Anda di halaman 1dari 14

JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM

Disusun Oleh :
MUSLIKAH (…………………………………….)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM


PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO
NGANJUK
2023
JUAL BELI YANG DILARANG DALAM ISLAM

MAKALAH
Diajukan Kepada
Dosen Pengampu Mata Kuliah
Sistem Ekonomi Islam
Untuk memenuhi tugas UAS
Semester 5

Disusun Oleh :
MUSLIKAH (NIM…………………………………….)

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM


PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM PANGERAN DIPONEGORO
NGANJUK
2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan
sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk
itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Nganjuk, 19 Januari 2023

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................3
DAFTAR ISI...................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................5
A. Latar Belakang..............................................................................5
B. Rumusan Masalah........................................................................5
C. Tujuan............................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................6
A. Praktik bisnis yang dilarang.........................................................6
B. Macam – macam jual beli yang dilarang dalam islam...............6
BAB III PENUTUP.........................................................................................13
A. Kesimpulan.....................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................14

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita telah mengetahui dua kaidah hukum asal dalam syari’ah. Dalam ibadah,
kaidah hukum yang berlaku adalah bahwa semua hal dilarang, kecuali yang ada
ketentuannya berdasarkan al-qur’an dan al-hadis. Sedangkan dalam urusan muamalah,
semuanya diperbolehkan kecuali ada dalil yang melarang. Ini berarti ketika suatu
transaksi baru muncul dan belum dikenal sebelumnya dalam hukum islam, maka
transaksi tersebut di anggap dapat diterima, kecuali terdapat implikasi dari dalil Al-
quran dan hadis yang melarangnya, baik secara eksplisit maupun implisit.
Dengan demikian, dalam bidang mu’amalah, semua transaksi dibolehkan kecuali
yang diharamkan. Perubahan dan perkembangan yang terjadi dewasa ini menunjukkan
kecenderungan yang cukup memprihatinkan, namun sangat menarik untuk dikritisi.
Praktek atau aktivitas hidup yang dijalani umat manusia di dunia pada umumnya dan di
Indonesia pada khususnya, menunjukkan kecenderungan pada aktivitas yang banyak
menanggalkan nilai-nilai atau etika ke-Islaman, terutama dalam dunia bisnis. Padahal
secara tegas Rasulullah pernah bersabda bahwa perdagangan (bisnis) adalah suatu lahan
yang paling banyak mendatangkan keberkahan. Dengan demikian, aktivitas
perdagangan atau bisnis nampaknya merupakan arena yang paling memberikan
keuntungan. Namun harus dipahami, bahwa praktek-praktek bisnis yang seharusnya
dilakukan setiap manusia, menurut ajaran Islam, telah ditentukan batasan-batasannya.
Oleh karena itu, Islam memberikan kategorisasi bisnis yang diperbolehkan (halal) dan
bisnis yang dilarang (haram).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Praktek jual beli yang dilarang ?
2. Apa saja jual beli yang dilarang itu ?

D. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan jual beli yang dilarang.
2. Untuk mengetahui macam-macam jual beli yang dilarang.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Praktik Bisnis yang Dilarang


Dalam Syariah, Nabi telah melarang kita dari beberapa jenis usaha tertentu karena
di dalamnya mengandung dosa dan apa yang di dalamnya terdapat bahaya bagi manusia
dan mengambil harta secara tidak adil. Beberapa jenis transaksi yang dilarang adalah:
1. Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam.
2. Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal.
3. Persaingan yang tidak fair
4. Pemalsuan dan penipuan

B. Macam-Macam Jual Beli Yang Di Larang


Penyebab terlarangnya sebuah transaksi adalah disebabkan faktor-faktor sebagai
berikut;
1. Haram zatnya (haram li-dzatihi)
2. Haram selain zatnya (haram li-ghairihi)
3. Tidak sah (lengkap) akadnya

