Anda di halaman 1dari 23

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................... 1

1.1 Latar belakang........................................................................................................ 1

1.2 Rumusan masalah................................................................................................. 1

1.3 Tujuan penulisan.................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................ 2

2.1 Pengertian jual beli................................................................................................ 2

2.2 Dasar hukum jual beli .......................................................................................... 2

2.3 Hukum jual beli..................................................................................................... 2

2.4 Rukun dan syarat jual beli.................................................................................... 3

2.5 Macam macam jual beli...................................................................................... 3

2.6 Manfaat dan hikmah jual beli.............................................................................. 3

2.7 Pengertian riba...................................................................................................... 4

2.8 Hukum dan jenis jenis riba................................................................................... 4

2.9 Bahaya riba............................................................................................................. 4

BAB III PENUTUPAN.......................................................................................................... 5

3.1 Kesimpulan............................................................................................................. 5

3.2 Saran ...................................................................................................................... 5

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................... 6
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur


hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan
muamalah ma'allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya
yang biasa disebut dengan muamalah ma'annas. Nah, hubungan
dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam
yang dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu
yang berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu
dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, riba, sewa menyewa,
hutang piutang dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap
hari, setiap muslim pasti melaksanakan suatu transaksi yang biasa
disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si pembeli
membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman dahulu
transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya kedua
belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas
pada satu ruang saja. Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya
penggunaan internet, kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan
lancar.

Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?


Pengertian riba? Mengapa riba tidak diperbolehkan dalam islam? Apa
hukumnya jika melakukan riba dalam Islam? Apa saja syarat jual beli yg
baik menurut islam? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada
zaman sekarang sah menurut fiqih muamalah? Tentu ini akan menjadi
pambahasan yang menarik untuk dibahas.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari beberapa uraian diatastentang perdagangan atau jual beli dan riba yang
sebagian telah dipaparkan, maka beberapa pertanyaan yang perlunya untuk di
jawab agar tidakada keraguan lagi.

1. Apa yang di maksud dengan perdagangan atau jual beli ?

2. Apa saja rukun-rukun dan syarat-syarat jual beli ?

3. Sebutkan macam-macam jual beli ?

4. Apa yg dimaksud dengan riba?

5. Apa hukumnya melakukan riba?


1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :

1. Mahasiswa dapat memahami ruang lingkup jual beli dan riba dalam fiqh
muamalah

2. Untuk memperdalam materi jual beli dan riba

3. Memenuhi tugas agama Islam tentang muamalah jual beli dan riba

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN JUAL BELI

Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba'l yang
menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily
mengartikan secara bahasa dengan menukar sesuatu dengan sesuatu
yang lain. Kata al-Ba.i dalam Arab terkadang digunakan untuk
pengertian lawannya, yaitu kata al-Syira (beli). Dengan demikian, kata
al-ba'l berarti jual, tetapi sekalius juga berarti beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang masing definisi sama.

Sebagian ulama lain memberi pengertian :

a) Ulama Sayyid Sabiq

la mendefinisikan bahwa jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar
saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Dalam definisi tersebut harta dan, milik, dengan ganti dan dapat dibenarkan. Yang
dimaksud harta harta dalam definisi diatas yaitu segala yang dimiliki dan
bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan milik dan tidak bermanfaat.Yang
dimaksud dengan ganti agar dapat dibedakan dengan hibah (pemberian),
sedangkan yang dimaksud dapat dibenarkan (ma'dzun fih) agar dapat dibedakan
dengan jual beli yang terlarang.

b) Ulama hanafiyah

la mendefinisikan bahwa jual beli adalah saling tukar harta dengan harta lain
melalui cara yang khusus. Yang dimaksud ulama hanafiyah dengan kata-kata
tersebut adalah melalui ijab qabul, atau juga boleh melalui saling memberikan
barang dan harga dari penjual dan pembeli

C) Ulama Ibn Qudamah

Menurutnya jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk
pemindahan milik dan pemilikan. Dalam definisi ini ditekankan kata milik dan
pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak haus dimiliki
seperti sewa menyewa.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha
di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
syara' dan disepakati.

Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan


mengandunghal-hal antara lain :

a) Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar.

b) Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti
barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
c) Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak
sah untuk diperjualbelikan.

d) Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli
dengan kepemilikan abadi.

2.2 DASAR HUKUM JUAL BELI

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia
mempunyai landasan yang kuat dalam al-quran dan sunah Rasulullah
saw. Terdapat beberapa ayat al-quran dan sunah Rasulullah saw, yang
berbicara tentang jual beli, antara lain:

A. Al-Quran

1. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 275 "Allah menghalalkan jual


beli dan mengharamkan riba"

2. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 198 "Tidak ada dosa bagimu
untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu"

3. Allah berfirman Surah An-Nisa ayat 29 "kecuali dengan jalan


perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu"

B. Sunah Rasulullah saw

1. Hadist yang diriwayatkan oleh Rifa'ah ibn Rafi': "Rasulullah saw,


ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling
baik. Rasulullah saw, menjawab usaha tangan manusia sendiri dan
setiap jual beli yang diberkati (H.R Al- Bazzar dan Al-Hakim). Artinya jual
beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangan-kecurangan mendapat berkah
dari Allah SWT.

2. Hadist dari al-Baihaqi, ibn majah dan ibn hibban, Rasulullah


menyatakan : "Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka"

3. Hadist yang diriwayatkan al-Tirmizi, Rasulullah bersabda: "Pedagang


yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya disurga) dengan para
nabi,shadiqqin, dan syuhada".

2.3 HUKUM JUAL BELI

Dari kandungan ayat-ayat Al-quran dan sabda-sabda Rasul di atas, para


ulama fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli yaitu mubah
(boleh). Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu. Menurut Imam al-
Syathibi, pakar fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi
wajib.Imam al-Syathibi memberi contoh ketika terjadi praktik ihtikar
(penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga
melonjak naik). Apabila seorang melakukan ihtikar dan mengakibatkan
melonjaknya harga barang yang ditimbun dan disimpan itu, maka
menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk
menjual barangnya itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya
pelonjakan harga. Dalam hal ini menurutnya, pedagang itu wajib
menjual barangnya sesuai dengan ketentuan pemerintah. Hal ini sama
prinsipnya dengan al-Syathibi bahwa yang mubah itu apabila
ditinggalkan secara total, maka hukumnya boleh menjadi wajib. Apabila
sekelompok pedagang besar melakukan boikot tidak mau menjual
beras lagi, pihak pemerintah boleh memaksa mereka untuk berdagang
beras dan pedagang ini wajib melaksanakannya .demikian pula, pada
kondisi-kondisi lainnya.

2.4 RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga
jual beli itu dpat dikatakan sah oleh syara'. Dalam menentukan rukun
jual beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur
ulama. Rukun jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab
qabul, ijab adalah ungkapan membeli dari pembeli, dan qabul adalah
ungkapan menjual dari penjual. Menurut mereka, yang menjadi rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha) kedua belah pihak untuk
melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu
merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra sehingga tidak kelihatan,
maka diperlukan indikasi yang menunjukkan kerelaan itu dari kedua
belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah pihak
yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar
dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan
harga barang.

Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat, yaitu:

1. Ada orang yang berakad (penjual dan pembeli).

2. Ada sighat (lafal ijab qabul).

3. Ada barang yang dibeli (ma'qud alaih).

4. Ada nilai tukar pengganti barang.


Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli, dan
nilai tukar barang termasuk kedalam syarat-syarat jual beli, bukan
rukun jual beli. Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual
beli yang dikemukakan jumhur ulama diatas sebagai berikut:

a) Syarat-syarat orang yang berakad

Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu
harus memenuhi syarat, yaitu :

1) Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli harus
memiliki akal yang sehat agar dapat meakukan transaksi jual beli
dengan keadaan sadar. Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum
berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.

2) Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak dipaksa
pihak manapun.

3) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya


seorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai
penjual sekaligus sebagai pembeli.

b) Syarat yang terkait dalam ijab qabul

1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.

2) Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai
maka jual beli tidak sah.

3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua belah
pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topik yang
sama.

