Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya.Mengatur hubungan
seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah dan
mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah
ma’annas.Nah, hubungan dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu
dalam Islam yang dikenal dengan Fiqih muamalah.Aspek kajiannya adalah sesuatu yang
berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat satu dengan umat yang
lainnya.Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti melaksanakan
suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si
pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara
langsung dengan bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli
sudah tidak terbatas pada satu ruang saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya
penggunaan internet, kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan lancar.
Sebenarnya bagaimana pengertian jual beli menurut Fiqih muamalah?Apa saja
syaratnya? Lalu apakah jual beli yang dipraktekkan pada zaman sekarang sah menurut
fiqih muamalah? Tentu ini akan menjadi pambahasan yang menarik untuk dibahas.

1.2. Rumusan masalah


Dari beberapa uraian diatastentang perdagangan atau jual beli yang sebagian telah
dipaparkan,maka beberapa pertanyaan yangperlunya untuk di jawab agar tidakada
keraguan lagi.
1. Apa yang di maksud dengan perdagangan atau jual beli ?
2. Apa dasar hokum jual beli ?
3. Apa saja rukun-rukun dan syarat-syarat jual beli ?
4. Sebutkan macam-macam jual beli ?

Al – Ba’I (Jual-beli) 1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Jual beli


Jual beli atau perdagangan dalam istilah fiqh disebut al-ba’i yang menurut
etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily mengartikan secara bahasa
dengan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-Ba.i dalam Arab terkadang
digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata al-Syira (beli).Dengan demikian,
kata al-ba’I berarti jual, tetapi sekalius juga berarti beli.
Secara terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang masing definisi
sama.
Sebagian ulama lain memberi pengertian :
a) Ulama Sayyid Sabiq
Ia mendefinisikan bahwa jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar
saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Dalam
definisi tersebut harta dan, milik, dengan ganti dan dapat dibenarkan.Yang dimaksud
harta harta dalam definisi diatas yaitu segala yang dimiliki dan bermanfaat, maka
dikecualikan yang bukan milik dan tidak bermanfaat.Yang dimaksud dengan ganti agar
dapat dibedakan dengan hibah (pemberian), sedangkan yang dimaksud dapat
dibenarkan (ma’dzun fih) agar dapat dibedakan dengan jual beli yang terlarang.
b) Ulama hanafiyah
Iamendefinisikan bahwa jual beli adalah saling tukar harta dengan harta lain melalui
Cara yang khusus. Yang dimaksud ulama hanafiyah dengan kata-kata tersebut adalah
melalui ijab qabul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari
penjual dan pembeli
c) Ulama Ibn Qudamah
Menurutnya jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk
pemindahan milik dan pemilikan.Dalam definisi ini ditekankan kata milik dan pemilikan,
karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak haus dimiliki seperti sewa
menyewa.
Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu
perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara
kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai

Al – Ba’I (Jual-beli) 2
dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.Inti dari
beberapa pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandunghal-hal antara lain :
a) Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2 sisi) yang saling melakukan tukar menukar.
b) Tukar menukar tersebut atas suatu barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang,
yakni kemanfaatan dari kedua belah pihak.
c) Sesuatu yang tidak berupa barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah
untuk diperjualbelikan.
d) Tukar menukar tersebut hukumnya tetap berlaku, yakni kedua belah pihak
memilikisesuatu yang diserahkan kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan
kepemilikan abadi.

2.2. Dasar hukum jual beli


Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia
mempunyai landasan yang kuat dalam al-quran dan sunah Rasulullah saw. Terdapat
beberapa ayat al-quran dan sunah Rasulullah saw, yang berbicara tentang jual beli, antara
lain :
A. Al-Quran
1. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 275

‫ال ِّر َبا َو َح َّر َم ا ْلَبْي َع ال َّلُه َو َأَح َّل‬


“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”
2. Allah berfirman Surah Al-Baqarah ayat 198

‫ِم‬
‫َر ِّبُك ْم ْن َفْض اًل َتْبَتُغوا َأْن ُج َناٌح َعَلْيُك ْم َلْيَس‬
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu”
3. Allah berfirmanSurah An-Nisa ayat 29

‫ِم‬ ‫ِإ‬
‫اَّل َأْن َتُك وَن َجِتاَر ًة َعْن َتَر اٍض ْنُك ْم‬
“kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara
kamu”

