jalar dan tepung tapioka.
Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar protein nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 10,16% (bb) dan 19,61% (bk).
Nilai tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 0%, yaitu 18,06% (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% tidak berbeda nyata dengan substitusi tepung ubi jalar 0%
(p>0,05) (Lampiran 15). Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002
untuk kadar protein nugget ayam minimal mengandung 12,0% (bb). Oleh karena
itu dapat dikatakan bahwa kadar protein nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% belum memenuhi SNI nugget ayam. Hal ini diduga karena kandungan
protein keong tutut (11,8%) lebih rendah dibandingkan kandungan protein ayam
(18,2%).
Kadar Lemak
Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting dalam menjaga
kesehatan tubuh manusia. Selain itu, lemak dan minyak juga merupakan sumber
energi yang lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein (Winarno
2008). Lemak dalam bahan pangan berfungsi untuk memperbaiki struktur fisik
bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori, serta memberikan cita rasa gurih
pada bahan pangan. Lemak juga digunakan sebagai medium penghantar panas
dalam proses penggorengan bahan pangan (Ketaren 2005).
Hasil analisis lemak menunjukkan bahwa kadar lemak nugget keong tutut
dengan substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 11,56% (bb) dan 22,29% (bk).
Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar lemak nugget keong tutut
substitusi tepung ubi jalar 0% yaitu, 20,06% (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% tidak berbeda nyata dengan substitusi tepung ubi jalar 0%
(p>0,05) (Lampiran 15). Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002
untuk kadar lemak nugget ayam maksimal mengandung 20,0% (bb). Oleh karena
40
itu, dapat dikatakan bahwa kadar lemak nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% sudah memenuhi SNI nugget ayam.
Kadar Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh
penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang.
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan
makanan, misalnya rasa, warna, tekstur dan lain sebagainya. Karbohidrat dalam
tubuh berguna untuk mencegah timbulnya ketosis, pemecahan protein tubuh
yang berlebihan, kehilangan mineral dan berguna untuk membantu metabolisme
lemak dan protein (Winarno 2008).
Hasil analisis karbohidrat menunjukkan bahwa kadar karbohidrat nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 27,56% (bb) dan 53,10% (bk).
Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar karbohidrat nugget keong
tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu 57,18% (bk) (Miftakhurohmah
(2010). Hasil uji independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong
tutut substitusi tepung ubi jalar 75% tidak berbeda nyata dengan substitusi
tepung ubi jalar 0% (p>0,05) (Lampiran 15).
Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002 untuk kadar
karbohidrat nugget ayam maksimal mengandung 25,0% (bb). Kadar karbohidrat
nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% belum memenuhi SNI nugget
ayam. Hal ini diduga disebabkan perhitungan kadar karbohidrat pada penelitian
dilakukan dengan metode carbohydrate by difference, yaitu hasil pengurangan
100% dengan kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein, sehingga
kadar karbohidrat sangat bergantung pada kadar air, abu, lemak dan kadar
protein. Selain itu, kandungan karbohidrat daging keong tutut (3%) lebih besar
dibandingkan kandungan karbohidrat daging ayam (0%) (Risjad 1996).
Nilai Energi
Hasil perhitungan energi menunjukkan bahwa nilai energi nugget keong
tutut substitusi tepung ubi jalar 75% adalah 255 kkal/100 g (bb) dan 492 kkal/100
g (bk). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 0%, yaitu 482 kkal/100g (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% lebih tinggi secara nyata dibandingkan dengan nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0% (p<0,05) (Lampiran 15).
41
Kandungan energi pada nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
diperoleh dengan mengkonversikan protein, lemak, dan karbohidrat menjadi
energi. Lemak merupakan sumber energi yang paling besar, dimana 1 gram
lemak dapat dikonversi menjadi 9 kkal. Protein dan karbohidrat menghasilkan
energi 4 kkal per gram. Nilai energi pada nugget keong tutut substitusi tepung ubi
jalar 75% dalam 100 g berasal dari 78 kkal (bk) protein, 201 kkal (bk) lemak dan
212 kkal (bk) karbohidrat. Nilai energi pada nugget keong tutut substitusi tepung
ubi jalar 0% dalam 100 g berasal dari 72 kkal (bk) protein, 181 kkal (bk) lemak
dan 229 (bk) kkal karbohidrat.
Kadar Serat Pangan
Serat pangan merupakan komponen dari jaringan tanaman yang tahan
terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus halus. Serat
pangan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu serat larut (soluble dietary fiber) dan
serat tidak larut (insoluble dietary fiber). Soluble Dietary Fiber (SDF) adalah
pektin, gum, mukilase yang banyak terdapat dalam havermout, kacang-
kacangan, sayur dan buah-buahan. Serat tidak larut contohnya selulosa,
hemiselulosa dan lignin yang ditemukan pada serealia, kacang-kacangan dan
sayuran (Winarno 2008).
Kadar serat pangan larut air nugget keong tutut dengan substitusi tepung
ubi jalar 75% adalah 0,82%(bb) dan 1,59% (bk). Nilai ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kadar serat pangan larut air pada nugget itik mandalung
dengan penambahan wortel 20%, yaitu 0,71% (bk) (Patriani 2010). Kadar serat
pangan tidak larut air nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
adalah 9,07% (bb) dan 17,49% (bk). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kadar serat pangan larut air pada nugget itik mandalung dengan
penambahan wortel 20%, yaitu 0,82% (bk) (Patriani 2010). Kadar serat pangan
total nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar adalah 9,89% (bb)
dan 19,08% (bk). Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar serat
pangan total pada nugget itik mandalung dengan penambahan wortel 20% yaitu
1,53%(bk) (Patriani 2010).