1. Haram Zatnya
Transaksi di larang karena objek (barang atau jasa) yang di transaksikan juga
dilarang, misalnya minuman keras, bangkai, daging babi, dan sebagainya. Jadi, transaksi
jual beli minuman keras adalah haram, walaupun akad jual belinya sah. Contohnya, bila
ada nasabah yang mengajukan pembiayaan pembelian minuman keras kepada bank
dengan menggunakan akad murabahah, maka walaupun akadnya sah tetapi transaksi ini
haram karena objek transaksinya haram.
2. Haram Selain Zatnya
a. Melanggar Prinsip “An Taradin Minkum” Tadlis (penipuan)
Setiap transaksi dalam islam harus didasarkan pada prinsip kerelaan antara kedua
belah pihak (sama-sama ridha). Mereka harus mempunyai informasi yang sama
sehingga tidak ada pihak yang merasa di curigai (ditipu) karena terdapat kondisi di
mana salah satu pihak tidak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain. Tadlis

6
dapat terjadi dalam 4 (empat) hal, yakni dalam: 1) Kuantitas 2) Kualitas 3) Harga dan 4)
Waktu penyerahan.
b. Melanggar prinsip ‘la tazhlimuna wa la tuzhlamun’
Prinsip kedua yang tidak boleh dilanggar adalah prinsip la tazhlimuna wa la
tuzlamun, yakni jangan menzalimi dan jangan dizalimi. Praktik-praktik yang melanggar
prinsip ini di antaranya:
a) Taghrir (gharar)
Gharar atau disebut juga tagrir adalah situasi di mana terjadi
ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi. Dalam tadlis, yang
terjadi adalah pihak A tidak mengetahui apa yang diketahui pihak B. Sedangkan
dalam taghrir, baik pihak A maupun pihak B sama-sama tidak memiliki
kepastian mengenai sesuatu yang ditransaksikan. Gharar ini terjadi bila kita
memperlakukan sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti.
b) Rekayasa pasar dalam supply (ikhtikar)
Rekayasa pasar dalam supply terjadi bila seorang produsen / penjual
mengambil keuntungan normal dengan cara mengurangi supply agar harga
produk yang di jualnya naik. Hal ini adalah istilah fiqih disebut ikhtikar. Ikhtikar
biasanya dilakukan dengan menghambat produsen / penjual lain masuk pasar,
agar ia menjadi pemain tunggal di pasar (monopoli). Karena itu, biasanya orang
menyamakan ikhtikar dengan monopoli dan penimbunan, padahal tidak selalu
seorang monopolis melakukan ikhtikar. BULOG juga melakukan penimbunan,
tetapi justru untuk menjaga kestabilan harga dan pasokan. Demikian pula
dengan Negara apabila memonopoli sektor industri yang penting dan menguasai
hajat hidup orang banyak, bukan dikategorikan sebagai ikhtikar. Agama
melarang kita menimbun barang saat orang membutuhkan. Namun praktek
bisnis ini justru sering terjadi di negeri kita sendiri. Di saat orang kesulitan
bahan bakar gas misalnya, ternyata di pihak lain ada yang menimbun. Tujuannya
hanya untuk mendapatkan harga jual yang lebih tinggi ketika produk sudah
langka di pasaran. Padalah rasul telah bersabda, ”Tidak ada yang menimbun
barang ketika dibutuhkan kecuali orang yang berdosa” (HR Muslim).
Ikhtikar terjadi bila syarat-syarat di bawah ini terpenuhi;

7
1. Mengupayakan adanya kelangkaan barang baik dengan cara
menimbun stock atau mengenakan entri-barriers
2. Menjual dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan harga sebelum
munculnya kelangkaan.
3. Mengambil keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan keuntungan
sebelum komponen 1 & 2 dilakukan
c) Rekayasa pasar dalam demand (bai’ najasy)
Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang produsen (pembeli)
menciptakan permintaan palsu, seolah olah ada banyak permintaan terhadap
suatu produk sehingga harga jual produk itu akan naik. Hal ini terjadi misalnya,
dalam bursa saham, bursa valas, dan lain-lain. Cara yang di tempuh bias
bermacam-macam, mulai dari menyebarkan isu, melakukan order pembelian,
sampai benar-benar melakukan pembelian pancingan agar tercipta sentiment
pasar untuk ramai-ramai membeli saham (mata uang) tertentu. Bila harga sudah
naik sampai level yang di inginkan maka yang bersangkutan akan melakukan
aksi ambil untung dengan melepas kembali saham (mata uang) yang sudah
dibeli, sehingga ia akan mendapatkan untung besar. Rekayasa demand ini dalam
istilah fiqihnya disebut dengan bai’ najasy.
d) Riba
Riba berarti menukarkan suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
demikian. Allah sendiri telah menjelaskan dalam al Quran Surat Al Baqarah ayat
275 :
‫ل‬GG‫الذين يأكلون الربا ال يقومون إال كما يقوم الذي يتخبطه الشيطان من المس ذلك بأنهم قالوا إنما البيع مثل الربا وأح‬
‫ار هم‬GG‫هللا البيع وحرم الربا فمن جاءه موعظة من ربه فانتهى فله ما سلف وأمره إلى هللا ومن عاد فأولئك أصحاب الن‬
‫فيها خالدون‬
Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari

