KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 5
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 6
BAB I
PENDAHULUAN
1. Mahasiswa dapat memahami ruang lingkup jual beli dan riba dalam fiqh
muamalah
3. Memenuhi tugas agama Islam tentang muamalah jual beli dan riba
BAB II
PEMBAHASAN
Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba'l yang
menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily
mengartikan secara bahasa dengan menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Kata al-Ba.i dalam Arab terkadang digunakan untuk
pengertian lawannya, yaitu kata al-Syira (beli). Dengan demikian, kata
al-ba'l berarti jual, tetapi sekalius juga berarti beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang masing definisi sama.
la mendefinisikan bahwa jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar
saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Dalam definisi tersebut harta dan, milik, dengan ganti dan dapat dibenarkan. Yang
dimaksud harta harta dalam definisi diatas yaitu segala yang dimiliki dan
bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan milik dan tidak bermanfaat.Yang
dimaksud dengan ganti agar dapat dibedakan dengan hibah (pemberian),
sedangkan yang dimaksud dapat dibenarkan (ma'dzun fih) agar dapat dibedakan
dengan jual beli yang terlarang.
b) Ulama hanafiyah
la mendefinisikan bahwa jual beli adalah saling tukar harta dengan harta lain
melalui cara yang khusus. Yang dimaksud ulama hanafiyah dengan kata-kata
tersebut adalah melalui ijab qabul, atau juga boleh melalui saling memberikan
barang dan harga dari penjual dan pembeli
Menurutnya jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk
pemindahan milik dan pemilikan. Dalam definisi ini ditekankan kata milik dan
pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak haus dimiliki
seperti sewa menyewa.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha
di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
syara' dan disepakati.
a) Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar.
b) Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti
barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
c) Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak
sah untuk diperjualbelikan.
d) Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli
dengan kepemilikan abadi.
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia
mempunyai landasan yang kuat dalam al-quran dan sunah Rasulullah
saw. Terdapat beberapa ayat al-quran dan sunah Rasulullah saw, yang
berbicara tentang jual beli, antara lain:
A. Al-Quran
2. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 198 "Tidak ada dosa bagimu
untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu"
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga
jual beli itu dpat dikatakan sah oleh syara'. Dalam menentukan rukun
jual beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur
ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab
qabul, ijab adalah ungkapan membeli dari pembeli, dan qabul adalah
ungkapan menjual dari penjual. Menurut mereka, yang menjadi rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha) kedua belah pihak untuk
melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu
merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra sehingga tidak kelihatan,
maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua
belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak
yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar
dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan
harga barang.
Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat, yaitu:
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu
harus memenuhi syarat, yaitu :
1) Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli harus
memiliki akal yang sehat agar dapat meakukan transaksi jual beli
dengan keadaan sadar. Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum
berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.
2) Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak dipaksa
pihak manapun.
2) Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai
maka jual beli tidak sah.
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua belah
pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang
sama.
1). Suci, dalam islam tidak sah melakukan transaksi jual beli barang
najis, seperti bangkai, babi, anjing, dan sebagainya
Nilai tukar barang yang dijull (untuk zaman sekarang adalah uang) tukar
ini para ulama fiqh membedakan al-tsaman dengan al-si'r. Menurut
mereka, al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat secara actual, sedangkan al-si'r adalah modal barang yang
seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen
(pemakai). Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga
antar pedagang dan harga antar pedagang dan konsumen (harga
dipasar).
1) Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad,
barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.
2) Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual
beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang
ditempat akad berlangsung.
3) Jual beli benda yang tidak ada, Jual beli seperti ini tidak
diperbolehkan dalam agama Islam.
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan
syarat dan rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut
pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua, yaitu:
2) Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat
dan rukunnya.
2) Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual
beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara'. Misalnya:
a. Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai' al-ma'dum ), seperti jual
beli janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak.
b. Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, bangkai
dan khamar.
C. Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan
syarat- syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli.
3) Fasid yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan
syara' namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi
keabsahannya. Misalnya:
a) jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan ketika
berlangsungnya akad.
b) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar, yaitu
menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya
dengan harga murah.