Serat kasar atau crude fiber tidak identik dengan serat pangan. Serat
kasar adalah komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan pangan dengan asam
kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga terjadi kehilangan
selulosa sekitar 50 % dan hemiselulosa 85 %. Sementara itu serat pangan masih
mengandung komponen yang hilang tersebut sehingga nilai serat pangan lebih
42
tinggi daripada serta kasar. Komposisi kimia serat pangan bervariasi tergantung
dari komposisi dinding sel tanaman penghasilnya. Komponen-komponen
penyusun dinding sel terdiri atas selulosa, hemiselulosa, pektin, lignin, gum,
mukilase yang kesemuanya ini termasuk ke dalam serat pangan (Tensiska
2008).
Menurut BPOM (2007), Acuan Label Gizi (ALG) untuk serat pangan
adalah 25 g. Kadar serat pangan total nugget per takaran saji (100 g) adalah
9,89 g, berarti mengkonsumsi nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75%
sebanyak 100 g telah mencukupi 39,56% AKG untuk konsumen umum dan
tergolong tinggi serat.
Kadar Kalsium
Kalsium merupakan salah satu mineral makro yang penting. Peranan
kalsium dalam tubuh terutama untuk membantu pembentukan tulang dan gigi
serta membantu proses biologis dalam tubuh. Kalsium yang berada dalam
sirkulasi darah dan jaringan tubuh berperan dalam berbagai kegiatan diantaranya
untuk transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, dalam proses
penyerapan vitamin B12, pengaturan permeabilitas membran sel serta keaktifan
enzim. Kebutuhan kalsium terbesar adalah pada waktu pertumbuhan dan
kebutuhan kalsium ini akan terus berlanjut meskipun sudah mencapai usia
dewasa (Winarno 2008). Gejala kekurangan kalsium antara lain osteoporosis
pada orang dewasa, rickets pada anak-anak, pertumbuhan tulang dan gigi yang
buruk, kejang pada otot serta koagulasi terhambat (Muchtadi et al. 1993).
Kadar kalsium nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
per 100 g adalah 157,60 mg (bb) dan 315,18 mg (bk). Nilai ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu
306,38 mg/100 g (bk) (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji independent samples t-
test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% lebih
tinggi secara nyata dibandingkan dengan nugget keong tutut substitusi tepung
ubi jalar 0% (p<0,05) (Lampiran 15). Hal ini diduga dikarenakan kadar kalsium
tepung ubi jalar (64 mg/100 g) lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar
kalsium tepung terigu (22 mg/100 g).
Syarat mutu nugget ayam menurut SNI 01-6683-2002 untuk kadar
kalsium nugget ayam maksimal mengandung 30 mg/100 g. Kadar kalsium
nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75% belum memenuhi SNI nugget
ayam. Hal ini diduga disebabkan oleh kadar kalsium daging keong tutut (299,2
43
mg/100 g) yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar kalsium daging ayam
(14 mg/100 g).
Daya Cerna Protein
Kadar protein di dalam bahan pangan pada umumnya menentukan mutu
bahan pangan itu sendiri. Nilai gizi dari suatu bahan pangan ditentukan bukan
saja oleh zat gizi yang dikandungnya, tetapi juga oleh dapat tidaknya zat gizi
tersebut digunakan oleh tubuh. Protein yang mudah dicerna menunjukkan
tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh tubuh dan begitu
juga sebaliknya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi daya cerna protein
dalam tubuh adalah kondisi fisik dan kimia bahan. Semakin keras bahan, maka
akan menurunkan daya cernanya dalam tubuh karena adanya ikatan kompleks
yang terdapat di dalam bahan yang sifatnya semakin kuat. Ikatan ini dapat
berupa ikatan antar molekul protein, ikatan protein-fitat, dan sebagainya
sedangkan kondisi kimia yaitu adanya senyawa anti gizi seperti tripsin inhibitor
dan fitat (Muchtadi 2010).
Nilai daya cerna protein nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
adalah 77,977%. Nilai ini lebih rendah jika dibandingkan dengan nugget keong
substitusi tepung ubi jalar 0%, yaitu 79,58% (Miftakhurohmah 2010). Hasil uji
independent samples t-test menunjukkan bahwa nugget keong tutut substitusi
tepung ubi jalar 75% lebih rendah secara nyata dibandingkan dengan nugget
keong tutut substitusi tepung ubi jalar 0% (p<0,05) (Lampiran 15). Hal ini terjadi
diduga karena substitusi tepung ubi jalar meningkatkan kadar serat nugget keong
tutut. Kadar serat inilah yang diduga menurunkan nilai daya cerna protein nugget
keong tutut. Menurut Eastwood dan Brydon (1985), efektivitas hidrolisis protein
lebih rendah dengan adanya serat. Serat diduga mempengaruhi ketersediaan
enzim peptidase untuk hidrolisis. Serat bertindak sebagai inhibitor pada laju
hidrolisis dengan membentuk penghalang fisik untuk mengakses enzim hidrolisis.
Kontribusi Zat Gizi Nugget Formula Terpilih Terhadap Angka Kecukupan
Gizi (AKG)
Salah satu informasi yang terdapat dalam label pangan adalah informasi
nilai gizi pada produk pangan. Salah satu keterangan yang dicantumkan dalam
informasi nilai gizi adalah jumlah zat gizi yang terdapat dalam produk pangan.
Keterangan tentang kandungan gizi tersebut harus dicantumkan dalam
persentase dari Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan yaitu berupa
Acuan Label Gizi (ALG) untuk kelompok tertentu. Sasaran dalam penelitian ini
adalah kelompok umum.
