Anda di halaman 1dari 14

12 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Jual Beli 1.

Definisi jual beli Jual beli atau perdagangan (al-bai’) secara bahasa artinya memindahkan hak milik
terhadap benda dengan akad saling mengganti. Adapun makna ba’i menurut istilah adalah pemilikan
terhadap harta atau manfaat untuk selamanya dengan bayaran harta.1 Menurut pengertian syariat,
yang dimaksud dengan jual beli adalah pertukaran harta atas dasar saling rela. Atau memindahkan milik
dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat tukar yang sah). Dapat disimpulkan bahwa jual
beli dapat terjadi dengan cara: a. Pertukaran harta antara pihak atas dasar saling rela, dan b.
Memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan, yaitu berupa alat tukar yang diakui sah dalam
lalu lintas perdagangan. Dalam cara pertama, yang dimaksud dengan harta adalah semua yang dimiliki
dan dapat dimanfaatkan. Dalam istilah lain dapat disebutkan bahwa yang dimaksud dengan harta di sini
sama pengertiannya dengan objek hukum, yaitu meliputi segala benda, baik yang berwujud maupun
tidak berwujud, yang dapat dimanfaatkan atau berguna bagi subjek hukum. 1 Abdul Aziz Muhammad
Azzam, Fiqh Muamalah Sistem Transaksi dalam Fiqh Islam (Jakarta: Amzah, 2010), 23-25 13 Pertukaran
harta atas dasar saling rela itu dapat dikemukakan bahwa jual beli yang dilakukan adalah dalam bentuk
barter atau pertukaran barang (dapat dikatakan bahwa jual beli ini adalah dalam bentuk pasar
tradisional). Sedangkan cara kedua, yaitu memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Adapun yang dimaksud dengan ganti yang dapat dibenarkan di sini berarti milik atau harta tersebut
dipertukarkan dengan alat pembayaran yang sah, dan diakui keberadaannya. Misalnya, uang rupiah dan
mata uang lainnya.2 2. Dasar hukum jual beli Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama
umat manusia mempunyai landasan yang kuat di dalam Al-Qur‟an dan Sunnah Rasulullah saw. Terdapat
sejumlah ayat al-Qur‟an tentang jual beli, di antaranya dalam surat al-Baqarah: 275 yang berbunyi: ٰ‫وا‬
ٰٰ ... ‫ و ٰ ا حٰ اهلل لٰٰ ٰ ٰ الب ٰ ي ٰ ع ٰ و حٰ ٰ ر ٰٰ م ٰ الر ب‬... Artinya :“...Allah menghalalkan jual beli
dan mengharamkan riba...” ...‫ ٰ ٰٰ و ٰ ٰ ٰ ٰ نٰ ٰ ر ٰ ٰ ٰ ٰ رٰ ٰ ٰ ا ٰ ٰ ٰ ٰ ٳ‬... ٰ‫ ن‬Artinya: “...kecuali
dengan jalan perdagangan yang didasari suka sama suka di antara kamu...”.3 Dasar hukum jual beli
dalam sunnah Rasulullah SAW. di antaranya adalah hadis dari Rifa‟ah ibn Rafi‟ yaitu: 2 Suhrawardi, et.
al., Hukum Ekonomi Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 139-140. 3 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 113. 14 ٰٰ ٰٰٰٰ‫ٰ ٰ اف ٰ ر عٰ ٰ ضيٰ ٰ اهلل ٰ ٰ هٰ ٰ ٰ ٰٰ ال ن ب‬
‫ٰ طيٰ بٰ بٰ ٰ ق ؟ ٰ لٰ س ٰ ئ ٰ ل ٰ ص ٰ يٰٰ ٰ اهلل لى ٰ لي ٰ ه ٰ و ٰ س ٰ لَ ٰ ٰ ٰ رفٰ ٰ ٰ ة ٰ ب ٰ ر‬
ٰ‫ س ٰ الَ ر‬: ) ٰ ‫ ) مٰ ٰ ل ٰ الر ٰ ج ٰ ب لٰ ٰ ي ٰ دَ ه ٰ و ٰ ب لٰٰ كٰ ٰ ي ٰ عٰ ٰ ب ٰ ر ٰ و‬4 Artinya: “ Dari
Rifa‟at Bin Rofi‟ RA Sesungguhnya Nabi SAW ditanya, pekerjaan apa yang terbaik ? Beliau menjawab
kerja seseorang dengan tangannya sendiri, dan setiap jual beli yang baik.” Dan hadits Rasulullah SAW.
menyatakan: ٰ ٰ ٰ‫ٰ ٰٰ ٰ دث ٰ ٰ ر ٰ و ٰ ا ب نٰ ٰ ٰ مٰٰ مدَٰٰ ٰ ح ٰ ٰٰ ٰ دث ٰ ٰ ب ٰ د ٰ الع ٰ زيٰ ٰ ب ز‬
‫ٰ ع ٰ يدَ لٰٰ ا درٰٰ ي يٰٰ ٰ ق ولٰ ح ٰ ٰٰ ٰ دث ٰ الع ٰ ب س ٰٰ ٰ ب ٰ ٰ الو ٰ ل ٰ ي ٰ دَ ٰٰ ال د شقٰ ٰ ٰ ح ي‬
‫مدَٰٰ ٰ ٰ ٰ د ٰ او ٰ د ٰ ب ٰ ص ٰ ٰ ل ٰ الم حٰ ٰ دَ يٰن ٰٰ ٰ ٰ بٰ ٰ ي ٰ ه ٰ ق ٰ سَٰٰ لٰ ع بٰ تٰ ٰ ٰ س‬
ٰٰ‫ ق ٰ ر لٰ ٰ س ٰ ص اهلل ول ٰ اهلل لى ٰ لي ٰ ه ٰ و ٰ س ٰ لَ ٰ ٰٰٰ الب ٰ ٰ ي ٰ ع ٰ ٰ ٰ رٰ ٰ ٰ ا م‬5 Artinya
: diceritakan abbas bin walid addimasyqi, diceritakan marwan bin Muhammad diceritakan abdul aziz bin
Muhammad dari dawud bin sholih al madini dari bapaknya berkata saya mendengar aba said al
khudriyah berkata Rasulullah bersabda sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan dengan suka rela. Di
dalam islam terdapat kebolehan melakukan jual beli atas dasar suka sama suka, artinya tidak ada pihak
yang merasa dirugikan. Selain itu, jual beli yang dilakukan hendaknya sesuai aturan didalam syara’. 6 3.
Rukun dan syarat jual beli Rukun jual beli ada tiga: Orang yang berakad, ijab qabul, dan objek akad.
Adapun syarat pertama yaitu: a. Aqidain ( Orang yang berakad ). Adapun syaratnya yaitu: 4 Ibnu Al
„asqolani, Bulughul Marom., 165. 5 Takhqiq wakdadu ro‟di shobri abu „ulfah, Syarah Sunan Ibnu Majah,
( t.tp : Baitul Afkar Dawaliyah,2007) I :848 6 Haroen, Fiqh., 114. 15 1) Berakal Artinya dapat
membedakan atau memilih mana yang terbaik bagi dirinya. Apabila salah satu pihak tidak berakal maka
jual beli yang diadakan tidak sah. 2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa) Dalam melakukan
perbuatan jual beli salah satu pihak tidak melakukan tekanan atau paksaan atas pihak lain, sehingga
pihak lain tersebut melakukan perbuatan jual beli bukan disebabkan kemauan sendiri, tapi ada unsur
paksaan. Jual beli yang dilakukan bukan atas kehendak sendiri adalah tidak sah.7 3) Tidak mubazir (
boros ) Tidak mubazir, maksudnya pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian jual beli bukanlah
manusia yang boros, sebab orang yang boros di dalam hukum dikategorikan sebagai orang yang tidak
cakap bertindak. 4) Baligh Baligh atau dewasa di dalam Islam adalah apabila berumur 15 (lima belas)
tahun, atau telah bermimpi (bagi anak laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan). Dengan demikian, jual
beli yang diadakan anak kecil adalah tidak sah. Meskipun demikian, bagi anak-anak yang dapat
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, tetapi belum dewasa (belum 7 Suhrawardi, et. al.,
Hukum., 141. 16 mencapai 15 tahun dan belum bermimpi atau haid), menurut pendapat sebagian
diperbolehkan melakukan perbuatan jual beli, khususnya untuk barang-barang kecil dan tidak bernilai
tinggi.8 b. Shigah atau Ijab Qabul. Adapun syaratnya yaitu: 1) Orang yang mengucapkannya telah baligh
dan berakal 2) Qabul sesuai dengan Ijab. Apabila antara ijab dan qabul tidak sesuai maka jual beli tidak
sah. 3) Ijab dan Qabul dilakukan dalam satu majlis. Artinya, kedua belah pihak yang berakad harus hadir.
Di zaman modern, perwujudan ijab qabul tidak lagi diucapkan, tetapi dilakukan dengan sikap mengambil
