AL-BAI’U
Disusun oleh:
Jenal Mahpudin
Neulis Susanti
Helmi
Rokid
EKONOMI SYARIAH
2021 M / 1443 H
DAFTAR ISI
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan Masalah........................................................................................................2
A. Kesimpulan .............................................................................................................10
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT. Telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama
lain, supaya mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan
kepentingan hidup masing-masing, salah satunya adalah dengan jual beli, baik dalam urusan
kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Dengan cara demikian kehidupan
masyarakat menjadi teratur dan subur, pertalian yang satu dengan yang lain menjadi teguh. Akan
tetapi, sifat loba atau tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya hak
masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga menjadi kemaslahatan umum agar pertukaran
dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu agama memberi peraturan yang sebaik-
baiknya.
Kehidupan dalam bermasyarakat memang penting, apalagi manusia tidak dapat hidup
sendiri. Oleh sebab itu manusia saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya, atau disebut
juga dengan bermuamalah. Memang telah kita ketahui, manusia adalah makhluk sosial yang
tidak lepas dari kegiatan muamalah. Namun tidak semua masyarakat mengetahui secara kaffah
akan peraturan-peraturan dalam bermuamalah, misalnya dalam kasus jual beli. Islam melihat
konsep jual beli itu sebagai suatu alat untuk menjadikan manusia itu semakin dewasa dalam
berpola pikir dan melakukan berbagai aktivitas, termasuk aktivitas ekonomi. Pasar sebagai
tempat aktivitas jual beli harus dijadikan sebagai tempat pelatihan yang tepat bagi manusia
sebagai khalifah di muka bumi. Maka sebenarnya jual beli dalam Islam merupakan wadah untuk
memproduksi khalifah-khalifah yang tangguh di muka bumi. Tidak sedikit kaum muslimin yang
mengabaikan dalam mempelajari muamalat, melalaikan aspek ini sehingga tidak
mempedulikan lagi, apakah barang itu halal atau haram menurut syariat Islam.
Jual beli (al-bai’) adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari al-
ba’i adalah asy-syira’, al-mubadah, danat-tijaarah. Allah membolehkan jual beli bagi hamba-
Nya selama tidak melalaikan dari perkara yang lebih penting dan bermanfaat. Seperti
melalaikannya dari ibadah yang wajib atau membuat madharat terhadap kewajiban lainnya. Jika
asal dari jual beli adalah disyariatkan, sesungguhnya diantara bentuk jual ada juga yang
diharamkan dan ada juga yang diperselisihkan hukumnya
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
LANDASAN TEORI
Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al-bai’ - yang berarti menjual, mengganti,
dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam bahasa Arab digunakan untuk
pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira’ (beli) Secara etimologi, jual beli adalah proses
tukar menukar barang dengan barang, kata bai’ yang artinya jual beli termasuk kata
bermakna ganda yang bersebrangan, seperti hal-halnya kata syira’.2 Hal tersebut
sebagaimana firman Allah SWT dalm surat yusuf ayat 20
Yang Artinya: “Dan mereka menjualnya dengan harga rendah.
Secara istilah (terminologi) berdasarkan pendapat para ulama antara lain sebagai berikut
a. Ulama Hanafiyah membagi definisi jual beli ke dalam dua macam, yaitu :
1. Definisi dalam arti umum
“Jual beli adalah menukar benda dengan dua mata uang (emas dan perak)
dan semacamnya, atau tukar menukar barang dengan uang atau
semacamnya menurut cara yang khusus
2. Definisi dalam arti Khusus
“Jual beli adalah tukar menukar harta dengan harta menurut cara yang
khusus.
b. Ulama Malikiyah membagi definisi jual beli ke dalam dua macam, yaitu dalam arti
umum dan arti khusus.
1) Definisi dalam arti umum, yaitu :
Artinya :“Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan
pula untuk menikmati kesenangan.”
Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan atau kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat kedua belah pihak.
Sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk),
ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau hasilnya.7
2) Definisi dalam arti Khusus
“Jual beli adalah akad mu’awadhah (timbal balik) atas selain manfaat dan bukan
pula untuk menikmati kesenangan, bersifat mengalahkan
salah satu imbalannya bukan emas dan bukan perak, objeknya jelas bukan utang.”
Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar- menukar sesuatu yang bukan
kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya
bukan emas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak
ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di hadapan pembeli
maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui
terlebih dahulu.9
c. Imam Syafi‟i memberikan definisi jual beli yaitu pada prinsipnya, praktik jual beli itu
diperbolehkan apabila dilandasi dengan keridhaan (kerelaan) dua orang yang
diperbolehkan mengadakan jual beli barang yang diperbolehkan.
d. Menurut Ibnu Qudamah mendefinisikan
“Pertukaran harta dengan harta (yang lain) untuk saling menjadikan milik.”
e. Menurut Sayyid Sabiq
Dalam kitab Fiqih Sunnah mendefinisikan jual beli adalah penukaran benda dengan
benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan adanya
penggantinya dengan cara yang dibolehkan.”
