Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“JUAL BELI (BAY’)”

Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu Bu Mariyah Ulfah, M.E.I

Di susun oleh kelompok 1:

Achmad Rico Faiz Fauzi (212105020106)

Bagus Muchlis Fuadi (214105020014)

Rivaldi Dwi Kurniawan (212105020102)

Ulva Herlinza Agustin (212105020109)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah swt yang
telah melimpahkan rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini guna memenuhi tugas kelompok mata kuliah fiqh muamalah,dengan
judul : Jual Beli (Bay’)
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari
bantuan banyak pihak yang dengan tulus memberikan do’a,saran dan kritik
sehingga makalah ini dapat terselesaikan .

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna di karenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami
miliki,oleh karena itu,kami megharapkan segala bentuk saran serta masukan
bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak.Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia
pendidikan

Jember, 24 September 2022

Penyusun

Kel.2

ii

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 1
1. Apa pengertian dari jual beli (bay’) ?
2. Apa landasan syara’ dari jual beli ?
3. Apa saja rukun dan syarat jual beli ?
4. Bagaimana hukum dan pembahasan barang dan harga ?
5. Apa saja jual beli yang di larang dalam islam ?
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................... 2


2.1 Pengertian Jual Beli .............................................................................. 2
2.2 Landasan Syara’Dari Jual Beli .............................................................. 5
2.3 Rukun Dan Syarat Jual Beli .................................................................. 6
2.4 Hukum Dan Pembahasan Barang Dan Harga ....................................... 11
2.5 Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam .................................................. 12
BAB III PENUTUP ................................................................................... 14
A. KESIMPULAN ............................................................................... 14
B. SARAN ........................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 15

iii

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang
mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, dimana pihak
yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerima sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan secara syara’ dan disepakati.
Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan,
rukun-rukun dan hal-hal lain yang ada kaitanya dengan jual beli, sehingga
bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan
kehendak syara’.
Jual beli merupakan akad yang sangat umum digunakan oleh
masyarakat, karena dalam setiap pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya,
masyarakat tidak bisa berpaling untuk meninggalkan akad ini.Dari akad jual
beli ini masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari seperti
kebutuhan pokok (primer), kebutuhan tambahan (sekunder) dan kebutuhan
tersier.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa pengertian dari jual beli (bay’) ?
2. Apa landasan syara’ dari jual beli ?
3. Apa saja rukun dan syarat jual beli ?
4. Bagaimana hukum dan pembahasan barang dan harga ?
5. Apa saja jual beli yang di larang dalam islam ?

iv
1.3 Tujuan penulisan
2. Menjelaskan pengertian dan landasan syara’ jual beli serta rukun
syarat nya
3. Menjelaskan hukum dan pembahasan barang dan harga
4. Menjelaskan macam-macam jual beli yang di larang dalam islam

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan landasan syara’ jual beli serta rukun syaratnya
1. Pengertian jual beli
Jual beli (‫ )البيع‬artinya menjual,mengganti dan menukar sesuatu
dengan sesuatu yang lain.Kata, ‫ البيع‬dalam bahasa arab terkadang di
gunakan untuk pengertian lawannya,yaitu kata ‫( الشراء‬beli).Dengan
demikian kata ‫ البيع‬berarti kata “jual” dan sekaligus juga berarti kata “beli”.
Secara terminologi,terdapat beberapa definisi,di antaranya:oleh
ulama hanafiyah di definisikan dengan

“Saling menukarkan harta dengan harta melalui cara tertentu”,atau

v
“Tukar menukar sesuatu yang di inginkan dengan yang sepadan melalui
cara tertentu yang bermanfaat”
Unsur-unsur definisi yang di kemukakan ulama Hanafiyah tersebut
adalah,bahwa yang di maksud dengan cara yang khusus adalah ijab dan
Kabul,atau juga bias melalui saling memberikan barang dan menetapkan
harga antara penjual dan pembeli.Selain itu harta yang di perjual belikan
itu harus bermanfaat bagi manusia,seperti menjual bangkai,minuman keras
dan darah tidak dibenarkan.
Said sabiq mendefinisikannya :

“Saling menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka “
Oleh imam An-nawawi di definisikan :

“Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik”