C) syarat-syarat barang yang diperjual belikan


Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjual belikan
sebagai berikut:

1). Suci, dalam islam tidak sah melakukan transaksi jual beli barang
najis, seperti bangkai, babi, anjing, dan sebagainya

2). Barang yang diperjualbelikan merupakan milik sendiri atau diberi


kuasa orang lain yang memilikinya.

3). Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya. Contoh barang yang


tidak bermanfaat adalah lalat, nyamauk, dan sebagainya. Barang-
barang seperti ini tidak sah diperjualbelikan. Akan tetapi, jika
dikemudian hari barang ini bermanfaat akibat perkembangan
tekhnologi atau yang lainnya, maka barang-barang itu sah
diperjualbelikan.

4). Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai.

5). Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui kadarnya, jenisnya,


sifat, dan harganya.

6). Boleh diserahkan saat akad berlangsung.

d). Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)

Nilai tukar barang yang dijull (untuk zaman sekarang adalah uang) tukar
ini para ulama fiqh membedakan al-tsaman dengan al-si'r. Menurut
mereka, al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat secara actual, sedangkan al-si'r adalah modal barang yang
seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen
(pemakai). Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga
antar pedagang dan harga antar pedagang dan konsumen (harga
dipasar).

Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) yaitu :

1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.

2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukumseperti


pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu
dibayar kemudian (berutang) maka pembayarannya harus jelas.

3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang


maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan
oleh syara', seperti babi, dan khamar, karena kedua jenis benda ini
tidak bernilai menurut syara'.

2.5 MACAM MACAM JUAL BELI

Jual beli dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

a. Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan menjadi:

1) Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad,
barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.

2) Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual
beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang
ditempat akad berlangsung.

3) Jual beli benda yang tidak ada, Jual beli seperti ini tidak
diperbolehkan dalam agama Islam.

b. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:


1) Dengan lisan, akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi
orang bisu dapat diganti dengan isyarat.

2) Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual


beli ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis
akad, dan ini dibolehkan menurut syara'.

3) Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan


barang tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan
yang sudah bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama
syafiiyah hal ini dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat jual
beli, namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi
membolehkannya.

c. Ditinjau dari segi hukumnya

Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan
syarat dan rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut
pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua, yaitu:

1) Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya.

2) Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat
dan rukunnya.

Sedangkan fuqaha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli


menjadi dua, yaitu:

1) Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya.

2) Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual
beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara'. Misalnya:
a. Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai' al-ma'dum ), seperti jual
beli janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak.

b. Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, bangkai
dan khamar.

C. Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan
syarat- syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli.

d. Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli patung,


salib atau buku-buku bacaan porno.

e. Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya


haram, seperti menjual anak binatang yang masih bergantung pada
induknya.

3) Fasid yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan
syara' namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi
keabsahannya. Misalnya:

a) jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan ketika
berlangsungnya akad.

b) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar, yaitu
menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya
dengan harga murah.

c) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian


akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.

d) Jual beli barang rampasan atau curian.

e) Menawar barang yang sedang ditawar orang lain.


2.6 MANFAAT DAN HIKMAH JUAL BELI

1) Manfaat jual beli :

Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain :

a) Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang


menghargai hak milik orang lain.

b) Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar


kerelaan atau suka sama suka.

c) Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang


dagangannya dengan ikhls dan menerima uang, sedangkan pembeli
memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan puas pula.
Dengan demikian, jual beli juga mampu mendorong untuk saling bantu
antara keduanya dalam kebutuhan sehari- hari.

d) Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang


haram.

e) Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah swt.

f) Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

2) Hikmah jual beli

Hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut :

Allah swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan


keleluasaan kepada hamba-hamba-Nya, karena semua manusia secara
pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan
papan.Kebutuhan seperti ini tak pernah putus selama manusia masih
hidup. Tak seorang pun dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri, karena
itu manusia di tuntut berhubungan satu sama lainnya. Dalam hubungan
ini, taka da satu hal pun yang lebih sempurna daripada saling tukar,
dimana seorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia
memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai dengan
kebutuhannya masing-masing.