Kata bai’ adalah pecahan dari kata baa’un (barang), karena masing-masing
pembeli dan penjual menyediakan barangnya dengan maksud memberi dan menerima
karena keduanya berjabat tangan dengan lain. Atas dasar itulah, jual beli (bai’)
dinamakan shafaqoh yang artinya transaksi yang ditandai dengan berjabat tangan.
Maal ( harta dan barang) itu sendiri, menurut ulama Hanafi adalah segala sesuatu
yang disukai oleh tabiat manusia dan bisa disimpan sampai waktu dibutuhkan. Akan
tetapi standar sesuatu itu disebut maal adalah ketika semua orang atau sebagian dari
mereka memperkaya diri dengan maal tersebut. Berdasarkan hal inilah maka menurut
ulama Hanafi, manfaat dan hak-hak tidak termasuk kategori maal (harta), sementara bagi
mayoritas ahli fiqih hak dan manfaat termasuk harta yang bernilai. Pasalnya menurut
mayoritas ulama, tujuan akhir dari kepemilikan barang adalah manfaat yang
ditimbulkannya.
Jual beli juga merupakan suatu perbuatan tukar menukar barang dengan barang
atau uang dengan barang, tanpa tujuan mencari keuntungan. Hal ini karena alasan orang
menjual atau membeli barang adalah untuk suatu keperluan, tanpa menghiraukan untung
ruginya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap perdagangan dapat dikatakan
jual beli, tetapi tidak setiap jual beli dapat dikatakan perdagangan.13
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa inti jual beli ialah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di
antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya
sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
b) Kehendak Sendiri
Hendaknya transaksi ini didasarkan pada prinsip-prinsip taradli (rela sama rela) yang
didalamnya tersirat makna muhtar, yakni bebas melakukan transaksi jual beli dan
terbebas dari paksaan dan tekanan, jual beli yang dilakukan bukan atas dasar
kehendaknya sendiri adalah tidak sah.28 Prinsip ini menjadi pegangan para
Penghalalan Allah SWT terhadap jual beli itu mengandung dua makna, salah
satunya adalah bahwa Allah SWT mengahalalkan setiap jual beli yang
dilakukan oleh dua orang pada barang yang diperbolehkan untuk
diperjualbelikan atas dasar suka sama suka.31 Maka dari itu, Allah
menganjurkan kita untuk melakukan perniagaan atas dasar suka sama suka
Berdasarkan isi kandungan dari ayat di atas yaitu sebab orang-orang yang
menghambur- hamburkan harta secara berlebihan (boros) adalah saudara-
saudara setan. Mereka menerima godaan manakala setan-setan memperdaya
mereka agar terjerumus dalam kerusakan dan membelanjakan harta secara
tidak benar. Kebiasaan setan adalah selalu kufur terhadap nikmat Tuhan.
Demikian pula kawannya, akan sama seperti sifat setan
d) Baligh
dikatakan baligh (dewasa apabila telah berusia 15 tahun bagi anak laki-laki
dan telah datang (haid) bagi anak perempuan, oleh karena itu transaksi jual
beli yang dilakukan anak kecil adalah tidak sah dengan demikian bagi anak-
anak yang sudah dapat membedakan mana yang baik dan yang buruk, akan
tetapi ia belum dewasa (belum mencapai usia 15 tahun dan belum bermimipi
atau belum haid), menurut sebagian ulama bahwa anak tersebut diperbolehkan
untuk melakukan perbuatan jual beli, khususnya untuk barang- barang kecil
dan tidak bernilai tinggi.
1. Maisir.
2. Gharar
3. Tadlis.
4. Riba
5. Ghabn
6. Risywah
7. Ba'i Najasy
8. Ikhtikar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jual beli dalam istilah fiqih disebut dengan al-bai’ - yang berarti menjual, mengganti, dan
menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam bahasa Arab digunakan untuk
pengertian lawannya, yaitu kata asy-syira’ (beli) Secara etimologi, jual beli adalah proses
tukar menukar barang dengan barang, kata bai’ yang artinya jual beli termasuk kata
bermakna ganda yang bersebrangan, seperti hal-halnya kata syira’.2 Hal tersebut
sebagaimana firman Allah SWT dalm surat yusuf ayat 20
Jual Beli yang di larang Maisir Gharar Tadlis,Riba Ghabn Risywah Ba'i Najas Ikhtikar.