44
Saran penyajian nugget keong tutut adalah 100 g setara dengan 4 buah
nugget dengan berat per potongnya 25 gram. Setiap 100 g nugget setara dengan
mengkonsumsi 157,60 mg kalsium 10,16 g protein, 254,91 kkal energi, 11,56 g
lemak dan 27,56 g karbohidrat. Kandungan zat gizi nugget keong tutut formula
terpilih serta persentase AKG per takaran saji disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11 Kandungan zat gizi dan persentase AKG pada nugget keong tutut
setengah matang dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per takaran
saji.
Jumlah zat
Zat Gizi Satuan ALG 2007 % AKG
gizi/takaran saji
Energi kkal 254,91 2000 13
Karbohidrat g 27,56 300 9
Lemak g 11,56 62 19
Protein g 10,16 60 17
Kalsium mg 157,60 800 20
*Persen AKG berdasarkan pada diet 2000 kkal
Nugget keong tutut formula terpilih telah memenuhi 13% AKG energi, 9%
AKG karbohidrat, 19% AKG lemak, 17% AKG protein dan 20% AKG kalsium.
Menurut Karmini dan Briawan (2004), suatu pangan dikatakan sebagai sumber
zat gizi jika mengandung 10-19% Acuan Label Gizi (ALG), untuk setiap takaran
saji. Oleh karena itu, nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75%
dapat dikatakan sebagai sumber protein dan tinggi kalsium.
Harga Nugget Formula Terpilih
Perhitungan ekonomi secara sederhana dilakukan untuk menentukan
harga nugget dengan substitusi tepung ubi jalar 75% per takaran saji. Rincian
analisis biaya disajikan pada Lampiran 16. Tabel 12 menyajikan harga nugget
dengan substitusi tepung ubi jalar 75% formula terpilih dan dibandingkan dengan
harga nugget ayam komersil.
Tabel 12 Harga nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% serta
produk nugget ayam komersil.
Harga per takaran
Produk Takaran Saji
saji (Rp)
Nugget keong tutut substitusi
100 g (4 buah) 6 206,93
tepung ubi jalar 75%
Nugget ayam komersil 100 g (4 buah) 8 000,00
Harga nugget keong tutut lebih murah dibandingkan harga nugget ayam
komersil dikarenakan harga keong tutut lebih murah dibandingkan dengan harga
daging ayam. Harga 1 kg keong tutut adalah Rp 4 000 sedangkan harga 1 kg
ayam adalah Rp 26 000.
45
Saran
Nilai rata-rata kesukaan pada nugget keong tutut secara keseluruhan
masih dalam batas agak suka. Oleh karena itu perlu adanya sosialisasi pada
konsumen bahwa produk ini baik untuk kesehatan sehingga dapat meningkatkan
kesukaan konsumen terhadap produk nugget ini. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai penggunaaan tepung-tepung lain yang berasal dari pangan lokal
sebagai bahan pengikat. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
mengenai bioavailabilitas kalsium nugget keong tutut, mengingat kadar kalsium
nugget per takaran saji cukup tinggi.
47
DAFTAR PUSTAKA
Antarlina SS. 2003. Tepung Komposit Terigu-Ubi Jalar sebagai Bahan Baku
Industri Pangan. Di dalam: Winarno FG et al., editor. Kumpulan Hasil
Penelitian Terbaik Bogasari Nugraha 1998-2001. Jakarta: Bogasari Flour
Mills. hlm.127-138.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2002. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-
6683-2002. Nugget ayam (chicken nugget). Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
[BPPT]. 2000. Tepung Tapioka, Proyek Sistem Informasi IPTEK Nasional dan
Tanaman Penghasil Pati. Jakarta: BPPT.
Branen AL, Davidson PM, Salminen S. 1990. Food Additive. New York and
Bassel: Marcel Dekker, Inc.
Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wooton M. 1997. Ilmu Pangan. Purnomo dan
Adiono, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Food Science.
Cuningham FE, Suderman DR. 1983. Batter and Breading Technology. AVI
Publishing, westport.
Erawaty WR. 2001. Pengaruh bahan pengikat, waktu penggorengan dan daya
simpan terhadap sifat fisik dan organoleptik produk nugget ikan sapu-
sapu (Hyposascus pardalis). [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Fellows JP. 2000. Food Processing Technology (Principle and Practise) 2nd
Edition. England: Woohead Publ. Lim Cambridge.
Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan, Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi
dan Mikrobiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hariss RS, Karmas E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan.
Bandung: ITB.
Honestin T. 2007. Karakterisasi sifat fisiko-kimia tepung ubi jalar. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Iwansyah AC. 2005. Pengaruh penambahan tepung ubi jalar, natrium tripolifosfat
dan fibrisol terhadap mutu fisiko-kimia, mutu gizi protein dan mutu
organoleptik bakso sapi. [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Karmini M, Briawan D. 2004. Acuan Label Gizi. Di dalam Ketahanan Pangan dan
Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi, Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VIII. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
Kay De. 1973. Crop and Product Digest Root Crops. London: The Tropical
Product Institute.
Kramlich WE, Pearson AM, Tauber FW. 1973. Processed Meats. AVI Publishing
Co. Wesport Conn.
Kusnandar F. 2007. Air dan Es. [diktat]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Marahastuti K. 1993. Karakteristik tepung dan pati ubi jalar (Ipomoea batatas L)
serta pemanfaatannya untuk pembuatan biskuit dalam upaya diversifikasi
49
Matz SA. 1997. Snack Food Technology. Texas: Pan-Tech Intrnational, INC.