barang dan membayar. c. Obyek akad (Ma’qud alaih).Adapun syaratnya yaitu: 1) Mutaqawwam atau
Mutamawwal Mutaqawwam atau Mutamawwal adalah barang yang memiliki nilai instrinsik yang dapat
terpengaruhi oleh fluktuasi harga. Atau barang yang memiliki nilai manfaat secara dhahir. Menurut
imam Syafi‟i sebuah barang dikategorikakan sebagai Mutamawwal, juga disyaratkan harus bersifat suci.
Syarat komoditi harus brerupa barang suci ini berdasarkan hadits Nabi SAW : َ‫ٰ زيٰ ٰ و رٰ ٰ اٰلَ صٰ ٰ م‬
‫ ا ٰ ٰٰ اهلل ن ٰ عٰ ٰ ح لٰٰ ٰ ر ٰٰ م ٰ ب ٰ ي ٰ ع ٰ لٰٰ ا مٰ ٰ و رٰ ٰ الم ٰ ي ٰ ت ٰ ة ٰ و ٰ لَٰٰ ا‬Artinya :
sesungguhnya Alloh mengharamkan penjualan khamr,bangkai, babi dan berhala. (H.R Bukhari Muslim)\
8 Ibid., 142. 17 2) Muntafa’ Bih Muntafa’ bih adalah barang yang memiliki nilai kemanfaatan. Tinjauan
muntafa‟ bih sebuah komoditi dilihat melalui dua prespektif, syar’i dan urfi. a) Prespektif syar’i Dalam
prespektif syar’i barang diakui sebagai muntafa’ bih apabila pemanfaatannya dilegalkan secara syar’i. b)
Prespektif urfi Dalam prespektif urfi barang diakui sebagai muntafa’ bih apabila sudah biasa
dimanfaatkan, sehingga diakui secara publik memiliki nilai ekonomis dan layak dikomersialkan
(maqshudan ‘urfan), meskipun hanya berupa bentuk pemanfaatan yang tidak semestinya. Menjual
belikan barang yang tidak ada manfaatnya secara hukum tidak sah. Sebab termasuk tindakan
menyianyiakan harta. 3) Maqdur ‘ala Taslim Maqdur ‘ala Taslim adalah ma’qud ‘alaih mampu diserah
terimakan. Kriteria ini ditinjau dari dua prespektif empiris dan hukum. 18 4) Li Al-aqid Wilayah Li Al-aqid
Wilayah yaitu transaksi harus memiliki otoritas atau kewenangan atas ma’qud ‘alaih. 5) Ma’lum Ma’lum
adalah keberadaan ma’qud ‘alaih diketahui secara transparan. Pengetahuan terhadap komoditi ini bisa
melalui salah satu dari dua metode yaitu melihat langsung atau spesifikasi.9 Syarat sah akad, yang
terbagi menjadi dua, yaitu: a. Syarat umum Syarat umum adalah bahwasannya jual beli tersebut tidak
mengandung salah satu dari enam unsur yang merusaknya, yaitu: Jahalah (ketidakjelasan), ikrar
(paksaan), tauqit (pembatasan waktu), gharar, dharar (aniaya), dan persyaratan yang merugikan pihak
lain. b. Syarat khusus Syarat khusus adalah syarat yang hanya ada pada barangbarang tertentu, yakni:
penyerahan dalam hal jual beli benda bergerak, kejelasan mengenai harga pokok dalam hal ba’i
almurabahah, terpenuhi sejumlah kriteria tertentu dalam hal ba’i ulsalam, dan tidak mengandung unsur
riba dalam jual beli harta ribawi. 9 Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah ( Kediri: Lirboyo
Press, 2013) 4-10. 19 Syarat nafadz (syarat pelaksanaan akad), syarat nafadz ada dua, yakni: 1) Adanya
unsur milkiyah atau wilayah 2) Bendanya yang diperjualbelikan tidak mengandung hak orang lain. Syarat
luzum, yang dimaksud syarat luzum adalah tidak adanya khiyar yang memberikan pilihan kepada
masing-masing pihak antara membatalkan atau meneruskan jual beli.10 4. Macam-macam jual beli
Terdapat banyak model transaksi jual beli, yang dipengaruhi oleh sistem trasnaksi, mekanisme serah-
terima, dan lain-lain diantaranya sebagai berikut : a. Bai’ Musyahadah Bai’ Musyahadah adalah jual beli
komoditi yang disaksikan atau dilihat secara langsung oleh pelaku transaksi. Menyaksikan sebagian
komoditi dianggap sudah cukup jika telah mempresentasikan keseluruham kondisi komoditi. Demikian
juga cukup menyaksikan komoditi secara hukman. Yakni menyaksikan bagian luar komoditi yang umum
ikut dikonsumsi atau bagian komoditi yang berfungsi sebagai pelindung . seperti menyaksikan kulit
mangga, kulit semangka atau cangkang telur. 10 Ghufron, Fiqh Muamalah Kontekstual (Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2002), 119-120. 20 b. Bai’ Maushuf fi Dzimmah Bai’ Maushuf fi Dzimmah adalah
transaksi jual beli dengan sistem tanggungan (dzimmah) dan metode ma’lumnya melalui spesifikasi
kriteria dan ukuran. c. Bai’ Ghaib Bai’ Ghaib adalah jual beli barang yang tidak terlihat atau tidak
disaksikan oleh kedua belah pihak baik penjual maupun pembeli. d. Bai’ Mu’athah Bai’ Mu’athah adalah
praktek transaksi jual beli tanpa ada ijab dan qobul. e. Bai’ Murabahah Bai’ Murabahah adalh transaksi
jual beli dengan prosedur penjual menyatakan modal pembelian barang, kemudian menentukan margin
profit yang disepakati dari modal. f. Bai’ Taqsith Ba’i Taqsith adalah transaksi jual beli dengan sistem
bayar cicilan dalam batas waktu tertentu dengan harga yang relatif tinggi dibanding dengan sistem bayar
cash. g. Bai’ Urbun Bai’ Urbun adalah transaksi jual beli dengan prosedur pihak pembeli menyerahkan
uang muka terlebih dahulu dengan kesepakatan , jika transaksi berhasil, uang muka menjadi bagian 21
dari total harga, dan jika transaksi gagal, uang muka menjadi hibbah dari pihak pembeli kepada penjual.
h. Bai’ Jizaaf Bai’ Jizaaf adalah transaksi jual beli dengan sistem prediksi atau perkiraan. Artinya, jual beli
jenis komoditi yang cara atau metode mengetahui kadarnya pada dasarnya dengan menggunakan
ukuran,timbangan, atau takaran, namun dicukupkan dengan mengandalkan metode prediksi setelah
menyaksikan. i. Bai’ Muzayadah Bai’ Muzayadah adalah transaksi jual beli dengan sistem lelang. Yakni
penawaran komoditi kepada publik, dan transaksi baru diadakan kepada penawar dengan harga
tertinggi. j. Bai’ Istijrar Bai’ istijrar adalah transaksi jual beli dengan sistem, pembeli mengambil komoditi
dari pihak penjual secara bertahap sesuai keperluan dalam jangka waktu tertentu, selanjutnya ditotal
dan baru melakukan transaksi. k. Bai’ Istishna’ Bai’ istishna’ adalah transaksi jual beli dengan pembelian
objek oleh pembeli yang akan digarap oleh kontraktor dengan spesifikasi tertentu. 22 l. Bai’ Araya Bai’
Araya adalah jual beli kurma basah yang masih dipohon dengan sistem prediksi, dibeli dengan kurma
kering yang telah dipanen dengan sistem takar. m. Bai’ Sharfi Bai’ sharfi adalah transaksi jual beli
komoditi berupa mata uang, baik sejenis maupun berbeda, seperti dinar dengan dinar, dirham dengan
dirham. n. Bai’ Huquq Bai’ huquq adalah transaksi jual beli dengan komoditi berupa hak yang bersifat
permanen atau selamanya, seperti pembelian manfaat berupa hak melintas, hak membangun, dan hak
mengalirkan air. 11 Pada dasarnya hukum perdagangan atau jual beli adalah halal kecuali ada perkara