Al – Ba’I (Jual-beli) 3
B. Sunah Rasulullah saw
1. Hadist yang diriwayatkan oleh Rifa’ah ibn Rafi’ :
‫ َع َم ُل الَّر ُج ِل ِبَيِد ِه َو ُك ُّل َبْيٍع‬: ‫َع ْن ِرَفا َع َة ْبِن َر ا ِفٍع َأ َّن الَّنِبَّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم ُسىَل َأ ُّي اْلَكْس ِب َأْطَيُب ؟ َقا َل‬
‫َم ْبُر ْو ٍر‬

“Rasulullah saw, ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling
baik. Rasulullah sawa, menjawab usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual beli yang
diberkati (H.R Al-Bazzar dan Al-Hakim).
Artinya jual beli yang jujur, tanpa diiringi kecurangan-kecurangan mendapat berkah dari
Allah SWT.
2. Hadist dari al-Baihaqi, ibn majah dan ibn hibban, Rasulullah menyatakan :

‫ِاَّن َم ا اْل َب ْيُع َع ْن َت َر اٍض‬


“Jual beli itu didasarkan atas suka sama suka”
3. Hadist yang diriwayatkan al-Tirmizi,

‫َع ْن الَّن ِبِّي َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َقاَل الَّت اِجُر الَّص ُد وُق اَأْلِميُن َمَع الَّن ِبِّييَن َو الِّص ِّد يِقيَن‬
‫َو الُّش َه َداِء‬
Rasulullah bersabda :“Pedagang yang jujur dan terpercaya sejajar (tempatnya disurga)
dengan para nabi,shadiqqin, dan syuhada”.

2.3. Hukum jual beli


Dari kandungan ayat-ayat Al-quran dan sabda-sabda Rasul di atas, para ulama
fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli yaitu mubah (boleh).Akan tetapi, pada
situasi-situasi tertentu.Menurut Imam al-Syathibi, pakar fiqh Maliki, hukumnya boleh
berubah menjadi wajib.Imam al-Syathibi memberi contoh ketika terjadi praktik ihtikar
(penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik).Apabila
seorang melakukan ihtikar dan mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbun
dan disimpan itu, maka menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk
menjual barangnya itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya pelonjakan harga.Dalam
hal ini menurutnya, pedagang itu wajib menjual barangnya sesuai dengan ketentuan
pemerintah. Hal ini sama prinsipnya dengan al-Syathibi bahwa yang mubah itu apabila
ditinggalkan secara total , maka hukumnya boleh menjadi wajib. Apabila sekelompok
pedagang besar melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah boleh

Al – Ba’I (Jual-beli) 4
memaksa mereka untuk berdagang beras dan pedagang ini wajib
melaksanakannya .demikian pula, pada kondisi-kondisi lainnya.

2.4. Rukun dan Syarat Jual Beli


Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu
dpat dikatakan sah oleh syara’.Dalam menentukan rukun jual beli terdapat perbedaan
pendapat ulama Hanafiyah dengan jumhur ulama. Rukun jual beli menurut ulama
Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab qabul, ijab adalah ungkapan membeli dari pembeli,
dan qabul adalah ungkapan menjual dari penjual. Menurut mereka, yang menjadi rukun
dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha) kedua belah pihak untuk melakukan
transaksi jual beli.Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit
untuk diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan
kerelaan itu dari kedua belah pihak. Indikasi yang menunjukkan kerelaan kedua belah
pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut mereka boleh tergambar dalam ijab
dan qabul, atau melalui cara saling memberikan barang dan harga barang.
Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu :
1. Ada orang yang berakad (penjual dan pembeli).
2. Ada sighat (lafal ijab qabul).
3. Ada barang yang dibeli (ma’qud alaih)
4. Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli, dan nilai
tukar barang termasuk kedalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.
Adapun syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan
jumhur ulama diatas sebagai berikut :
a) Syarat-syarat orang yang berakad
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli itu harus memenuhi
syarat, yaitu :
1) Berakal sehat, oleh sebab itu seorang penjual dan pembeli harus memiliki akal yang
sehat agar dapat meakukan transaksi jual beli dengan keadaan sadar. Jual beli yang
dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah.
2) Atas dasar suka sama suka, yaitu kehendak sendiri dan tidak dipaksa pihak manapun.
3) Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda, maksudnya seorang tidak
dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai pembeli.

