Anda di halaman 1dari 16

JUAL BELI

Makalah Ini Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Fiqih Muamalah

Dosen Pengampu : Annikmah Farida, M.Sy

Disusun Oleh:

Elisa Nur Azizah 221230017

Progam Studi Perbankan Syari’ah

FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM

UNIVERSITAS MA’ARIF LAMPUNG

2023 M/1444 H
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Assalamualaikum Wr.Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, yang telah memberi nikmat, rahmat serta
hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Jual Beli dengan tepat waktu. Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah
di progam studi Perbankan Syari’ah Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam
Universitas Ma’arif Lampung pada semester Dua. Kami ucapkan terimakasih
kepada IbuAnnikmah Farida, M.Sy selaku dosen pembimbing Mata kuliah Fiqih
Muamalah dan kepada segenap pihak yang telah membantu dalam penyusunan
makalah ini.

Akhirnya kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
banyak kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
konstruktif dari pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamualaikum. Wr.Wb.

Metro,19 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1

A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan Penulisan......................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................3

A. Pengertian Jual beli....................................................................................3


B. Dasar hukum jual beli................................................................................4
C. Rukun dan syarat jual beli.........................................................................5
D. Macam-macam jual beli............................................................................8
E. Jual Beli Online........................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................12

A..Kesimpulan................................................................................................12
B..Saran..........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................13

iii
BAB 1

PENDAHULUAH

A. LATAR BELAKANG
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur
hubungan seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan
muamalah ma’allah dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang
biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan dengan sesama
inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan
Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan
muamalah atau hubungan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai
dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual
menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang
itu dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika
zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya
kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas
pada satu ruang saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan
internet, kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar.
Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?
Apa saja syaratnya? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada zaman
sekarang sah menurut fiqih muamalah? Tentu ini akan menjadi pambahasan
yang menarik untuk dibahas.

iv
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Jual beli?
2. Bagaimana Dasar hukum jual beli?
3. Apa Rukun dan syarat jual beli?
4. Apa saja Macam-macam jual beli?
5. Bagaimana Jual Beli Online?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mnegetahui Apa Pengertian Jual beli
2. Untuk Mnegetahui Bagaimana Dasar hukum jual beli
3. Untuk Mnegetahui Apa Rukun dan syarat jual beli
4. Untuk Mnegetahui Apa saja Macam-macam jual beli
5. Untuk Mnegetahui Bagaimana Jual Beli Online

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual beli


Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba’I yang
menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily
mengartikan secara bahasa dengan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.
Kata al-Ba.i dalam Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,
yaitu kata al-Syira (beli).Dengan demikian, kata al-ba’I berarti jual, tetapi
sekalius juga berarti beli.1
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang masing
definisi sama. Sebagian ulama lain memberi pengertian :
1. Ulama Sayyid Sabiq
Ia mendefinisikan bahwa jual beli ialah pertukaran harta dengan harta
atas dasar saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti yang
dapat dibenarkan. Dalam definisi tersebut harta dan, milik, dengan ganti
dan dapat dibenarkan.Yang dimaksud harta harta dalam definisi diatas
yaitu segala yang dimiliki dan bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan
milik dan tidak bermanfaat.Yang dimaksud dengan ganti agar dapat
dibedakan dengan hibah (pemberian), sedangkan yang dimaksud dapat
dibenarkan (ma’dzun fih) agar dapat dibedakan dengan jual beli yang
terlarang.
2. Ulama hanafiyah
Ia mendefinisikan bahwa jual beli adalah saling tukar harta dengan
harta lain melalui Cara yang khusus. Yang dimaksud ulama hanafiyah
dengan kata-kata tersebut adalah melalui ijab qabul, atau juga boleh
melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli
3. Ulama Ibn Qudamah
Menurutnya jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam
bentuk pemindahan milik dan pemilikan.Dalam definisi ini ditekankan

1
]Al-Zuhaily Wahbah, Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, (Damaskus, 2005), juz 4.

vi
kata milik dan pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang
sifatnya tidak haus dimiliki seperti sewa menyewa.2
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah
suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai
secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda
dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang
telah dibenarkan syara’ dan disepakati.Inti dari beberapa pengertian tersebut
mempunyai kesamaan dan mengandunghal-hal antara lain :

1. Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar
menukar.
2. Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi
seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
3. Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya
tidak sah untuk diperjualbelikan.
4. Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual
beli dengan kepemilikan abadi.
B. Dasar hukum jual beli
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia
mempunyai landasan yang kuat dalam al-quran dan sunah Rasulullah saw.
Terdapat beberapa ayat al-quran dan sunah Rasulullah saw, yang berbicara
tentang jual beli, antara lain :
1. Al-Quran
a. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 275 “Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba”
b. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 198 “Tidak ada dosa bagimu
untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”
c. Allah berfirmanSurah An-Nisa ayat 29 “kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”
2. Sunah Rasulullah saw
2
ibid

vii
a. Hadist yang diriwayatkan oleh Rifa’ah ibn Rafi’ : “Rasulullah saw,
ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling
baik. Rasulullah sawa, menjawab usaha tangan manusia sendiri dan
setiap jual beli yang diberkati (H.R Al-Bazzar dan Al-Hakim). Artinya
jual beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangan-kecurangan mendapat
berkah dari Allah SWT.
b. Hadist dari al-Baihaqi, ibn majah dan ibn hibban, Rasulullah
menyatakan : “Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka”
c. Hadist yang diriwayatkan al-Tirmizi, Rasulullah bersabda : “Pedagang
yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya disurga) dengan para
nabi,shadiqqin, dan syuhada”.3
C. Rukun dan syarat jual beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga
jual beli itu dpat dikatakan sah oleh syara’.Dalam menentukan rukun jual beli
terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun
jual beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab qabul, ijab adalah
ungkapan membeli dari pembeli, dan qabul adalah ungkapan menjual dari
penjual. Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah
kerelaan (ridha) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli.Akan
tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit untuk diindra
sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan
kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan
kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh
tergambar dalam ijab dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang
dan harga barang.4
Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat, yaitu :
1. Ada orang yang berakad (penjual dan pembeli).
2. Ada sighat (lafal ijab qabul).
3
]Abu Ishaq al-Syathibi, Al-Muwafaqat fi Ushul al-Syariah, (Beirut : Daral-ma’rifah,
1975), hal. 56.
4
Nasrun Haroen, fiqh muamalah, (Jakarta : Gaya Media Pratama. 2007), hlm. 7.

viii
3. Ada barang yang dibeli (ma’qud alaih)
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli,
dan nilai tukar barang termasuk kedalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun
jual beli.

Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang
dikemukakan jumhur ulama diatas sebagai berikut :

a. Syarat-syarat orang yang berakad


Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu
harus memenuhi syarat, yaitu :
a. Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli harus
memiliki akal yang sehat agar dapat meakukan transaksi jual beli
dengan keadaan sadar. Jual beli yang dilakukan anak kecil yang
belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.
b. Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak dipaksa
pihak manapun.
c. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya
seorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai
penjual sekaligus sebagai pembeli.
b. Syarat yang terkait dalam ijab qabul
a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
b. Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai
maka jual beli tidak sah.
c. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua belah
pihak yang melakukan jual beli hadir dan membicarakan topic yang
sama.5
c. Syarat-syarat barang yang diperjual belikan
Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai
berikut :

5
Ibid, hlm. 9

ix
a. Suci, dalam islam tidak sah melakukan transaksi jual beli barang najis,
seperti bangkai, babi, anjing, dan sebagainya.
b. Barang yang diperjualbelikan merupakan milik sendiri atau diberi
kuasa orang lain yang memilikinya.
c. Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya. Contoh barang yang
tidak bermanfaat adalah lalat, nyamauk, dan sebagainya. Barang-
barang seperti ini tidak sah diperjualbelikan. Akan tetapi, jika
dikemudian hari barang ini bermanfaat akibat perkembangan
tekhnologi atau yang lainnya, maka barang-barang itu sah
diperjualbelikan.
d. Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai.
e. Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui kadarnya, jenisnya, sifat,
dan harganya.
f. Boleh diserahkan saat akad berlangsung .6
d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)
Nilai tukar barang yang dijull (untuk zaman sekarang adalah uang)
tukar ini para ulama fiqh membedakan al-tsaman dengan al-si’r.Menurut
mereka, al-tsaman adalah harga pasar yang berlaku di tengah-tengah
masyarakat secara actual, sedangkan al-si’r adalah modal barang yang
seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen
(pemakai).Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga antar
pedagang dan harga antar pedagang dan konsumen (harga dipasar).
Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) yaitu :
a. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
b. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukumseperti
pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu
dibayar kemudian (berutang) maka pembayarannya harus jelas.
c. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang
maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan

6
MS. Wawan Djunaedi, Fiqih, (Jakarta : PT. Listafariska Putra, 2008), hlm. 98

x
oleh syara’, seperti babi, dan khamar, karena kedua jenis benda ini
tidak bernilai menurut syara’.7
D. Macam-macam jual beli
Jual beli dapat ditinjau dari berbragai segi, yaitu:
1. Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan menjadi:
a. Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad,
barangnya ada di hadapan penjual dan pembeli.
b. Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual
beli ini harus disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang
ditempat akad berlangsung.
c. Jual beli benda yang tidak ada, Jual beli seperti ini tidak
diperbolehkan dalam agama Islam.
2. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:
a. Dengan lisan, akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi
orang bisu dapat diganti dengan isyarat.
b. Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual
beli ini dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis
akad, dan ini dibolehkan menurut syara’.
c. Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan barang
tanpa ijab kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan yang
sudah bertuliskan label harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah
hal ini dilarang karena ijab kabul adalah rukun dan syarat jual beli,
namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi
membolehkannya.
3. Dinjau dari segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan
syarat dan rukun jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut
pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua, yaitu:
a. Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya.