Meilgaard M, Civille GV, Carr BT. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Florida:
CRC Press.
Miller KR. 1994. Quality Characteristic. Di dalam: Donald et al., editor. Muscle
food: Meat, Poultry, and Seafood Technology. New York: Champann and
Hall.
Muchtadi et al.. 1993. Metabolisme Zat Gizi: Sumber, Fungsi dan Kebutuhan
Bagi Tubuh Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Owens CM. 2001. Coated Poultry Product. Dalam Sams AR, editor. Poultry Meat
Processing. Florida: CRC Press hlm. 227-242.
Patriani IR. 2010. Formulasi nugget itik Mandalung (Mule duck) dengan subsitusi
wortel (Daucus carota L). [skripsi]. Bogor: Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Potter NN, Hotckiss JH. 1995. Food Science. New York: Chapman and Hall.
Richardson RI, Mead GC. 2003. Poultry Meat Science. New York: CABI
Publishing Company.
Risjad VR. 1996. Studi ketersediaan dan pemanfaatan keong gondang dan
keong tutut sebagai sumber protein hewani. [skripsi]. Bogor: Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Rismunandar. 1993. Lada, Budidaya dan Tataniaganya. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Rukmana. 1997. Ubi jalar, Budi daya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisiu
50
Sammy. 1970. Studies in composite flours: the use of sweet potato flour in bread
and pastry making. Tropical agriculture 47 (2): 115-125.
Santosa N. 2006. uji kinerja dan modifikasi alat pengering (rotary dryer) pada
pengeringan sawut ubi Jalar (Ipomoea batatas L) di unit pengolahan
Badan Usaha Milik Petani (BUMP) Cibungbulang. [skripsi]. Bogor:
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suismono. 1995. Kajian teknologi pembuatan tepung ubi jalar (Ipomoea batatas)
dan manfaatnya untuk produk ekstrusi mi basah. [tesis]. Bogor: Fakultas
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sulistiyo CN. 2006. Pengembangan brownies kukus tepung ubi jalar (Ipomoea
batatas) di PT FITS Mandiri Bogor. [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Sutrisno E, Ananto E. 1999. Peralatan Industri Tepung Ubi Jalar untuk Bahan
Baku Industri Olahan. Malang: Balitkabi.
U.S. Wheat Association, 1981. Pedoman Pembuatan Roti dan Kue. Djambatan,
Jakarta
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Yusop AM, Maskat MS, Mustapha WAW, Abdullah A. 2009. Frying Pressure and
Temperature Effects on Sensory Characteristics of Coated Chicken
Nuggets. Sains Malaysiana 38(2): 171175
51
LAMPIRAN
52
Lampiran 1 Formulir Uji Organoleptik Mutu Hedonik Produk Nugget Keong Tutut
dengan Substitusi Tepung Ubi Jalar
Mutu Hedonik
Warna permukaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
coklat kuning
Aroma
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
amis tidak amis
Rasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
Tidak enak enak
Tekstur
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat B iasa Amat sangat
empuk keras
Komentar
Kelebihan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................
Kekurangan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................
TERIMA KASIH
53
Hedonik
Warna
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka
Aroma
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka
Rasa
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka
Tekstur
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka
Keseluruhan
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Amat sangat Biasa Amat sangat
tidak suka (suka tdk,tdk suka tdk) suka
Komentar
Kelebihan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................
Kekurangan : ..................................................................................................................
..................................................................................................................
TERIMA KASIH
54
Jumlah air bebas (mg) = Luasan air bebas (cm2)-8 ............................ (A)
0,0948
Jumlah air sampel (mg) = % kadar air sampel x berat sampel............... (B)
%DMA = B-A x100
B
55
Keterangan :
a= bobot cawan kosong (g)
b= bobot sampel (g)
c= bobot sampel dan cawan sesudah dikeringkan (g)
2. Kadar Abu (AOAC 1995)
Pengukuran kadar abu ditentukan dengan metode tanur. Cawan porselen
dipanaskan terlebih dahulu dalam oven, kemudian didinginkan dalam desikator.
Sebanyak 3-5 gram sampel ditimbang kemudian dibakar di dalam cawan
porselen sampai tidak berasap dan diabukan dalam tanur pada suhu 600oC
sampai berwarna putih dan berat konstan. Kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang.
berat abu
Kadar abu = X 100%
berat contoh
3. Analisa Protein Metode Semi Mikro Kjeldahl (AOAC 1995)
Bahan yang ditimbang kira-kira 0,5 1 g. Bahan tersebut dimasukkan ke
dalam labu Kjeldahl, ditambahkan 0,5 g selenium mix dan 7 ml H2SO4 pekat.
Sampel didestruksi sampai larutan berwarna jernih kehijauan dan uap SO2
hilang. Hasil destruksi ditambah akuades kemudian dimasukkan ke dalam labu
destilasi dan ditambahkan indikator metil merah metil biru. Selanjutnya
ditambahkan NaOH 33% kemudian dilakukan destilasi. Destilat ditampung dalam
20 ml larutan asam borat 3% lalu dititrasi dengan HCl standar.
% Kadar Protein = (ml titrasi x Ar N x N HCl x 100)/ berat sampel x 6,25
56
telah diketahui bobot tetapnya (CW1) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam
tanur suhu 550oC sampai menjadi abu (paling sedikit 5 jam), kemudian
didinginkan dalam desikator lalu timbang beratnya (CW2).
