Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH FIQH MUAMALAH KONTEMPORER

Tentang

TRANSAKSI JUAL BELI

Oleh:

RIKA FAUZIAH

NIM: 30115006

Dosen Pembimbing:

Dr. H. ISMAIL,MAg

AIDIL ALFIN, MAg.Ph.d

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

PASCASARJANA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

BUKITTINGGI

2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Transaksi Jual Beli

Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umatnya dari kegelapan menuju alam yang terang benderang

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan yang disebabkan karena keterbatasan penulis. Untuk itu penulis
menerima tanggapan,kritikan,dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bukittinggi,05 Oktober 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah

Transaksi Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli


2. Rukun dan Syarat Jual Beli

3. Khiyar dalam jual beli dan perbedaan dengan garansi

4. Badan Perantara (samsarah)

5. Lelang (bay Muzayadah)

6. Jual Beli Khusus

7. Jual Beli yang dilarang

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui Pengertian Jual Beli

2. Mengetahui Rukun dan Syarat Jual Beli

3. Mengetahui Khiyar dalam jual beli dan perbedaan dengan garansi

4. Mengetahui tentang Badan Perantara (samsarah)

5. Mengetahui tentang Lelang (bay Muzayadah)

6. Mengetahui tentang Jual Beli Khusus

7. Mengetahui tentang Jual Beli yang dilarang

BAB II PEMBAHASAN
Transaksi Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli


2. Rukun dan Syarat Jual Beli

3. Khiyar dalam jual beli dan perbedaan dengan garansi

4. Badan Perantara (samsarah)

5. Lelang (bay Muzayadah)

6. Jual Beli Khusus

7. Jual Beli yang dilarang

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan
2. Saran

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur hubungan


seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah dan
mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah
ma’annas.Hubungan dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam
Islam yang dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang
berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan umat yang
lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti melaksanakan
suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si
pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak. Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara
langsung dengan bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli
sudah tidak terbatas pada satu ruang saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya
penggunaan internet, kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar.
Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?Apa saja
Rukun dan syaratnya? Dan hal hal lain yang berkaitan dengan transaksi Jual beli. Tentu
ini akan menjadi pambahasan yang menarik untuk dibahas.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat dirumuskan


permasalahan sebagai berikut:

1. Pengertian Jual Beli


2. Rukun dan Syarat Jual Beli
3. Khiyar dalam jual beli dan perbedaan dengan garansi

4. Badan Perantara (samsarah)

5. Lelang (bay Muzayadah)

6. Jual Beli Khusus

7. Jual Beli yang dilarang

C.TUJUAN MASALAH

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penulisan makalah


ini adalah untuk:

1. Mengetahui Pengertian Jual Beli


2. Mengetahui Rukun dan Syarat Jual Beli

3. Mengetahui Khiyar dalam jual beli dan perbedaan dengan garansi

4. Mengetahui tentang Badan Perantara (samsarah)

5. Mengetahui tentang Lelang (bay Muzayadah)

6. Mengetahui tentangJual Beli Khusus

7. Mengetahui tentang Jual Beli yang dilarang


BAB II

PEMBAHASAN

TRANSAKSI JUAL BELI

A. PENGERTIAN JUAL BELI

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berrti menjual,
mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.lafal al-ba’ dalam
bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya,yakni kata asy-
syira’(beli).Dengan demikian, kata al-bai’ berrti jual, tetapi sekaligus juga berarti
beli.1

Secara istilah (terminologi) ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh


para fuqahak dengan penekanan yang berbeda-beda, akan tetapi esensinya sama.

Menurut ulama Hanafiyah jual beli (bai’) adalah:2

‫مبادلة مال بمال على وجه مخصوص‬

Saling tukar menukar harta dengan harta melalui cara tertentu atau

‫مبادلة شيئ سرغوب فيه بمثل على وجه مقيد مخصوص‬

Tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu
yang bermanfaat.

1
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,(Jakarta, Gaya Media Pratama, cet I Februari 2000).
2
Ibid. h. 111
Dalam hal ini cara tertentu yang dimaksud oleh ulama Hanafiyah adalah
melalui ijab qabul, harta yang diperjual belikan harus bermanfaat bagi manusia,
sehingga bangkai, minuman keras dan darah tidak termasuk sesuatu yang boleh
diperjualbelikan karena benda benda itu tidak bermanfaat bagi muslim.apabila
barang barang tersebut tetap diperjualbelikan berarti jual belinya tidak sah. 3

Defenisi lain diungkapkan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan hanabilah


menurut mereka jual beli adalah:4

‫مبادلة المال بالمال تمليكا وتملكا‬

Saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan
pemilikan

Dalam hal ini mereka melakukan penekanan pada kata “milik” dan
pemilikan, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki,
seperti sewa menyewa. (ijarah).

Dari beberapa bendapat ulama tersebut dapat disimpulkan bahwa yang


dimaksud jual beli tersebut mengandung hal hal antara lain5

1. Jual beli dilakukan oleh dua orang (dua sisi) yang saling melakukan tukar
menukar
2. Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti
barang yakni kemanfaatan bagi kedua belah pihak

3. sesuatu yang tidak berupa barang/harta yang tidak sah untuk diperjual belikan

3
ibid
4
Ibid, h. 112
5
Syekh Abdurrahman as-sa’di,dkk, Fiqih Jual-Beli (Panduan Praktis Bisnis Syariah), (Jakarta Selatan,
Senayan Publishing, April 2008).
4. tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku ,yakni kedua belah pihak
memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli
dengan pemilikan yang abadi

B. RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi,sehingga jual
beli itu dapat dikatakan syah oleh syara’.dalam menentukan rukun jual beli ini
terdapat perbedaan pendapat ulama.Rukun jual beli Menurut ulama Hanafiyah
adalah Ijab dan qabul yang menunjuk kepada saling menukarkan,atau dalam
bentuk lain yang dapat menggantikannya, seperti pada kasus ta’athi (saling
memberikan barang dan harga barang)6

Akan tetapi menurut jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat yaitu:

1. Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)


2. Ada sighat ( lafal ijab dan qabul)

3. Ada barang yang dibeli

4. Nilai tukar pengganti barang

Menurut ulama Hanafiyah orang yang beraqad, barang yang dibeli, dan
nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.

Syarat syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur
ulama diatas adalah sebagai berikut:

1. Syarat orang yang berakad

a. Berakal

6
Ghufron A,Mas’adi, Fiqih Muamalah konstektual, (Jakarta, PT raja Grafindo Persada, Cetakan Pertama, November
2002).
Oleh sebab itu jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan
orang gila, hukumnya tidak syah.Menurut ulama Hanafiyah, apabila akad yang
dilakukannya membawa keuntungan bagi dirinya seperti menerima hibah, wasiat,
dan sedekah, maka akadnya sah.sebaliknya apabila akad tersebut membawa
kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan hartanya kepada orang lain,
mewakafkan, atau menghibahkannya, maka tindakan hukumnya ini tidak boleh
dilaksanakan. Apabila transaksi yang dilakukan anak kecil yang telah mumayyiz
mengandung manfaat dan mudharat sekaligus, seperti jual beli, sewa menyewa,
dan perserikatan dagang, maka transaksi ini hukumnya sah, jika walinya
mengizinkan7.sedangkan menutur jumhur ulama, akad anak kecil yang sudah
mumayyiz tersebut tidak sah, baik ada izin dari walinya atau tidak.8

b. Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, Artinya seseorang tidak
dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus pembeli.
Misalnya Ahmad menjual sekaligus membeli barangnya sendiri, jula beli seperti
ini tidak sah.

