Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HUKUM JUAL BELI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh Muamalah

Dosen Pengampu : Drs. Ahmad Syatori, M. Ag.

Disusun Oleh :

Kelompok 2

1. Fayuzah (1908101121)
2. Sania (1908101126)
3. Naufal Hidayatullah (1908101127)
4. Fajar Septian (1908101131)
5. Mochamad Anjar Bachtiar (1908101139)
6. Ghina Rahmah Maulida (1908101151)

PAI D/3
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
IAIN SYEKH NURJATI CIREBON
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat serta karunia-Nya, sehingga
makalah yang berjudul “Hukum Jual Beli” ini dapat terselesaikan dengan baik. Tanpa
pertolongan dari-Nya tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Sholawat serta salam semoga tercurah limpahkan kepada junjungan kita sang baginda Nabi
Muhammad SAW semoga kita semua selaku umatnya mendapat syafa’at di akhirat nanti.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak. Selain itu, kami berharap agar
pembaca tidak sungkan memberi masukan berupa kritik dan saran yang membangun. Karena
kami sadari bahwa makalah ini masih belum sempurna.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Cirebon, 13 Desember 2020

Kelompok 2

2
Daftar Isi

Kata Pengantar............................................................................................................................2
Daftar Isi.....................................................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
C. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB III PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli........................................................................................................6
B. Dasar Hukum dan Hukum Jual Beli..................................................................................7
C. Rukun dan Syarat Jual Beli................................................................................................10
D. Bentuk Jual Beli.............................................................................................................14
E. Manfaat dan Hikmah Jual Beli……………………………………………….……….…15
F. Pelaksanaan Kegiatan Jual Beli……………………………………………………….…15
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................................19
B. Saran...............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN DISKUSI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain,
masing-masing berhajat kepada yang lain,saling  tolong-menolong, tukar menukar
keperluan dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa,
pinjam meminjam atau suatu usaha yang lain, baik bersifat pribadi maupun untuk
kemaslahatan umat. Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan
menjadi ajang silaturrahmi yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna
menjaga kemaslahatan umat, maka agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan
teratur, agama Islam memberikan peraturan yang sebaik-baiknya.
Atas dasar  pemenuhan kebutuhan sehari –hari, maka terjadilah suatu kegiatan
yang di namakan jual beli. Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan
sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara
tertentu (‘aqad). Sedangkan riba yaitu memiliki sejarah yang sangat panjang dan
prakteknya sudah dimulai semenjak banga Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam
dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba
karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat. Allah SWT
berfirman:
Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan
karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka
memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena
mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk
orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih. (QS an-Nisaa’ 160-161)
Nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya, “Wahai anakku! Berusahalah untuk
menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang yang berusaha
dengan jalan yang halal itu tidaklah akan mendapat kemiskinan, kecuali apabila dia telah
dihinggapi oleh tiga macam penyakit: (1) tipis kepercayaan agamanya, (2) lemah
akalnya, (3) hilang kesopanannya,”

4
Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?Apa saja
syaratnya? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada zaman sekarang sah menurut
fiqih muamalah? Tentu ini akan menjadi pambahasan yang menarik untuk dibahas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Jual Beli?
2. Apa saja dasar hukum dan hukum jual beli?
3. Apa saja rukun dan syarat jual beli?
4. Apa saja bentuk jual beli?
5. Apa saja manfaat dan hikmah jual beli?
6. Bagaimana pelaksanaan kegiatan jual beli?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Jual Beli
2. Untuk mengetahui apa saja dasar hukum dan hukum jual beli
3. Untuk mengetahui apa saja rukun dan syarat jual beli
4. Untuk mengetahui apa saja bentuk jual beli
5. Untuk mengetahui apa saja manfaat dan hikmah jual beli
6. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kegiatan jual beli

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Sebelum mengkaji secara luas dalam kehidupan sehari-hari, salah satu cara untuk
memenuhi kebutuhan adalah dengan usaha perdagangan atau jual beli, untuk terjadinya
usaha tersebut diperlukan adanya hubungan timbal balik antara penjual dan pembeli. Jual
beli adalah saling tukar menukar antara benda dengan harta benda atau harta benda
dengan uang ataupun saling memberikan sesuatu kepada pihak lain, dengan menerima
imbalan terhadap benda tersebut dengan menggunakan transaksi yang didasari saling
ridha yang dilakukan secara umum.
Berdasarkan penjabaran di atas terdapat beberapa masalah tentang jual beli, maka
terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa pengertian jual beli baik secara etimologi
maupun secara terminologi. Jual beli menurut istilah atau etimologi

‫مقابلة شئ بشئ‬

“Tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”.


Sedangkan jual beli menurut bahasa adalah sebagaimana di jelaskan berikut ini.

