Anda di halaman 1dari 21

AKAD JUAL BELI DAN APLIKASINYA DALAM

MUAMALAH
KELOMPOK 3

Aura Putri Maharani


Ira Fadiah Herviska Putri
Rhenasya Najwa Arya Nursyam

DOSEN PENGAMPU
Muhammad Idzhar,Lc.,M.H.
A. Pengertian jual beli

Jual beli jika dalam istilah Fiqih lebih dikenal dengan lafadzh al-Bai’ (ُ‫)ا َلبيْع‬. Secara
bahasa Kata al-Bai’u merupakan mas}dar dari asal kata ba’a - yabi’u bai’an ‫ب ي ًْع ا‬- َ ‫ب ا َ َع‬
َ ‫ي ِب ْي ُع‬-
yang berarti menjual. Dalam kitab Fikih Sunnah yang dikarang oleh ahli Fiqih tekemuka,
Sayyid Sabiq beliau memaknai al-bai’u sebagai pertukaran secara mutlak. Sedangkan
menurut terminology adalah mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu, harta dengan
harta dengan dilandasi saling rela atau pemindahan kepemilikan dengan penukaran
dalam bentuk yang diizinkan..Yusuf As-Sabatin dalam bukunya yang berjudul “Bisnis
islami: Kritik Atas Praktik Bisnis Ala Kapitalis” mendefinisikan bahwa jual beli secara
syara’ adalah “pemindahan kepemilikan dengan kompensasi menurut konteks yang
disyariatkan”.
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan al-bai’ (jual beli) ini, antara lain :
Menurut Ulama Hanafiyyah :

‫ص‬ ٍ ‫ص ْو‬ َ ‫ُم َبا َدلَ ٌة َشيْ ٍء َمرْ ُغوبٌ فِي ِه ِبم ِْثلِ ِه َعلَى َوجْ ِه َم ْخ‬
Jual beli adalah pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus yang
dibolehkan.
 
Menurut Imam Nawawi dalam kitab "al-Majmu‟:
‫ص‬ ٍ ‫ص ْو‬ َ ‫ال َع َلى َوجْ ِه َم ْخ‬ ٍ ‫ال ِب َم‬ ٌ
ٍ ‫مبادلة َم‬
Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.
 
Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab "al-Mugni‟":
‫ال َت َملُّ َكا َو َتمْ لِ ْي َكا‬ ٍ ‫ُم َبا َدلَ ٌة َم‬
ٍ ‫ال بِ َم‬
Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta., untuk saling menjadikan milik.

Dari berbagai definisi yang telah dipaparkan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi dari
jual beli adalah pertukaran harta dari penjual kepada pembeli sesuai dengan harga yang
disepakati.

 
Dalam agama islam sendiri, telah disyariatkan jual beli ini, karena merupakan wasilah kerja, dan menetapkan
hukum jual belil adalah mubah atau boleh. Al-Qur‟an dan hadits juga meyikapi dengan baik dalam hal jual beli
ini. Rasulullah SAW dan umat islam pada masanya memperjual belikan apa yang mereka butuhkan dan
menghalangi apa yang telah dilarang. Akan tetapi, haruslah dipahami betul tentang makna tukar menukar harta
disini, yaitu harta yang mengandung manfaat dan ada kecenderungan manusia dalam menggunakannya, cara
yang dipakai untuk jual beli ini adalah yang disebut sebagai sigot atau juga biasa dikenal dengan ijab Kabul
(serah terima). Ijab merupakan ungkapan menjual dari penjual, sedangkan qabul adalah pernyataaan membeli
dari pembeli atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual dan pembeli. Sebagai
catatan, harta atau benda yang dijual haruslah yang berguna dan bermanfaat terhadap kehidupan manusia.
Jika benda yang dijual adalah barangbarang yang justru merugikan manusia, mmisalnya daging babi, khamar
atau minuman keras,narkoba, darah, dan sebagainya yang diharamkan oleh syariat dan merugikan manusia,
maka jual beli barang-barang seperti itu dianggap tidak sah.

Sedangkan makna dari harta sendiri dalam jual beli adalah segala
sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi dan yang dapat dimanfaaatkan
oleh manusia secara wajar baik itu harta yang bersifat materi (benda)
maupun yang bersifat non materi seperti jasa atau manfaat.