2. Syarat yang terkait dengan ijab qabul

Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa unsur utama jual beli adalah
kerelaan kedua belah pihak.ijab qabul perlu diungkapkan secara jelas dalm
transaksi transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti akad jual
beli, akad sewa menyewa, dan akad nikah. Terhadap transaksi yang mengikat
salah satu pihak, seperti wasiat, hibah dan wakaf, tidak perlu qabul.

Para ulama fiqih mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah sebagai
berikut:

a. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal


b. Qabul sesuai dengan ijab

c. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis


7
Loc cit, h. 115
8
Aidil Alfin, Transendensi Hukum Ekonomi Islam Dalam Konteks Perubahan Sosial, (Bukittinggi, STAIN Bukittinggi
Press, Cet I, 2006, h.61)
3. Syarat barang yang dijualbelikan

Syarat syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan adalah:

a. Barang itu ada, atau tidak ada tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya
untuk mengadakan barang itu.
b. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia

c. Milik seseorang

d. Boleh diserahkan saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati
bersama ketika transaksi berlangsung

4. Syarat syarat Nilai tukar (harga Barang)

Terkait dengan masalah nilai tukar ini, para ulama fiqih membedakan ats-tsaman
dengan as-si’r.Menurut mereka ats-tsaman adalah harga pasar yang berlaku
ditengah-tengah masyarakat secara actual, sedangkan as-si’r adalah modal barang
yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual kekonsumen.Dengan
demikian harga barang itu ada dua yaitu harga antar pedagang dan harga antara
pedagang dengan konsumen (harga jual dipasar)

Para ulama fiqih mengemukakan syarat-syarat ast-tsaman sebagai berikut:

a. Harga yang disepakati kedua belah pihak, harus jelas jumlahnya


b. Boleh diserahkan pada waktu akad

c. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukakan barang (al-
muqayyadah), maka barang yang dijadukan nilai tukar bukan barang yang
diharamkan syara’

Selain syarat yang berkaitan dengan rukun jual beli tersebut,para ulama
mengemukakan syarat lainnya yaitu:

a. Syarat sah jual beli


 Terhindar dari cacat

 Apabila barang itu benda bergerak maka barang boleh langsung dikuasai pembeli
dan harga barang dikuasai penjual, sedangkan barang tidak bergerak boleh
dikuasai pembeli setelah surat menyuratnya diselesaikan

b. Syarat yang terkait dengan pelaksanaan jual beli

Apabila yang berakad mempunyai kekuasaan melakukan jual beli. Misalnya


barang itu milik sendiri

c. Syarat yang terkait dengan kekuatan hukum akad jual beli

Para ulama fiqih sepakat menyatakan bahwa suatu jual beli baru bersifat mengikat
apabila jual beli itu terbebas dari segala macam khiyar.

C. KHIYAR DALAM JUAL BELI DAN PERBEDAANNYA DENGAN GARANSI

1. Khiyar

Kata al-khiyar dalam bahasa arab berarti pilihan

Secara terminologi para ulama fiqih mendefinisikan al- khiyar dengan

‫ان يكون للمتعاقد الخيار بين امضاء العقد و عدم امضائه بفسخه رفقا‬
‫للمتعاقدين‬
Hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi
untuk melangsungkan atau membatalkan transaksi yang disepakati sesuai dengan
kondisi masing masing pihak yang melakukan tranasksi.

Macam macam khiyar antara lain:

a. Khiyar al-majlis
Adalah hak pilih bagi kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan
akad,selama keduanya masih berada dalam majelis akad (diruangan toko)
dan belum berpisah badan.

Khiyar seperti ini hanya berlaku dalam suatu transaksi yang bersifat
mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli
dan sewa menyewa.

hukum adanya khiyar al-majlis ini adalah sabda Rasulullah SAW yang
berbunyi

‫اذا تبايع الرجالن فلكل واحد منهما بالخيار مالم يتفرقا‬


)‫(رواه البخارى ومسلم عن عبدهللا بن عمر‬
Apabila dua orang melakukan akad jual beli, maka masing-masing
pihak mempunyai hak pilih, selama keduanya belum berpisah badan…(HR
al-Bukhari dan muslim dari Abdullah ibn ‘Umar)

b. Khiyar at-ta’yin

Yang dimaksud dengan khiyar at-ta’yin yaitu hak pilih bagi pembeli dalam
barang yang berbeda kualitas dalam jual beli.contoh adalah dalam
pembelian keramik, misalnya, ada yang berkualitas super (KW 1) dan
sedang (KW2).Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui secara pasti mana
keramik yang super dan mana keramik yang berkualitas sedang. Untuk
menentukan pilihan itu ia memerlukan pakar keramik dan arsitek,khiyar
seperti ini menurut ulama Hnafiyah dibolehkan.Akan tetapi jumhur ulama
tidak menerima keabsahan khiyar at-ta’yin karena akad jual beli ada
ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan harus jelas,baik kulaitas
maupun kuantitasnya.

c. Khiyar asy-Syarth
Yang dimaksud dengan khiyar asy-Syarth yaitu hak pilih yang ditetapkan
bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain
untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam
tenggang waktu yang ditentukan. Misalnya , pembeli mengatakan “saya
beli barang ini dari engkau dengan syarat saya berhak memilih antara
meneruskan atau membatalkan akad selama tiga hari”

Rasulullah saw bersabda:9

)‫انت بالخيار في كل سلعة ابتها ثالث لبال (رواه البيهقى‬


“kamu boleh khiyar pada setiap benda yang telah dibeli selama tiga hari
tiga malam”

d. Khiyar al-aib

Yang dimaksud dengan khiyar al-aib yaitu hak untuk membatalkan atau
melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad, apabila
terdapat suatu cacat pada objek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak
diketahui pemiliknya ketika aqad berlangsung. Misalnya seseorang
membeli telur ayam satu kilogram, kemudian satu butir diantaranya sudah
busuk atau ketika telur dipecahkan sudah menajdi anak ayam. Hal ini
sebelumnya tidak diketahui baik oleh penjual maupun pembeli.

Dasar hukum khiyar al-aib ini, diantaranya adalah sabda Rasulullh saw,
yang berbunyi:

‫المسلم اخو المسلم ال يحل لمسلم باع من اخيه بيعا وفيه عيب اال بينه له‬
)‫(رواه ابن ماجه عن عقبة بن عامر‬
Sesama muslim itu bersaudara;tidak halal bagi seseorang muslim
menjual barangnya kepada muslim lain, padahal pada barang terdapat
aib/cacat.(HR Ibn Majah dari ‘Uqbah ibn ‘Amir).

e. Khiyar ar-Ru’yah
9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, Ed I-2, 2005)
Yang dimaksud dengan khiyar ar-ru’yah adalah hak pilih bagi pembeli
untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap
suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.

Menurut Jumhur ulama fiqih yang terdiri atas ulama Hanafiyah,


Malikiyah,Hanabilah, dan Zahiriyah khiyar ar-ru’yah disyariatkan dalam
islam berdasarkan sabda Rasulullh saw yang menyatakan:

‫من اشترى شيئا لم يره فهو بالخيار اذا راه‬


)‫(رواه الدار قطنى عن ابي هريرة‬
Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat, maka ia berhak khiyar
apabila telah melihat barang itu. (HR-ad-daruqutni dari Abu Hurairah)

Akad seperti ini menurut mereka,boleh terjadi khiyar disebabkan objek


yang akan dibeli itu tidak ada ditempat berlangsungnya akad.