Perhitungan Insoluble Dietary Fiber (IDF):
IDF (% berat sampel kering) = ((KS2 KS1) (CW2 CW1)) B x 100%
Berat sampel (g)
Keterangan :
KS1= kertas saring kosong (g)
KS2= kertas saring + residu serat (g)
CW1= cawan pengabuan kosong (g)
CW2= cawan pengabuan + abu (g)
B = blanko bebas serat
Sementara filtrat yang diperoleh (berupa serat makanan larut/SDF) diatur
volumenya dengan akuades hingga 100 ml. Tambahkan 400 ml etanol 95%
hangat (60oC) dan didiamkan semalam, kemudian disaring menggunakan kertas
saring yang mengandung 0,5 garam celite kering dan telah diketahui bobot
tetapnya (KS3) dengan dibantu pompa vakum.
Terakhir dicuci dengan 2 x 10 ml aseton. Kemudian kertas saring beserta
residunya dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C hingga beratnya konstan
dan ditimbang (KS4). Kemudian dimasukkan dalam cawan pengabuan yang
telah diketahui bobot tetapnya (CW3) lalu diarangkan, kemudian diabukan dalam
tanur suhu 5500C sampai menjadi abu, kemudian didinginkan dalam eksikator
lalu ditimbang beratnya (CW4). Untuk blanko diperoleh dengan cara yang sama
tapi tanpa menggunakan sampel.
Perhitungan Soluble Dietary Fiber (SDF):
IDF = ((KS4 KS3)(CW4 CW3))B x 100% Berat sampel (g)
Keterangan :
KS3= kertas saring kosong (g)
KS4= kertas saring + residu serat (g)
CW3= cawan pengabuan kosong (g)
CW4= cawan pengabuan + abu (g)
B = blanko bebas serat
Perhitungan Total Dietary Fiber (TDF):
TDF = IDF + SDF
58
b. Aroma
Hedonik Mutu Hedonik
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%
1 5,3 7,3 6,2 7,5 6,7 5,5 6,1 6,0 6,7 6,3
2 6,5 4,5 5,0 5,5 6,0 8,0 4,5 4,5 5,0 7,0
3 7,6 6,4 6,0 4,4 3,0 7,0 6,0 3,0 4,0 2,6
4 8,0 4,0 6,0 7,0 5,0 9,0 4,0 8,0 7,0 8,0
5 4,0 8,0 6,0 7,0 6,0 5,0 8,0 6,0 5,5 5,0
6 6,0 5,0 5,0 5,0 6,0 6,0 5,0 6,0 3,0 4,0
7 5,0 6,0 4,0 6,0 4,0 5,0 7,0 4,0 6,0 4,0
8 6,0 3,0 4,0 5,0 7,0 7,0 5,0 3,0 4,0 6,0
9 4,8 6,8 5,6 4,5 5,2 4,6 6,8 6,6 5,6 3,8
10 7,0 4,0 5,6 5,6 3,0 3,0 4,0 3,5 2,0 2,5
11 6,0 4,0 4,5 4,9 5,0 8,0 5,0 5,8 7,0 4,0
12 3,0 6,0 8,0 5,4 7,0 9,0 9,0 9,0 8,5 9,0
13 3,2 4,2 8,0 5,0 8,2 8,2 7,2 6,4 5,2 5,7
14 6,5 6,5 6,0 7,0 4,5 5,0 4,5 3,5 4,0 4,0
15 4,0 5,0 6,0 5,0 5,0 8,0 8,0 6,0 5,0 7,0
16 5,0 4,0 4,0 7,5 7,0 5,0 4,0 7,0 6,0 8,0
17 5,0 6,0 7,0 7,0 6,0 9,0 5,0 7,0 9,0 6,0
18 6,0 5,0 6,0 4,0 7,0 4,0 6,0 6,0 3,0 5,0
19 8,0 1,0 9,0 3,0 4,0 9,0 4,0 8,0 2,0 3,0
20 6,0 6,0 5,0 6,0 6,0 4,0 6,0 6,0 4,0 3,0
21 6,0 3,0 4,5 5,6 4,0 6,0 3,0 4,5 3,0 4,0
22 6,8 4,0 6,0 3,0 7,0 6,5 3,6 6,0 3,0 7,0
23 7,6 8,5 6,0 5,5 7,0 5,0 6,5 7,4 3,6 8,5
24 7,5 7,0 8,3 8,5 8,8 5,5 7,0 8,0 4,5 4,8
25 6,0 4,3 6,5 4,0 5,4 7,0 5,3 5,8 5,0 6,0
26 3,0 4,0 4,7 6,0 5,5 4,9 4,2 3,0 3,7 4,7
27 5,8 5,3 5,7 5,5 7,0 7,4 4,6 5,4 6,5 6,2
28 5,9 4,9 6,9 7,9 4,2 4,1 5,9 5,1 7,4 6,6
29 4,4 6,0 7,0 5,5 6,5 8,5 7,0 5,4 7,4 6,5
30 6,0 5,0 8,6 6,5 7,5 6,5 5,0 8,6 7,5 5,8
Rata-rata 5,7 5,2 6,0 5,7 5,8 6,4 5,6 5,8 5,1 5,5
61
c. Rasa
Hedonik Mutu Hedonik
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
d. Tekstur
Hedonik Mutu Hedonik
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%