Oleh abu Qudamah di definisikan :

vi
“Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
pemilikan”
Dalam definisi di atas di tekankan kepada “hak milik dan
pemilikan”,sebab ada tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus di
miliki seperti sewa-menyewa.
Kemudian dalam kaitannya dengan harta,terdapat pula perbedaan para
pendapat antara mazhab hanafi dan jumhur ulama’.
Menurut jumhur ulama yang di maksud harta adalah materi dan
manfaat.Oleh sebab itu manfaat dari suatu benda boleh di jual
belikan.Sedangkan ulama mazhab hanafi berpendapat,bahwa yang di
maksud dengan harta (Al-maal) adalah sesuatu yang mempunyai
nilai.Oleh sebab itu manfaat dan hak-hak,tidak dapat di jadikan obyek jual-
beli.
Pada masyarakat primitif,jual beli biasanya di lakukan dengan tukar
menukar barang (harta),tidak seperti uang yang berlaku pada masyarakat
umumnya.Mereka umpamanya ,menukarkan rotan (hasil hutan) dengan
pakaian,garam dan sebagainya yang menjadi keperluan pokok mereka
sehari-hari.Mereka belum menggunakan alat tukar sepert uang.Namun,
pada saat ini orang yang tinggal di pedalaman,sudah mengenal mata uang
seperti alat tukar.
Tukar menukar barang seperti yang berlaku pada zaman primitif,pada
zaman modern ini pun kenyataannya di lakukan oleh suatu negara dengan
negara lain ,yaitu dengan sistem barter.Umpamanya gandum atau beras
dari luar negeri di tukar dengan kopi atau lada dari Indonesia yang dalam
jumlah yang amat besar

2.2 Landasan syara’ dari jual beli

vii
Jual-Beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia
mempunyai landasan yang amat kuat dalam islam.
Dalam Al-Quran Allah berfirman :

“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan menghramka riba (Al-
baqarah : 275)

Firman Allah :

Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan
dari tuhanmu...(al-Baqarah : 198)
Firman Allah :

..Kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu..(An-Nisa’:29)
Firman Allah :

Dan persaksikanlah apabila kamu jual-beli...(Al-Baqarah : 282)


Dalam sabda Rasulullah di sebutkan:

viii
“Nabi muhammad SAW,pernah di tanya: Apakah profesi yang paling
baik?Rasulullah menjawab :”Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual
beli yang di berkati”,(HR.Al-Bazar dan Al-hakim)
Jual beli yang mendapat keberkahan dari Allah adalah jual beli yang
jujur,yang tidak curang,mengandung unsur penipuan dan penghianatan.
Sabda Rasulullah :

“Jual-beli itu harus atas dasar suka sama suka.” (HR.Baihaqi)

“Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya di durga) dengan


para Nabi,Siddiqin,dan Syuhada’ “.(HR.Tirmidzi)

2.3 Rukun dan Syarat Jual Beli


Jual beli adalah merupakan suatu akad,dan di pandang sah apabila
telah memenuhi rukun dan syarat jual-beli.
Mengenai rukun dan syarat jual-beli,para ulama berbeda pendapat.
Menurut mazhab hanafi rukun jual-beli hanya ijab dan qabul
saja.Menurut mereka,yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah
kerelaan antara kedua pihak untuk berjual beli.
6

ix
Namun,karena unsur kerelaan berhubungan dengan hati yang tidak
kelihatan ,maka di perlukan indikator (Qarinah) yang menunjukkan
kerelaan tersebut dari kedua belah pihak.Dapat dalam bentuk perkataan
(ijab dan qabul) atau dalam bentuk perbuatan,yang saling memberi
(penyerahan barang dan penerimaan uang).

Menurut Jumhur Ulama rukun jual-beli itu ada empat :


a. Orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli)
b. Sighat (lafal ijab dan qabul)
c. Ada barang yang di beli
d. Ada nilai tukar pengganti barang
1) Syarat orang yang berakad
a) Berakal,dengan demikian jual beli yang di lakukan anak
kecil yang belum berakal hukumnya tidak sah.
b) Orang yang melakukan akad itu ,adalah orang yang berbeda
maksudnya,seseorang tidak dapat bertindak sebagai pembeli
dan penjual dalam waktu yang bersamaan
2) Syarat yang terkait dengan ijab dan qabul
Ulama fiqh sepakat menyatakan,bahwa urusan utama
dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak.Kerelaan ini
pada saat akad berlangsung.Ijab qabul harus di ucapkan
dengan jelas dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua
belah pihak,seperti akad jual beli dan sewa menyewa.Apabila
ijab dan qabul telah di ucapkan dalam akad jual beli ,maka
pemilikan barang dan uang telah berpindah tangan.