Akan tetapi ulama Syafi’iyah mengatakan bahwa jual beli barang yang
gaib tidak sah baik barang itu disebutkan sifatnya waktu akad maupun
tidak.karena mengandung unsur penipuan yang akan membawa kepada
perselisihan.dan hadis Rasulullah menyatakan:

‫نهى رسول هللا صلى هللا عليه وسلم عن بيع غرر‬


)‫(رواه الجماعة اال البخارى‬
Rasulullah saw melarang jual beli yang mengandung penipuan (HR.al-Jamaah)

2. Garansi

Kata garansi berasal dari bahasa inggris Guarantee yang berarti jaminan
atau tanggungan. Dalam kamus besar bahasa indonesia, garansi mempunyai arti
tanggungan, sedang dalam ensiklopedia indonesia, garansi adalah bagian dari
suatu perjanjian dalam jual beli, dimana penjual menanggung kebaikan atau
keberesan barang yang dijual untuk jangka waktu yang ditentukan. Apabila
barang tersebut mengalami kerusakan atau cacat, maka segala biaya perbaikannya
di tanggung oleh penjual, sedang peraturan-peraturan garansi biasanya tertulis
pada suatu surat garansi.10

Dengan demikian, garansi merupakan salah satu bentuk layanan yang


diberikan penjual kepada pembeli sebagai pemenuhan terhadap hak-hak pembeli.
Terutama hak untuk memperoleh barang yang sesuai dengan nilai tukar yang
dikeluarkan. Pada tahap ini kepuasan konsumen atau kekecewaannya berkenaan
dengan transaksi yang diselenggarakan akan segera menjadi kenyataan, apakah
barang yang telah dibeli oleh konsumen tersebut berkualitas baik atau tidak.
Untuk mengetahui hal ini, maka garansi memiliki peranan yang sangat penting
bagi konsumen.11

Jadi pelayanan garansi merupakan bentuk penanggungan yang menjadi


kewajiban penjual kepada pembeli terhadap cacat-cacat barang yang tersembunyi.
Selain itu garansi juga sebagai salah satu upaya untuk melindungi kepuasan
konsumen

Garansi jual beli merupakan jenis fasilitas dari penjual yang sangat
bermanfaat bagi semua pihak, baik bagi pemberi garansi (penjual) sendiri maupun
bagi penerimanya (pembeli) serta bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya,
tidak menimbulkan bagi orang lain, melainkan merupakan tindakan saling tolong
menolong dalam kewajiban yang sangat dianjurkan oleh agama.

Garansi jual beli sebagaimana yang berjalan sekarang ini memang tidak
dikenal pada masa Rasulullah SAW, namun bukan berarti terlarang, karena pada
dasarnya semua bentuk muamalat adalah boleh.

Dalam Islam, manusia juga diberi kebebasan untuk mengatur


kehidupannya sendiri yang dinamis dan lebih bermanfaat, sepanjang aturan yang
dibuatnya tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan syari’at islam termasuk
melakukan berbagai macam bentuk muamalat dalam memenuhi kebutuhan
10
Ummy Salamah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Garansi dalam Jual Beli. (Yogyakarta: Fakultas
Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h. 41
11
Ibid
hidupnya. Apabila ada suatu kelaziman yang diterima ditengah-tengah
masyarakat dan tidak bertentangan dengan syari’at, maka kelaziman tersebut bisa
dijadikan hukum. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqih yang berbunyi “Adat
kebiasaan yang diakui dapat dijadikan sebagai landasan hukum”. Dengan kata
lain, bahwa pelayanan garansi jual beli sudah sesuai dengan prinsip-prinsip
hukum muamalat sebagaimana yang diungkapkan oleh Ahmad Azhar Basyir
yaitu:

 Pada dasarnya segala bentuk muamalat adalah mubah, kecuali yang ditentukan
lain oleh Al-Qur’an dan hadits.
 Muamalat dilaksanakan atas dasar suka sama suka, tanpa ada unsur paksaan.

 Muamalat dilakukan atas dasar pertimbagan mendatangkan manfaat dan


menghindarkan kemudaratan.

 Muamalat dilakukan dengan memelihara nilai keadilan.12

Karena garansi merupakan perjanjian yang berupa penjaminan terhadap cacat


yang tersembunyi oleh penjual kepada pembeli dalam jangka waktu tertentu, maka
dalam hukum Islam pembeli berhak menggunakan hak khiyarnya apabila terdapat
cacat yang tidak diketahui sebelum transaksi oleh penjual dan pembeli. Hak khiyar
yang dimaksud dalam hal ini adalah khiyar aib (cacat). Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, khiyar aib adalah hak untuk memilih antara meneruskan atau
membatalkan akad apabila ditemui cacat pada barang yang dipejual belikan. Tetapi
hak khiyar tidak berlaku pada cacat yang telah diketahui sebelum terjadi jual beli.
Namun demikian Islam melarang jual beli yang mengandung cacat, tetapi berusaha
disembunyikan untuk mendapatkan harga dan keuntungan yang tinggi.

Garansi bisa berupa memperbaiki barang yang dibeli bila barang tersebut
mengalami kerusakan pada masa garansi. Misalnya garansi satu tahun atas pembelian
produk elektronik. Jika produk elektronik itu rusak maka ia akan diganti atau
diperbaiki sesuai dengan aqad yang tertulis di dalam lembar garansi. Pembeli boleh

12
Ibid, h. 49
meminta hak garansinya kepada penjual barang tersebut, sesuai degan hak-haknya
yang tertera dalam surat garansi tersebut. Kadang bisa juga dalam bentuk penggantian
sebagian atau keseluruhan barang yang telah dibeli jika dalam perjanjian garansinya
disebutkan akan diperbaiki 50% saja, atau 100%, maka pembeli barang bergaransi
tersebut diperbolehkan, sebagaimana halnya layanan pra dan pasca jual lainnya.
Misalnya, ada seseorang mengatakan: “Bila bapak membeli barang ini, maka barang
ini akan saya kirim dengan gratis. Dan setelah pembelin, barang yang bapak beli,
akan kami bersihkan selama satu minggu.”

Kasus ini juga serupa dengan riwayat yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,
Abu Daud, Ibnu Majah dan ulama-ulama lainnya.

“ada seorang lelaki membeli budak, lalu budak ittu dimanfaatkannya. Akan tetapi
lelaki kemudian mengetahui ada cacat budak tersebut. Lalu ia mengembalikan
budak itu kepada penjual. Lalu penjual itu bertanya:” Bagaimana dengan
budakku yang telah dimanfaatkannya?” Nabi saw bersabda: “hasil itu boleh
(dimiliki), sebab ada tanggungannya.”

Jumhur ulama berpendapat bahwa seseorang boleh mengembalikan barang


yang dibelinya jika diketahui ada cacat atau rusakntya barang tersebut. Ia juga berhak
atas hasil atau manfaat yang dia dapatkan dari barang yang dibelinya tersebut. Hasil
dan manfaat barang itu tidak dikembalikan kepada penjual barang. Ini adalah
pendapat asy-Syafi’i, Imam Malik serta ulama-ulama lain.

D. BADAN PERANTARA (SAMSARAH)

Samsarah (simsar) adalah perantara perdagangan (orang yang menjualkan

barang atau mencarikan pembeli), atau perantara antara penjual dan pembeli

untuk memudahkan jual beli.13

13
M. Ali Hasan, Berbagai macam Transaksi dalam Islam, (Fiqh Muamalat), Ed I.,Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada, 2004, h. 289
Menurut Sayid Sabiq perantara (simsar) adalah orang yang menjadi

perantara antara pihak penjual dan pembeli guna melancarkan transaksi jual beli. 14

Dengan adanya perantara maka pihak penjual dan pembeli akan lebih mudah

dalam bertransaksi, baik transaksi berbentuk jasa atau berbentuk barang.

