Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

JUAL BELI DALAM ISLAM

Disusun Oleh :
1. HAERANI
2. HAMDI SALIM
3. RIZKA FITRIATIN ISNAINI
4. ROHI HEMDANI
5. SIROJUT THOLIBIN

Dosen Pengampu:
Hj. Mahillatul Iffa Nuril Fajria, MA

HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW LOMBOK TIMUR
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, yang telah
memberikan kemudahan dan kesehatan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “jual beli dalam islam”, penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas yang diberikan dalam mata kuliah kajian fiqih muamalah
Dalam makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik pada teknis
penulisan maupun materi, mengingat kemampuan yang penulis miliki. Untuk itu, kritik dan
saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah
ini. Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada dosen yang telah memberikan tugas dan petunjuk kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua orang yang
membaca.

Anjani, 19 Mei 2023

penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………1
A. Latar Belakang ………………………………………………………………………..1
B. Rumusan Masalah …………………………………………………………………….1
C. Tujuan …………………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN …………………………………………………………………….3
A. Pengertian Jual Beli …………………………………………………………………...3
B. Dasar Hukum Jual Beli ………………………………………………………………..3
C. Rukun Jual Beli ……………………………………………………………………….5
D. Syarat Jual Beli ………………………………………………………………………..5
E. Jaul Beli Yang Terlarang Dalam Islam ……………………………………………….7
F. Kasus Kontemporer Dalam Jual Beli Online …………………………………………8
BAB III PENUTUP ………………………………………………………………………...10
A. Kesimpulan …………………………………………………………………………..10
B. Saran …………………………………………………………………………………10
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Atas dasar pemenuhan kebutuhan sehari-hari, maka terjadilah suatu kegiatan
yang dinamakan jual beli. Jual beli (bisnis) dimasyarakat merupakan kegiatan
rutinitas yang dilakukan setiap waktu oleh se,ua manusia.tetapi jual beli yang benar
menurut hukum islam belum tentu semua orang melaksanakannya. Bahkan ada pula
yang tidak tahu sama sekali tentang ketentuan-ketentuan yang di tetapkan oleh hukum
islam dalam hal jual beli(bisnis). Didalam al quran dan hadits yang merupakan
sumber hukum islam banyak memberikan hadits yang merupakan sumber hukum
islam banyak memberikan contoh atau mengatur bisnis yang benar menurut islam.
bukan hanya untuk penjual saja tetapi juga untuk pembeli. Sekarang ini lebih banyak
penjual yang lebih mengutamakan keuntungan individu tanpa beroedoman pada
ketentuan-ketentuan hukum islam. mereka Cuma mencari keuntungan duniawi saja
tanpa mengharapkan barokah kerja dari apa yang sudah dikerjakan.
Manusia sebagai mahluk sosial tidak bisa lepas dari bermuamalah antara satu
dengan yang lainnya. Muamalah sesama manusia senantiasa mengalami
perkembangan dan perubahan sesuai kemajuan dalam kehidupan manusia. Oleh
karena itu aturan allah yang terdapat dalam al quran tidak mungkin menjangkau
seluruh segi pergaulan yang berubah itu. Itulah sebabnya ayat-ayat al quran yang
berkaitan dengan hal ini hanya bersifat prinsip dalam muamalat dan dalam bentuk
umumyang mengatur secara garis besar. Aturan yang lebih khusus datang drai nabi.
Hubungan manusia satu dengan manusia lainnya berkaitan dengan harta diatur agama
islam salah satunya dalam jual beli.jual beli yang didalamnya terdapat aturan-aturan
yang seharusnya kita mengerti dan kita pahami. Jual beli seperti apakah yang
dibenarkan oleh syara’ dan jual beli manakah yang tidak diperbolehkan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian jual beli?
2. Apa dasar hukum jual beli?
3. Apa saja rukun jual beli?
4. Apa saja syarat jual beli?
5. Apa saja jual beli yang terlarang dalam islam?
6. Bagamana kasus kontemporer dalam jual beli online?