..
B. Akad dan jual beli

dalam Islam Istilah akad berasal dari bahasa Arab, yaitu al-‘aqdu yang berarti
perjanjian yang tercatat atau kontrak.Sayyid Sabiq dalam kitabnya fikih sunah
memberikan arti bahwa akad adalah suatu ikatan dan kesepakatan. Adapun
sumber lain ada yang mengartikan bahwa akad sebagai pertalian ijab dan kabul
sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada suatu objek perikatan.
Ijab adalah suatu pernyataan seseorang yang melakukan ikatan, sedangkan kabul
diidentikkan sebagai suatu pernyataan penerimaan terhadap ikatan tersebut.
Dalam Islam, tentunya seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak ataupun
lebih, harus sesuai dengan kehendak syariat.
Berkaitan dengan akad, Mustafa Ahmad az-Zarqa sebagaimana yang dijelaskan dalam ensikolpedi hukum islam,
membedakan dua macam tindakan hukum yang dilakukan oleh seseorang, di antaranya:

1. Tindakan yang berupa perkataan:


a. Bersifat akad: terjadi apabila dua atau beberapa pihak mengikatkan diri untuk melakukan suatu perjanjian.
Misalnya seorang penjual di sebuah pasar yang menyatakan bahwa ia telah menjual barangnya dengan harga
“sekian” dan pihak lainnya/pembeli menyatakan bahwa ia membeli barang tersebut dengan harga yang telah
ditetapkan penjual tersebut. Tindakan yang serperti inilah yang bersifat akad, karena antara pihak penjual dan
pembeli telah mengikatkan diri untuk melakukan suatu perbuatan jual dan beli.
 
b. Tidak bersifat akad:
1) Yang mengandung kehendak pemilik untuk menetapkan atau melimpahkan hak, membatalkannya, atau
menggugurkannya, contoh: wakaf, hibah, dan talak. Akad dengan perbuatan seperti ini tidak memerlukan kabul,
walaupu beberapa ulama masih berbeda pendapat terkait tindakan hukum tersebut. Ada yang berpendapat telah
terjadi akad dan ada pula sebaliknya, tidak terjadi akad.
2) Yang tidak mengandung kehendak pihak yang menetapkan atau menggugurkan suatu hak, akan tetapi
perkataannya memunculkan suatu tindakan hukum. Salah satu contohnya adalah gugatan yang diajukan kepada
hakim dan pengakuan seseorang di depan hakim. Tindakan demikian akan menimbulkan suatu ikatan secara
hukum, namun sifatnya tidak mengikat.
 
2. Tindakan yang berupa perbuatan.

Adapun jual beli dalam masyariatat saat ini, merupakan rutinitas harian yang
biasa dilakukan antara dua pihak atau lebih. Bahkan hal tersebut telah diatur
dalam al-Qur’an dan hadis. Namun jual beli yang sesuai menurut syariat belum
tentu semua masyarakat muslim melakukannya, atau mungkin tidak ada yang
mengetahui sama sekali tentang ketentuan-ketentuan dalam praktek jual beli.
C. Dasar hukum jual beli
Al-Bai’u atau jual beli sebagai sarana untuk saling tolong menolong mempunyai landasan yang
sangat kuat. Dasar hukum disyariatkannya jual beli berasal dari Al-Qur‟an, sunnah, dan ijma’
kaum muslimin.

A. Al-Qur‟an
Allah SWT telah berfirman dalam Kitab al-Qur‟an pada Surat Al-baqarah ayat 275:
َ ‫َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْال َبي َْع َو َحرَّ َم‬
‫الر َبوا‬
Artinya : Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan yang riba.
Q.S al-Baqarah ayat 257.

B. Sunnah
Sedangkan dalam Sunnah , Rasulullah bersabda :
‫قال رسول هللا ﷺ‬
‫البيعان بالخيار مالم يتفرقا رواه البخاري و مسلم‬
 Rasulullah SAW bersabda : “Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar ( pilihan untuk
meneruskan atau membatalkan akad jual beli ) selama mereka belum berpisah “ .HR Bukhari
dan Muslim
 
c. Ijma

Para ulama dan kaum muslimin juga telah menyepakaati bahwa jual beli dan tranksaksi adalah
mubah atau boleh, baik pada zaman nabi maupun sampai zaman millennial sekarang ini.dan jika
dipikir lagi menurut logika seorang manusia sangat membutuhkan barang-barang yang dimiliki oleh
orang lain, dengan menggunakan cara bai‟ ini dan Islam sendiri tidak pernah melarang manusia
untuk melakukan perkara-perkaa yang justru berguna bagi mereka.
Maka para ulama Fiqih menyepakati dengan dalil sebagi berikut:

ُ‫ااألصل‬ ُ ‫احة ال َأ ْن َي ُد ُّل َّلد ِل‬


ْ ‫يل َع َلى َت ْحرْيم َه‬ َ ‫في املُ َع َامالت ا َب‬
ِ ِ ‫ِإ‬ ‫ِ ِإل‬ ِ
“Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya”[ Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram dan Penjelasannya.
Kaidah inilah yang telah dipakai dan disepakati oleh seluruh ahli Fiqih dari zaman dahulu hingga
sekarang ini. Dari kaidah tersebut kita dapat memahami bahwa sesungguhnya seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan muamalah adalah mubah atau boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya.
D. Tujuan jual beli

Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa jual beli adalah sarana tolong
menolong yang memudahkan bagi umat manusia. Allah telah mensyariatkannya
untuk kelapangan kita semua. Seluruh umat manusia di dunia ini pasti
membutuhkan banyak sekali kebutuhan dalam hal sandang pangan maupun
papan. Dan pastinya seseorang tidak dapat memenuhhi kebutuhannya sendirian,
melainkan dengan bantuan orang lain. Dan tidak ada cara terbaik kecuali dengan
pertukaran (al-bai’)
Jadi, tujuan dari jual beli ini sendiri adalah unutk memudahkan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dengan begitu, seseorang dapat
memberikan apa yang dimilikinya kepada orang lain dan tidak dibutuhkannya,
sedangkan oranglainnya dapat mengambil apa yang dibutuhkannya dari barang
yang diambilnya dari seseorang tadi.
E. Rukun dan syarat jual beli

A. Rukun Jual Beli.

Jual beli akan dianggap sah jika telah terpenuhi rukun dan syaratnya. Maksudnya adalah bila
seseorang akan melakukan jual beli harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Unsur-unsur yang
menyebabkan sahnya jual beli terpenuhi. Adapun rukun yang dimaksud dapat dilihat dari
pendapat ulama‟ dibawah ini adalah :
1. Al-Aqidani (Adanya penjual dan pembeli).
2. Ma‟qud Alaih (Adanya uang dan barang).
3. Sighat (Ijab Qabul).
Ijab qabul merupakan bentuk pernyataaan (serah terima).  
B. Syarat Jual Beli.
Dari ketiga rukun jual beli diatas, masing-masing memiliki persyaratannya, yaitu sebagai berikut :

1.Syarat yang Berakal (penjual dan pembeli) :


 Berakal, yang dimaksud dengan orang yang berakal disini adalah orang yang dapat membedakan
atau memilih mana yang terbaik baginya. Maka orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya,
sekalipun miliknya sendiri.
 Orang yang beda. Artinya, seseorang tidak dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan
sebagai penjual sekaligus pembeli.

2. Syarat Barang Jual Beli (objek) :


 Ada barang, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk
mengadakan barang tersebut.
 Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
 Milik seseorang.
 Boleh diiserahkan saat akad langsung atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi
berlangsung.
 
3. Syarat Ijab Qabul (Sighat) :
 Qabul sesuai dengan Ijab.
 Ijab dan Qabul dilakukan dalam satu majelis.
 Orang yang melaksanakan telah baligh atau berakal.
4. Syarat Nilai Tukar :
 Harga yang disepakati kedua belah pihak.
 Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka yang dijadikan nilai tukar bukan
barang yang diharamkan syara‟, seperti babi dan khamar.
 
Ulama fikih telah menetapkan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi dalam suatu akad yaitu:
a. Pihak-pihak yang melakukan akad telah cakap untuk bertidak hukum/mukallaf, atau apabila obyek akad
merupakan kepunyaan orang yang tidak atau belum cakap bertindak hukum, maka yang berhak bertindak
adalah walinya.
b. Objek akad tersebut diakui oleh syariat. Benda yang menjadi objek adalah bukan barang najis, akan tetapi
bermanfaat, bisa diserah terimakan, kepunyaan orang yang menjualnya atau orang yang menjualnya
dikuasakan untuk menjualnya.
c. Akad tersebut tidak dilarang oleh nas syariat.
d. Akad yang dilakukan memenui syarat-syarat khusus.
e. Akad itu bermanfaat.
f. Ijab tetap utuh dan shahih sampai terjadinya kabul.
g. Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majlis, yaitu suatu keadaan yang menggambarkan suatu transaksi.
h. Tujuan akad jelas dan diakui oleh syariat.
 
F. Macam macam jual beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua
macam, jual beli yang sah menurut hukum dan jual beli yang batal menurut hukum, dari segi
obyek jual beli dan segi pelaku jual beli.
Sedangkan ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan
pendapat Imam Taqqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk, Yaitu :
A. Jual Beli Benda yang Kelihatan.
B. Jual Beli Benda yang Hanya Disebutkan Sifat-Sifatnya dalam Janji.
C. Jual Beli Benda yang Tidak Sah.
  Jual beli benda yang kelihatan wujudnya ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda
atau barang yang diperjualbelikan tersebut ada ditempat akad. Hal ini lazim dilakukan
masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras dipasar.
 