‫البيع معناه لغة مطلق المبادلة‬

“Pengertian jual beli menurut bahasa adalah tukar menukar secara mutlak”.
Berdasarkan pengertian tersebut maka jual beli adalah tukar menukar apa saja,
baik antara barang dengan barang, barang dengan uang atau uang dengan uang. Untuk
lebih jelas tentang pengertian jual beli dapat dilihat dibawah ini:
a. Menurut Hanafiah sebagaimana dikemukakan oleh Ali Fikri, menyatakan bahwa jual
beli memiliki dua arti yaitu arti khusus dan arti umum.
1) Arti khusus yaitu jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas
dan perak) dan semacamnya, atau tukar-menukar barang dengan uang atau
semacam menurut cara yang khusus.
2) Arti umum yaitu jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara
yang khusus, harta mencakup zat (barang) atau uang.

6
Dapat disimpulkan akad yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu penjual dan
pembeli yang objeknya bukan manfaat yakni benda, dan bukan untuk kenikmatan
seksual. Menurut syafi’iyah memberikan definisi jual beli sebagai berikut :

Jual beli menurut syara’ adalah suatu aqad yang mengandung tukar menukar harta
dengan harta dengan syarat yang akan diuraikan nanti untuk memperoleh
kepemilikan atas benda atau manfaat untuk waktu selamanya

b. Menurut Hanabilah
Pengertian jual beli menurut syara’ adalah tukar-menukar harta dengan harta tukar
menukar manfaat yang mubah dengan manfaat yang mubah untuk waktu selamanya,
bukan riba dan bukan hutang.

B. Dasar Hukum dan Hukum Jual Beli


Jual beli telah disahkan oleh Al-Qur’an, sunnah, ijma’ para ulama. Dilihat dari aspek
hukum, jual beli hukumnya mubah kecuali jual beli yang dilarang oleh syara’ Dari beberapa
definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda
atau barang yang mempunyai nilai, secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda dan pihak lain menerima sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah
dibenarkan. Adapun firman Allah SWT. dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

‫الَّ ِذينَ يَأْ ُكلُونَ ال ِّربَا اَل يَقُو ُمونَ إِاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَ َخبَّطُهُ ال َّش ْيطَانُ ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذلِكَ بِأَنَّهُ ْم قَالُوا إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّربَا ۗ َوأَ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع‬
َ‫ار ۖ هُ ْم فِيهَا خَالِ ُدون‬ ِ َّ‫اب الن‬ ƒُ ‫ك أَصْ َح‬ َ ِ‫َو َح َّر َم الرِّ بَا ۚ فَ َم ْن َجا َءهُ َموْ ِعظَةٌ ِم ْن َربِّ ِه فَا ْنتَهَ ٰى فَلَهُ َما َسلَفَ َوأَ ْم ُرهُ إِلَى هَّللا ِ ۖ َو َم ْن عَا َد فَأُو ٰلَئ‬

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana, tidak ada yang dapat menolak ketetapan-Nya
dan Allah tidak dimintai pertanggung jawaban atas apa yang telah Ia kerjakan, justru merekalah

7
yang akan dimintai pertanggung jawaban. Dialah yang Maha Mengetahui segala hakikat dan
kemaslahatan persoalan apa yang bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya, maka Dia akan
membolehkannya bagi mereka. Kasih sayang Allah kepada para hamba-Nya lebih besar dari pada
sayangnya seorang ibu kepada anak bayinya.

Ayat di atas Ayat ini merujuk pada kehalalan jual beli dan keharaman riba, ayat ini
menolak argumen kaum musyrikin yang menentang disyariatkanya jual beli dalam Al-Quran.
Kaum musyrikin tidak mengakui konsep jual beli yang telah disyariatkan Allah dalam Al-Quran
dan menganggapnya identik dan sama dengan sistem ribawi. Untuk itu dalam ayat ini Allah
mempertegas legalitas dan keabsahan jual beli secara umum serta menolak dan melarang konsep
ribawi.

Sayyid Quthb dalam tafsirnya Fi Zhilal Al-Qur’an mengemukakan bahwa Allah SWT.
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba, karena tidak adanya unsur-unsur kepandaian,
sesungguhnya keadaan alamiah dalam jual beli dan sebab-sebab lain uang menjadikan perniagaan
pada dasarnya bermanfaat bagi kehidupan manusia. Sedangkan, perbuatan riba pada dasarnya
merusak kehidupan manusia, Islam telah mengatasi keadaan-keadaan yang terjadi pada masa itu
dengan pengobatan yang nyata, tanpa menimbulkan gejolak ekonomi dan sosial.