1
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian jual beli
2. Untuk mengetahui dasar hukum jual beli
3. Untuk mengetahui rukun jual beli
4. Untuk mengetahui syarat jual beli
5. Supaya bisa mengetahui apa saja jual beli yang terlarang dalam islam
6. Untuk mengetahui kasus kontenporer dalam jual beli online

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian jual beli
Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al bai’ yang berarti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafal al-bai’ dalam bahasa
arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yakni kata asyi-syira’ (beli).
Dengan kata lain al-bai’ berarti jual tetapi sekaligus juga berati beli. Jual beli menurut
bahasa artinya pertukaran atau saling menukar. Sedangkan menurut pengertian fiqih,
jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan rukun dan
syarat tertentu.
Jual beli juga dapat diartikan menukar uang dengan barang yang diinginkan
sesuai dengan rukun dan syarat tertentu. Setelah jual beli dilakukan secara sah, barang
yang dijual menjadi milik pembeli sedangkan uang yang dibayarkan pembeli sebagai
pengganti harga barang, mrnjadi ilik penjual. Secara etimologi, jual beli adalah
pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-bai’,
asy-syira’, almubadah, dan at-tijarah. Menurut trimonologo. Para ulama berbeda
pendapat dalam mendefinisikannya, antara lain:
1. Menurut ulama Hanafiyah: jyual beli adalah “pertukaran harta (benda) dengan
harata berdasarkan cara khusus (yang dibolehkan).”
2. Menurut Imam Nawawi dalam Al-majmu’: jual beli adalah “pertukaran harta
dengan harta untuk kepemilikan.”
3. Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-mugni: jual beli adalah “pertukaran harta
dengan harta, untuk saling menjadikan milik.” Pengertian lainnya jual beli ialah
persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni pihak yang membayar/membeli
barang yang dijual).
Akad bai’ ini dapat dibuat sebagai sarana untuk memiliki barang atau manfaat
dari sebuah barang untuk selama-lamanya.
B. Dasar Hukum Jual Beli
Jual sudah ada sejak dulu, meskipun bentuknya berbeda. Jual bali juga
dibenarkan dan berlaku sejak zaman Rasulullah SAW sampai sekarang. Jual beli
mengalami perkembangan seiring pemikiran dan pemenuhan kebutuhan manusia. Jual
beli yang ada di masyarakat diantaranya adalah:
1. Jual beli barter (tukar menukar barang dengan barang).
2. Money charger (pertukaran mata uang).

3
3. Jual beli kontan (langsung dibayar tunai).
4. Jual beli dengan cara mengangsur (kredit).
5. Jual beli dengan cara lelang (ditawarkan kepada masyarakat umum untuk
mendapat harga tertinggi).
Berbagai macam bentuk jual beli tersebut harus dilakukan sesuai hukum jual
beli dalam agama islam. Hukum asal jual beli dalah mubah (boleh). Allah SWT telah
menghalalkan praktik jual beli sesuai ketentuan dan syariat-Nya. Dalam Surah al-
Baqarah ayat 275 Allah SWT berfirman:

…‫…وَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم ال ِّربَا‬


َ

Artinya:“… dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (Q.S.
al-Baqarah: 275)

Riba’ adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual beli
adalah haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini.
Jual beli yang dilakukan tidak boleh bertentangan dengan syariat agama Islam. Prinsip
jual beli dalam Islam, tidak boleh merugikan salah satu pihak, baik penjual ataupun
pembeli. Jual beli harus dilakukan atas dasar suka sama suka, bukan karena paksaan.
Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam surat an-Nisa’ ayat 29 yang artinya:“Hai orang-
orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)

Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda “sesungguhnya jual beli itu
didasarkan atas saling meridhai.” (H.R. Ibnu Maajah).

Hukum jual beli ada 4 macam, yaitu:

1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli.


2. Wajib, apabila menjual merupakan keharusan, misalnya menjual barang untuk
membayar hutang.
3. Sunah, misalnya menjual barang kepada sahabat atau orang yang sangat
memerlukan barang yang dijual.
4. Haram, misalnya menjual barang yang dilarang untuk diperjualbelikan. Menjual
barang untuk maksiat, jual beli untuk menyakiti seseorang, jual beli untuk

4
merusak harga pasar, dan jual beli dengan tujuan merusak ketenteraman
masyarakat.