yang memnyebabkan jual beli menjadi dilarang dalam Islam. Berikut merupakan sebab jual beli yang di
larang dalam Islam di antaranya : 12 a. Jual beli yang di larang karena Gharar dan Jahalah. 1) Bai’ Al-
Munabadzah Yaitu jual beli dengan cara lempar-melempari, seperti seorang penjual berkata kepada
pembeli: “pakaian yang aku lemparkan kepadamu itu untuk harganya sekian”. Cara tesebut 11 Tim
Laskar Pelangi, Metodologi.,12-25. 12 Ghufron, Fiqh.,101-127 23 dianggap telah menjadi akad jual beli.
Dan jual belis eperti itu termasuk jual beli rusak (fasid). Oleh karena itu dilarang dalam Islam dan
alasannya karena adanya unsure ketidaktahuan (jahalah), penipuan, tidak ada unsur saling ridha. 2) Bai’
Al-Mulamasah Yaitu jual beli dengan saling menyentuh. Maksudnya ialah, apabila si pembeli meraba
kain atau pakaian milik si penjual, maka si pembeli harus membelinya. 3) Bai’ Al-Hashah Yaitu seorang
penjual atau pembeli melempar krikil batu kecil dna pakaian mana saja yang terkena lemparan batub
tersebut, maka pakaian tersebut haruslah di belinya tanpa merenung terlebih dahulu, juga tanpa ada
hak khiyar setelahnya. Batalnya akad ini karena barang yang dijual atau waktu khiyar tidak di ketahui,
atau karena tidak ada shighat ( ijab dan qabul) 4) Bai’ Al- Habl al-Habalah Yaitu jual beli janin binatang
yang masih di kandung oleh induknya. Bai’ Al- Habl al-Habalah termasuk jual beli yang di larang dalam
Islam dan termasuk akad yang di praktekan pada masa jaman jahiliyah. Batalnya jual beli ini karena ia
adalah bentuk jual beli terhadap sesuatu yang bukan hak milik, tidak di ketahui dan tidak mampu
diserahkan. 24 5) Bai’ Al-Madhamin Yaitu menjual sperma yang berada dalam sulbi unta jantan. Dan
maksudnya ialah si penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina untuk di kawinkan. Dan
anak dari perkawinan tersebut menjadi milik pembeli. 6) Bai’ Ashab al-Fahl Yaitu jual beli sperma hewan
pejantan (landuk). Dan landuk merupakan hewan pejantan unggul untuk di pengembangbiakan hewan
agar menghasilkan keturunan yang bagus. Batalnya akad ini di karenakan sperma bukanlah termasuk
harta yang bernilai dan tidak diktahui serta tidak mampu untuk di serahkan. 7) Bai’ al-Tsamar Qabla
Badawei Shalahiha Yaitu menjual buah-buahan sebelum nampak buahnya dan belum masak. 8) Bai’al-
Tsanaya Yaitu penjual yang pengcualinya di sebutkan secara samar (kabur, dan tidak jelas), misalnya,
seseorang menjual sesuatu dan pengecualinya sebagiannya. 9) Bai’ ma Laisa Indahu Yaitu jual beli
sesuatu yang belum menjadi hak miliknya.13 13Ibid,,, 101-115 25 b. Jual beli yang di larang karena Riba
di antaranya. 1) Bai’ Al-‘inah Dinamakan al-‘inah karena pada akad jual beli ini dapat mendatangkan ‘ain
keuntungan dinar dan dirham. Dan al-‘inah sama dengan menjual dagangan nya dengan cara di angsur
(kredit) sampai batas waktu yang disepakati. 2) Bai’ Al-Muzabanah Yaitu setiap sesuatu barang yang
tidak bisa di ketahui jumlah dan timbangannya, kemudian di jualnya hanya dikirakira saja. 3) Bai’
Muhaqalah Yaitu jual beli tanaman yang masih di ladang atau di sawah (ijon). 4) Bai’ lahmi bi al-
Hayawan Yaitu menjual (menukarkan) daging dengan seekor hewan yang masih hidup. Alasannya
larangan jual beli tersebut adalah karena ia suatu jenis dan terdapat riba di dalamnya, yaitu menjual
sesuatu yang asli sama dengannya. 5) Bai’ al-Dain bi al-Dain Yaitu jual beli dengan cara berutang dan
pembayaraan di lakukan dengan cara berutang pula. 26 6) Bai’ ataini fi bai’atain Yaitu dua penjual dalam
satu produk atau dua akad dalam satu akad.14 c. Jual beli yang dilarang karena mengandung penipuan
1) Bai’ al-Rajul ‘ala Bai’ Akhihi Yaitu jual beli seseorang di atas jual beli saudaranya 2) Bai’ Al Najasy Yaitu
menaikan harga komoditi yang di lakukan oleh orang yang tidak ingin membeli barang yang di perjual
belikan tersebut. Tujuannya adalah hanya semata-mata agar orang lain tertarik untuk membelinya. 3)
Bai’ Talakhi Al-Rukban Yaitu sekelompok orang yang menghadang atau mencegat pedagang yang
membawa barang di pinggir kota (di luar daerah pasar). Mereka sengaja membeli barang dagangannya
sebelum mereka mengetahui harga di pasar. 4) Bai’ Al- Hadhir li al-Bad Yaitu jual beli yang dilakukan
oleh seorang agen (penghubung atau samsarah) terhadap produk pertanian desa yang di jual kepada
pedagang kota. 14 Ibid,,, 1116-127 27 5) Bai’ al-Ghasysyi Yaitu jual beli yang di dalamnya terdapat
penipuan menurut jumhur ulama‟ makna al-Ghasysyi adalah menyembunyikan cacat yang ada pada
barang sehingga berpengaruh pada harganya. 5. Jual Beli Salam ( Pesanan ) a. Pengertian salam
(pesanan) Salam adalah salah satu bentuk jual beli. Secara bahasa menurut penduduk Hijaz ( Madinah )
dinamakan dengan salam sedangkan menurut penduduk Irak diistilahkan dengan salaf. Secara bahasa
salam dan salaf bermakna :15 ‫ قديه و ل امل س ر ل ستعج‬Artinya: Menyegerakan modal dan mengemudiankan
barang. Dikatakan salam karena orang yang memesan menyerahkan harta pokoknya dalam majelis.
Dikatakan salam karena menyerahkan uangnya terlebih dahulu sebelum menerima barang
dagangannya. Adapun salam secara terminilogis adalah transaksi terhadap sesuatu yang dijelaskan
sifatnya dalam tanggungan dalam suatu tempo dengan harga yang diberikan kontan ditempat
transaksi.16 b. Rukun dan syarat 1) Shigah atau ijab qabul dengan syarat : 15 Rozalinda, Fikih Ekonomi
Syariah ( Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2016),93. 16Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah ( Jakarta :
Prenadamedia Group, 2012), 113. 28 a) Menyebutkan kriteria muslam fih secara spesifik, meliputi sifat
jenis, macam, kadar b) Menetukan waktu serah terima muslam fih c) Menentukan tempat penyerahan
muslam fih d) Akad salam diadakan secara najizan (final) 2) Aqidain Aqidain dalam akad salam meliputi
musli dan muslam ilaih. Muslim adalah orang yang berperan sebagai pemesan atau pembeli. Sedangkan
muslaim ilaih adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengadaan barang pesanan atau penjual. 3)
Ra’s Al-mal dengan syarat : a) Ra’s Al-mal harus ma’lum bisa dengan sekedar menyaksikan secara
langsung atau dengan spesifikasi yaitu dengan mengetahui jenis,sifat dan kadarnya. b) Serah terima Ra’s