2.7 PENGERTIAN RIBA

Mengutip buku Tafsir Ayat-Ayat Ahkam oleh Dr. H. Abdurrahman Kasdi,


menurut bahasa, riba berasal dari kata ziyadah yang artinya tambahan.
Dalam Al-Qur'an, riba memiliki pengertian penambahan yang diambil
tanpa adanya transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan
oleh syariah. Sedangkan secara syariat, riba adalah tambahan pada hal-
hal tertentu dan tambahan atas nilai pokok hutang sebagai imbalan dari
tambahan batas waktu secara mutlak.

2.8 HUKUM DAN JENIS JENIS RIBA

Riba dalam Islam adalah perbuatan dosa dan dilarang keras praktiknya
oleh Allah SWT. Larangan riba langsung disampaikan oleh Allah SWT
dalam Al-Qur'an surat Ali-Imran ayat 130 yang berbunyi:
‫هّٰللا‬ ٰ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُوا الرِّ ٰب ٓوا اَضْ َعافًا ُّم‬
َ ‫ض َعفَةً ۖ َّواتَّقُوا‬
‫لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِح ُْو ۚ َن‬
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan."

Mengutip buku 30 Dosa Riba Yang Dianggap Biasa oleh Dr. Sa'id Al-
Qahtani, Imam An-Nawawi mengatakan bahwa kaum muslim telah
sepakat bahwa secara garis besar riba hukumnya adalah haram.

Rasulullah SAW pun secara nash mengharamkan riba yang terdiri dari
enam bentuk yakni barang, emas, perak, gandum, sya'ir (sejenis
gandum), kurma, dan garam.

Jenis-Jenis Riba

1. Riba Nasiah

Riba nasiah adalah riba yang dilakukan pada masa jahiliyah. Pada
tersebut, riba sudah cukup menyebar luas karena memiliki keuntungan
yang besar pada saat itu. Seorang peminjam akan membayar tambahan
jika ia telat membayar hutang.

Imam Ath-Thabari meriwayatkan bahwa, "Pada masa jahiliyah,


seseorang memiliki hutang pada orang lain, lalu orang yang berhutang
berkata kepada si pemberi hutang, 'Kau mendapatkan sekian dan
sekian, asalkan kau memberikan tangguhan waktu untukku,' lalu ia
diberi tangguhan waktu pembayaran hutang.'"
Bentuk riba pada masa jahiliyah ini contohnya adalah ketika ada
seorang penghutang yang membayar harus membayar 100 dirham
namun ia baru bisa melunasinya tahun depan, maka ia dikenakan harus
membayar sebesar 200 dirham.

2. Riba Fadhl

Riba fadhl adalah penukaran barang dengan barang yang sejenis namun
lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan
seperti itu. Contoh riba ini adalah padai ditukar dengan padi, emas
ditukar dengan emas, dan semacamnya.

Terkait riba fadhl ini, Ibnu Abbas tidak mengharamkannya karena sesuai
dengan sabda Rasulullah SAW, "Sesungguhnya riba ada di nasiah."
Maksud sabda Rasulullah SAW tersebut adalah jika digunakan untuk
barang yang berbeda jenisnya, maka nasiah diharamkan dan
diperbolehkan memberi kelebihan seperti menjual biji gandum dengan
gandum.

2.9 BAHAYA RIBA

Adapun bahaya atau alasan mengapa riba dilarang di dalam Islam


antara lain:

1. Hati mudah keruh (aghyar) meskipun andaikan lidahnya basah oleh


dzikir dan mudah terjangkit penyakit abnormal, idiot dan lain-lain.

2. Tidak akan mendapatkan keberuntungan, utamanya di akhirat.


3. Tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

4. Satu dirham yang diambil dari riba itu dosanya lebih besar di sisi
Allah dari pada (dosa) 36 kali zina yang dilakukan oleh seseorang. Dan
dosa dari riba yang paling rendah menurut riwayat yang lain adalah
seperti dosanya seseorang yang menyetubuhi ibunya.