C. Rukun Jual Beli


Dalam menetapkan rukun jail beli, di antara para ulama terjadi perbedaan
pendapat, menurut ulama Hanafiah rukun jual beli adalah ijab dan kabul yang
menunjukkan pertukaran barang secara rida, baik dengan ucapan maupun perbuatan.
Akan tetapi karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra
sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua
belah pihak. Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu:
1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).
2. Ada Shighat (lafal ijab dan qabul).
3. Ada barang yang dibeli.
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad barang yang dibeli, dan nilai
tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli. Jual beli
dinyatakan sah apabila memenuhi rukun dan syarat jual beli. Rukun jual beli berarti
sesuatu yang harus ada dalam jual beli. Apabila salah satu rukun jual beli tidak
terpenuhi, maka jual beli tidak dapat dilakukan.

Ijab adalah perkataan penjual dalam menawarkan barang dagangan, misalnya:


“Saya jual barang ini seharga Rp5.000,00”. Sedangkan kabul adalah perkataan
pembeli dalam menerima jual beli, misalnya: “Saya beli barang itu seharga
Rp5.000,00”. Imam Nawawi berpendapat, bahwa ijab dan kabul tidak harus
diucapkan, tetapi menurut adat kebiasaan yang sudah berlaku. Hal ini sangat sesuai
dengan transaksi jual beli yang terjadi saat ini di pasar swalayan. Pembeli cukup
mengambil barang yang diperlukan kemudian dibawa ke kasir untuk dibayar.

D. Syarat Jual Beli


Jual beli dikatakan sah, apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.
Persyaratan itu untuk menghindari timbulnya perselisihan antara penjual dan pembeli
akibat adanya kecurangan dalam jual beli. Bentuk kecurangan dalam jual beli
misalnya dengan mengurangi timbangan, mencampur barang yang berkualitas baik
dengan barang yang berkualitas lebih rendah kemudian dijual dengan harga barang
yang berkualitas baik. Rasulullah Muhammad SAW melarang jual beli yang

5
mengandung unsur tipuan. Oleh karena itu seorang pedagang dituntut untuk berlaku
jujur dalam menjual dagangannya. Adapun syarat sah jual beliadalahsebagaiberikut:

1. Syarat orang yang berakad

 Berakal.
 Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, tidak sekaligus
menjadipenjualataupembeli.
2. Syarat-syarat yang berkaitandenganijab dan kabul
 Orang yang mengucapkannya telahbalig dan berakal.
 Kabul sesuai dengan ijab.
 Ijab dan kabul dilakukandalamsatumajelis.
3. Syaratbarang yang diperjualbelikan
 Barang yang dijual ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual
menyatakan kesanggupan untukmengadakanbarangitu.
 Barang yang di jual memiliki manfaat.
 Barang yang dijual adalah milik penjual atau milik orang lain yang
dipercayakan kepadanya untuk dijual.
 Barang yang dijual dapat diserahterimakan sehingga tidak terjadi penipuan
dalam jual beli.
 Barang yang dijual dapat diketahui dengan jelas baik ukuran, bentuk, sifat
dan bentuknya oleh penjual dan pembeli.
4. Syaratsahnilaitukar (harga barang)
Termasuk unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang
yang di jual (untuk zaman sekarang adalah uang). Ijab adalah pernyataan penjual
barang sedangkan Kabul adalah perkataan pembeli barang. Dengan demikian,
ijab kabul merupakan kesepakatan antara penjual dan pembeli atas dasar suka
sama suka. Ijab dan kabul dikatakan sah apabila memenuhi syarat sebagai
berikut:

 Kabul harussesuaidenganijab.
 Ada kesepakatan antara ijab dengan kabul pada barang yang ditentukan
mengenai ukuran dan harganya.
 Akad tidak dikaitkan dengan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan
akad, misalnya: “Buku ini akan saya jual kepadamu Rp10.000,00 jika saya
menemukan uang”.