Menurut Hamzah Ya'qub samsarah (makelar) adalah pedagang perantara

yang berfungsi menjualkan barang orang lain dengan mengambil upah tanpa

menanggung resiko. Dengan kata lain makelar (simsar) ialah penengah antara

penjual dan pembeli untuk memudahkan jual-beli. 15 Jadi samsarah adalah

perantara antara biro jasa dengan pihak yang memerlukan jasa mereka (produsen,

pemilik barang), untuk memudahkan terjadinya transaksi jual-beli dengan upah

yang telah disepakati sebelum terjadinya akad kerja sama tersebut.

Dalam hal ini Yusuf Qardhawi berpendapat makelar bagi orang luar

daerah disbolehkan, karena dapat melancarkan keluar masuknya barang dari luar

ke dalam daerah dengan perantaraan si makelar tersebut dengan demikian mereka

akan mendatangkan keuntungan bagi kedua belah pihak.16

Simsar adalah sebutan bagi orang yang bekerja untuk orang lain dengan

upah, baik untuk keperluan menjual maupun membelikan. Sebutan ini juga layak

dipakai untuk orang yang mencarikan (menunjukkan) orang lain sebagai

patrnernya sehingga pihak simsar tersebut mendapat komisi dari orang yang

menjadi parnernya.17
14
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 12, Bandung:PT Al-Ma’rif, 1996, h. 15
15
Hamzah Ya’qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam: Pola Pembinaan Hidup DalamPerekonomian,
Bandung : CV Diponegoro, 1992,h. 269
16
Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Terj.Mu’alam Hamidy), Surabaya:Bina Ilmu, 1993
17
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Terj. Kamaluddin A Marzuki), Jilid 13, Bandung :Al-Ma’rif, 1997, h. 159
Al-simsar (jamak dari al-simsarah) adalah perantara antara penjual dan

pembeli dalam pelaksanaan jual beli, atau pedagang perantara yang bertindak

sebagai penengah antara penjual dan pembeli, yang juga dikenal sebagai al-

dallah. Al-simsar dari bahasa arab, yang berarti juga tiga dalil yang baik, orang

yang mahir. Pedagang sudah disebut al-samasirah pada masa sebelum Islam

tetapi Rasul menyebut mereka al-tujjar. Pada masa sebelum Islam, perbedaan al-

samsarah (perdagangan perantara) biasanya terjadi pada orang kota dan orang

yang tinggal di gurun, hal ini dipraktekkan dalam semua aspek transaksi bisnis.18

Samsarah adalah kosakata bahasa Persia yang telah diadopsi menjadi

bahasa Arab yang bearti sebuah profesi dalam menengahi dua kepentingan atau

pihak yang berbeda dengan kompensasi, baik berupa upah (ujroh) atau bonus,

komisi (ji'alah) dalam menyelesaikan suatu transaksi. Adapun simsar adalah

sebutan untuk orang yang bekerja untuk orang lain sebagai penengah dengan

kompensasi (upah atau bonus), baik untuk menjual maupun membeli.19

Ulama penganut Hambali, Muhammad bin Abi al-Fath, dalam kitabnya,

al-mutall, telah menyatakan definisi tentang pemakelaran, yang dalam figh

dikenal dengan Samsarah, atau dalal sebagai sinonimnya, seraya menyatakan :

"jika (seseorang) menunjukkan dalam transaksi jual-beli, dikatakan ; dalalta

dengan masdar yang difathahkan dal-nya, dalalat(an), dikasrahkan dal-nya,

dilalat(an), di dhammahkan dal-nya, dulalat(an), jika anda menunjukkan seorang

18
Abdullah Alwi Haji Hasan, Sales and contracs in early Islamic Commercial law, Islamabad:Islamic
Research Institute, 1994, h. 96-97
19
Abdullah Abdulkarim, Broker/Pemakelaran (samsarah)dalam Islam, http:ocesss,
blogspot.com/05/10/2015
pembeli kepada penjual, maka orang tersebut adalah simsar atau dallal (makelar)

antara keduanya (pembeli dan penjual).20

Dari penjelasan diatas bisa kita simpulkan bahwa samsarah (makelar)

adalah penengah antara penjual dan pembeli atau pemilik barang dengan pembeli

untuk melancarkan sebuah transaksi dengan imbalan upah (ujroh), bonus atau

komisi (ji'alah).

Di masa sekarang banyak orang yang disibukkan dengan pekerjaan

masing-masing, sehingga ada sebagian orang tidak memiliki waktu untuk menjual

barangnya atau mencari barang yang diperlukan. Sebagian orang lagi mempunyai

waktu luang, mempunyai keahlian untuk memasarkan (menjualkan), namun tidak

memiliki barang yang akan dijualkannya.

Untuk memudahkan kesulitan yang mereka hadapi, saat ini ada orang yang

berprofesi khusus menangani hal-hal yang dikemukakan di atas, seperti biro jasa:

di mana kedua belah pihak mendapat keuntungan (manfaat). Biro jasa mendapat

lapangan pekerjaan dan uang jasa dari hasil pekerjaannya, sedangkan orang yang

memerlukan jasa mendapatkan kemudahan, karena sudah di tangani oleh orang

yang mengerti betul dalam bidangnya.

Dalam hal ini pihak biro jasalah yang bisa membantu dan menyelesaikan

kesulitan yang dihadapi oleh pemilik barang tersebut, selain pemilik barang dapat

menyelesaikan masalahnya pihak biro jasa juga mendapat lowongan kerja

sehingga pemilik barang dan biro jasa mendapat keuntungan.


20
Ibid
Pekerjaan samsarah / simsar berupa makelar, distributor, agen dan

sebagainya dalam fiqih Islam termasuk akad ijarah, yaitu suatu transaksi

memanfaatkan jasa orang lain dengan imbalan 21. Al-ijarah berasal dari kata al-

ajru yang berarti al-iwadhu (ganti). Dari sebab itu ats tsawab (pahala) dinamai

ajru (upah).22

Ijarah secara sederhana diartikan dengan transaksi manfaat atau jasa

dengan imbalan tertentu. Bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau

jasa dari suatu benda di sebut ijarat al-ain atau sewa–menyewa, seperti menyewa

rumah untuk di tempati bila yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau

jasa dari tenaga seseorang, disebut ijarat al-zimmah atau upah-mengupah, seperti

upah menjahit pakaian. Keduanya disebut dengan satu istilah dalam literatur Arab

yaitu ijarah.23

Pemilik yang menyewa manfaat disebut mu'ajjir (orang yang

menyewakan). Pihak lain yang memberikan sewa disebut musta'jir (orang yang

menyewa–penyewa). Dan, sesuatu yang diakadkan untuk di ambil manfaatnya

disebut ma'jur (sewaan). Sedangkan jasa yang diberikan sebagai imbalan manfaat

disebut ajran atau ujrah (upah).

Ijarah baik dalam bentuk sewa menyewa maupun dalam bentuk upah

mengupah itu merupakan mu'amalah yang telah disyari'atkan dalam Islam.