Riba adalah haram dan jual beli adalah halal. Jadi tidak semua akad jual beli adalah
haram sebagaimana yang disangka oleh sebagian orang berdasarkan ayat ini diterangkan huruf
alif dan lam adalah jenis, dan bukan untuk yang sudah dikenal karena sebelumnya tidak
disebutkan ada kalimat al-bai’ yang dapat dijadikan referensi, dan jika ditetapkan bahwa jual beli
adalah umum, maka ia dapat dikhususkan dengan apa yang telah kami sebutkan berupa riba dan
lainnya dari benda yang dilarang untuk diakadkan seperti minuman keras, bangkai dari apa yang
disebutkan dalam sunnah dan ijma’ para ulama. Allah SWT. berfirman dalam Q.S. An-Nisa’ ayat
29 yang berbunyi:

‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َواَل تَ ْقتُلُوا أَ ْنفُ َس ُك ْم ۚ إِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِحي ًما‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالبَا ِط ِل إِاَّل أَ ْن تَ ُكونَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً ع َْن ت ََر‬

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu.

Allah SWT. berfirman dalam Q.S. Al-Maidah ayat 2:

8
ۡ َ‫ َد َواَل ۤ ٰٓا ِّم ۡينَ ۡالبَ ۡيتَ ۡال َحـ َرا َم يَ ۡبـتَ ُغ ۡونَ ف‬ƒِ‫ى َواَل ۡالقَآَل ِٕٕٮ‬ ‫هّٰللا‬ ۤ
ۡ‫ضاًل ِّم ۡن َّربِّ ِهم‬ َ ‫ـرا َم َواَل ۡالهَ ۡد‬ َ ‫ َر ِ َواَل ال َّش ۡه َر ۡال َح‬ƒِ‫ٰيـاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُ ۡوا اَل تُ ِحلُّ ۡوا َش َعٓا ِٕٕٮ‬
‌‫د ۡال َحـ َر ِام اَ ۡن ت َۡعتَد ُۡوا‌ ۘ َوتَ َعا َونُ ۡوا َعلَى ۡالبِ ِّر َوالتَّ ۡق ٰوى‬ƒِ ‫ص ُّد ۡو ُكمۡ ع َِن ۡال َم ۡس ِج‬ َ ‫اصطَاد ُۡوا‌ ؕ َواَل يَ ۡج ِر َمنَّ ُكمۡ َشن َٰانُ قَ ۡو ٍم اَ ۡن‬ ۡ َ‫ض َوانًا‌ؕ َواِ َذا َحلَ ۡلتُمۡ ف‬ ۡ ‫َو ِر‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ِ ‫ان ۖ َواتَّقُوا َ‌ؕ ِا َّن َ َش ِد ۡي ُد ۡال ِعقَا‬
‫ب‬ ‌ِ ‫ۖ َواَل تَ َعا َونُ ۡوا َعلَى ااۡل ِ ۡث ِم َو ۡالع ُۡد َو‬

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian
Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu
(hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridhaan
Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan
sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari
Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat
siksaan-Nya.

Allah telah mengharamkan memakan harta orang lain dengan cara bathil yaitu tanpa ganti
dan hibah, berdasarkan ijma umat dan termasuk didalamnya semua jenis akad yang rusak yang
tidak boleh secara syara’ baik karena ada unsur riba atau jahalah (tidak diketahui), atau karena
kadar ganti yang rusak seperti minuman keras, babi. Jika yang diakadkan itu adalah harta
perdagangan, maka boleh hukumnya sebab pengecualian dalam ayat di atas adalah terputus
karena harta perdagangan bukan termasuk harta yang tidak boleh dijual belikan. Ada yang
mengatakan istitsna’ (pengecualian) dalam akad bermakna lakin (tetapi) artinya akan tetapi
makanlah dari harta perdagangan merupakan gabungan antara penjualan dan pembelian.

Selain itu, terdapat beberapa hadist Nabi yang juga menerangkan jual beli, diantaranya,
dari hadist Nabi yang berasal dari Raf’ah in Rafi’ menurut riwayat Al-Bazar yang disahkan oleh
Al-Hakim: Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling
baik, nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli yang mabrur.”

Hadist Nabi di atas menyatakan usaha terbaik manusia adalah usaha yang dilakukan oleh
tangan sendiri. Hal ini karena usaha yang dilakukan dengan tangan sendiri menunjukkan bahwa
manusia hidup wajib melakukan sesuatu baik untuk urusan dirinya ataupun keluarganya serta
masyarakat pada umumnya. Jadi, jika mencari uang tidak dibarengi dengan kerja keras serta
resiko seperti halnya duduk di depan komputer sambil bermain game untuk mendapatkan
penghasilan adalah kegiatan sia-sia yang membuang waktu dan kesempatan.

9
Ijma‟ Dalil kebolehan jual beli menurut ijma‟ ulama adalah telah sepakat bahwa jual beli
diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya,
tanpa bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain yang
dibutuhkannya itu harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.

Dari dasar hukum sebagaimana tersebut di atas bahwa jual beli itu hukumnya adalah
mubah. Artinya jual beli itu diperbolehkan asal saja di dalam jual beli tersebut memenuhi
ketentuan yang telah ditentukan di dalam jual beli dengan syarat-syarat yang disesuaikan dengan
Hukum Islam.