Al-mal harus dimajlis akad sebelum berakhir masa khiyar majlis. c) Ra’s Al-mal harus diserahkan secara
cash atau tunai. d) Ra’s Al-mal harus diserahterimakan secara hakiki. 4) Muslam Fih a) Muslam fih
haruslah barang yang bisa dicirikan secara spesifik melalui kriteria dan sifat-sifatnya, yang bisa
mempengaruhi terhadap minat pembeli atau harga 29 b) Muslam fih harus berupa barang yang bisa
diketahui jenis, macam, kadarnya dan lain lain. c) Muslam fih harus berstatus hutang. d) Muslam fih
harus berupa barang yang maqdur ‘ala taslimihi, artinya muslam fih harus berupa barang yang
memingkinkan pengadaanya baim dari wujudnya atau dari segi jatuh tempo.17 6. Konsep mi‟yar syar‟i
Mi’yar atau miqyas standar neraca suatu barang berdasarkan karakteristiknya diantaranya : a. Takaran
(al-kail) biasanya dipakai untuk mengukur satuan dasar ukuran isi barang cair, makanan dan berbagai
keperluan lainnya. Dengan satuam liter b. Timbangan (al-wazn) dipakai untuk mengukur satuan berat.
Dengan satuan kilogram (kg), gram (gr), kwintal (kw), ton dan lain-lain c. Bilangan (‘adad ) dipakai untuk
mengukur banyaknya barang. Dengan satuan biji,butir, lusin. d. Panjang ( dzar’u/dzira’ ) dipakai untuk
mengetahui panjang. Dengan satuan kilometer (km), meter (m), centimeter (cm), dan lain-lain.18 17
Laskar Pelangi, Metodologi., 89-97. 18 Tim Laskar Pelangi, Metodologi.,51 30 Sedangkan cara untuk
mengetahui neraca yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah sebagai berikut. a.
Ditakar, cara ini untuk mengetahui jumlah barang yang bersifat cair dengan satual liter seperti minyak,
air, bensin dll b. Ditimbang, cara ini untuk mengetahui berat suatu barang seperti beras, gula, gandum,
jagung dan lain-lain c. Dihitung, cara ini untuk mengetahui jumlah bilangan suatu barang seperti
permen, jarum dan lain-lain d. Diukur, cara ini untuk mengetahui panjang dari suatu barang seperti,
kain, tanah, dan lain-lain e. Diprediksi atau perkiraan (takhmin), cara ini digunakan bagi barang yang
tidak mungkin ditimbang, ditakar, dihitung atau diukur. Keabsahan praktik jual beli dengan prediksi atau
perkiraan (Takhmin) dapat disandarkan pada hadits rasullullah saw : ٰ‫نٰ ٰ ع مٰ ٰ ر ٰ وب نٰ س ٰ ٰ ر ٰ ح‬
ٰ ٰ‫ ح ٰ ٰ بٰ هٰ ٰٰ دث نٰ ٰ أب ا ٰ و ٰ الط ٰٰ اه ٰ أح رٰ مٰ ب د‬. ‫ أَ خبٰ ٰ ر ٰ ن ٰ اب ا نٰ ٰ و‬. ٰ ٰ‫نٰ ٰ ااب ن‬
‫ ج ٰ ٰ ر ٰ ي ٰ ٰٰ أَ جٰ أب ن ٰ الَ ا زب ٰ ي ٰ أَ رٰ خبٰ ٰ ر ٰ ه ٰ لٰ قا ح ٰ ٰٰ دث‬: ٰ‫نٰ ٰ ع ٰ ب دَٰ ا ي هللٰ قول‬
‫ س ٰ ٰ مَ ع ج تٰ ٰ ٰ اب ٰ ر ٰ ب‬: ‫ٰ ب ٰ ي ٰ ال عٰ ٰٰ صب ٰ ر ٰ ٰ ٰ ٰ الت مٰٰ ٰ رٰ ر سٰ ٰ ا ول هللٰ ن هٰ ى‬
ٰ ٰ َ‫ ص ٰ ٰ اهلل لى ٰ لي ٰ ه ٰ و ٰ س ٰ ل‬, ٰ‫ ٰ ٰ ع ٰ لَ ٰ ٰ ٰ ي ٰ لت ه‬, ‫ٰ الم لٰ سٰ ٰ مىٰٰ ٰ ٰ الت مٰٰ ٰ رٰ ي‬
َ‫ ب ٰ ي ٰ ل‬19 Artinya : Diceritakan oleh Abu Thohir Ahmad Bin Amru Bin Sarh, Dikabarkan Ibnu Wahbin
Diceritakan Oleh Ibnu Juraiji Sesungguhnya Ab Zubair Berkata Saya Mendengar Jabir Bin Abdulloh
berkata: “Rasullullah melarang jual beli shubroh (kumpulan makanan tanpa ada timbangan dan
takarannya), dari kurma yang tidak diketahui takarannya dengan kurma yang diketahui secara jelas
takarannya.” 19 Muslim, Shahih Muslim (Beirut : Darul al kitab Ilmiyah, 1991), III: 1162. 31 Hadist ini
mengindikasikan bahwa jual beli dengan prediksi jumlah kurma diperbolehkan, dengan catatan, harga
yang dibayarkan atas kurma tersebut, bukanlah barang sejenisnya, (artinya ditukar dengan kurma). Jika
kurma tersebut dibayar dengan kurma yang sejenis, maka hukumnya haram. Dengan alasan, terdapat
potensi perbedaan kuantitas diantara keduanya, dan hal lebih dekat dengan riba fadhl. Jika kurma
tersebut ditukarkan dengan uang, pertukaran tersebut dilakukan dengan jual beli jizaaf, maka
diperbolehkan.20 Syarat jual beli dengan perhitungan sistem prediksi atau perkiraan (Takhmin) adalah
sebagai berikut : a. Objek transaksi harus bisa dilihat dengan mata kepala ketika sedang melakukan akad
atau sebelumnya. b. Penjual dan pembeli tidak mengetahui secara jelas kadar objek jual beli, baik dari
segi takaran, timbangan ataupun hitungannya. c. Jual beli dilakukan atas sesuatu yang dibeli secara
partai, bukan per satuan. d. Objek transaksi bias ditaksir oleh orang yang memiliki keahlian dalam
penaksiran. e. Objek akad tidak boleh terlalu banyak, sehingga sangat sulit untuk ditaksir, namun juga
tidak terlalu sedikit, sehingga sangat mudah diketahui kuantitasnya. 20 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar
Fiqh Muamalah ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010),148. 32 f. Tempat yang digunakan sebagai tempat
penimbunan objek transaksi haruslah rata, sehingga kadar objek transaksi bias di taksir. g. Tidak
diperbolehkan mengumpulkan jual beli barang yang tidak diketahui kadarnya secara jelas, dengan
barang yang diketahui kadarnya secara jelas, dalam satu akad.21 Allah memerintahkan agar jual beli itu
langsungkan dengan menyempurnakan timbangan, takaran, ukuran meteran dan sebagainya. Hal ini
dipertegas melalui firman-Nya :22 ٰ‫ و ٰ ٰ وٰ ٰ ف ي ٰ واالَٰ لٰ ٰ و ٰ المَ يز ٰ ا ب نٰ ٰ لق ٰ س ٰ ط‬Artinya:
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar kesanggupannya.”23 Dan firman-Nya yang lain : ‫سٰ طَ سٰ ٰ ت ٰ ق ٰ ٰ ي‬
‫ي ٰ ر ٰ و ٰ حٰ سٰ ٰ ٰ و ٰ ٰ ويٰٰ يٰ ٰ وٰ ٰ ف ي ٰ الَ واٰ لٰ ٰ ٰ ذاكَ لتٰ ٰ ٰ و ٰ زنٰ ب واٰ ٰ لق ٰ س ٰ الم‬
ٰ ٰ ٰ ‫ ذَ ٰ ل‬Artinya: “Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan
neraca yang benar. Itulah yang lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.” 24 Disamping itu Allah
SWT mencela mempermainkan timbangan dan takaran serta melakukan kecurangan dalam menakar
dan menimbang. Dalam hal ini Allah Ta‟ala berfirman dalam al-Qur‟an 21 Ibid., 149. 22 Imam Al Ghazali,
Benag Tipis Antara Halal dan Haram, Sunting oleh Ahmad Shidiq (Surabaya:Putra Pelajar, 2002),219. 23
QS. Al-An‟am (6):152. 24 QS. Al-Isra‟ (17):35. 33 sekaligus mengancam orang-orang yang selalu
mengurangi takaran dan timbangan: ٰ‫ و ﴿ونٰ ٰ ي لٰ ٰ ل ٰ لمٰ ٰ طَٰٰ فف ٰ ﴿ني‬١ ‫ي سٰ ٰٰ سٰ ٰ ت وٰ ٰ ف‬
‫ ال﴾ ٰ ٰٰ ذَ ي ٰ ٰ ا ذا كتٰ ٰ لوا ٰ ال لى‬٢ ٰ‫ و ٰ ز ٰ ن وهٰ ٰ ٰ يسَٰٰ ر ٰ ﴿ون و﴾ ٰ ٰ ذا لوه كٰ ٰ ٰ و‬٣ ‫ب ٰ ع ٰ ﴿وثون‬
ٰ ٰ ٰ ‫ ٰ ٰ ي ٰ ﴿ ٰ ظي ٰ ٰٰ ظَ ولَٰ ٰ ئ ٰ ٰٰ نٰ ٰ ه‬٤ ٰ ﴾ ٰ ‫ ل﴾ ٰ ي ٰ و ٰ م‬٥ ‫ل ٰ ر ٰ ٰٰ الع ٰ لمَ نيٰ ي﴾ ٰ و ٰ م‬
ٰ ٰٰ ‫ ي ٰ ق ومٰ ٰ ال س‬Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang. (Yaitu) orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar
atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidakkah orang-orang itu yakin bahwa
sesungguhnya mereka akan dibangkitkan. Pada suatu hari yang besar. (Yaitu) hari (ketika) manusia
berdiri menghadap Rabb semesta alam.” 25 Banyaknya perintah Allah untuk menyempurnakan,
bersikap adil atas takaran dan timbangan. Dan pedihnya ancaman Allah SWT kepada orang yang berlaku
curang terhadap takaran dan timbangan, menjadi gambaran bahwa Takaran dan timbangan menjadi hal
yang sangat penting dalam kegiatan muamalah khususnya dalam transaksi jual beli. Oleh karena itu
setiap muslim yang terjun dalam dunia jual beli hendaknya berusaha semaksimal mungkin untuk berlaku
adil, jujur dalam hal takaran dan timbangan. Dan hendaknya para pembisnis atau pedagang muslim
tidak melakukan jual beli gharar. Menurut Ahli fikih, gharar adalah sifat dalam muamalah yang
menyebabkan sebagian rukunnya tidak pasti. Secara operasional gharar dapat diartikan kedua belah
pihak dalam transaksi tidak memiliki 25 QS. al-Muthaffifîn (83):1-6 34 kepastian terhadap barang yang
menjadi objek transaksi baik terkait kualitas, kuantitas, harga maupun waktu penyerahan.26 Gharar ini
membuat perkara yang sudah pasti menjadi tidak pasti. Macam-macam Gharar adalah sebagai berikut:
a. Gharar Kuantitatif adalah ketidakjelasan dalam segi jumlah barang yang diperdagangkan. b. Gharar
Kualitatif ketidakjelasan dalam segi kulitas barang yang diperdagangkan. c. Gharar Harga ketidakjelasan
harga barang yang diperdagangkan. d. Gharar Waktu Penyerahan ketidakjelasan dalam segi waktu
penyerahan barang yang diperdagangkan. Dalam literatur fikih, tadlis adalah sinonim dari gharar. Tetapi
beberapa ahli ekonomi membedakan antara keduanya. Dimana gharar salah satu pihak
menyembunyikan informasi, sedangkan tadlis kedua belak pihak sama-sama tidak memiliki kepastian
tentang sesuatu yang ditransaksikan.27 Macam-macam tadlis adalah sebagai berikut,: a. Tadlis Kuantitas
adalah penipuan dalam kuantitas atau jumlah barang seperti menjual barang sedikit dengan harga
barang banyak. b. Tadlis Kualitatif adalah penipuan dalam segi kulitas barang seperti menyembunyikan
cacatatau kualitas barang yang burik yang tidak sesuai dengan kesepakatan. 26 Adiwarman A. Karim, Oni
Sahroni, Riba, Gharar, dan Kaidah-kaidah Ekonomi Syariah Analisis Fikih & Ekonomi (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada,2015),77. 27 Ibid.,77 35 c. Tadlis Harga adalah termasuk menjual barang dengan
harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dipasar. d. Tadlis Waktu Penyerahan adalah penipuan dalam
segi penyerahan barang. 28 B. Ekonomi Islam 1. Pengertian Ekonomi Islam Kata ekonomi berasal dari
bahasa Yunani yaitu Oikos dan Nomos. Oikos berarti rumah tangga ( house-hold ), sedang Nomos berarti
aturan, kaidah, atau pengelolaan.29 Jadi secara sederhana ekonomi adalah aturan, kaida,atau
pengelolaan tentang urusan rumah tangga. Ekonomi adalah pengetahuan tentang peristiwa dan
persoalan yang berkaitan dengan upaya manusia secara perseorangan ( pribadi ), kelompok ( keluarga,
suku bangsa, organisasi ) dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang dihadapkan pada
sumber yang terbatas.30 Dalam bahasa Arab, ekonomi sering diterjemahkan dengan aliqtishad yang
berarti hemat, dengan perhitungan, juga mengandung makna rasionalitas dan nilai secara implisit.
Adapun istilah ekonomi Islam berasal dari dua kata yaitu ekonomi (terjemahan economics, economi dan
economy) dan Islam (terjemahan islamic). Islam adalah kata bahasa Arab yang terambil dari kata salima
yang berarti selamat, damai, tunduk, pasrah dan berserah diri.31 Dawam Rahardjo memilah istilah 28
Ibid.,104-114. 29 Abdul Aziz, Ekonomi Islam.,1. 30 Ahmad Muhammad Al-„Assal, Sistem,Prinsip…,9. 31
Abdul Aziz, Ekonomi Islam.,2. 36 ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan. Pertama, ekonomi Islam
adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, ekonomi Islam merupakan suatu
sistem. Sistem yang menyangkut pengaturan suatu kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Ketiga,
ekonomi Islam dalam pengertian perekonomian umat Islam.32 Dengan demikian ekonomi Islam adalah
tingkah laku seseorang dalam setiap kegiatan ekonomi baik konsumsi,produksi, maupun distribusi
berdasarkan tuntunan syariat Islam. 2. Tujuan Ekonomi Islam Tujuan ekonomi Islam adalah maslahah
(kemaslahatan) bagi ummat manusia. Yaitu dengan mengusahakan segala aktivitas demi tercapainya
hal-hal yang berakibat pada adanya kemaslahatan bagi manusia, atau dengan mengusahakan aktivitas
yang secara langsung dapat merealisasikan kemaslahatan itu sendiri. Aktivitas lainnya demi menggapai
kemaslahatan adalah dengan menghindarkan diri dari segala sesuatu yang membawa mafsadah
(kerusakan) bagi manusia. Menjaga kemaslahatan bisa dengan cara min haytsu al-wujud yaitu dengan
cara mengusahakan segala sesuatu aktivitas dalam ekonomi yang bisa membawa kemaslahatan, atau
dengan cara min haytsu al-adam yaitu 32 M. Nur Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan Syariah Suatu Kajian
Teorotis Praktis,( Bandung : Pustaka Setia, 2012),14. 37 dengan cara memerangi segala hal yang
menghambat jalannya kemaslahatan itu sendiri.33 Pendapat Al-Ghazali pada kitab al-Mustasfa fi Ushul
al-Fiqh mengenai pengertian maslahah adalah sebagai berikut :34 ٰ ‫ال شر ٰ عٰ ٰ ٰ لٰٰ ا ٰ خسٰٰ لقٰ ٰ ة‬
ٰٰ ٰ ‫الم صلحٰ ٰ ٰ ة ه ٰ ٰ ي ٰ الم حٰ ٰ ف ضةٰ ٰ ٰ ٰ لى ٰ ق صٰ ٰ و ٰ د ٰ ٰٰ ال شر ٰ و عٰ ٰ ٰ ق صٰ ٰ و ٰ د‬
ٰ ٰ ٰ‫هٰ ٰ ٰ و ٰ ن فٰ سٰ ٰ ه ٰ ٰ و ٰ ٰ ق ٰ له ٰ ٰ و ٰ ن سٰ ٰ له ٰ ٰ و ٰ ٰ لٰٰ ٰ ٰ ف لٰٰ ٰ ٰ ٰ ي ٰ ت ضَّم‬
ٰ ‫كٰ ٰ ي ٰ ف وٰ ه تٰ ٰ ٰ ذَ ه ٰ صٰ اَ ٰ و ٰ ف لٰ هٰ ٰ و ٰ و ٰ ه ٰ و ٰ ٰ يٰٰ نٰ ٰ ف ظٰ ٰ ٰ لي ٰ هٰ ٰ د ٰ ي‬
ٰٰ‫ٰ ف سٰ ٰ د ٰ ٰ حَ ف ه ظٰ ٰ ٰ ذَ ه ٰ صٰ اَ ٰ و ٰ لٰٰ ا لٰ مٰ سٰ ٰ ة ٰ ف هٰ ٰ و ٰ صلحٰ ٰ ٰ ة و ٰ ٰ ل‬
Artinya: Yang dimaksud dengan maslahah adalah terpeliharanya tujuan syara‟, yaitu terperiharanya
agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dan setiap yang mengandung lima unsur tersebut disebut
dengan maslahah, sedangkan yang menolak lima hal tersebut disebut mafsadah. 3. Sumber Hukum
Ekonomi Islam Masalah umat manusia beragam tetapi setiap manusia pasti menghadapi masalah