Hukum asalnya adalah boleh atau mubah bila dilakukan sesuai dengan ketentuan

21
Agustianto, Multi level Marketing dalam Perspektif Fiqh Islam, http://m. ekonomiislam
webnode.com/news/multi-level-marketing-dalam –perspektif -fiqh-islam
22
Muhammad Abu Zahra, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al-fikri Arab, 1998, h. 27
23
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Bogor: PT Prenada Media, 2003, h. 215
yang di tetapkan Islam. Kebolehan praktek ijarah berdasarkan kepada ayat-ayat

al-Qur'an dan hadist Nabi SAW, Surat Ath-Thalaq : 6

‫ا سكنو هن حيث سكنتم من و جد كم وال تضا روهن لتضيقوا عليهنٌ وان كن ا ولت حمل فا نفقوا عليهن‬

‫فا ن ا ر ضعن لكم فا تو هن ا جو ر هن وا تمروا بينكم بمعروف صلى وا ن تعا سر‬ ‫ج‬
‫حتى يضعن حملهن‬

‫تم فستر ضع له اخرى‬

"Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal


menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu
sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka
bersalin, Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu
(segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan
lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya.

E. LELANG (BAY MUZAYADAH)

Dalam transaksi keuangan Islam, harga ditentukan atas dasar keinginan


pembeli dan penjual. Dalam banyak hal, barang akan terjual kepada pembeli yang
menawar dengan harga yang tertinggi. Dalam perspektif syariah, transaksi yang
melibatkan proses lelang ini disebut sebagai bay` muzayadah, yang diartikan
sebagai suatu metode penjualan barang dan/ atau jasa berdasarkan harga
penawaran tertinggi.
Pada Bay` muzayadah ini, penjual akan menawarkan barang dengan
sejumlah pembeli yang akan bersaing untuk menawarkan harga yang tertinggi.
Proses ini berakhir dengan dilakukannya penjualan oleh penjual kepada penawar
yang tertinggi dengan terjadinya akad dan pembeli tersebut mengambil barang
dari penjual.
Lelang ada dalam Islam dan hukumnya boleh (mubah). Ibnu Abdil Barr
berkata,”Sesungguhnya tidaklah haram menjual barang kepada orang yang
menambah harga, demikianlah menurut kesepakatan ulama.” (innahu laa
yahrumu al-bai’u mimman yaziidu ittifaaqan) 24
Anas bin Malik RA meriwayatkan bahwa ada seorang lelaki Anshar yang
datang menemui Nabi SAW dan dia meminta sesuatu kepada Nabi SAW. Nabi
SAW bertanya kepadanya,”Apakah di rumahmu tidak ada sesuatu?” Lelaki itu
menjawab,”Ada. Dua potong kain, yang satu dikenakan dan yang lain untuk alas
duduk, serta cangkir untuk meminum air.” Nabi SAW berkata,”Kalau begitu,
bawalah kedua barang itu kepadaku.” Lelaki itu datang membawanya. Nabi
SAW bertanya,”Siapa yang mau membeli barang ini?” Salah seorang sahabat
beliau menjawab,”Saya mau membelinya dengan harga satu dirham.” Nabi SAW
bertanya lagi,”Ada yang mau membelinya dengan harga lebih mahal?” Nabi
SAW menawarkannya hingga dua atau tiga kali. Tiba-tiba salah seorang sahabat
beliau berkata,”Aku mau membelinya dengan harga dua dirham.” Maka Nabi
SAW memberikan dua barang itu kepadanya dan beliau mengambil uang dua
dirham itu dan memberikanya kepada lelaki Anshar tersebut. (HR Ahmad, Abu
Dawud, an-Nasa`i, dan at-Tirmidzi)25
Hadits di atas adalah satu dalil di antara dalil-dalil yang membolehkan jual
beli lelang (bai’ al-muzaayadah).
Sebagian ulama seperti an-Nakha`i memakruhkan jual beli lelang, dengan
dalil hadits dari Sufyan bin Wahab bahwa dia berkata,”Aku mendengar
Rasulullah SAW melarang jual beli lelang.” (sami’tu rasulallah SAW nahaa ‘an
bai’ al-muzayadah). (HR Al-Bazzar). (Imam As-Suyuthi, Al-Jami’ Ash-Shaghir,
Juz II/191).

24
Imam Ash-Shan’ani, Subulus Salam, Juz III/23:Abdullah al-Mushlih& Shalah ash-Shawi, ibid, hal. 111
25
ibid
F. JUAL BELI KHUSUS

1. Bay’ al-wafa’

Bai` Wafa` adalah suatu transaksi (akad) jual-beli dimana penjual mengatakan
kepada pembeli ‘saya jual barang ini dengan cara saya berhutang kepadamu yang
hutangnya engkau berikan padaku dengan kesepakatan (janji) jika saya telah
melunasi hutang tersebut maka barang itu kembali jadi milikku lagi.’ (Al Jurjani
Ali bin Muhammad bin Ali, Kitab At Ta`rifaat, p. 69.)

Definisi Bay’ Wafa’ Menurut Kitab Fiqh Riba Dr.Abdul Azhim Jalaluddin Abu
Zaid, hlm 537.

‫أن يبيعه العين بألف مثال على أنه اذا رد عليه الثمن رد عليه العين المبيعة‬
Seseorang menjual sebuah benda seharga 1000 dengan syarat jika penjual itu
mengembalikan uangnya (harganya), maka pembeli tersebut mengembalikan
benda yang dibelinya itu kepada penjual semula. Menurut Ibnul `Abidin, Bay` Al
Wafa` adalah: Suatu akad dimana seorang yang membutuhkan uang menjual
barang kepada seseorang yang memiliki uang cash. Barang yang dijual tersebut
tidak dapat dipindah-pindah (real estate/property/‘iqar) dengan kesepakatan kapan
ia dapat mengembalikan harga barang tersebut maka ia dapat meminta kembali
barang itu. (Ibnul `Abidin, Raddul Muhtar, vol.iv/p.257)

Perbedaan Bay wafa’ dengan gadai (rahn).

No Rahn Bay' wafa


1 Pembeli tidak sepenuhnya memiliki Pembeli sepenuhnya memiliki barang
barang yang dibeli yang dibeli, tetapi mausufah biz zimmah
2 Barang gadaian tidak boleh Barang yang sudah dibeli bebas
dimanfaatkan penerima gadai, kecuali dimanfaatkan pembeli selama jangka
hewan kenderaan dan atau izin pemilik waktu yang disepakati
3 Biaya yang diperlukan untuk Biaya yang diperlukan untuk
pemeliharaan barang gadaian menjadi pemeliharaan barang menjadi tanggung
tanggung jawab pemilik barang jawab pembeli
4 Status asset tetap milik yang Status asset menjadi milik pembeli
menggadaikan selama jangka waktu yang disepakati
5 Jika barang gadaian rusak menjadi Jika barang rusak sedikit, akad tetap
tanggung jawab murtahin (penerima berlangsung, kecuali rusak parah atau
gadaian), baik rusak kecil atau besar rusak total.

Persamaan Rahn dan Bay’ Wafa

No Persamaan

1 Kedua belah pihak sama-sama tidak boleh memindah tangankan barang itu kepada
pihak ketiga
2 Baik rahn maupun bay wafa, pihak I (penjual/penggadai) sama-sama mendapatkan
uang dengan menyerahkan barang
3 Jika terjadi kerusakan barang, maka kerusakan itu ditanggung murtahin dan pembeli,
kecuali yang rusak sedikit (sesuai ‘urf)
4 Ketika hutang (uang penjualan) dikembalikan kepada pembeli (pada saat jatuh
tempo) maka pembeli wajib memberikan barang kepada penjual semula
2. Bay’ Taqsith

Bay’ Taqsith sama dengan Jual beli kredit atau disebut juga sebagai Al-Bay’ Bitsamanil
Ajil atau Al-bay’ ila Ajal. Adapun definisinya adalah jual beli secara cicilan dalam jangka
waktu tertentu di mana harga kredit lebih tinggi (bertambah) dari harga cash (naqd).
Harga kredit 1 tahun berbeda dengan harga 2 tahun, dan seterusnya.