8
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang
mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya..” (QS Al- Baqarah : 275)
Wahai Saudaraku! Tidak ada keraguan bahwa perdagangan dan jual beli
adalah dua hal yang dibutuhkan dan diperlukan. Hal ini karena Allah telah
memerintahkan kita untuk mencari rezeki dan untuk makan dan minum bagi diri
kita menurut cara yang secara umum dibenarkan. Dalam ilmu fiqih, dikenal 3
jenis riba, yaitu:
• Riba fadl yaitu riba yang timbul akibat pertukaran barang yang sejenis, tapi
tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya, sama kuantitasnya, dan sama waktu
penyerahan barangnya. Pertukaran seperti itu mengandung unsur ketidakjelasan
nilai barang pada masing-masing pihak. Akibatnya, bisa
mendorong orang berbuat zalim.
• Riba nasi’ah atau riba yang muncul akibat utang piutang yang tidak memenuhi
kriteria. Keuntungan muncul tanpa adanya risiko dan hasil usaha muncul tanpa
adanya biaya. Padahal, dalam dunia bisnis kemungkinan untung dan rugi selalu
ada. Memastikan sesuatu di luar wewenang sifatnya zalim.
• Riba jahiliyah atau utang yang dibayar melebihi pokok pinjaman, karena
peminjam tidak dapat mengembalikan pinjaman sesuai waktu yang ditentukan.
  e) Maysir (penjudian)
Secara sederhana, yang dimaksud dengan maysir atau penjudian adalah
suatu pemainan yang menempatkan salah satu pihak harus menanggung beban
pihak yang lain akibat permainan tersebut. Setiap permainan atau pertandingan,
baik yang berbentuk game of chance, game of skill ataupun natural events, harus
menghindari terjadinya zero sum game, yakni kondisi yang menempatkan salah
satu atau beberapa pemain harus menanggung beban pemain.
Allah swt. telah memberi penegasan terhadap keharaman melakukan
aktivitas ekonomi yang mengandung unsur maysir (penjudian). Allah swt
berfirman:

‫يا أيها الذين آمنوا إنما الخمر والميسر واألنصاب واألزالم رجس من عمل الشيطان فاجتنبوه لعلكم تفلحون‬

9
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah,
adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-
perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. (QS Al-Maidah: 90).
f) Risywah (suap menyuap)
Yang di maksud dengan perbuatan risywah adalah memberi sesuatu
kepada pihak lain untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Suatu
perbuatan baru dapat dikatakan sebagai tindakan risywah (suap-menyuap) jika
dilakukan kedua belah pihak sukarela. Jika hanya salah satu pihak yang meminta
suap dan pihak lain tidak rela atau dalam keadaan terpaksa atau hanya untuk
memperoleh haknya, peristiwa tersebut bukan termasuk kategori risywah,
melainkan tindakan pemerasan.
Allah swt telah menyinggung praktik suap-menyuap pada sejumlah ayat
al-quran. Diantara firman allah swt:
‫وال تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل وتدلوا بها إلى الحكام لتأكلوا فريقا من أموال الناس باإلثم وأنتم تعلمون‬
Artinya : Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian
yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan
sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa,
padahal kamu mengetahui. (QS Al-Baqarah: 188).