7
Drs. Ghufron Ihsan. MA, Fiqh Muamalat, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2008), hlm.
35

xi
b. Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat
dan rukunnya.
Sedangkan fuqaha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli
menjadi tiga, yaitu:

a. Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya


b. Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual
beli, dan ini tidak diperkenankan oleh syara’. Misalnya:
a) Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti
jual beli janin di dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak
tampak.
b) Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi,
bangkai dan khamar.
c) Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan
dengan syarat-syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan
jual beli.
d) Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli
patung, salib atau buku-buku bacaan porno.
e) Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan
hukumnya haram seperti menjual anak binatang yang masih
bergantung pada induknya.
c. Fasid yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan
syara’ namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi
keabsahannya. Misalnya :
a) jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan
ketika berlangsungnya akad.
b) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar,
yaitu menguasai barang sebelum sampai ke pasar agar dapat
membelinya dengan harga murah
c) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian
akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.

xii
d) Jual beli barang rampasan atau curian.
e) Menawar barang yang sedang ditawar orang lain.8
E. Jual Beli Online
Transaksi atau jual beli online baik produk maupun jasa bahkan
menjadi mata pencarian yang menjanjikan hari ini karena orang hari ini juga
tidak dapat lepas dari jaringan. Banyak aplikasi maupun fitur menyediakan
produk maupun jasa yang dapat diakses secara online. Transaksi melalui
media elektronik pernah diangkat dalam forum Muktamar Ke-32 NU di
Makasar pada tahun 2010 M. Forum ini membahas hukum transaksi via
elektronik, seperti media telepon, email, atau sibernet dalam akad jual beli.
Apakah sahkan pelaksanaan akad jual-beli yang berada di majelis terpisah?
Forum Muktamar Ke-32 NU pada 2010 M memutuskan bahwa hukum
akad jualbeli melalui alat elektronik sah, apabila sebelum transaksi kedua
belah pihak sudah melihat mabi’ (barang yang diperjualbelikan) atau telah
dijelaskan baik sifat maupun jenisnya, serta memenuhi syarat-syarat dan
rukun-rukun jual beli lainnya. Adapun pelaksanaan akad jual beli (baik produk
maupun jasa) meskipun di majelis terpisah tetap sah, menurut forum Forum
Muktamar Ke-32 NU pada 2010 M. Berikut ini adalah salah satu pandangan
ulama yang dikutip dalam forum muktamar NU tersebut.
‫َو اْلِع ْبَر ُة ِفي اْلُع ُقوِد ِلَم َع اِنيَها اَل ِلُص َو ِر اَأْلْلَفاِظ َو َع ِن اْلَبْيِع َو الِّش َر اِء ِبَو اِس َطِة الِّتِليُفوِن َو الَّتَلْك ِس‬
‫َو اْلَبْر ِقَياِت ُك ُّل هِذِه اْلَو َس اِئِل َو َأْم َثاِلَها ُم ْعَتَم َد ُة اْلَيْو ِم َو َع َلْيَها اْلَع َم ُل‬

Artinya, “Yang diperhitungkan dalam akad-akad adalah subtansinya, bukan


bentuk lafalnya. Jual beli via telepon, teleks, telegram, dan semisalnya telah
menjadi alternatif utama dan dipraktikkan,” (Muhammad bin Ahmad As-
Syatiri, Syarh Al-Yaqutun Nafis: juz II, halaman 22).
Adapun ketentuan, sifat produk, dan syarat-rukun jual belinya penting
diperhatikan untuk menjamin hak produsen dan konsumen agar tidak ada
pihak yang dirugikan dalam transaksi ini.9

8
Drs. Gufron Ihsan, M.A, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Prenada Media Grup, 2008), hlm.
89.
9
Muhammad bin Ahmad As-Syatiri, Syarh Al-Yaqutun Nafis: juz II, halaman 22

xiii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli
itu diperbolehkan dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana
manusia dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi

xiv
antara mereka.Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada
juga jual beli yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual
beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab
kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-
syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di atas.
Walaupun banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam
menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya terdapat
kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari
rukun dan syaratnya hampir sama.
B. Saran
Kami menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu kami meminta
kritik yang membangun dari para pembaca

DAFTAR PUSTAKA

Muhammad bin Ahmad As-Syatiri, Syarh Al-Yaqutun Nafis: juz II,

NasrunHaroen, 2007, “fiqhMuamalah”, Jakarta : Gaya Media Pratama.

SuhendiHendi, 1997, “FiqhMuamalah”,Jakarta : PT. Raja GrafindoPersada.

xv
Drs. GhufronIhsan. MA, 2008, “FiqhMuamalat”, Jakarta :Prenada Media Grup.

xvi

Anda mungkin juga menyukai