‫ أن السلعة اذا كان ثمنها حاال فانه ثمنه أرخص مما لو كان ثمنها‬: ‫في البيع باألجل أو بالتقسيط‬
‫أجال أو مقسطا‬
Artinya : ”Dalam Jual Beli tangguh atau kredit bahwa suatu barang apabila
dibeli secara kontan, harganya lebih murah dari pada jual beli secara tangguh/
kredit.”

Bai Taqsith sangat dibutuhkan masyarakat dan mendatangkan manfaat bagi pembeli &
penjual. Konsumen bisa mendapatkan barang yang dibutuhkannya, meskipun ia tidak
memiliki uang yang cukup untuk memilikinya secara kontan (bayaran penuh). Aplikasi
bay’ taqsith mendatangkan kemudahan (taysir) bagi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhannya, karena banyak orang tidak mampu menyerahkan harga secara menyeluruh
(dengan spot). Tetapi dengan cicilan, ia bisa memanfaatkan dan memiliki barang yang
dibutuhkan.

‫تدل هذه األية على أن البيع المؤجل والزيادة فى الثمن فيه ابتداء ألجل التـأجيل حالل بحكم الشرع‬
‫فلو باع شخص سلعة بثمن مؤجل زائد عن ثمنها حاال لجاز ذالك‬

Ayat ini menunjukkan bahwa jual beli kredit dengan penambahan harga (karena cicilan)
adalah halal menurut hukum syariah. Maka, jika seseorang menjual suatu barang dengan
harga yang dibayar secara tangguh (cicilan) dimana harganya bertambah dari harga cash
(sekarang), maka jual beli itu boleh.

3. Bay Istighlal

‫و هو أن تباع العين بيع الوفــاء علي أن تســتأجر البــائع المــبيع أي أن المشــتري‬


‫ينتفع من المبيع باجارته للبائع نفسه‬
Yaitu barang dijual secara bay’ wafa, selanjutnya penjual menyewa kembali
barang tersebut. Artinya, pembeli mengambil manfaat dari barang tersebut
dengan menyewakannya kepada penjual sendiri 26 ”

• Contoh : Si A menjual rumah kepada si B dengan harga 1 milyar rupiah,


kemudian si A

menyewa rumah itu kembali dengan harga Rp 80. Juta untuk jangka waktu satu
tahun

4. Bai’ tawarruq

Tawarruq adalah bentuk akad jual beli yang melibatkan tiga pihak, ketika pemilik
barang menjual barangnya kepada pembeli pertama dengan harga dan
pembayaran tunda, dan kemudian pembeli pertama menjual kembali barang
tersebut kepada pembeli akhir dengan harga dan pembayaran tunai. Harga tunda
lebih tinggi dari harga tunai, sehingga pembeli pertama seperti mendapatkan
pinjaman uang dengan pembayaran tunda27

26
(Kitab Fiqh Riba, Abdul Azhim Jalaluddin Abu zaid, Beirut Muassah ar-Risalah, 2004, h. 540)
27
Ascarya, Akad dan Produk bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011)h. 143
5. Bay’ Muallaq

Adalah jual beli yang digantungkan pada syarat tertentu, atau


digantungkan pada masa yang akan dating.misalnya perkataan penjual “aku
menjual rumahku kepadamu seharga x rupiah jika fulan menjual rumahnya
kepadaku”.pada prinsipnya seluruh mazhab sepakat jual beli ini tidak
sah.sedangkan fuqaha hanafiyah menyebut akadnya fasid.

6. Bay’ al-’Urbun

Jual Beli ‘Arabun atau Uang Muka/Persekot ‫ عربن‬atau ‫عربان‬

Bai’ Arabun ialah : Seseorang membeli sesuatu dengan membayar harga


panjar/persekot/’arabun kepada penjual. Jika calon pembeli mengurungkannya,
maka persekot hangus dan menjadi hibah kepada penjual. Jika jual beli
diteruskan, maka harga persekot merupakan bagian dari harga beli.

Para ulama ahli fiqh berselisih pendapat dalam menghukumi jual beli
urban. Mereka yang melarang adalah madzhab Hanafi, Maliki,Syafi’i, Syiah
Zaidiyah, Abu al khitab dari madzhab Hambali, dan juga diriwayatkan tentang
pelarangan urbun dari Ibnu Abbas serta Hasan. Adapun mereka yang
membolehkan adalah Imam Ahmad yang telah diriwayatkan akan pembolehannya
dari Umar serta anaknya, sebagian golongan tabi’in di antaranya adalah
Mujahid,Ibn Sirin, Nafi’Ibn Abdul Harist,serta Zaid Ibn Aslam.

Menurut Ahmad bin Hanbal, “Jual beli ini dibolehkan”. Dalilnya adalah
hadits yang dikeluarkan oleh Abdul Razzaq dari Zaid bin Aslam bahwa
Rasulullah saw ditanya tentang ‘arabun di dalam jual beli, maka beliau
menghalalkannya”

Menurut Jumhur selain Hanabilah, jual beli ini dilarang dan hukumnya
tidak sah, karena bisa merugikan para pihak dan sifatnya spekulatif serta
mengandung uncertainty (gharar) ; jual beli bisa jadi, bisa tidak. Dalilnya hadits
Nabi Saw:

)‫نهى رسول هللا صلعم بيع العربان (أالمام مالك عن عمر بن شعيب‬
“Rasul saw melarang jual beli ‘arabun” .(HR.Imam Malik dari ‘Amar bin
Syu’aib)28

7. Bay’ Mu’athah

Yakni kasus jual beli dimana dua pihak sepakat atas penukaran barang dan
harga sehingga masing-masing menerima dan menyerahkan hak dan kewajiban
tanpa disertai ijab qabul.

Menurut fuqaha hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, Jual beli seperti ini
adalah sah sepanjang terdapat indikasi yang kuat tentang kerelaan masing-masing.
Sedangkan menurut Fuqaha Syafiiyah jual beli tersebut tidak syah.menurut
mereka kerelaan (al-rida) yang merupakan essensi dari akad adalah sesuatu yang
tersembunyi.karena itu harus dinyatakan melalui kalimat ijab qabul.Al ghazali
tokoh fuqaha Syafi’iyah membolehkannya dalam jual beli hal-hal yang ringan.29

G. JUAL BELI YANG DILARANG

1. Bai’ Al- inah

Yaitu apabila seseorang menjual suatu barang dagangan kepada orang lain
dengan pembayaran tempo (kredit) kemuadian orang itu (si penjual) membeli
kembali barang itu secara tunai dengan harga lebih rendah dari harga awal
dengan cara tempo.setelah dating tempo pembayaran orang tersebut, sipenjual
menerima barang itu.jual beli ini diharamkan karena terdapat tipu daya untuk
melakukan riba.30

2. Jual Beli gharar

Yakni jual beli yang mengandung tipu daya yang merugikan salah satu pihak
karena barang yang diperjual belikan tidak dapat dipastikan adanya, atau tidak

28
Nasrun Haroen, Loc cit, h. 124
29
Gufron a Mas’adi, Loc cit, h. 125
30
Syech Abdurrahman As-sa’di, dkk, Loc cit, h. 137
dapat dipastikan jumlah dan ukurannya.atau karena tidak mungkin dapat
diserah terimakan.