3. Tidak sah (lengkap) akadnya


Suatu transaksi yang tidak masuk dalam kategori haramli dzatihi maupun haram
li ghairihi, belum tentu serta merta menjadi halal. Masih ada kemungkinan transaksi
tersebut menjadi haram bila akad atas transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap. Suatu
transaksi dapat dikatakan tidak sah dan atau tidak lengkap akadnya, bila terjadi salah
satu (atau lebih) faktor-faktor berikut ini:
1. Rukun dan syarat tidak dipenuhi
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi (necessary
condition), misalnya ada penjual dan pembeli. Tanpa adanya penjual dan
pembeli, maka jual-beli tidak aka ada. Pada umumnya, rukun dalam muamalah

10
iqtishadiyah (muamalah dalam bidang ekonomi) ada 3 yaitu: Pelaku, Objek,
Ijab-kabul.
Pelaku bisa berupa penjual-pembeli (dalam akad jual-beli), penyewa-
pemberi sewa (dalam akad sewa-menyewa), atau penerima upah-pemberi upah
(dalam akad upah-mengupah), dan lain-lain. Tanpa pelaku maka tidak ada
transaksi. Objek transaksi dari semua akad diatas dapat berupa barang atau jasa.
Contohnya dalam akad jualbeli mobil, maka objek transaksinya adalah mobil.
Dalam akad menyewa rumah, maka objek transaksianya adalah rumah, demikian
seterusnya. Tanpa objek transaksi, mustahil transaksi akan tercipta.
Selanjutnya, faktor lainnya yang mutlak harus ada supaya transaksi dapat
tercipta adalah adanya kesepakatan antara kedua belah pihak yang bertransaksi.
Dalam terminologi fiqih, kesepakatan bersama ini disebut ijab-kabul. Tanpa
ijab-kabul, mustahil pula transaksi akan terjadi. Dalam kaitannya dengan
kesepakatan ini, maka akad dapat menjadi batal bila terdapat :
1. Kesalahan/kekeliruan ojek
2. Paksaan (ikrah)
3. Penipuan (tadlis)

Selain rukun, faktor yang harus ada supaya akad menjadi sah (lengkap)
adalah syarat. Syarat adalah sesuatu yang keberadaannya melengkapi rukun.
Syarat bukan rukun, jadi tidak boleh dicampur adukkan. Di lain pihak,
keberadaan syarat tidak boleh:
1. Menghalalkan yang haram
2. Mengharamkan yang halal
3. Menggugurkan rukun
4. Bertentangan dengan rukun atau
5. Mencegah berlakunya rukun.

2. Ta’alluq
Ta’alluq terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling
dikaitkan, maka berlakunya akad 1 tergantung pada akad 2.

11
3. Two in one
Two in one adalah kondisi dimana suatu transaksi diwadahi oleh dua
akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian (gharar) mengenai akad mana
yang harus digunakan (berlaku). Dalam terminologi fiqih, kejadian ini disebut
dengan shafqatin fi al-shafqah.

BAB III
PENUTUP

12
A. Kesimpulan
Dalam bidang mu’amalah, semua transaksi dibolehkan kecuali yang diharamkan.
Perubahan dan perkembangan yang terjadi dewasa ini menunjukkan kecenderungan
yang cukup memprihatinkan, namun sangat menarik untuk dikritisi. Praktek atau
aktivitas hidup yang dijalani umat manusia di dunia pada umumnya dan di Indonesia
pada khususnya, menunjukkan kecenderungan pada aktivitas yang banyak
menanggalkan nilai-nilai atau etika ke-Islaman, terutama dalam dunia bisnis. Padahal
secara tegas Rasulullah pernah bersabda bahwa perdagangan (bisnis) adalah suatu lahan
yang paling banyak mendatangkan keberkahan. Dengan demikian, aktivitas
perdagangan atau bisnis nampaknya merupakan arena yang paling memberikan
keuntungan. Namun harus dipahami, bahwa praktek-praktek bisnis yang seharusnya
dilakukan setiap manusia, menurut ajaran Islam, telah ditentukan batasan-batasannya.
Oleh karena itu, Islam memberikan kategorisasi bisnis yang diperbolehkan (halal) dan
bisnis yang dilarang (haram).
Jual beli itu sendiri adalah terpuji dan penting, sepanjang tidak melalaikan ibadah
seseorang atau menyebabkan dia menunda pelaksanaan shalat berjama’ah di masjid.
Maka, bersikap jujur dalam dan dalam berdagang adalah cara yang terbaik untuk
memperoleh rezeki. Sebaliknya melakukan bisnis dengan kebohongan, kecurangan dan
tipu muslihat, maka ini merupakan cara memperoleh rezeki yang paling buruk.

DAFTAR PUSTAKA

13
http://miftakhulistiqomah.blogspot.co.id/2014/04/makalah-etika-bisnis.html

14

Anda mungkin juga menyukai