Al – Ba’I (Jual-beli) 5
b) Syarat yang terkait dalam ijab qabul
1) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal.
2) Qabul sesuai dengan ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai maka jual beli
tidak sah.
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua belah pihak yang
melakukan jual beli hadir dan membicarakan topic yang sama.

c) Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan


Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai berikut :
1) Suci, dalam islam tidak sah melakukan transaksi jual beli barang najis, seperti
bangkai, babi, anjing, dan sebagainya.
2) Barang yang diperjualbelikan merupakan milik sendiri atau diberi kuasa orang lain
yang memilikinya.
3) Barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya. Contoh barang yang tidak bermanfaat
adalah lalat, nyamauk, dan sebagainya.Barang-barang seperti ini tidak sah
diperjualbelikan.Akan tetapi, jika dikemudian hari barang ini bermanfaat akibat
perkembangan tekhnologi atau yang lainnya, maka barang-barang itu sah
diperjualbelikan.
4) Barang yang diperjualbelikan jelas dan dapat dikuasai.
5) Barang yang diperjualbelikan dapat diketahui kadarnya, jenisnya, sifat, dan
harganya.
6) Boleh diserahkan saat akad berlangsung .

d) Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)


Nilai tukar barang yang dijull (untuk zaman sekarang adalah uang) tukar ini para ulama
fiqh membedakan al-tsaman dengan al-si’r.Menurut mereka, al-tsaman adalah harga
pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat secara actual, sedangkan al-si’r adalah
modal barang yang seharusnya diterima para pedagang sebelum dijual ke konsumen
(pemakai).Dengan demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga antar pedagang dan
harga antar pedagang dan konsumen (harga dipasar).
Syarat-syarat nilai tukar (harga barang) yaitu :
1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.

Al – Ba’I (Jual-beli) 6
2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukumseperti pembayaran
dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang) maka
pembayarannya harus jelas.
3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang maka barang
yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan oleh syara’, seperti babi, dan
khamar, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai menurut syara’.

2.5. Macam-macam jual beli


Jual beli dapat ditinjau dari berbragai segi, yaitu:
1. Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan menjadi:
a. Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad, barangnya
ada di hadapan penjual dan pembeli.
b. Jual beli salam, atau bisa juga disebut dengan pesanan. Dalam jual beli ini harus
disebutkan sifat-sifat barang dan harga harus dipegang ditempat akad berlangsung.
c. Jual beli benda yang tidak ada, Jual beli seperti ini tidak diperbolehkan dalam
agama Islam.
2. Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:
a. Dengan lisan, akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi orang bisu
dapat diganti dengan isyarat.
b. Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual beli ini
dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis akad, dan ini
dibolehkan menurut syara’.
c. Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab
kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan yang sudah bertuliskan label
harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini dilarang karena ijab kabul
adalah rukun dan syarat jual beli, namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam
Nawawi membolehkannya.
3. Dinjau dari segi hukumnya
Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan syarat dan rukun
jual beli yang telah dijelaskan di atas. Dari sudut pandang ini, jumhur ulama
membaginya menjadi dua, yaitu:
1) Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya.
2) Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukunnya.

Al – Ba’I (Jual-beli) 7
Sedangkan fuqaha atau ulama Hanafiyah membedakan jual beli menjadi tiga, yaitu:
1) Shahih, yaitu jual beli yang memenuhi syarat dan rukunnya
2) Bathil, adalah jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat jual beli, dan ini tidak
diperkenankan oleh syara’. Misalnya:
a. Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti jual beli janin di
dalam perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak.
b. Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, bangkai dan khamar.
c. Jual beli bersyarat, yaitu jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-
syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli.
d. Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli patung, salib atau
buku-buku bacaan porno.
e. Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram,
seperti menjual anak binatang yang masih bergantung pada induknya.
3) Fasid yaitu jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syara’ namun
terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi keabsahannya. Misalnya :
a. jual beli barang yang wujudnya ada, namun tidak dihadirkan ketika
berlangsungnya akad.
b. Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota atau pasar, yaitu menguasai
barang sebelum sampai ke pasar agar dapat membelinya dengan harga murah
c. Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual
ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
d. Jual beli barang rampasan atau curian.
e. Menawar barang yang sedang ditawar orang lain.

2.6. Studi Kasus Jual Beli yang Diharamkan


Dengan landasan yang sudah dijelaskan melalui karakterstik ekonomi islam di
atas, berikut adalah berbagai contoh jual beli yang diharamkan islam. Tentunya umat
islam harus mengetahui Contoh Jual Beli Terlarang tersebut, agar tidak terjebak
kepada jual beli yang haram.
1) Jual Beli Barang Haram
Salah satu jual beli yang diharamkan oleh islam adalah jual beli barang yang
haram. Jual beli barang haram ini seperti misalnya menjuual obat-obatan terlarang,
menjual minum-minuman berakohol, makanan haram, atau hal-hal yang berasal dari
proses yang juga haram seperti hasil korupsi, hasil pencurian, dsb.