Para ulama Fiqih sepakat menyatakan jual beli seperti ini tidak sah.Misalnya
memperjual belikan buah-buahan yang putiknya pun belum muncul
dipohonnya atau anak sapi yang belum ada, meskipun di perut ibunya tealah
ada.

3. Jual Beli Najasy

Makna najasy adalah menawar suatu barang dengan menambah harga secara
terbuka, ketika dating seorang pembeli dia menawar lebih tinggi barang itu
padahal dia tidak ingin membelinya.Tujuannya agar pembeli tersebut membeli
barang itu lebih tinggi lagi.Juga bertujuan untuk menipu para pembeli baik hal
itu dikerjakan melalui kerjasama dengan penjual atau atas kemauan sendiri.

Barang siapa menawar barang dagangan padahal dia tidak bermaksud


membelinya dan tujuannya adalah agar pembeli mengikutinya dengan
membayar lebih mahal, maka orag tersebut disebut najasy.

Nabi saw bersabda,”janganlah kalian menambah harga suatu barang”31

4. Jual beli Fudhuli

istilah Akad Fudhuli dalam jual beli dalam pembahasan fikih. Yang dimaksud
dengan Akad Fudhuli adalah menjual suatu barang orang lain tanpa
sepengetahuan pemiliknya terlebih dahulu.

Coba perhatikan contoh berikut ini: Saya menjual seekor kambing (bukan
kambing saya, tapi kambing teman saya). Setelah berlalu satu bulan (misalnya
teman saya bepergian sebulan lalu sekarang sudah datang), saya baru
mengatakan kepada teman saya bahwa kambing tersebut telah saya jual.

31
Ibid, h. 136
Ternyata dia ridha dan membenarkan saya yang telah menjual kambing
tersebut (misalnya karena saya jual dengan harga yang cukup bagus).

Permasalahannya di sini, banyak ahli fiqih yang berbeda pendapat: apakah


jual beli di atas (penjualan kambing oleh saya) adalah sah sejak awal jual beli,
atau hanya setelah mendapatkan keridhaan dari pemilik barang sebenarnya
(teman saya)? Sebagian berpendapat bahwa jual beli hanya sah setelah
didapatkannya keridhaan, dan sebagian lainnya berpendapat bahwa jual beli
tersebut sah sejak awal akad.

5. Jual beli Munabazah

Yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seorang berkata, lemparkan
kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang
ada padaku”. Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah jual beli. Hal ini
dilarang karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab qabul.32

6. Jual Beli Muzabanah

Yaitu menjual buah yang basah denga buah yang kering, seperti menjual padi
kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan kilo sehingga
akan merugikan pemilik padi kering.hal ini dilarang oleh Rasulullh saw dengan
sabdanya:

“dari anas r.a ia berkata: Rasulullah Saw, melarang jual beli


muhagallah,Mukhadarah,Mulamasah,munabazah dan muzabanah”(Riwayat
Bukhari)

7. Jual beli Mulamasah

Mulamasah secara bahasa adalah sighah (bentuk) ‫ ُم َفاَع َلة‬dari kata ‫ َلَم َس‬yang berarti
menyentuh sesuatu dengan tangan. Sedangkan pengertian mulamasah secara

32
Hendi Suhendi, Loc cit, h. 79
syar’i, yaitu seorang pedagang berkata, “Kain mana saja yang engkau sentuh,
maka kain tersebut menjadi milikmu dengan harga sekian.”

Jual beli ini bathil dan tidak diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat)
para ulama akan rusaknya jual beli seperti ini.

dari dan Muslim ‫ رحمهما هللا‬meriwayatkan dari Abu Mas’ud Radhiyallahu anhu, ia
berkata:
‫نََهى الَّنِبُّي َص َّلى ُهللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َع ِن اْلُم َالَم َسِة َو اْلُم َناَبَذ ِة ِفي اْلَبْي ع‬

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mulamasah dan munaba-dzah


dalam jual beli

Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahiih-nya dari Abu Hurairah


Radhiyallahu anhu, ia berkata, “(Jual beli mulamasah), yaitu masing-masing
dari dua orang menyentuh pakaian milik temannya tanpa ia perhatikan dengan
seksama.”

Jual beli ini tidak layak dengan dua sebab:

 Adanya jahalah (ketidakjelasan barang)


 Masih tergantung dengan syarat

Syaratnya ialah seorang pedagang berkata, “Aku jual pakaian yang engkau
sentuh dari pakaian-pakaian ini.”

Masuk dalam larangan ini semua barang, maka tidak boleh membeli sesuatu
dengan cara mulamasah karena adanya dua sebab yang sudah disebutkan tadi,
baik barang tersebut berupa pakaian atau lainnya.

8. Jual Beli Hashah

Yakni jual beli dengan cara melempar batu. Orang jahiliyah dulu melakukan
akad jual beli tanah yang tidak jelas luasnya, mereka melemparkan
hashah(batu kecil).pada tempat akhir dimana batu itu jatuh itulah tanah yang
dijual, atau jual berli barang yang tidak ditentukan.mereka melempar batu,
barang yang terkena batu itulah yang dijual.

9. Jual beli habalul Habiah

Adalah jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan. Jual beli ini
dilarang karena belum jelas dan masih samar samar. Hal ini dapat membawa
kepada permusuhan dan pertentangan.

10. Bay’ah fi ba’atain

Adalah suatu transaksi dengan dua akad, jika dalam bentuk jasa disebut shafqatyn
fi shafqah, Jika dalm bentuk barang disebut bay’atan fi bay’ah. Berarti jenis jual
beli barang seperti MLM maka akan terjadi dua akad dalam suatu transaksi.
Dengan demikian islam telah menetapkan bahwa akad hanya dibolehkan untuk
satu perkara (transaksi) saja, baik barang ( akad syirkah ) maupun jasa (akad
ijarah). Hal ini sesuai dengan hadist nabi yang artinya

“ Nabi SAW telah melarang dua pembelian dalam satu pembelian ( HR, Ahmad,
Nasa’I dan At tirmidzi dari Abu Hurayrah)

11. Bay kali bi kali,bay dayn bi aldyn

bay dayn bi aldyn adalah jual beli hutang yang terdiri dari bay kali bi kali dan bai’
ad dayn nagdan fiil khali.

Bay kali bi kali adalah menjual hutang dengan hutang, dengan contoh ahmad
membeli pena dari amir seharga Rp 5000 dengan cara kredit dalam waktu satu
bulan.pada saat jatuh tempo ternyata amir kehabisan stok dan amir menyuruh
ahmad menjual kembali bolpennya (yang belum didapat)kepada amir dengan
kredit dan harga yang lebih mahal serta tambahan beberapa waktu. Bai’ ad dayn
nagdan fiil khali adalah menjual hutang dengan tunai pada saat transaksi.
12. Ikhtikar

ihtikar artinya menimbun barang agar yang beredar di masyarakat berkurang, lalu
harganya naik. Yang menimbun memperoleh keuntungan besar, sedang
masyarakat dirugikan. Menurut Adimarwan "Monopoli secara harfiah berarti di
pasar hanya ada satu penjual.

Berdasarkan hadist :

‫َع ْن َسِع يُد ْبُن اْلُمَس َّيِب ُيَح ِّد ُث َأَّن َم ْع َم ًرا َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َمِن اْح َتَك َر َفُه َو‬
‫َخاِط ٌئ‬

dari Sa'id bin Musayyab ia meriwayatkan: Bahwa Ma'mar, ia berkata, "Rasulullah


saw. bersabda, 'Barangsiapa menimbun barang, maka ia berdosa'," (HR Muslim
(1605).