Ulama fiqh menyatakan bahwa syarat ijab dan qabul

x
adalah sebagai berikut :
a) Orang yang mengucapkan telah aqil baligh dan berakal
b) Kabul sesuai dengan ijab,contohnya:”saya jual sepeda ini
dengan harga sepuluh ribu”,lalu pembeli menjawab:”saya
dengan harga sepuluh ribu
c) Ijab dan kabul di lakukan dalam satu majlis.Maksudnya
kedua belah pihak yang melakukan akad jual-beli hadir
dan membicarakan masala yang sama.Apabila penjual
mengucapkan ijab,lalu pembeli beranjak sebelum
melakukan kabul atau pembeli mengadakan aktifitas lain
yang tidak ada kaitannya dengan akad jual-beli
tersebut,kemudian seesudah itu dia mengucapkan
Kabul,maka menurut kesepakatan ulama fiqh ,jual
beli tidak sah,sekalipun mereka
berpendirian,bahwa ijab tidak mesti di jawab
langsung dengan kabul
3) Syarat yang di perjualbelikan,adalah sebagai berikut :
a) Barang itu ada,atau tidak ada di tempat,tetapi pihak
penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan
barang itu.
b) Dapat di manfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.Oleh
sebab itu,bangkai,khamr dan benda-benda haram
lainnya,tidak sah menjadi objek jual-beli karena benda-
benda tersebut tidak bermanfaat bagi manusia dalam
pandangan syara’.

c) Milik seseorang.Barang yang sifatnya belum di miliki

xi
seseorang,tidak boleh di perjual belikan,seperti
memperjual belikan ikan di laut,emas dalam tanah,karena
kedua nya belum di miliki penjual.
d) Dapat di serahkan pada saat akad berlangsung,atau pada
waktu yang telah di sepakati bersama keika akad
berlangsung

4) Syarat nilai tukar (harga barang)


Nilai tukar barang adalah termasuk unsur yang
terpenting.Zaman sekarang di sebut uang.Berkaitan dengan
nilai tukar ini,ulama’ fiqh membedakan antara as-tsan dan as-
si’r.

Menurut mereka ,as-tsan adalah harga pasar yang


berlaku di tengah-tengah masyarakat,sedangkan as-si’r adalah
modal barang yang seharusnya di terima para pedagang
sebelum di jual kepada konsumen.Dengan demikian ada dua
harga,yaitu harga antara sesama pedagang dan harga antara
pedagang dan konsumen.Harga yang dapat di permainkan para
pedagang adalah as-tsamn,bukan harga as-si’r

Ulama fiqh mengemukakan syarat as-tsamn sbb:

a) Harga yang di sepakati kedua belah pihak harus jelas


jumlahnya
b) Dapat di jelaskan pada saat waktu akad (transaksi)

xii
c) Apabila jual beli itu di lakukan secara barter,maka barang
yang di jadikan nilai tukar ,bukan barang yang di
haramkan syara’ seperti babi dan khamr,karena kedua
jenis benda itu tidak bernilali dalam pandangan syara’
Di samping syarat yang berkaitan dengan rukun jual-beli di
atas,ulama fiqh juga mengemukakan beberapa syarat lain :

a) Syarat sah jual-beli


Ulama fiqh menyatakan,bahwa suatu jual beli baru di
anggap sah,apabila terpenuhi dua hal :
(1) Jual beli itu terhindar dari cacat seperti barang yang
di perjual belikan tidak jelas,baik
jenis,kualitas,maupun kuantitasnya.Begitu juga harga
tidak jelas,jual beli itu mengandung unsur
paksaan,penipuan dan syarat-syarat lain yang
mengakibatkan jual-beli rusak
(2) Apabila barang yang di perjual-belikan itu benda
gerak,maka barang itu langsung di kuasai pembeli
dan harga di kuasai penjual.Sedangkan barang yang
tidak bergerak,dapat di kuasai pembeli setelah surat-
menyuratnya di selesaikan sesuai kebiasaan (urfun)
setempat
b) Syarat yang terkait dengan pelaksanaan jual-beli
Jual beli baru dapat di laksanakan apabila yang berakad
tersebut mempunyai kekuasaan untuk melakukan jual beli.
Umpamanya,barang itu milik sendiri (bukan milik orang lain
atau hak orang yang terkait dengan barang itu)