Kebutuhan manusia untuk mengadakan transaksi jual beli sangat urgen, dengan transaksi
jual beli seseorang mampu untuk memiliki barang orang lain yang diinginkan tanpa melanggar
batasan syariat. Oleh karena itu, praktek jual beli yang dilakukan manusia semenjak Rasulullah
saw., hingga saat ini menunjukkan bahwa umat telah sepakat akan disyariatkannya jual beli.

Dari ayat, hadist, dan ijma‟ umat di atas diketahui bahwa jual beli di perbolehkan
(dihalalkan oleh Allah) asalkan dilakukan dengan saling rela antara penjual dan pembeli. Hukum
jual beli bisa menjadi haram, mubah, sunnah, dan wajib atas ketentuan sebagai berikut:

1) Hukum jual beli menjadi wajib pada saat darurat atau terpaksa yang sangat membutuhkan
sekali terhadap makanan atau minuman sedang ia mampu untuk melakukan jual beli.
2) Hukum jual beli menjadi haram, jika menjual belikan sesuatu yang di haramkan oleh
syara‟ seperti menjual babi.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli


Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang
tertentu (akad).
‫ۚ وأَ َح َّل ٱهَّلل ُ ٱ ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم ٱل ِّربَ ٰو ۟ا‬
َ
Artinya : "Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-
Baqarah : 275)
۟ ُ‫ۚ ٰيَٓأَيُّ َها ٱلَّ ِذينَ َءا َمن‬
ٍ ‫وا اَل تَأْ ُكلُ ٓو ۟ا أَ ْم ٰ َولَ ُكم بَ ْينَ ُكم بِٱ ْل ٰبَ ِط ِل إِٓاَّل أَن تَ ُكونَ تِ ٰ َج َرةً عَن تَ َرا‬
‫ض ِّمن ُك ْم‬
Artinya : “Janganlah kamu mengambil harta sesamamu dengan jalan batil
keruali dengan jalan perniagaan yang sesuai dengan suka sama suka di antara kamu.”
(QS. An-Nisa : 29)

10
 Rukun jual beli
1. Penjual dan pembeli, syaratnya adalah:
a. Berakal, agar dia tidak terkecoh. Orang yang gila atau bodoh tidak sah jual
belinya.
b. Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa). Keterangannya yaitu ayat di atas
(suka sama suka).
c. Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang yang mubazir itu di tangan
walinya.
Firman Allah Swt .:
۟ ُ‫سو ُه ْم َوقُول‬
‫وا لَ ُه ْم‬ ْ ‫سفَ َهٓا َء أَ ْم ٰ َولَ ُك ُم ٱلَّتِى َج َع َل ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم قِ ٰيَ ًما َو‬
ُ ‫ٱر ُزقُو ُه ْم فِي َها َوٱ ْك‬ ۟ ‫َواَل تُؤْ ت‬
ُّ ‫ُوا ٱل‬
‫قَ ْواًل َّم ْع ُروفًا‬
Artinya :"Dan Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang
yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupanmu,
berilah mereka belanja." (QS. An-Nisa :5)
d. Balig (berumur 15 tahun ke atas / dewasa). Anak kecil tidak sah jual
belinya. Adapun anak-anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai umur
dewasa, menurut pendapat sebagian ulama, mereka diperbolehkan berjual
beli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak diperbolehkan, sudah tentu
menjadi kesulitan dan kesukaran, sedangkan agama Islam sekali-kali tidak
akan menentukan peraturan yang mendatangkan kesulitan kepada
pemeluknya.
2. Uang dan benda yang dibeli , syaratnya yaitu:
a. Suci, Barang najis tidak sah dijual dan tidak boleh dijadikan uang untuk
dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum disamak.
Sabda Rasulullah Saw:
Dari Jabir bin Abdullah. Rasulullah Saw. berkata, "Sesungguhnya Allah
dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak dan bangkai, begitu juga
babi dan berhala.” Pendengar bertanya, "Bagaimana dengan lemak
bangkai, ya Rasulullah? Karena lemak itu berguna buat cat perahu, buat
minyak kulit, dan minyak lampu." Jawab beliau, "Tidak boleh, semua itu

11
haram, celakalah orang Yahudi tatkala Allah mengharamkan lemak
bangkai, mereka hancurkan lemak itu sampai menjadi minyak, kemudian
mereka jual minyaknya, lalu mereka makan uangnrya."(Sepakat Ahli
Hadits)
b. Ada manfaatnya. Tidak boleh. menjual sesuatu yang tidak ada manfaatnya.
Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu termasuk dalam arti
menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang terlarang dalam Kitab Suci.
Firman Allah Swt .:
‫ش ْي ٰطَنُ لِ َربِّ ِهۦ َكفُو ًرا‬ َّ ‫إِنَّ ٱ ْل ُمبَ ِّذ ِرينَ َكانُ ٓو ۟ا إِ ْخ ٰ َونَ ٱل‬
َّ ‫ش ٰيَ ِطي ِن ۖ َو َكانَ ٱل‬
Artinya :"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu saudara-saudara
setan”(QS. Al-Isra:27)
c. Barang itu dapat diserahkan. Tidak sah menjual suatu barang yang tidak
dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalan laut, barang
rampasan yang masih berada di tangan yang merampasnya, barang yang
sedang dijaminkan, karena semua itu mengandung tipu daya (kecohan)
Dari Abu Hurairah. Ia berkata, "Nabi Saw. Telah melarang
memperjualbelikan barang yang mengandung tipu daya." (Riwayat Muslim
dan Lainnya)
d. Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan diwakilinya,
atau yang mengusahakan. Sabda Rasulullah Saw: “Tidak sah jual beli
selain mengenai barang yang dimiliki."(Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi).

e. Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli; zat, bentuk, kadar
(ukuran), dan sifat-sifatnya jelas sehingga antara keduanya tidak akan terjadi
kecoh-mengecoh. Keterangannya adalah hadis dari Abu Hurairah yang telah
disebutkan diatas. Yang wajib diketahui zatnya -kalau barang itu tertentu-
ialah kadarnya, umpamanya sukatan atau timbangannya. Kalau barang itu
bercampur dengan yang lain, umpamanya segantang beras atau sekilo gula,
Cukup melihat sebagian barang, asal yang lainnya sama dengan contoh yang
dilihat itu; dan cukup melihat kulitnya kalau sekiranya kulit itu dipecah
bakal rusak; yang dimaksud adalah tempurung, umpamanya. Begitu juga

12
sesuatu yang telah dimaklumi menurut kebiasaan -seperti bawang yang
masih dalam tanah- walaupun keadaan barang boleh jadi ada lebih
kurangnya serta bakal mnerugikan salah satu pembeli atau penjual, tetapi
hanya sedikit. Keadaan yang sedikit itu dimaafkan karena kemaslahatan
untuk memudahkan kelancaran pekerjaan. Kata Ibnu Qaiyim,
"Sesungguhnya orang yang ahli dapat mengetahui barang yang berada di
dalam tanah dengan melihat yang di atasnya, maka jika barang di dalam
tanah tidak boleh dijual, sudah tentu akan melakukan pekerjaan yang tidak
semestinya."
3. Lafaz ijab dan Kabul
Ijab adalah perkataan penjual, umpamanya, "Saya jual barang ini sekian.”
Kabul adalah ucapan si pembeli," Saya terima (saya beli) dengan harga sekian.”
Keterangannya yaitu ayat yang mengatakan bahwa jual beli itu suka sama suka,
dan juga sabda Rasulullah Saw, "Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka
sama suka.”(Ibnu Hibbani))
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas kecuali
dengan perkataan, karena perasaan suka itu bergantung pada hati masing-
masing. Ini pendapat ulama. Tetapi Nawawi, Mutawali, Bagawi, dan beberapa
ulama yang lain berpendapat bahwa lafaz itu tidak menjadi rukun, hanya
menurut adat kebiasaan saja. Apabila menurut adat telah berlaku bahwa hal yang
seperti itu sudah dipandang sebagai jual beli, itu saja sudah cukup karena tidak
ada suatu dalil yang jelas untuk mewajibkan lafadz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan memenuhi
beberapa syarat:
a. Keadaan ijab dan kabul berhubungan. Artinya, salah satu dari keduanya
pantas menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang lama.
b. Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walaupun lafaz telah berlainan.
c. Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya,
"Kalau saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian."
d. Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu -seperti sebulan atau- tidak sah.
Apabila rukun atau syaratnya kurang, jual beli diaggap tidak sah.

13
D. Bentuk Jual Beli
1. Jual Beli yang Sahih
Jual beli yang sesuai dengan disyari’atkan, memenuhi rukun dan syarat yang
ditentukan, bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Sifatnya
mengikat kedua belah pihak.
2. Jual Beli Yang Terlarang:
a. Menjual suatu barang yang dalam proses pembelian. artinya barang tersebut
belum menjadi milik penjual secara sempurna. Misalnya si A menjual kendaraan
yg blm lunas kreditnya kepada si B, saat dijual kpda si B kendaraan tersebut
masih milik dealer dan milik si A.
b. Jual Beli Garar. artinya jual beli barang yg didalamnya ada unsur ketidak
jelasan/ di kawatirkan terdapat penipuan, misalnya jual beli ternak yg masih dlm
kandungan.
c. Jual Beli yang Diharamkan. artinya dilarang jual beli terhadap barang-barang
yang diharamkan baik bentuk, jenis maupun keguanaannya barang tersebut
misalnya khamer, ganja, babi, darah, dsb.
d. Jual Beli Sistim Ijon. artinya menjual hasil tanaman sebelum pantas dipanen/
belum layak panen, karena masih mengandung unsur ketidak pastian (mungkin
rusak sebelum tua)
3. Jual Beli Yang Sah hukumnya Tapi Dilarang Dalam Agama
a. Jual beli dengan harga yang lebih mahal dari harga pasarannya
b. Jual beli yang dilakukan pada waktu sholat jumat
c. Jual beli dengan memainkan ukuran timbangan
d. Jual beli yang masih dalam tawaran orang lain, mksdnya barang itu masih dalam
masa Khiyar.
e. Menghambat penjual agar tidak sampai dipasar sehingga tidak tahu harga
pasaran sebenarnya
f. Jual beli dengan cara menimbun barang
g. Jual beli barang untuk maksiat
h. Jual beli dengan mengecoh, misalnya bagian atas permukaan tampak bagus
sedangkan yang bawah buruk