1 2,0 5,2 7,0 7,7 7,2 3,0 4,9 4,4 5,0 2,4
2 5,0 6,0 6,5 5,8 3,4 6,0 6,0 6,0 4,0 2,0
3 8,0 7,6 5,0 7,0 2,0 5,4 8,0 3,0 7,0 1,6
4 3,0 6,0 8,0 7,0 7,0 8,0 8,0 6,0 6,0 7,0
5 6,0 8,0 6,0 4,8 4,0 4,4 5,0 6,0 6,0 3,0
6 7,0 6,0 7,0 6,0 7,0 5,7 5,0 6,0 5,0 4,0
7 6,0 5,0 5,0 7,0 7,0 5,0 6,0 6,0 5,0 5,0
8 7,0 3,0 4,0 6,0 8,0 7,0 3,0 4,0 5,0 2,0
9 8,0 7,4 4,6 5,0 6,8 6,0 4,2 7,4 5,2 6,3
10 6,5 7,0 4,0 5,0 6,0 3,6 3,0 1,0 4,0 2,5
11 6,7 6,0 6,5 5,3 5,0 6,0 2,4 3,0 4,0 2,0
12 2,0 7,0 9,0 4,8 9,0 7,0 1,0 7,5 8,0 1,0
13 8,0 7,7 7,2 6,6 8,2 7,5 5,2 4,3 4,8 3,1
14 8,4 5,5 4,4 5,8 6,0 6,0 4,5 5,5 5,5 3,0
15 6,5 5,0 4,0 5,9 5,0 5,6 6,0 5,0 6,0 4,0
16 4,0 3,0 6,0 6,0 5,0 8,0 5,0 4,0 6,0 3,0
17 5,7 4,0 6,0 4,0 6,0 4,3 3,0 7,0 4,0 8,0
18 8,0 4,0 6,0 5,0 6,0 8,0 5,0 6,0 5,0 4,0
19 9,0 8,5 9,0 6,0 7,0 9,0 4,0 1,0 2,0 3,0
20 6,4 4,0 2,0 5,4 2,0 4,9 7,0 7,0 3,0 1,0
21 5,0 6,0 5,0 4,8 5,0 7,0 7,0 5,0 5,0 5,0
22 8,0 8,0 8,5 9,0 5,0 5,7 3,6 4,0 4,5 1,0
23 7,4 5,0 3,5 4,5 3,0 7,0 9,0 4,4 7,0 8,0
24 3,5 6,0 6,6 9,0 8,3 6,5 9,0 9,0 5,0 2,6
25 1,0 4,8 6,6 5,3 5,6 3,0 8,0 5,5 7,6 4,0
26 7,8 2,0 2,5 4,0 4,3 6,2 7,0 6,4 6,0 4,0
27 3,0 4,0 4,3 4,8 6,4 7,5 8,0 7,4 4,5 3,6
28 3,2 4,1 8,1 7,1 6,1 3,5 5,0 6,0 6,9 3,9
29 5,4 6,0 7,0 7,4 5,6 5,6 6,0 6,5 5,5 3,5
30 6,0 8,5 7,5 5,0 5,6 5,8 4,0 4,5 3,5 2,3
Rata-rata 5,8 5,7 5,9 5,9 5,7 5,9 5,4 5,3 5,2 3,5
63
e. keseluruhan
Berdasarkan formulir Berdasarkan kontribusi masing-masing
organoleptik atribut
Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap tepung terigu dan tapioka
Panelis 0% 25% 50% 75% 100% 0% 25% 50% 75% 100%
1 7,0 7,1 8,3 9,0 8,0 3,3 6,0 6,6 7,7 6,5
2 8,0 6,0 5,0 4,5 3,4 5,8 5,7 5,3 5,1 4,3
3 7,0 7,6 5,0 8,0 2,0 7,8 7,1 6,0 6,9 2,6
4 3,0 7,0 7,0 9,0 8,0 4,7 6,5 6,8 7,2 7,5
5 9,0 9,0 7,0 7,0 4,5 6,3 8,0 6,2 5,7 4,5
6 7,0 6,0 6,0 4,0 7,0 6,4 5,7 6,4 4,8 6,7
7 9,0 7,0 5,0 7,0 6,0 5,7 5,2 4,6 6,3 5,5
8 8,2 3,0 4,0 5,0 8,0 7,6 3,0 4,2 5,3 7,4
9 5,8 4,7 5,3 6,7 4,2 7,2 6,3 5,1 5,3 5,8
10 8,6 6,0 4,0 6,5 5,0 6,7 5,2 4,2 5,2 6,0
11 6,0 7,0 2,3 5,0 3,0 6,7 5,2 5,2 4,8 5,2
12 6,0 6,0 7,0 4,0 9,0 4,1 6,3 7,5 3,8 6,7
13 7,0 6,2 4,7 7,8 7,3 6,4 5,3 6,5 6,3 7,5
14 7,0 6,5 7,0 5,6 5,6 6,7 6,1 5,7 6,1 5,6
15 6,0 5,0 5,0 5,0 4,0 6,1 4,7 4,8 5,4 4,6
16 7,2 5,0 6,0 5,0 7,0 5,5 3,6 5,0 6,1 5,5
17 6,5 5,0 6,0 5,0 6,0 5,5 4,9 6,5 6,1 6,2
18 8,6 5,0 7,0 5,0 7,0 7,6 4,8 6,5 4,7 6,5
19 7,0 6,5 8,0 7,0 6,0 7,4 7,5 8,7 6,0 6,3
20 3,5 8,0 4,0 8,0 6,0 6,2 6,3 3,1 6,7 3,8
21 4,0 7,0 7,0 7,0 7,0 5,6 5,1 4,6 4,7 4,6
22 5,0 6,0 7,0 8,0 4,0 6,7 7,0 8,0 7,7 5,5
23 5,0 4,5 4,0 6,0 3,4 7,0 6,1 4,2 5,6 4,2
24 5,0 4,5 4,8 7,0 5,7 4,8 5,9 6,6 8,3 7,2
25 4,0 4,6 6,8 4,0 6,0 3,8 4,6 6,4 4,4 5,5
26 3,5 4,5 4,0 5,5 5,4 6,4 3,7 3,9 4,9 5,1
27 4,0 5,5 5,8 6,3 7,2 3,7 5,2 5,3 5,6 6,3
28 6,5 6,8 7,8 8,5 5,1 4,7 4,7 7,8 7,2 4,9
29 8,0 6,0 7,0 7,4 6,4 4,3 6,5 6,9 7,2 6,1
30 1,0 5,0 8,0 6,0 5,6 5,4 6,5 8,1 6,1 6,4
Rata-
rata 6,1 5,9 5,9 6,3 5,8 5,9 5,6 5,9 5,9 5,7
64
Lampiran 6 Hasil sidik ragam mutu hedonik nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig.