10

xiii
Akad jual-beli tidak dapat di laksanakan,apabila orang
yang melakukan akad itu tidak memiliki kekuasaan secara
langsung melakukan akad.Umpamanya,ada orang lain yang
bertindak sebagai wakil dalam jual-beli.Dalam hal ini,pihak
wakil harus mendapat persetujuan (surat kuasa) dari orang
yang di wakilinya.Jual-beli semacam ini di sebut : bai ul’
fudhul.
c) Syarat yang terkait dengan kekuatan hukum
Ulama fiqh sepakat menyatakan,bahwa suatu jual beli baru
bersifat mengikat ,apabila jual beli itu terbebas segala
macam khiyar,yaitu hak pilih untuk meneruskan atau
membatalkan jual-beli.Apabila jual-beli itu masih
mempunyai hak “khiyar”,maka jual-beli itu belum
mengikat dan masih bisa di batalkan.
2.4 Hukum dan Pembahasan Barang dan Harga
Jual beli hukumnya mubah atau boleh,namun jual beli meunurut imam
asy-syatibi hukum jual beli bisa menjadi wajib dan bisa haram seperti
ketika ikhtikar yaitu penimbunan barang sehingga persediaan dan harga
melonjak naik.Apabila terjadi praktek semacam ini maka pemerintah boleh
memaksa para pedagang mejual barang sesuai dengan harga di pasaran
dan para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah di dalam
menentukan harga di pasaran,serta pedagang akan di kenakan sanksi
karena tindakan tersebut dapat merusak atau mengacaukan ekonomi rakyat

11

xiv
1. Pembahasan barang
a) Barang yang di perjual belikan harus suci
b) Bermanfaat bagi si pembeli
c) Dapat di serahkan
d) Barang milik sendiri atau menjadi wakil orang lain
2. Pembahasan Harga
Jika penetapan harga itu mengandung unsur –unsur kezaliman dan
pemaksaan,maka jelaslah penetapan harga itu haram.Jika
penetapan itu penuh dengan keadilan maka penetapan itu menjadi
wajib bahkan halal.

2.5 Jual Beli yang di larang dalam islam

Transaksi di katakan tidak islami bila tidak memenuhi syarat yang di


tetapkan oleh syara’.Oleh karena itu hukumnya haram.Praktek transaksi
ini biasanya telah berlangsung di kalangan orang arab sebelum
islam:Transaksi-transaksi yang di larang sebagai berikut:
1. Jual beli Gharar,yaitu jual beli yang mengandung unsur penipuan
dan penghianatan,baik karena ketidak jelasan dalam objek jual beli
atau ketidak pastian dalam pelaksanaanya.Hukum jual beli seperti
ini adalah haram.
2. Jual beli Malaqih,yaitu jual beli dengan barang yang menjadi
obyeknya hewan masih berada dalam bibit jantan sebelum di
kandung oleh betina.Alasan pelarangan ini adalah apa yang di
perjual belikan tidak berada di tempat akad dan tidak dapat di
jelaskan kualitas dan kuantitas.Yang akan menimbulkan
ketidakrelaan pihak-pihak.
3. Jual beli Mudlamin,yaitu jual beli yang obyeknya adalah hewan
yang masih berada dalam perut induknya.Alasannya pun karena
tidak jelas.
4. Jual beli hashah,yaitu jual beli dengan melempar batu.
5. Jual beli Muhaqalah,yaitu jual beli buah-buahan yang masih
berada di tangkainya dan belum layak untuk di makan.Alasan
keharaman jual beli adalah obyek yang di perjual belikan masih
belum dapat di manfaatkan .