Jelas monopoli seperti ini dilarang dan hukumnya adalah haram, karena perbuatan
demikian didorong oleh nafsu serakah, loba dan tamak, serta mementingkan diri
sendiri dengan merugikan orang banyak. Selain itu juga menunjukan bahwa
pelakunya mempunyai moral dan mental yang rendah.

13. Talaki ru’ban

adalah sebuah perbuatan seseorang dimana dia mencegat orang-orang yang


membawa barang dari desa dan membeli barang itu sebelum tiba di pasar.
Rasulullah SAW melarang praktek semacam ini dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya kenaikan harga. Rasulullah memerintahkan suplay barang-barang
hendaknya dibawa langsung ke pasar hingga para penyuplai barang dan para
konsumen bisa mengambil manfaat dari adanya harga yang sesuai dan
alami.sabda nabi: Janganlah kalian menemui para kafilah di jalan (untuk
membeli barang-barang mereka dengan niat membiarkan mereka tidak tahu
harga yang berlaku di pasar), seorang penduduk kota tidak diperbolehkan
menemui penjual di desa. Dikatakan kepada Ibnu Abbas : “apa yang dimaksud
dengan larangan itu?” Ia menjawab:”Tidak menjadi makelar mereka”.
(HR.Imam Muslim, Shahih Muslim

14. Hadhir Libad

Merupakan bentuk jual beli dalam bentuk memonopoli dengan harga yang
tinggi.33disebutkan dalam buku lain, bahwa larangan dalam jual beli seperti orang
kota yang menjual sesuatu kepada orang kampong, seperti orang asing dating
kesuatu kampong membawa barang jualan yang diperlukan oleh masyarakat
pedesaan tersebut untuk dijual. Dan dengan harga yang telah ada orang desa tadi
berkata: tinggalkan barang kamu disini untuk saya jual sedikit demi sedikit
dengan harga mahal. Lalu dia menyetujuinya.

15. Ghabn dalam harga

Al ghabn menurut bahasa bermakna al-khada berarti penipuan. Dikatakan


ghabanahu ghabanam fi al ba’I wasy-syira, khada’ahu wa ghalabu (dia benar
benar menipunya).dalam jual beli ghaban yaitu menipunya dan menekannya,
dia menipu seseorang dengan yaitu dengan mengurangi dan mengubah
harganya.. ghabn adalah membeli sesuatu dengan harga yang lebih tinggi atau
lebih rendah dari harga rata-rata, penipuan model ghabn ini biasa disebut
penipuan bila sudah sampai taraf yang keji.

33
Yusuf Qhardhawi, Halal dan Haram, Bandung: Jabal, 2007, h. 259
BAB III

PENUTUP

1. Kesimpulan

Dari pembahasan makalah diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud jual
beli antara lain:

1. Jual beli dilakukan oleh dua orang (dua sisi) yang saling melakukan tukar
menukar
2. Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi
seperti barang yakni kemanfaatan bagi kedua belah pihak

3. Sesuatu yang tidak berupa barang/harta yang tidak sah untuk diperjual
belikan

4. tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku ,yakni kedua belah pihak
memiliki sesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan
jual beli dengan pemilikan yang abadi

Rukun jual beli yaitu orang yang berakad, shighat, ada barang dibeli, ada nilai
tukar pengganti barang.

Khiyar adalah hak pilih bagi salah satu atau kedua belah pihak yang
melaksanakan transaksi untuk melangsungkan atau membatalkan jual beli.

Khiyar terbagi 5
1. khiyar al-majlis
2. khiyar at-ta’yin

3. khiyar Asy-syarth

4. khiyar al-aib

5. khiyar ar-ru’

Samsarah (simsar) adalah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang atau
mencarikan pembeli), atau perantara antara penjual dan pembeli untuk memudahkan jual
beli.

Dalam transaksi keuangan Islam, harga ditentukan atas dasar keinginan pembeli dan
penjual. Dalam banyak hal, barang akan terjual kepada pembeli yang menawar dengan
harga yang tertinggi. Dalam perspektif syariah, transaksi yang melibatkan proses lelang
ini disebut sebagai bay` muzayadah, yang diartikan sebagai suatu metode penjualan
barang dan/ atau jasa berdasarkan harga penawaran tertinggi

Jual beli khusus diantaranya

1. bai’wafa
2. bai’taqsith

3. bay istighlal

4. bay tawarruq

5. bay mu’allaq

6. bay ’urbunbay mu’atah

Jual beli yang dilarang diantaranya :

1. bai’ al inah
2. jual beli gharar

3. Jual beli najasy

4. Jual beli Fudhuli


5. Jual beli munabazah

6. Jual beli muzabanah

7. Jual beli mulamasah

8. Jual beli hashah

9. Jula beli habalul habiah

10. Bay’ah fi bay’atain

11. Bay kali bi kali,bai dyan bi dyan

12. Ihtikar

13. Talqi ru’ban

14. Hadhir libad

15. Ghabn dalam harga

2. Saran

Ilmu tentang transaksi jual beli dalam islam sangat perlu untuk kita pahami,karena hal
hal yang dibahas dalam ini merupakan hal yang banyak terjadi dalam kehidupan
sehari-hari.

Agar kita tidak salah dalam melakukan dan bertindak, selalu berpedoman kepada
ajaran Al quran dan Sunnah
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Pratama, cet I , Februari 2000

Syekh Abdurrahman as-sa’di,dkk, Fiqh Jual Beli (Panduan Praktis Bisnis Syariah),
Jakarta Selatan, Senayan Publishing, Cet I, April 2008.

Ummy Salamah, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Garansi dalam Jual Beli.
(Yogyakarta: Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, 2002)

Aidil Alfin, Transendensi Hukum Ekonomi islam Dalam Konteks Perubahan Sosial,
Bukittinggi, STAIN Bukittinggi Press, Cet I, November 2006.

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, Ed 1-2, 2005.

Gufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta, Cetakan Pertama, 2002

Amir Syarifuddin, Garis – garis Beasar Fiqh,Jakarta, Kencana,Edisi Pertama, Cet ke-
3,2003
Moh.Saifullah Al Aziz,Fiqh Islam (Pedoman Hukum Ibadah Umat Islam dengan
Berbagai permasalahannya), Surabaya, Terbit Terang, 21 Oktober 2005.

Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung, Sinar Baru algesindo)

Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Baari (penjelasan kitab Shahih Al Bukhari), Jakarta,
Pustaka Azzam,2010.

Muhammad bin ismail Al-Amir Ash- Shan’ani, Subulus salam Syarah Bulughul
Maram,Jakarta:Darus sunnah, 2013

Ilfi nur Diana, Hadis-Hadis Ekonomi, cet I(Malang: UIN-Malang Press, 2008

M. Ali, Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (figh muamalat), ed. 1., cet.2,
Jakarta: PT sRaja Grafindo Persada, 2004

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, jilid 12, Bandung: PT Al-Ma'rif, 1996

Hamzah Ya'qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam: Pola Pembinaan Hidup Dalam
Perekonomian, Bandung: CV. Diponegoro, 1992.

Yusuf Al-Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam, (Terj. Mu'alam Hamidy), Surabaya :
Bina Ilmu, 1993

Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Terj. Kamaluddin A.Marzuki), Jilid 13, Bandung: Al-
Ma'rif, 1997

Abdullah Alwi Haji Hassan, Sales and Contracs In Early Islamic Commercial Law,
Islamabad: Islamic Research

Abdullah Abdulkarim, Broker/Pemakelaran (samsaroh) dalam Islam, http://ocessss.


blogspot.com/2015/10/5 brokerpemakelaran-samsarah-dalam-islam-html.

Anda mungkin juga menyukai