14
E. Manfaat dan Hikmah Jual Beli
1. Manfaat Jual Beli
Manfaat jual beli banyak sekali, antara lain:
a. Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai
hak milik orang lain.
b. Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau
suka sama suka.Masing-masing pihak merasa puas.
c. Penjual melepas barang dagangannya dengan ikhlas dan menerima uang,
sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan
puas pula. Dengan demikian jual beli juga mampu mendorong untuk saling
bantu antara keduanya dalam kebutuhan sehari-hari.
d. Dapat menjauhkan diri dari memakan atau memiliki barang yang (batil).
e. Penjual dan pembeli mendapat rahmad dari Allah SWT.
f. Menumbuhkan ketentraman dan kebahagian
2. Hikmah Jual Beli
Hikmah jual beli dalam garis besarnya sebagai berikut: Allah mensyari’atkan
jual beli sebagai pemberian keluangan dan keleluasaan untuk hamba-hamba Nya.
Karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang,
pangan, papan, dan lain sebagainya untuk dapat memenuhi hajat hidupnya sendiri
melainkan untuk saling membantu yang satu denngan yang lain. Dalam hal ini tidak
ada suatu hal pun yang lebih sempurna dari pertukaran, dimana seseorang
memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian memperoleh sesuatu yang berguna
dari orang lain sesuai kebutuhan masing-masing.

F. Pelaksanaan Jual Beli


1. Jual beli secara online
Para Ulama sepakat bahwa transaksi yang disyaratkan tunai serah terima
barang dan uang tidak dibenarkan untuk dilakukan secara telepon atau internet
(online), seperti jual beli emas dan perak karena ini termasuk riba nasi’ah. Kecuali
objek yang diperjualbelikan dapat diserahterimakan pada saat itu juga, seperti

15
penukaran uang asing melalui ATM maka hukumnya boleh karena penukaran uang
rupiah dengan Dollar harganya sesuai dengan kurs pada hari itu.
Untuk barang yang tidak disyaratkan serah terima tunai dalam jual belinya,
yaitu seluruh jenis barang, kecuali emas dan perak dan mata uang maka jual beli
melalui internet (jual beli online), dapat ditakhrij dengan jual beli melalui surat
menyurat. Adapun jual beli melalui telepon dan internet merupakan jual beli
langsung dalam akad ijab dan qabul.
Dalam transaksi mengunakan internet, penyediaan aplikasi permohonan barang
oleh pihak penjual di website merupakan ijab dan pengisian serta pengiriman aplikasi
yang telah diisi oleh pembeli merupakan qabul. Adapun barang hanya dapat dilihat
gambarnya serta dijelaskan spesifikasinya dengan gamblang dan lengkap, dengan
penjelasan yang dapat mempengaruhi harga jual barang. Setelah ijab qabul, pihak
penjual meminta pembeli melakukan tranfer uang ke rekening bank milik penjual.
Setelah uang diterima, si penjual baru mengirim barangnya melalui kurir atau jasa
pengiriman barang. Jadi, Transaksi seperti ini (jual beli online) mayoritas para Ulama
menghalalkannya selama tidak ada unsur gharar atau ketidakjelasan, dengan
memberikan spesifikasi baik berupa gambar, jenis, warna, bentuk, model dan yang
mempengaruhi harga barang.
 Pemilik Situs Merupakan Wakil (Agen) Dari Pemilik Barang
Apabila pemilik situs / website adalah orang yang bukan pemilik
barang namun sudah membuat kesepakatan dengan pemilik barang agar dia
diberi kepercayaan untuk menjualkan barangnya dengan mendapatkan komisi
persentase yang sudah disepakati bersama, maka hal inipun diperbolehkan
karena hakikatnya wakil hukumnya sama dengan pemilik barang. Sebagaimana
riwayat Jabir Bin Abdullah r.a. ia berkata, “Aku hendak pergi menuju Khaibar,
lalu aku mendatangi Rasulullah SAW, aku mengucapkan salam kepadanya
sambil menyampaikan bahwa aku akan pergi ke Khaibar, maka Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Bila engkau mendataangi wakilku di Khaibar
ambillah darinya 15 wasq Kurma, Bila dia meminta bukti (bahwa engkau adalah
wakilku) maka letakkanlah tanganmu ti atas tulang bawah lehernya” (HR Abu
Daud. Menurut Ibnu Hajar sanad hadits ini Hasan).