ekonomi. Sumber hukum yang dapat diajdikan pedoman dalam menyelesaikan masalah-masalah
tersebut adalah empat dasar sumber hukum Islam yaitu :35 a. Al-Qu‟ran Menurut bahasa Al-Qur‟an
merupakan mashdar yang makna sinonim dengan kata qira’ah ( bacaan). Al-Qur‟an 33 Ika Yunia Fauzia,
Abdul Kadir Riyadi, Prinsip Dasar Ekonomi Islam Perspektif Maqashid alSyari’ah, (Jakarta : Kencana
Prenadamedia Group, 2014),12-13. 34 Abdur Rohman, Ekonomi Al-Ghazali, (Surabaya : PT Bina
Ilmu,2010),82. 35 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta : PT Dana Bhakti
Prima Yasa,1997),29. 38 diturunkan untuk memperbaiki sikap hidup manusia. Karena itu, Al-Qur‟an
berisi perintah dan larangan.36 b. Hadits atau Sunnah Hadits atau Sunnah yang secara harfiah adalah
kumpulan perkataan, perbuatan atau ketetapan yang keluar dari beliau Rasulallah SAW. Rasulullah SAW
selalu menjelaskan apa yang dikehendaki oleh Al Qur‟an, kadang-kadang dengan perkataan saja,
kadang-kadang dengan perbuatan, kadang-kadang dengan keduanya bersama-sama. c. Ijma Ijma
sebagai sumber hukum ketiga, merupakan konsesus, baik dari masyarakat maupun dari cendekiawan
agama. Adapun ijma adalah prinsip hukum baru yang timbul sebagai akibat dalam melakukan penalaran
dan logikannya menghadapi suatu masyarakat Islam dini, myang bermula pada para sahabat dan
diperluas oleh generasi-generasi berikutnya.37 d. Ijtihad dan Qiyas Secara teknik, ijtihad berarti
meneruskan setiap usaha untuk menetukan sedikit banyaknya kemungkinan persoalan syaria. Pada
abad awal Islam, ra’y ( Pendapat Pribadi ) merupakan alat pokok ijtihad, tetapi ketika asas-asas hukum
ditetapkan secara sistematis, hal itu digantikan oleh qiyas. Peranan qiyas adalah memperluas 36Chaerul
Umam,dkk, Ushul Fiqih I, (Bandung : Pustaka Setia, 1998), 49. 37 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek.,
34. 39 hukum ayat pada permasalahan yang tidak termasuk dalam bidang syarat-syaratnya, dengan
alasasan sebab “efektif”yang biasa bagi kedua hal tersebut dan tidak dapat dipahami dari pernyataan
(mengenai hal asli). Qiyas menurut ulama ushul adalah menerangkan sesuatu yang tidak ada nashnya
dala Al-Quran dan hadits dengan cara membandingkan dengan sesuatu yang ditetapkan hukumnya
berdasarkan nash.38 4. Dasar Ekonomi Islam Dalam pandangan tauhid, manusia sebagai pelaku ekonomi
hanyalah sekedar trustee (pemegang amanah). Oleh sebab itu manusia harus mengikuti ketentuan Allah
dalam segala aktivitasnya, termasuk aktivitas ekonomi. Ada tiga aspek yang sangat mendasar dalam
ajaran Islam, yaitu aspek akidah (tawhid ), hukum (syari‟ah), dan akhlak. a. Aspek akidah (tawhid)
Ekonomi Islam dalam dimensi akidahnya mencakup atas dua hal. Pertama, pemahaman tentang
ekonomi Islam yang bersifat ekonomi ilahiyah. Dimensi ini berpijak pada ajaran tawhid uluhiyyah. Ketika
seseorang menegaskan dan menyembah Allah, dikarenakan kapasitas Allah sebagai dzat yang wajib
disembah dan juga tidak menyekutukan-Nya. Dalam Al-Qur‟an surat al-An‟am ayat 102 : 38 M. Nur
Rianto Al Arif, Lembaga Keuangan.,37-39. 40 ٰ ٰ ٰٰ ‫ٰ ٰ لَ ٰ ه ٰ ٰٰٰ ه ٰ و ٰ ٰ ذَ ٰ ل ٰ ٰ ٰ الل ٰٰ ه ٰ ر ٰ ب‬
ٰ ٰ ٰ‫ ٰ لى شيٰ لٰٰ كٰ ٰ ٰ ء ٰ و ٰ كَ يل ٰ و ٰ ه ٰ و ٰ ٰ ٰ ل ٰ ق ٰ شيٰ لٰٰ كٰ ٰ ء ٰ ف ٰ ٰ ب ٰ د وه‬Artinya:
“(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia;
Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu.”39 Ayat diatas
berimplikasi pada adanya niat yang tulus, bahwa segala pekerjaan yang dikerjakan oleh manusia adalah
dalam rangka beribadah kepada Allah, sebagai satu bentuk penyembahan kepada-Nya. Termasuk pada
kegiatan ekonomi apabila didasarkan pada niat ibadah kepada Allah SWT, Maka seseorang akan
menolak segala sesuatu yang dianggap tidak baik dan berimplikasi adanya kerugian bagi orang lain.
Kedua, pemahaman tentang ekonomi Islam yang bersifat Rabbaniyyah. Dimensi ini berpijak pada ajaran
tawhid rububiyah. Tawhid Rububiyah adalah menegaskan Allah melalui segala hal yang telah diciptakan-
Nya, dengan selalu meyakini bahwa Allah merupakan pencipta alam semesta. Dalam Al-Qur‟an suran
azZumar ayat 62: ٰ ‫لل ٰٰ ه ٰ ٰ ل ٰ ٰ ق ٰ شىٰ لٰٰ كٰ ٰ ء ٰ و ٰ ه ٰ و ٰ ٰ لى شىٰ لٰٰ كٰ ٰ ٰ ء ٰ و ٰ كَ يل‬
Artinya: “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.”40 Menurut Mustafa
Edwin Nasution ekonomi Islam juga bersifat insaniah karena Islam memerintahkan manusia untuk 39
QS. al-An‟am (6):102. 40 QS. az-Zumar (39):62. 41 saling bekerjasama dalam segala hal, sebagaimana
firman Allah dalam surat al-Maaidah ayat 2: ٰ‫ ٰ ى‬... ٰ ٰ‫ٰ ٰ عٰ ٰ و ٰ ن واٰ ٰ الَ لى بٰٰ ٰٰ و ٰ الت ق ٰٰ و‬
‫ٰٰ ه شدَٰ ٰ يد ٰ الع ٰ ق ٰ و ٰ ٰ ٰ ا ق ٰٰ الل واٰ ٰٰ ه ٰ و ٰ ٰ ٰ عٰ ٰ و ٰ ن واٰ ٰ اٰلَ لى و ثَٰٰ ٰ الع ٰ دوٰ ٰ انَ و‬
‫ ٰ ٰٰ الل ن‬Artinya “…dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.”41 Demi tegaknya keadilan, Allah telah meletakkan mizan
suatu timbangan yang akurat yang paling objektif agar siapapun tidak melanggar dan tidak ada
seorangpun yang menjadi korban ketidakadilan.42 b. Hukum (syari‟ah) Ketika menjalankan ekonomi
yang bersifat uluhiyyah dan rabbaniyyah, seseorang haruslah berjalan sesuai dengan ramburambu yang
telah ditetapkan oleh syar’i (Allah), melalui syari‟atNya. Kaidah yang berlaku untuk segala aktivitas
ekonomi yaitu : ‫ “ حتريه لى دليل يدل ن حة الب ء الشي ىف صل ا‬Segala sesuatu ( dalam hal muamalat ) boleh
dilakukan, sampai ada dalil yang mengharamkan” Atas dasar kaidah diatas maka segala aktivitas
ekonomi Islam yang membawa kemaslahatan dan tidak ada larangan didalamnya itu boleh dilakukan. 41
QS. al-Maaidah (5):2. 42 Mustafa Edwin Nasution,dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta :
Kencana,2010), 14. 42 c. Moral ( Akhlak ) Segala macam ajaran yang terkandung dalam Al-Qur‟an dan
Hadis, yang berkenaaan dengan perekonomian Islam adalah menjunjung tinggi moral. Secara tidak
langsung dalam aktivitas ekonomi individu membuat kontrak pada dirinya agar senantiasa menjunjung
tinggi moral yang merupakan tonggak perekonomian. Dan perlu diingat bahwa profesionalitas tanpa
adanya integritas yang biak akan melahirkan sistem dan paraktik yang cacat dalam perekonomian.
Sehingga moral ataupun akhlak merupakan poin terpenting dalam ekonomi Islam.43 43 Ika Yunia
Fauzia,Prinsip Dasar Ekonomi.,8-12.
Sulfiana
Posts
Comments
Thursday, 24 April 2014