12

xv
6. Jual beli Munabadzah,yaitu jual beli dengan cara menukarkan
kurma yang masih basah dengan kurma yang sudah kering dan
menukarkan anggur basah dengan anggur kering dengan
menggunakan alat ukur takaran.Alasannya karena ketidakjelasan
barang yang di pertukarkan ini dalam takarannya.
7. Jual beli Mukhabarah,yaitu muamalah dalam penggunaan tanah
dengan imbalan bagian dari apa yang akan di hasilkan tanah
tersebut.Alasan keharamannya adalah adalah ketidak jelasan dalam
pembayaran,sebab waktu akad berlangsung belum jelas harga dan
nilainya maka di anggap tidak sah
8. Jual beli tsunayya,yaitu transaksi jual beli dengan harga
tertentu,sedangkan barang yang menjadi obyek jual beli adalah
sejumlah barang dengan pengecualian yang tidak jelas,yang dapat
membawa ketidakpastian pelaku transaksi dan melanggar salah
satu syarat jual beli maka hukumnya tidak sah.
9. Jual beli ‘asb al-fahl,yaitu memperjual belikan bibit pejantan
hewan untuk mendapatkan anak.Kadang-kadang di sebut juga sewa
pejantan.Alasan larangan di sini adalah tidak jelasnya obyek
transaksi,karena sukar di tentukan seberapa banyak bibit yang di
salurkan ke rahim betina.Jual beli dalam bentuk ini tidak sah.

10. Jual beli Mulamasah,yaitu jual beli yang berlaku antara dua pihak
yang satu di antaranya menyentuh pakaian pihak lain yang
diperjual belikan waktu malam atau waktu siang dengan ketentuan
di mana yang tersentuh ,itulah yang di jual.Alasan keharamannya
adalah karena ketidakjelasan obyek transaksi yang di jadikan salah
satu syarat dan barang yang diperjual belikan.Oleh karena itu
transaksi ini tidak jelas.

11. Jual beli Urban,yaitu jual beli atas suatu barang dengan harga
tertentu,di mana pembeli memberikan uang muka dengan catatan
bahwa bila jual beli jadi di langsungkan akan membayar dengan
harga yang telah di sepakati,namun kalau tidak jadi,uang untuk
penjual yang menerimanya terlebih dahulu.Jual beli bentuk ini
haram hukumnya,alasannya adalah ketidak pastian dalam jual
beli,oleh karena itu tidak sah karena menyalahi syarat jual beli

12. Jual beli Shubrah,yaitu jual beli barang yang di tumpuk yang
mana bagian luar yang kelihatan lebih baik dari bagian dalam.

13. Jual beli Najasy,yaitu jual beli pura-pura.Si pembeli menaikkan


harga barang bukan untuk membelinya,tetapi hanya untuk menipu
pembeli lainnya supaya membeli dengan harga tinggi

13

xvi
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat di simpulkan bahwa jual beli (‫ )البيع‬yaitu menukar sesuatu dengan
sesuatu yang lain atas dasar suka-sama suka (kerelaan kedua belah
pihak).Dengan dasar Al-Qur’an dan Al-hadits serta harus memenuhi rukun
dan syarat jual beli,sehingga jual beli dapat di katakan sah,dan kita harus
menjauhi jual beli yang di larang oleh islam seperti jual beli
gharar,malaqih,mulamasah,munabadzah dan lainnya dimana syarat dan
rukun tidak terpenuhi.

B. Saran
Demikian makalah ini di buat untuk memenuhi tugas kelompok dari mata
kuliah fiqh muamalah,semoga adanya makalah ini dapat memeberikan
manfaat pengetahuan bagi yang membacanya dan semoga ilmu yang kita
berikan ini bisa terus mengalir pahalanya sehingga kelompok kami
mendapatkan keberkahan dunia maupun di akhirat,saya mewakili
kelompok dua meminta maaf apabila pada penulisan ini ada kata-kata yang
kurang pas di hati teman-teman.Saran dari kami belajarlah dengan
sungguh-sungguh karena kita akan mendapatkan hasilnya di akhir,ibarat
menanam bunga,kita harus setiap hari menyirami nya sehingga bunga
tersebut dapat mekar serta berbunga,dan juga ada rasa senang bagi yang
melihatnya.Terimakasih

14

xvii
DAFTAR PUSTAKA

Dr.M.Harisudin Noor,M.Fil.I,Fiqh Mu’amalah,Jember:IAIN Jember


Press,2015

Hasan Ali M.,Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam,Kelapa


Gading Jakarta:PT Raja IndoGrafindo Persada,2003

15

xviii

Anda mungkin juga menyukai