Lampiran 8 Hasil sidik ragam hedonik nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Kuadrat
Jumlah kuadrat df F Sig.
Tengah
Warna Perlakuan 28,773 4 7,193 2,223 0,069*
Galat 469,100 145 3,235
Total 497,873 149
Aroma Perlakuan 57,686 4 14,422 0,403 0,806*
Galat 5182,6 145 35,742
Total 5240,287 149
Rasa Perlakuan 20,467 4 5,117 1,815 0,129*
Galat 408,867 145 2,820
Total 429,333 149
Tekstur Perlakuan 0,427 4 0,107 0,034 0,998*
Galat 455,367 145 3, 14
Total 455,793 149
Keseluruhan Perlakuan 6,333 4 1,583 0,597 0,656*
Galat 384,500 145 2,652
Total 390,833 149
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata
65
c. Nilai WHC nugget keong tutut substitusi tepung ubi jalar 75%
Berat Luasan air Jumlah air Jumlah air
sampel bebas bebas kadar sampel
Ulangan (g) (cm2) (mg) air (%) (mg) %DMA
1 0,3011 8,731 7,7110 62,18 18,7224 58,8142
1 0,3018 8,678 7,1519 62,18 18,7659 61,8889
2 0,3013 8,697 7,3523 61,51 18,533 60,3284
2 0,3029 8,659 6,9515 61,51 18,6314 62,6894
Rata-rata 60,93021,7179
Lampiran 10 Hasil sidik ragam pH adonan nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig.
Lampiran 11 Hasil uji lanjut Duncan pH adonan nugget keong tutut dengan
berbagai tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu dan tapioka
Perlakuan N Subset for alpha = 0.05
1 2 3
75% 2 7,4630
25% 2 7,7965
100% 2 7,8455
50% 2 7,8490
0% 2 8,3005
Sig. 1,000 0,499 1,000
Nilai rata-rata pada kolom berbeda, berbeda nyata
Lampiran 12 Hasil sidik ragam kekerasan nugget keong tutut dengan berbagai
tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap teridu dan tapioka
Jumlah Kuadrat df Kuadrat Tengah F Sig.
Lampiran 13 Hasil uji Independent samples t-test daya mengikat air adonan
nugget keong tutut dengan substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi
tepung ubi jalar 0%
F Sig. t df Sig. Mean Std. 95% Confidence
(2- Differen Error Interval of the
tailed ce Differen Difference
) ce Lower Upper
Equal 3,0
variances 18E 0,000* -29,147 2 0,001 -26,835 0,9207 -30,7963 -22,8737
assumed +14
Equal
variances not -29,147 1,918 0,001 -26,835 0,9207 -30,9622 -22,7078
assumed
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
Lampiran 14 Hasil analisis sifat kimia nugget keong tutut setengah matang
substitusi tepung ubi jalar 75%
a. Kadar air
Ulangan berat sampel (g) berat cawan (g) Berat Cawan akhir(g) kadar air (%)
1 3,0199 6,1021 7,6320 49,3394
1 3,1186 6,1762 7,7699 48,8969
2 3,2628 5,8379 7,5553 47,3642
2 3,2582 5,6449 7,3735 46,9462
Rata-rata 48,13671,1602
67
b. Kadar abu
berat sampel berat cawan Berat Cawan akhir kadar abu kadar abu
Ulangan (g) (g) (g) (bb%) (bk%)
1 3,1041 21,9231 22,0017 2,5321 4,9982
1 3,1911 23,0792 23,1628 2,6198 5,1265
2 3,0063 21,933 22,4761 2,5829 4,9071
2 3,047 21,3494 21,4281 2,6198 4,938
Rata-rata 2,58870,0415 4,99250,0970
c. Kadar protein
berat Titrasi Kadar kadar protein kadar protein
ulangan sampel (mg) (ml) N HCl Ar N N (%) (bb%) (bk%)
1 101,8 1,3 1,7512 10,9447 21,6039
1 101,6 1,2 1,6196 10,1227 19,8084
0,0979 14,007
2 101 1,1 1,4935 9,3342 17,7337
2 125,7 1,5 1,6364 10,2274 19,2773
Rata-rata 10,15730,6592 19,60581,5965
d. Kadar lemak
berat berat Berat labu kadar lemak kadar lemak
Ulangan sampel(g) labu (g) akhir (g) (bb%) (bk%)
1 5,0854 109,2168 109,7975 11,419 22,5401
1 5,0372 109,387 109,9694 11,562 22,6248
2 5,0332 111,5914 112,1593 11,2831 21,4361
2 5,0649 105,4373 106,0443 11,9844 22,5892
Rata-rata 11,56210,3037 22,29760,5753
e. kadar karbohidrat
kadar kadar kadar kadar kadar karbohidrat
Ulangan air (bb%) abu (bb%) protein (bb%) lemak (bb%) (bb%)
1 49,3394 2,5321 10,9447 11,4190 25,7648
48,8969 2,6198 10,1227 11,5620 26,7986
2 47,3642 2,5829 9,3342 11,2831 29,4356
46,9462 2,6198 10,2274 11,9844 28,2222
Rata-rata 27,55531,6082
f. Nilai energi nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