Riba dalam Islam adalah perbuatan dosa dan dilarang keras praktiknya
oleh Allah SWT. Larangan riba langsung disampaikan oleh Allah SWT
dalam Al-Qur'an surat Ali-Imran ayat 130 yang berbunyi:
هّٰللا ٰ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُوا الرِّ ٰب ٓوا اَضْ َعافًا ُّم
َ ض َعفَةً ۖ َّواتَّقُوا
لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح ُْو ۚ َن
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan."
Mengutip buku 30 Dosa Riba Yang Dianggap Biasa oleh Dr. Sa'id Al-
Qahtani, Imam An-Nawawi mengatakan bahwa kaum muslim telah
sepakat bahwa secara garis besar riba hukumnya adalah haram.
Rasulullah SAW pun secara nash mengharamkan riba yang terdiri dari
enam bentuk yakni barang, emas, perak, gandum, sya'ir (sejenis
gandum), kurma, dan garam.
Jenis-Jenis Riba
1. Riba Nasiah
Riba nasiah adalah riba yang dilakukan pada masa jahiliyah. Pada
tersebut, riba sudah cukup menyebar luas karena memiliki keuntungan
yang besar pada saat itu. Seorang peminjam akan membayar tambahan
jika ia telat membayar hutang.
2. Riba Fadhl
Riba fadhl adalah penukaran barang dengan barang yang sejenis namun
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
seperti itu. Contoh riba ini adalah padai ditukar dengan padi, emas
ditukar dengan emas, dan semacamnya.
Terkait riba fadhl ini, Ibnu Abbas tidak mengharamkannya karena sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya riba ada di nasiah."
Maksud sabda Rasulullah SAW tersebut adalah jika digunakan untuk
barang yang berbeda jenisnya, maka nasiah diharamkan dan
diperbolehkan memberi kelebihan seperti menjual biji gandum dengan
gandum.
4. Satu dirham yang diambil dari riba itu dosanya lebih besar di sisi
Allah dari pada (dosa) 36 kali zina yang dilakukan oleh seseorang. Dan
dosa dari riba yang paling rendah menurut riwayat yang lain adalah
seperti dosanya seseorang yang menyetubuhi ibunya.
BAB III
PENUTUPAN
3.1 KESIMPULAN
1. Jual beli adalah suatu transaksi pertukaran harta dengan harta yang
menyebabkan pindahnya kepemilikan dengan cara yang sesuai dengan
syariat. Sedangkan riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran
tertentu baik bentuk barang sejenis maupun uang yang berlebih ketika
pengambilannya sesuai dengan jatuh temponya.
2. Dalil mengenai jual beli dan riba sangatlah banyak, salah satunya
terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 275 yang artinya "Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". Juga terdapat dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang artinya "Dari Abu Hurairah
Radliyallahu 'anhu bahwa Rasulullah bersabda: "(Diperbolehkan
menjual) emas dengan emas yang sama timbangannya dan sama
sebanding, dan perak dengan perak yang sama timbangannya dan
sebanding. Barangsiapa menambah atau mengurangi tambahan maka
itu riba."
3. Pada realitanya, banyak umat islam yang tidak memahami tata cara
jual beli yang sesuai dengan syariat islam dan ancaman riba. Dewasa ini,
marak sekali sistem jual beli yang didalamnya terdapat unsur riba
seperti penjual yang mengurangi takaran; jual beli yang mengandung
unsur penipuan (gharar), jual beli barang-barang haram seperti anjing,
khamr, obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Mengatasi
permasalahan tersebut tentunya islam telah memberikan petunjuk
kepada umatnya dalam masalah yang berkaitan dengan tata cara jual
beli yang baik dan keharaman riba yang baik itu terdapat dalam Al
Qur'an maupun Hadits Rasulullah yang telah kami paparkan diatas.
SARAN
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa'atnya di akhir nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6490901/tentang-riba-
hukum-dan-jenisnya-dalam-islam
https://an-nur.ac.id/pengertian-jual-beli-dasar-hukum-rukun-syarat-
dan-macam-macam-jual-beli/
https://www.liputan6.com/hot/read/4838505/pengertian-jual-beli-
dalam-agama-islam-ketahui-rukun-dan-syaratnya
https://ejurnal.iiq.ac.id/index.php/almizan/article/view/
62#:~:text=Karena%20riba%20berakibat%20pada%3A%20tidak,di
%20neraka%20untuk%20selama%2Dlamanya.
https://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/03/12/mengenal-lebih-jelas-bahaya-
riba/