6
 Akad tidak boleh berselang lama, karena hal itumasihberupajanji.
E. Jual Beli Yang Terlarang Dalam Islam
Jual beli dapat dilarang dalam agama jika dapat merugikan atau melanggar
rukun dan ketentuan yang sudah ditetapkan. Bahkan jika tetap anda laksanakan maka
bisa mengakibatkan keharaman pada hasilnya. Adapun transaksi dapat dilarang
karena beberapa hal minsalnya haram zatnya, haram selain zatnya, dan tidak lengkap
akadnya yaitu Ketika rukun serta syaratnya ada kekurangan. Berikut sedikit contoh
dari penyebab jual beli terlarang.
1. Riba
Kegiatan ini diartikan sebagai pengambilan kelebihan saat melakukan
transaksi jual beli dengan tata cara tertentu, minsalnya pembayaran dengan
system mencicil. Diera modern riba bisa disebut dengan bunga atau persenan.
Dalam konteks islam riba dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Riba fadhl
Jenis riba ini terjadi tatkala terjadi kegiatan jual beli atau pertukaran
barang-barang ribawi namun dengan kadar atau takaran yang berbeda.
Contoh kasusnya saat menjelang hari raya idul fitri banyak orang yang
menawarkan menukar pecahan uang sebesar 100.000 dengan pecahan 2000
namun jumlahnya hanya 48 lembar, sehingga total uang yang diberikan
96.000.
b. Riba yad
Riba yad terjadi Ketika proses transaksi tidak menegaskan berapa
nominal harga pembayaran. Jadi, saat proses tersebut, tidak ada kesepakatan
sebelum serah terima. Contoh kasusnya, ada orang yang menjual motor dan
menawarkan barang seharga 12 juta jika dibayar tunai, namun jika dicicil
menjadi 15 juta.
c. Riba nasi’ah
Riba nasi’ah terjadi tatkala ada proses jual beli dengan tempo tertantu.
Transaksi tersebut dilakukan dengan dua jenis barang ribawi yang sama
namun dengan penanggungan penyerahan atau pembeyaran. Contoh lainnya,
minsal ada dua orang rani dan riska yang ingin bertukar emas 24 karat. Rani
sudah memberikan emas kepada riska. Namun riska mengatakan baru akan
menyerahkannya sebulan lagi.

7
2. Gharar
Berasal dari istilah arab yaitu al-khathir yang artinya pertaruhan. Lebih
lengkapnya gharar yaitu transaksi yang mengandung ketidakjelasan. Hal tersebut
berlaku baik dari pihak pembeli maupun penjua lsehingga peluang besar terjadi
penipuan atau kerugian.
3. Maisi runsur
Merupakan bentuk permainan yang mengandung unsur taruhan dengan
disepakati bahwa pemenang akan mendapatkan hasilnya secara keseluruhan atau
sesuai aturan.
4. Tadlis
Tadlis dapat terjadi ketika salah sati pihak yang wilayahnya sesuatu yang
berkaitan dengan transaksi tersebut dari pihak lain sehingga menimbulkan
keuntungan pribadi.
5. Ghabn
Ghabn adalah penjual menaikan harga diatas rata-rata pasar yang tidak
diketahui oleh pembeli. Biaya tidak terlalu jauh dan lebih tinggi. Biasanya terjadi
saat adanya kelangkaan dan tentunya membuat kondisi semakin sulit.
6. Ba’I najasy
Kegiatan ini dilakukan dengan cara memanipulasi dengan menciptakan
penawaran palsu untuk meningkatkan omset penjualan. Ba’I najasy termasuk
dalam kategori penipuan sehingga tidak dilarang karena merugikan pihak
pembeli.
F. Kasus Kontemporer Dalam Jual Beli Online
Para ulama sepakat bahwa tarnsaksi yang disyaratkan tunai serah terima
barang dan uang tidak dibenarkan untuk dilakukan secara telepon atau internet
(online), seperti jual bali emas dan perak karena ini termasuk riba nasi’ah. Kecuali
objek yang diperjual belikan dapat diserah terimakan pada saat itu juga, seperti
penukaran uang asing melalui ATM maka hukumnya boleh karena penukaran uang
rupiah dengan dolar harganya sesuai dengan kurs pada hari itu.
Untuk barang yang tidak disyaratkan serah terima tunai dalam jual belinya.
Yaitu seluruh Jenis barang, kecuali emas dan perak dan mata uang maka jual beli
melalui internet (jual beli online), dapat ditakhrij dengan jual beli melalui surat
menyurat. Adapun jual melalui telepon dan internet merupakan jual beli langsung
dalam akad ijab dan qabul.