16
 Pemilik Situs Bukan Pemilik Barang
Pada kasus ini seorang pembeli menghubungi penjual barang dengan
mengirim aplikasi yang sesungguhnya tanpa melakukan akad jual beli, hanya
sebatas konfirmasi keberadaan barang, setelah meyakini keberadaan barang, lalu
si penjual meminta pembeli mentransfer uang ke rekeningnya. Setelah uang ia
terima barulah ia membeli barang tersebut dan mengirimkannya kepada pembeli.
Apabila pemilik situs menampilkan barang tapi bukan pemilik barang tersebut,
maka para Ulama sepakat bahwa tidak sah hukum jual belinya karena
mengandung unsur gharar disebabkan pada saat akad berlangsung penjual belum
dapat memastikan apakah barang dapat ia kirimkan atau tidak. Sebagaimana
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Hakim bin
Hizam, ia berkata, “Wahai Rasulullah, seseorang datang kepadaku untuk
membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut sedang tidak kumiliki, apakah
boleh aku menjualnya kemudian aku membeli barang yang diinginkannya dari
pasar? Maka Nabi Munir Salim 380 - Vol. 6 / No. 2 / Desember 2017 SAW
menjawab, “Jangan engkau jual barang yang belum engkau miliki.” (HR. Abu
Daud).
Langkah-langkah yang dapat kita tempuh agar jual beli secara online
diperbolehkan, halal, dan sah menurut syariat islam:
a. Produk Halal. Kewajiban menjaga hukum halal-haram dalam objek perniagaan
tetap berlaku, termasuk dalam perniagaan secara online, mengingat Islam
mengharamkan hasil perniagaan barang atau layanan jasa yang haram,
sebagaimana ditegaskan dalam hadis: “Sesungguhnya bila Allah telah
mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia
mengharamkan pula hasil penjualannya.” (HR Ahmad, dan lainnya). Boleh jadi
ketika berniaga secara online, rasa sungkan atau segan kepada orang lain sirna
atau berkurang. Tapi Anda pasti menyadari bahwa Allah ‘Azza wa Jalla tetap
mencatat halal atau haram perniagaan Anda.
b. Kejelasan Status. Di antara poin penting yang harus Anda perhatikan dalam
setiap perniagaan adalah kejelasan status Anda. Apakah sebagai pemilik, atau
paling kurang sebagai perwakilan dari pemilik barang, sehingga berwenang

17
menjual barang. Ataukah Anda hanya menawaran jasa pengadaan barang, dan
atas jasa ini Anda mensyaratkan imbalan tertentu. Ataukah sekadar seorang
pedagang yang tidak memiliki barang namun bisa mendatangkan barang yang
Anda tawarkan.
c. Kesesuaian Harga Dengan Kualitas Barang. Dalam jual beli online, kerap kali
kita jumpai banyak pembeli merasa kecewa setelah melihat pakaian yang telah
dibeli secara online. Entah itu kualitas kainnya, ataukah ukurang yang ternyata
tidak pas dengan badan. Sebelum hal ini terjadi kembali pada Anda, patutnya
anda mempertimbangkan benar apakah harga yang ditawarkan telah sesuai
dengan kualitas barang yang akan dibeli. Sebaiknya juga Anda meminta foto
real dari keadaan barang yang akan dijual.
d. Kejujuran Anda. Berniaga secara online, walaupun memiliki banyak
keunggulan dan kemudahan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai
masalah dapat saja muncul pada perniagaan secara online. Terutama masalah
yang berkaitan dengan tingkat amanah kedua belah pihak.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam pembahasan makalah ini, kelompok VII dapat menyimpulkan bahwa
muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang meberi manfaat dengan
cara yang ditentukan. Hal yang termasuk muamalah yaitu:
1. Jual beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah
mubah, artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
2. Menghindari riba.
Dalam pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:
1. Penjual dan pembeli
2. Uang dan benda yang dibeli
3. Lafaz ijab dan Kabul

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekeliruan yang terdapat dalam
penyusuanan makalah ini, baik dari segi penulisan maupun dalam pembasannya. Oleh
karena itu, penulis memohon saran dan kritikannya yang bersifat membangun sehingga
dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya dapat lebih sempurna.