Jual beli benda yang disebutkan sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli Salām (pesanan) .
Menurut kebiasaan para pedagang, Salām adalah untuk jual beli tidak tunai (kontan), Salām
pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga
tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga
masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.
Sedangkan, jual beli yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang
oleh agama Islam karena, barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan
barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya menimbulkan kerugian
salah satu pihak. Ditinjau dari segi akad (orang yang melakukan akad atau subyek), jual beli
terbagi menjadi tiga bagian, dengan lisan, perantara dan perbuatan.
Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh kebanyakan
orang. Hal yang dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian , bukan
pembicaraan dan pernyataan.
Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan atau suratmenyurat sama
halnya dengan ijab qabul dengan ucapan.
G. Permasalahan jual beli

Walaupun kita telah mengetahui dan diajarkan syariat tentang jual beli yang baik dan
benar dalam menjalankan transaksi atau proses jual beli, terkadang ada saja suatu
permasalahan disetiap proses tersebut. Berikut adalah permasalahanpermasalahan
yang sering terjadi :
Jual Beli Akad Salam.
Sebagai salah satu jual beli yang sekarang banyak digunakan oleh masyarakat.
Dalam jual beli akad salam, kerap banyak orang-orang yang belum bisa memenuhi
kriteria syarat dan rukunnya, Baik itu kelalaian penjual maupun pembeli. Terutama
pada zaman sekarang bisnis jual beli online menggunakan sistem akad salam yang
dimana barang pesanan dengan pengiriman barang dikemudian hari oleh penjual dan
pelunasannya dilakukan oleh pembeli pada saat akad disepakati sesuai dengan
syarat-syarat tertentu.
Banyak sekali kelalalian atau permasalahan dalam jual beli salam ini, yaitu diantara lain :
1. Pembeli :
 Barang kurang sesuai dengan ekspektasi/gambar yang tertera.
 Barang datang tidak pada waktu yang ditentukan.
 Berbagai macam jenis pembayaran yang membingungkan pembeli.
 Kurang pahamnya suatu pembeli tentang operasional teknologi. Apalagi ddalam hal sistem
COD (Cash on Delivery). Dll.
2. Penjual :
 Sering terjadinya para pembeli yang membatalkan pemesanan sehingga para penjual
kebingungan.
 Jasa pengiriman yang kurang teliti dalam mengirim barang.
 Kurang pahamnya sistem. Dll.
 
Permasalahan-Permasalahan lainnya hampir sama dengan konsep permasalahan jual beli
akad salam diatas. Karena pada zaman sekarang tidak luput dari yang namanya teknologi,
apapun itu baik dari segi pemilihan barang, persetujuan akad, dan transaksi atau pembayaran.
Maka dari itu yang perlu kita waspadai adalah :
1. Harus berhati-hati dalam memilah dan memilih.
2. Pintar-pintar dalam hal persetujuan akad atau negosiasi.
3. Mengerti tentang konsep teknologi zaman sekarang. Dll.
 
H. Contoh aplikasi dalam muamalah

Layanan Go-food pada Aplikasi Go-jek


  Go-jek hadir pada tahun 2010 di Indonesia, yang merupakan perusahaan transportasi roda dua melalui
panggilan telepon. Dikutip dari halaman resmi webnya, saat ini go-jek telah berkembang begitu pesat
menjadi perusahaan teknologi yang menyediakan berbagai macam layanan yang berjiwa sosial. Maksud
dan tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di berbagai sektor informal di
Indonesia.
Beberapa layanan yang ditawarkan oleh go-jek kepada masyarakat sangat beraneka ragam, mulai dari
transportasi roda dua, transportasi roda empat, layanan antar barang, pemesanan dan pembelian
makanan, dan lain sebagainya.
Pada setiap layanan yang ditawarkan oleh perusahaan go-jek kepada customer, tentunya mempunyai
prosedur yang berbeda, sesuai dengan layananlayanan yang telah disediakan perusahaan
Ketika seseorang ingin memesan makanan dengan menggunakan layanan go-food pada
aplikasi go-jek, maka setidaknya terdpat empat pihak yang terlibat dengan beberapa macam
akad, di antaranya:

 1. Akad sewa menyewa antara perusahaan go-jek dengan penyedia layanan atau pengemudi
ojek, antara perusahaan go-jek dengan penjual yang terdaftar dalam layanan gofood, dan
antara perusahan go-jek dengan pengguna layanan.

2. Akad jual beli antara pengguna layanan go-food dengan penjual makanan, dan antara
penyedia layanan / pengemudi ojek dengan penjual yang terdaftar dalam layanan go-food.
 
3. Akad wakalah antara pengguna layanan go-food dengan penyedia layanan / pengemudi
ojek.
 
SEKIAN TERIMA
KASIH!!

Anda mungkin juga menyukai