8
Sebagaimana diputuskan oleh majma’ al-fiqh al-islami “apabila akad terjadi
antara dua orang yang berjauhan tidak berada satu majlis dan pelaku transaksi, satu
dengan lainnya tidak saling melihat, tidak saling mendengar rekan transaksinya, dan
media antara mereka adalah tulisan atau surat atau orang suruhan, halini dapat
diterapkan pada faksimili, teleks, dan layer computer (internet). Maka akad
berlangsung dengan sampainya ijab dan qabul kepada masing pihak berada di tempat
yang berjauhan, hal ini dapat diterapkan pada transaksi melalui telepon atau telepun
seluler, maka ijab dan qabul yang terjadi adalah langsung seolah-olah keduanya
berada dalam satu tempat”.
Dalam transaksi mengunakan internet, penyediaan aplikasi pemohonan barang
oleh pihak penjual di wibsite merupakan ijab dan pengisian serta pengiriman aplikasi
yang telah di isi oleh pembeli merupakan qabul. Adapun hanya dapat dilihat
gambarnya serta dijelaskan spesifikasinya dengan gamblang dan lengakap, dengan
penjelasan yang dapat mempengaruhi harga jaul barang. Jadi, transaksi seperti ini
(jual beli online) mayoritas para ulama menghalalkannya selama tidak ada unsur
gharar atau ketidak jelasan.

9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli dalam syariat islam memiliki arti pertukaran suatu barang yang
memiliki nilai dengan barang yang memiliki nilai lainnya atas kesepakatan bersama.
Praktik jual beli dalam islam sangat penting kedudukannya. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya aturan dal larangan yang tertulis dalam al-qur’an mengenai rukun dan
syarat jual beli dalam islam. rukun jual beli meliputi pihak penjual dan pembeli yang
bertransaksi, barang atau jasa yang akan diperjual belikan, harga yang dapat diukur
dengan nilai uang atau barang lainnya, dan serah terima barang. Sedangkan syarat jual
beli meliputi kesepakatan bersama, menggunakan akal sehat, barang yang diperjual
belikan harus milik sang penjual, serta harga dan jenis barang harus diketahui.
B. Saran
Jika anda ingin melakukan praktik jual beli maka jadilah penjual yang jujur,
bersih, dan kikir dengan harta. Karena kekikiran adalah awal mula munculnya sifat
kotor pada diri anda sehingga dapat menyebabkan anda menghalalkan segala cara
untuk mendpatkan uang. Termasuk dengan riba atau bunga karena riba memberikan
dampak negatif bagi akhlak dan jiwa pelakunya.

10
DAFTAR PUSTAKA
Imran, Ali. 2011. Fikih, Taharah, Ibadah, Muamalah. Bandung: Cv. Media Perintis.
Moh. Rifa’i. 1978. Ilmu Fiqih Islam Lengkap. Semarang: Cv. Toha Putra.
Rasyid, Sulaiman. 2010. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Syafe’i, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah Untuk Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Yunus, Mahmud. 2011. Fikih Muamalah. Medan: Ratu Jaya.
Shobirin, S. (2016). Jual Beli Dalam Pandangan Islam. BISNIS: Jurnal Bisnis Dan
Manajmen Islam, 3 (2), 239.
https://doi.org/10.21043/bisnis.v3i2.1494.
Munir, Salim. (2017). Jual Beli Secara Online Menurut Pandangan Hukum Islam. Vol. 6 /
No 2 / Desember 2017.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_daulah/article/dowload/4890/4377

11

Anda mungkin juga menyukai