Al – Ba’I (Jual-beli) 8
Jual beli seperti itu tentu adalah jual beli yang haram karena syarat jual beli adalah
niat dan produk yang dijual harus dipastikan terlebih dahulu kehalalalannya. Banyak
sekali tentunya proses jual beli yang terkadang melanggar proses hukum islam.
Walaupun hasil keuntungannya sangat banyak tentu hukum ekonomi tidak hanya
dilihat dari satu aspek.Hal tersebut juga perlu dilihat bagaimana dampak dan
manfaatnya kepada seluruh aspek. Misalnya aspek moral, kultur atau budaya, dan
pendidikan.
2) Penjualan dengan Mengurangi Timbangan
Penjualan yang juga dilarang dan diharamkan oleh islam adalah ketika
dikurangi-nya timbangan. Tentu hal ini menipu dan juga melanggar kesepakatan
transaksi jual beli. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam Al-Quran bahwa manusia
yang mengurangi timbangan dalam proses penjualan akan mendapatkan balasan Allah
kelak di akhirat.
“Celakalah orang-orang yang mengurangi, apabila mereka itu menakar kepunyaan
orang lain (membeli) mereka memenuhinya, tetapi jika mereka itu menakarkan orang
lain (menjual) atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Apakah mereka
itu tidak yakin, bahwa kelak mereka akan dibangkitkan dari kubur pada suatu hari
yang sangat besar, yaitu suatu hari di mana manusia akan berdiri menghadap kepada
Tuhan seru sekalian alam?” (QS Al Mutahfifin : 1-6)
3) Jual Beli dengan Riba
Jual beli yang juga diharamkan islam adalah riba. Riba adalah tambahan yang
diberikan, sifatnya bisa mencekik pembeli atau objeknya.Dalam hal ini misalnya
membeli barang dengan kredit lalu ada tambahan yang bisa jadi harganya melambung
tinggi jauh dari saat pembelian atau harga normal.Para ulama memandang ini juga
sebagai bagian riba. Tentunya umat islam haruslah memilih, mana proses transaksi
atau jual beli yang tidak mengandung riba.
4) Jual Beli Tanpa Akad atau Dengan Paksaan
Allah melarang manusia dalam melakukan sesuatu dengan akad atau paksaan.
Termasuk dalam hal ekomomi atau proses jual beli juga melarang dengan paksaan.
Proses jual beli dalam islam haruslah dengan adanya akad atau kesepakatan. Maka itu
sangat wajar jika di awal kali melaukan transaksi pasti ada proses tawar
menawar.Penawaran yang memaksa, tanpa ada akad atau mengharuskan membeli
adalah hal yang tentu diharamkan.Orang tidak selalu memiliki sumber daya atau
memiliki kebutuhan untuk membeli.Untuk itu, seluruh keputusan untuk membeli atau

Al – Ba’I (Jual-beli) 9
tidak semua tergantung kepada konsumen bukan pada penjualnya. Untuk itu,
kejujuran, keterbukaan, dan juga keadilan harus dilakukan agar pembeli mau terus
bertransaksi karena ada proses kepercayaan bukan karena paksaan.
Hal ini dijelaskan pula dalam Al-Quran, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu” (QS An-Nisa : 29)
5) Jual Beli Mulamasah
Jual beli mulamasah adalah salah satu jual beli yang juga disepakati oleh ulama
diharamkan islam. Jual beli mulamasah adalah jual beli yang jika seseorang
menyentuh barang jualan dari seseorang maka ia diwajibkan untuk membayar atau
terhitung membeli. Tentu hal ini diharamkan islam karena proses seperti ini sangatlah
wajar dilakukan, apalagi baru orang-orang yang ingin mengetahui terlebih dahulu
jenis barang dan kualitasnya.

Al – Ba’I (Jual-beli) 10
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu
diperbolehkan dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia dalam
mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara mereka.Namun demikian,
tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada juga jual beli yang dilarang karena tidak
memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah disyariatkan. Rukun jual beli adalah
adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan objek akad yang kesemuanya mempunyai
syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun
banyak perbedaan pendapat dari kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat
jual beli, namun pada intinya terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya
saja, tetapi inti dari rukun dan syaratnya hampir sama.

3.2. Saran
Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia, namun
pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh karena itu, sering
terjadi penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan ketertiban sebaiknya kita
berhati-hati dalam bertransaksi dan alangkah baiknya menerapkan hukum islam dalam
interaksinya.
Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli dan
mengharamkan riba.Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita melakukun riba.
Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.

Al – Ba’I (Jual-beli) 11

Anda mungkin juga menyukai