19
Daftar Pustaka
Anggraeni, Kusuma Sily. 2012. Jual – Beli Menurut Agama Islam. Jakarta : Bulan
Bintang
Ash-Shiddieqy, Hasbi. 1987. Pengantar Fiqih Muamalah. Jakarta : Bulan Bintang
Hidayat, Enang. 2015. Fiqih Jual Beli. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rasjid, Sulaiman. 2019. Hukum Fiqh Islam. Bandung : Sinar Baru Algensindo Bandung
Sarwat, Ahmad. 2018. Fiqih Jual Beli. Jakarta. Rumah Fiqih Publishing
Wardi Muslich, Ahmad. 2010. Fikih Muamalah. Amzah. Jakarta. Rumah Fiqih Publishing

20
LAMPIRAN DISKUSI

Materi Hukum Jual Beli

Mata kuliah: Fiqh Muamalat

Hari/tanggal: 11 September 2020

Materi: Memahami pengertian, dasar hukum, hukum, rukun dan syarat jual beli, Memahami
bentuk jual beli yang dilarang, Memahami hikmah dan manfaat jual beli, Memahami
pelaksanaan jual beli yang benar dalam kehidupan sehari-hari

1. Sekarang kan kita tau ya kebanyakan orang melakukan jual beli online.. nah kan ada skrng
ini yang berjualan tapi barangnya belom ada.. kaya seperti upload fotonya aja.. terus kalo
udah ada yang pesen baru beli barang yang mau di jualnya.. nah itu bagaimana ya?
sedangkan kan dalam rukun jual beli itu harus ada uang dan benda.
Jawaban:
Dari beberapa karakteristik jual beli online tersebut bisa dilihat bahwa yang membedakan
jual beli online dengan jual beli offline pada proses transaksi (akad) dan media utama dalam
proses tersebut. Akad merupakan unsur penting dalam suatu bisnis.
Dalam bertransaksi atau jual beli online diperbolehkan selama:
 Pertama, produk yang dijual halal dan baik barangnya. Artinya, produk perniagaan
harus barang yang halal karena Islam mengharamkan hasil perniagaan barang atau
layanan jasa yang haram, sebagaimana ditegaskan dalam hadis: "Sesungguhnya bila
Allah telah mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, pasti Ia
mengharamkan pula hasil penjualannya" (HR. Ahmad).
 Kedua, kesesuaian harga dengan kualitas barang. Artinya, dalam jual beli online kerap
kali dijumpai banyak pembeli merasa kecewa setelah menerima barang yang telah dibeli
secara online, entah itu kualitas atau ukurannya yang ternyata tidak pas dengan badan.
Karena itu, sebelum hal ini terjadi penjual harus menyesuaikan antara harga dengan
kualitas barang yang ditawarkan. Sebaiknya ketika menjual barang secara online
dilampirkan foto riil keadaan barang yang akan dijual tersebut.
 Ketiga, jujur antara penjual dan pembeli. Artinya, setiap perniagaan ditekankan untuk
dilakukan secara jujur baik itu dalam jual beli online maupun offline. Walaupun jual

21
beli online dianggap sebagian masyarakat sebagai jual beli yang memiliki banyak
kemudaan dan keunggulan, namun bukan berarti tanpa masalah. Berbagai masalah bisa
saja muncul pada perniagaan secara online, terutama yang berkaitan dengan tingkat
amanah kedua belah pihak.
 Keempat, status (biodata) penjual dan pembeli harus jelas. Artinya, apabila Anda ingin
melakukan jual beli secara online hendaknya Anda mengetahui dengan jelas status
pembeli barang yang ditawarkan atau status penjual yang barangnya akan Anda beli.
Hal ini dapat mengurangi tindakan penipuan yang mungkin terjadi. Kenali dan
pelajarilah berbagai kiat aman menjalankan perniagaan atau membuka toko online.
2. Bagaimana jika barang yang dijual oleh penjual itu barang jaminan, artinya barang itu kan
milik orang, tapi orang yang punya barang itu belum bisa nebus, dan si penjual malah
menjualnya..nah klo gtu gmna hukum nya ?
Jawaban:
Barang jaminan itu biasa dalam ruang gadai menggadai. Hal itu diperbolehkan karena
barang yang digadai boleh dijual dalam waktu yang telah ditentukan apabila penggadai
tidak membayar atau belum melunasi hutangnya, hendaknya yang menjual barang itu adalah
yang mempunyai barang atau wakilnya. Apabila orang yang dipercaya penggadai itu akan
menjual harganya harus setara dengan barang yang digadaikan dengan uang hasil gadainya,
apabila ada lebihan dari uang nya maka diserahkan kepada penggadai.
3. pada bagian jual beli yg di larang, itu salah satunya ada yang jual beli untuk mengacaukan
pasar, maksud dari mengacaukan pasar itu bagai mana ya?
Jawaban:
Maksud dari mengacaukan pasar merupakan jual beli di bawah harga pasar atau lebih tinggi
dari harga pasar dengan niat merusak pasaran produk tetangga yang sama-sama pedagang.
Dan itu dilarang. Karena merusak kemaslahatan. Jadi, penjual atau pembeli mengacaukan
harga yg seharusnya jual beli terjadi dengan tanpa ada keributan, tidak ada unsur permainan
atau penipuan sehingga tidak ada yang di rugikan tetapi dgn permainan harga maka
teransaksi jual beli jadi kacau.

22

Anda mungkin juga menyukai