Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang berjudul “Jual Beli
dalam Syariah Islam” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas pada
mata kuliah Ekonomi Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang Etika Jual Beli dalam Syariah Islam.
Terlebih dahulu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Khalid Abjadi, SE.,
MIE selaku Dosen Ekonomi Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat kami
sebutkan semua, terima kasih atas bantuannya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini.
Kemudian, kami juga menyadari bahwa tugas yang kami tulis ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami butuhkan demi
kesempurnaan makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................................2
C. Tujuan........................................................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................................................3
KESIMPULAN.....................................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................10
iii
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati. Sesuai dengan
ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun dan hal-hal
lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya
tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.
Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh masyarakat,
karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya, masyarakat tidak bisa
berpaling untuk meninggalkan akad ini. Dari akad jual beli ini masyarakat dapat
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti kebutuhan pokok (primer), kebutuhan
tambahan (sekunder) dan kebutuhan tersier.
Suatu akad jual beli di katakan sebagai jual beli yang sah apabila jual beli itu
disyariatkan, memenuhi rukun dan syarat sah yang di tentukan, bukan milik orang
lain, tidak tergantung pada hak khiyar. Sebaliknya jual beli di katan batal apabila
salah satu rukun atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada
dasarnya tidak disyariatkan, seperti jual beli yang di lakukan anak kecil, orang gila,
atau barang yang di jual itu barang-barang yang di haramkan oleh syara’, seperti
bangkai, darah, babi, dan khamar. Akan tetapi, dewasa ini, masyarakat melakukan
transaksi jual beli dengan menghalalkan segala cara hanya untuk meraup keuntungan
yang besar tanpa memperhatikan apakah transaksi jual beli yang diakukannya sudah
sesuai apa yang telah disyariatkan atau tidak.
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II PEMBAHASAN
b) Ulama hanafiyah
Ulama mendefinisikan bahwa jual beli adalah saling tukar harta dengan
harta lain melalui Cara yang khusus. Yang dimaksud ulama hanafiyah dengan
kata-kata tersebut adalah melalui ijab qabul, atau juga boleh melalui saling
memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli.
3
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di
antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain
menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan
syara' dan disepakati.Inti dari beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan
dan mengandung hal-hal antara lain:
Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar.
Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti
barang yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak
sah untuk diperjualbelikan.
Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual
beli dengan kepemilikan abadi.
4
ketiga rukun-rukun tersebut.
5
Artinya: Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudarasaudara
syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.22 Maksud pada
ayat di atas, Allah telah melarang hambanya melakukan suatau pekerjaan
dengan tujuan untuk menghamburhamburkan hartanya, karena perbuatan
tersebut merupakan sebuah pemborosan, yang telah dijelaskan pada ayat di
atas bagi orang yang melakukannya, merupakan perbuatan syaitan. Maksud
pemborosan di sini, suatu pekerjaan yang tidak bermanfaat.
6
dan syaratnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasar dan sifatnya tidak
disyaratkan, seperti jual beli yang dilakukan anak kecil, orang yang gila atau
barang yang diperjual belikan adalah barang-barang yang diharamkan syara’
seperti bangkai, darah, babi dan khamr. Jual beli yang batal ini banyak macam
dan jenisnya, diantaranya adalah.
7
dikhawatirkan antara yang dijual dan yang dibeli tidak seimbang. Hal ini
sejalan dengan sabda Rasulallah Saw berikut ini :
“Jabir r.a., Rasulallah saw, melarang menjual setumpuk tamar yang
tidak diketahui takarannya dengan tamar yang diketahui takarannya (HR
BUkhari-Muslim)”.
Maksud hadis di atas adalah melarang jual beli dengan cara
menukar antara barang yang sejenis dan barang yang sudah di takar
dengan barang yang belum di takar karena jual beli yang demikian adalah
mengandung unsur penipuan, atau menjual barang yang takarannya tidak
sesuai dengan aqadnya atau mengurangi takarannya.
8
perkiraan adat dan dapat diserah terimakan setelah akad berlansung. Karena
sesungguhnya larang menjual barang ma’dum tidak terdapat di Al- qur’an dan
sunnah. Yang dilarang adalah jual beli yang mengandung nsur gharar, yakni
jual belibarang yang sama sekali tidak mungkin bisa diserah terimakan.
Jual beli dengan cara melempar, seperti seseorang mengatakan “aku
lempar apa yang ada padaku dan engkau melempar yang ada padamu.”
Kemudian dari keduanya membeli dari yang lain dan masing-tidak
mengetahui jumlah barang pada yang lain. Menjual barang yang tidak dapat
diserah terimakanMenjual barang yang tidak dapat diserah terimakan kepada
pembeli tidak sah. Misalya, menjual anak binatang yang masih dalam
kandungan. Dalam hal ini seluruh ulama fikih sepakat bahwa jual beli ini
adalah tidak sah.
9
e. Tidak ada kepastian tentang jumlah harga yang harus dibayar.
f. Tidak adaketegasan bentuk transaksi, yaitu ada dua macam atau lebih yang
berbeda dalam satu objek akad tanpa menegaskan bentuk transaksi mana yang
dipilih waktu terjadi akad.
g. Tidak ada kepastian objek akad, karena ada dua objek akad yang berbeda
dalam satu transaksi.
h. Kondisi objek akad, tidak dapat dijamin kesesuaianyadengan yang ditentukan
dalam transaksi.
10
BAB 3 PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu
diperbolehkan dalam Islam. Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia
dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka.
Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan. Ada juga jual beli yang
dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah
disyariatkan.
Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek
akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu
semua telah dijelaskan di atas. Walaupun banyak perbedaan pendapat dari
kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya
terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari
rukun dan syaratnya hampir sama.
B. SARAN
Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia,
namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh
karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan
ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam bertransaksi dan alangkah baiknya
menerapkan hukum islam dalam interaksinya.
Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli
dan mengharamkan riba.Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita
melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.
11
DAFTAR PUSTAKA
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), hlm. 68-69.
Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqih Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008),
hlm. 69.
Yazid Afandi, Fikih Muamalah: Implementasi dalam lembaga keuangan syari’ah,
(Yogyakarta: logung pustaka, 2009), hlm. 53.
Nasrun Haroen, Fiqih muamalah, Gaya Media Pratama, Jakarta 2000, hlm., 115
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulugul Maram Dan Penjelasanya, hlm., 597
M. Ali Hasan, Berbagai macam Transaksi Dalam Islam, Op.cit. hlm 157
12