5. Allah melaknat orang yang memakan riba, yang mewakili transaksi


riba, dua orang saksinya dan orang yang menuliskannya. 6. Orang yang
telah mengetahui bahwa yang dilakukannya itu termasuk riba tetapi
masih terus diulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka dan kekal di dalamnya.

7. Doanya terhijab atau tidak dikabulkan dan mereka tidak diampuni


oleh Allah hingga mereka benar-benar bertaubat dan meninggalkan
perbuatan tersebut.

BAB III

PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan dibawah ini:

1. Jual beli adalah suatu transaksi pertukaran harta dengan harta yang
menyebabkan pindahnya kepemilikan dengan cara yang sesuai dengan
syariat. Sedangkan riba adalah akad yang terjadi dengan penukaran
tertentu baik bentuk barang sejenis maupun uang yang berlebih ketika
pengambilannya sesuai dengan jatuh temponya.

2. Dalil mengenai jual beli dan riba sangatlah banyak, salah satunya
terdapat dalam Q.S Al-Baqarah ayat 275 yang artinya "Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". Juga terdapat dalam
hadits yang diriwayatkan oleh Muslim yang artinya "Dari Abu Hurairah
Radliyallahu 'anhu bahwa Rasulullah bersabda: "(Diperbolehkan
menjual) emas dengan emas yang sama timbangannya dan sama
sebanding, dan perak dengan perak yang sama timbangannya dan
sebanding. Barangsiapa menambah atau mengurangi tambahan maka
itu riba."

3. Pada realitanya, banyak umat islam yang tidak memahami tata cara
jual beli yang sesuai dengan syariat islam dan ancaman riba. Dewasa ini,
marak sekali sistem jual beli yang didalamnya terdapat unsur riba
seperti penjual yang mengurangi takaran; jual beli yang mengandung
unsur penipuan (gharar), jual beli barang-barang haram seperti anjing,
khamr, obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Mengatasi
permasalahan tersebut tentunya islam telah memberikan petunjuk
kepada umatnya dalam masalah yang berkaitan dengan tata cara jual
beli yang baik dan keharaman riba yang baik itu terdapat dalam Al
Qur'an maupun Hadits Rasulullah yang telah kami paparkan diatas.

4. Adapun bahaya terutama dari mereka yang memakan riba adalah


tidak diampuni oleh Allah hingga mereka benar-benar bertaubat dan
meninggalkan perbuatan tersebut sehingga Allah mengancam akan
melaknat orang yang memakan riba, yang mewakili transaksi riba, dua
orang saksinya dan orang yang menuliskannya. Empat orang yang
menjadi hak bagi Allah untuk tidak memasukkan mereka ke dalam
surga dan tidak merasakan mereka pada kenikmatannya, yaitu
peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim, dan orang
yang menyakiti kedua orang tuanya.

SARAN

Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap


manusia, namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan
hukum islam. Oleh karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana.
Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita berhati-hati
dalam bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam
dalam interaksinya.

Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual


beli dan mengharamkan riba. Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan
sampai kita melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat
merugikan orang lain.

KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullah wabarakatuh.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu.Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi
Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa'atnya di akhir nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat- Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga
penulis mampu untuk menyelesaikan perbuatan makalah sebagai tugas
akhir tengah semester 2 dengan judul " Muamalah Jual Beli dan Riba ".

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari
pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-
besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada guru Agama kami Ibu Jeki Hijriyani, S.Ag yang telah
membimbing kami dalam membuat makalah ini. Demikian, semoga
makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6490901/tentang-riba-
hukum-dan-jenisnya-dalam-islam

https://an-nur.ac.id/pengertian-jual-beli-dasar-hukum-rukun-syarat-
dan-macam-macam-jual-beli/

https://www.liputan6.com/hot/read/4838505/pengertian-jual-beli-
dalam-agama-islam-ketahui-rukun-dan-syaratnya

https://ejurnal.iiq.ac.id/index.php/almizan/article/view/
62#:~:text=Karena%20riba%20berakibat%20pada%3A%20tidak,di
%20neraka%20untuk%20selama%2Dlamanya.

https://pkebs.feb.ugm.ac.id/2018/03/12/mengenal-lebih-jelas-bahaya-
riba/

Anda mungkin juga menyukai