MAKALAH JUAL BELI


1. Pengertian dan Dasar hukum Jual Beli
Menurut bahasa jual beli berasal dari kata ( ‫ بَ ْيعًا‬- ‫ع – يَ ِب ِي ُع‬
َ ‫بَا‬
) artinya tukar menukar sesuatu
dengan sesuatu, menurut istilah jual beli adalah suatu transaksi tukar menukar barang atau harta yang
mengakibatkan pemindahan hak milik sesuai dengan Syarat dan Rukun tertentu. Dasar hukum jual beli
bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits :
Firman Allah SWT :

4 (#4qt/Ìh•9$# tP§•ymur yìø‹t7ø9$# ª!$# ¨@ymr&ur


“Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. Al Baqarah/2 : 275).

Sabda Rasulullah SAW :

‫َمب ُْر ْو ٍر‬ ٍ‫ُج ِل ِب َي ِد ِه َو ُك ُّل َب ِيع‬ ‫الر‬


َّ ‫ع َم َل‬
َ ‫ب‬ َ ‫اْل َك‬
ِ ‫س‬ َ ‫اَ ْف‬
‫ض ُل‬
)‫(رواهوالطبراني‬
“Pendapatan yang paling utama dari seorang adalah hasil usaha sendiri dan hasil jual beli yang
mabrur” (HR. Thabrani).

2. Syarat dan Rukun Jual Beli


a. Rukun Jual Beli
1) Ada penjual.
2) Ada pembeli.
3) Ada barang atau harta yang diperjual belikan.
4) Ada uang atau alat bayar yang digunakan sebagai penukar barang.
5) Ada lafadz ijab qabul, yaitu sebagai bukti akan adanya kerelaan dari kedua belah pihak.
b. Syarat Barang yang Diperjual Belikan
1) Barang itu suci, artinya bukan barang najis.
2) Barang itu bermanfaat.
3) Barang itu milik sendiri atau milik orang lain yang telah mewakilkan untuk menjualnya.
4) Barang itu dapat diserah terimakan kepemilikannya.
5) Barang itu dapat diketahui jenis, ukuran, sifat dan kadarnya.
c. Syarat Penjual dan Pembeli
1) Berakal sehat, orang yang tidak sehat pikirannya atau idiot (bodoh), maka akad jual belinya tidak sah.
2) Atas kemauan sendiri, artinya jual beli yang tidak ada unsur paksaan.
3) Sudah dewasa (Baligh), artinya akad jual beli yang dilakukan oleh anak-anak jual belinya tidak sah,
kecuali pada hal-hal yang sifatnya sederhana atau sudah menjadi adat kebiasaan. Seperti jual beli es,
permen dan lain-lain.
4) Keadaan penjual dan pembeli itu bukan orang pemboros terhadap harta, karena keadaan mereka yang
demikian itu hartanya pada dasarnya berada pada tanggung jawab walinya.
.
3. Jual Beli yangTerlarang
a. Jual beli yang sah tapi terlarang, antara lain:
1) Jual beli yang harganya diatas/dibawah harga pasar dengan cara menghadang penjual sebelum tiba
dipasar. Sabda Nabi SAW dari Ibnu Abbas ra.:

ُّ ‫الَ تَتَلَقُّ ْو‬


)‫االر ْك َبانَ (متفق عليه‬
“Janganlah kamu menghadang orang yang berangkat kepasar”(Muttafaq Alaih).

2) Membeli barang yang sudah dibeli atau dalam proses tawaran orang lain. Sabda Nabi SAW :

‫(متفق‬ ‫ض‬
ٍ ‫بَ ْع‬ ِ‫َبيْع‬ ‫علَى‬
َ ‫ض ُك ْم‬
ُ ‫بَ ْع‬ ‫الَ َب ْي َع‬
)‫عليه‬
“Janganlah seseorang menjual sesuatu yang telah dibeli orang lain” (Muttafaq Alaih).