kadar kadar kadar Energi
Ulangan protein (bb%) lemak (bb%) karbohidrat (bb%) (kkal)
1 10,9447 11,4190 25,7648 249,6088
1 10,1227 11,5620 26,7986 251,7430
2 9,3342 11,2831 29,4356 256,6270
2 10,2274 11,9844 28,2222 261,6584
Rata-rata 254,90935,3735
68
g. Kadar kalsium nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
berat
Ulanga aliquot
sampel a b peak kalsium Kalsium
n (ml)
(g) sampel (ppm) (mg/100 g)
1 50 1,0016 5,3071 0,2143 169 1587,6474 158,76474
2 50 1,0466 5,3071 0,2143 174 1564,3936 156,43936
Rata-rata 157,60211,6442
h. Kadar serat pangan nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
Kadar serat pangan tidak larut (SPTL)
Berat
sampel SPTL SPTL
Ulangan (g) KS 1 KS2 CW1 CW2 (bb%) (bk%)
1 4,6074 1,1613 1,5796 26,7047 26,7475 8,9046 17,5769
1 4,7216 1,1689 1,6187 24,4224 24,4729 9,2408 18,0827
2 3,9172 1,1778 1,5873 14,9419 14,9872 9,2835 17,6373
2 3,938 1,1728 1,5624 16,8079 16,8485 8,8484 16,6781
Rata-rata 9,06930,2245 17,49380,5887
l. Nilai Daya Cerna Protein nugget keong tutut dengan penambahan tepung ubi jalar 75%
ulangan pH awal pH akhir pH koreksi Nilai DCP (bb%)
1 8,056 7,393 7,337 77,642
2 8,054 7,354 7,3 78,312
Rata-rata 77,9770,474
Ket : y= 210,464-18,103x
69
Lampiran 15 Hasil uji Independent samples t-test sifat kimia nugget keong tutut
setengah matang substitusi tepung ubi jalar 75% dan substitusi tepung
ubi jalar 0%
a. Hasil uji independent samples t-test air nugget
F Sig. t df Sig. (2- Mean Std. 95% Confidence
tailed) Differenc Error Interval of the
e Differe Difference
nce Lower Upper
Equal
variances 0,036 0,856* -3,536 6 0,012 -3,1408 0,8882 -5,3142 -0,9674
assumed
Equal
variances not -3,536 5,873 0,013 -3,1408 0,8882 -5,3256 -0,9559
assumed
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata
Equal
variances 4,352 0,082* -4,069 6 0,007 -3,044 0,7481 -4,8745 -1,2135
assumed
Equal
variances not -4,069 4,343 0,013 -3,044 0,7481 -5,0579 -1,0302
assumed
* Signifikansi lebih besar dari p=0,05, tidak berbeda nyata
70
Equal variances
7,796 0,031* 2,954 6 0,025 9,0737 3,0713 1,5585 16,5890
assumed
Equal variances
2,954 4,31 0,038 9,0737 3,0713 0,7831 17,3644
not assumed
* Signifikansi lebih kecil dari p=0,05, berbeda nyata
Lampiran 16 Rincian analisis biaya nugget keong tutut dengan substitusi tepung
ubi jalar 75%
Biaya Operasional
Jenis Biaya per hari (Rp)
BBM 50 000,00
Transportasi 10 000,00
Gas 60 000,00
Listrik 50 000,00
TOTAL 170 000,00
72
Biaya Investasi
Harga Umur Biaya susut Biaya perawatan Total
Alat (Rp) Jumlah (tahun) alat/ hari (Rp) 3 tahun/ hari (Rp) Biaya (Rp)
Pisau 3 000,00 10 1 82,19 0,00 30 000,00
Food processor 900 000,00 10 10 2 465,75 739,70 9 000 000,00
freezer 6 000 000,00 2 20 1 643,84 4 931,50 12 000 000,00
Dandang 100 000,00 8 1 2 191,78 0,00 800 000,00
Cetakan nugget 20 000,00 20 1 1 095,89 0,00 400 000,00
Penyaringan 15 000,00 8 1 328,77 0,00 120 000,00
Sodet 10 000,00 8 1 219,18 0,00 80 000,00
Wajan 50 000,00 8 1 1 095,89 0,00 400 000,00
Baskom 3 000,00 10 1 82,19 0,00 30 000,00
piring 10 000,00 20 1 547,95 0,00 200 000,00
Timbangan 500 000,00 8 2 5 479,45 411,00 4 000 000,00
Tabung gas 300 000,00 4 5 657,53 246,60 1 200 000,00
Kompor gas 300 000,00 4 5 657,53 246,6 1 200 000,00
TOTAL (Rp) 16 547,95 6 575,34 29 460 000,00
Biaya susut alat/hari = (harga x jumlah)/umur/365
Biaya pemeliharaan 3 tahun per hari = (10% x harga)/(365*3)
Biaya Total
Jenis Biaya Jumlah (Rp)
Investasi (Biaya susut dan perawatan) 23 123,29
Bahan baku 946 600,00
Tenaga kerja 987 000,00
Operasional 170 000,00
Total biaya 2 126 723,29
Margin (30%) 638 016,99
Total keseluruhan 2 764 740,27
Harga produk per kilogram (Rp) 62 059,27
Harga produk per 100 gram (Rp) 6 205,93
Harga Produk per kilogram = Total keseluruhan/ berat total bahan baku x 100 g
73