3) Jual beli barang untuk ditimbun supaya dapat dijual dengan harga mahal dikemudian hari, padahal
masyarakat membutuhkannya saat itu. Sabda Rasulullah SAW :

)‫ئ (رواه مسلم‬ ِ ‫الَ يَ ْحتَ ِك ُر اِالَّخ‬


ٌ ‫َاط‬
“Tidak ada yang menahan barang kecuali orang yang durhaka (salah)” (HR. Muslim).

4) Jual beli untuk alat maksiat:


Firman Allah SWT :

ِ ‫ال ِِثْ ِم َو ْالعُ ْد َو‬


...‫ان‬ ْ ‫علَى ا‬
َ ‫والَتَعَ َاونُ ْو‬...
َ “Dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran”(QS. Al Maidah: 2).

5) Jual beli dengan cara menipu, sabda Nabi SAW :

َ ‫سلَّ َم‬
‫ع ْن بَيْعِ الغ ََر ِر (رواه‬ َ ُ ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ي‬
ُّ ‫نَ َهى النَ ِب‬
)‫مسلم‬
“Nabi melarang memperjual belikan barang yang mengandung tipuan”(HR. Muslim).

6) Jual beli yang mengandung riba, Firman Allah SWT. :


$Zÿ»yèôÊr& (##qt/Ìh•9$# (#qè=à2ù's? Ÿw (#qãYtB#uä šúïÏ%©!$# $yg•ƒr'¯»tƒ
( Zpxÿy軟ҕB
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda”(QS. Ali
Imran: 130).

b. Jual beli terlarang dan tidak sah, yaitu :


1) Jual beli sperma binatang, Sabda Nabi SAW. dari Jabir ra.:

)‫ب ْالفَح ِل (رواه مسلم والنسآء‬ ِ ِ‫ع ْن بَيْع‬


ِ ‫ض َرا‬ َ ‫نَ َهى‬
“Nabi SAW. telah melarang menjual air mani binatang jantan” (HR. Muslim dan Nasa’i).

2) Menjual anak ternak yang masih dalam kandungan induknya.


sabda Nabi SAW.dari Abu Hurairah ra.:

‫اميْن (رواه‬
ِ ‫ض‬َ ‫سلَّ َم نَ َهى َع ْن َبيْعِ ْال َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ ‫صلَّى ه‬
َ ُ‫ّللا‬ َ َّ ‫اَ َّن النَّ ِب‬
‫ي‬
)‫البزار‬
“Bahwa Nabi SAW. melarang menjual belikan anak ternak yang masih dalam kandungan induknya” (HR
Al Bazzar).

3) Menjual belikan barang yang baru dibeli sebelum diserah terimakan kepada pembelinya, sabda Nabi
SAW. :

‫احمد‬ ‫(رواه‬ ْ ِ‫تَ ْقب‬


ُ ‫ضه‬ ‫َحتَّى‬ ُ‫شيْئاًا ْشتَ َر ْيتَه‬
َ ‫الَتَبِعَ َّن‬ ...
)‫والبيهقى‬
“Janganlah kamu menjual sesuatu yang kamu beli sebelum kamu terima”(HR. Ahmad dan Al Baihaqy).

4) Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, Sabda Nabi SAW. dari Ibnu Umar ra. :

ُ َ‫يَ ْبدُاصال‬
‫ح َها (متفق‬ ‫ار َحتَّى‬ َ ‫سلَّ َم‬
ِ ‫ع ْن بَيْعِ الثِ ه َم‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ ‫صلَى هللا‬
َ ِ ‫س ْو ُل هللا‬
ُ ‫نَ َهى َر‬
)‫عليه‬
“Nabi SAW. Telah melarang menjual buah-buah yang belum tampak manfaatnya” (Muttafaq Alaih).

4. Hikmah Jual Beli


a. Membentuk kepribadian Muslim yang terhindar dari kepemilikan harta secara batil. (QS. An Nisa : 29).
b. Membentuk kepribadian Muslim yang terhindar dari kepemilikan harta secara riba (QS. Al Baqarah :
275).
c. Mendorong untuk saling menolong sesama manusia sehingga mempunyai nilai sosial kemasyarakatan
(QS. Al Maidah : 2).
d. Melaksanakan hukum yang dihalalkan Allah SWT. Dan menjauhi yang diharamkan. (QS. Al Baqarah :
275).
e. Mendidik pihak penjual dan pembeli agar memiliki sifat-sifat tenggang rasa, saling hormat menghormati,
lapang dada dan tidak tergesa-gesa.
Sabda Nabi SAW. Dari Jabir ra.:
‫ع‬ َ ً‫سلَّ َم قَا َل َر ِح َم هللا َُر ُجال‬
َ ‫س ْم ًحا اِذَا َبا‬ َ ُ ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫ي‬ ‫ع ْن انَ ِب ه‬ َ
)‫ضى (رواه البخارى والترمذى‬ َ َ ‫َواِذَاا ْشت َ َرى َواِذَاا ْقت‬
“Allah memberi rahmat kepada orang yang berlapang dada pada saat menjual, pada saat membeli dan
pada saat menagih hutang (HR. Bukhari dan Tirmidzi).

Khiyar menurut bahasa artinya memilih yang terbaik, sedangkan menurut istilah khiyar ialah :
memilih antara melangsungkan akad jual beli atau membatalkan atas dasar pertimbangan yang matang
dari pihak penjual dan pembeli.

1. Jenis-jenis Khiyar
Khiyar ada 3 macam, yaitu :
a. Khiyar Majlis, artinya memilih untuk melangsungkan atau membatalkan akad jual beli sebelum
keduannya berpisah dari tempat akad. Sabda Rasulullah SAW. :

ِ ‫ب ْال ِخ َي‬
)‫ار َمالَ ْم َيتَفَ َّرقَا (رواه البخرى والمسلم‬ ِ ‫ْالبَ ِيه َع‬
ِ ‫ان‬
“Dua orang yang berjual beli boleh memilih (meneruskan atau mengurungkan) jual belinya selama
keduanya belum berpisah” (HR. Bukhari dan Muslim).

b. Khiyar Syarat, yaitu khiyar yang dijadikan syarat waktu akad jual beli, artinya si pembeli atau si penjual
boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual belinya selama persyaratan itu belum
dibatalkan setelah mempertimbangkan dalam dua atau tiga hari.

Khiyar syarat paling lama tiga hari. Sabda Nabi SAW. :

َ َ‫ار ِفى ُك ِهل ِس ْلعَ ٍة اِ ْبت َ ْعتَ َها ثَال‬


)‫ث لَ َيا ٍل (رواه البيهقى وابنى ماجة‬ ِ ‫ت ِب ْال ِخ َي‬
َ ‫اَ ْن‬
“Engkau boleh melakukan khiyar pada segala barang yang telah engkau beli selama tiga hari tiga
malam” (Al Baihaqi dari Ibnu Majah).

c. Khiyar Aibi, yaitu memilih melangsungkan akad jual beli atau mengurungkannya bilamana terdapat bukti
cacat pada barang.

2. Hikmah dan Manfaat Khiyar


Adapun hikmah khiyar antara lain adalah :
a. Mendidik masyarakat agar berhati-hati dalam melakukan jual beli.
b. Menghindarkan kemungkinan terjadinya unsur penipuan dalam jual beli.
c. Mendidik penjual agar bersikap jujur dalam menjelaskan kualitas barang dagangannya.
d. Menghindarkan terjadinya penyesalan dikemudian hari bagi penjual dan pembeli.
َ ُ ‫سلَّ َم َم ْن اَقَا َل نَا ِد ًما اَقَا َل هللا‬
ُ‫ع ْش َرتَه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ ‫صلى هللا‬ ُّ ‫ع ْن اَ ِبى ُه َري َْرة َ قَا َل النَّ ِب‬
َ ‫ي‬ َ
)‫(رواه البزار‬
“Dari Abu Hurairah RA Nabi SAW. bersabda : Barang siapa mencabut (jual beli) terhadap orang yang
menyesal, maka Allah mencabut kerugiannya” (HR. Al Bazzar).

Anda mungkin juga menyukai