Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH MUAMALAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain,
masing-masing berhajat kepada yang lain, bertolong-tolongan, tukar menukar keperluan
dalam urusan kepentingan hidup baik dengan cara jual beli, sewa menyewa, pinjam
meminjam atau suatu usaha yang lain baik bersifat pribadi maupun untuk kemaslahatan umat.
Dengan demikian akan terjadi suatu kehidupan yang teratur dan menjadi ajang silaturrahmi
yang erat. Agar hak masing-masing tidak sia-sia dan guna menjaga kemaslahatan umat, maka
agar semuanya dapat berjalan dengan lancar dan teratur, agama Islam memberikan peraturan
yang sebaik-baiknya aturan.
Secara bahasa kata muamalah adalah masdar dari kata 'AMALA-YU'AMILI-
MU'AMALATAN yang berarti saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal.
Muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia
dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling
baik (Idris Ahmad) atau " Muamalah adalah tukar-menukar barang atau sesuatu yang
bermanfaat dengan cara-cara yang telah ditentukan" (Rasyid Ridho) "(Rahcmat Syafiie, Fiqih
Muamalah).

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan Muamalah?
2. Apa saja macam-macam jual beli?
3. Rukun dan syarat apa saja yang mengsahkan jual beli?
4. Hal-hal apa saja yang harus dilakukan agar transaksi tersebut sah atau tidak?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan masalah yang dibahas dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui maksud dari muamalah
2. Untuk mengetahui apa saja macam-macam jual beli
3. Untuk mengetahui Rukun dan syarat yang mengsahkan jual beli
4. Untuk mengetahui transaksi yang dilakukan sah atau tidak.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Muamalah


Menurut fiqih, muamalah ialah tukar menukar barang atau sesuatu yang memberi
manfaat dengan cara yang ditentukan. Yang termasuk dalam hal muamalah adalah jual beli,
pinjam meminjam, sewa menyewa dan kerjasama dagang.
1. Jual Beli
Jual beli adalah menukar suatu barang dengan barang yang lain dengan cara yang
tertentu (akad). Firman Allah SWT:

‫س ذَ ِلكَ ِبأَنَّ ُه ْم َقالُواْ ِإنَّ َما ا ْل َب ْي ُع‬


ِّ ِ ‫ش ْي َطانُ ِمنَ ا ْل َم‬ َّ ‫طهُ ال‬ُ َّ‫الر َبا الَ َيقُ ْو ُم ْو َن ِإالَّ َك َما َيقُ ْو ُم الَّذِي َيت َ َخب‬ِّ ِ َ‫الَّ ِذ ْينَ َيأ ْ ُكلُ ْون‬
‫ف َوأ َ ْم ُر ُه ِإلَى هللاِ َو َم ْن‬ َ ‫الر َبا فَ َمن َجا َء ُه َم ْو ِع َظةٌ ِ ِّمن َّربِِّ ِه فَا ْنت َ َهى فَلَهُ َما‬
َ َ‫سل‬ ِّ ِ ‫الر َبا َوأ َ َح َّل هللاُ ا ْل َب ْي َع َو َح َّر َم‬
ِّ ِ ‫ِمثْ ُل‬
َ‫اب النَّ ِار ُه ْم ِف ْي َها َخا ِلد ُْون‬ُ ‫ص َح‬ ْ َ ‫عَا َد فَأ ُ ْولَ ِئكَ أ‬

Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai
kepadanya larangan dari Rabbnya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka
baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan
urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka
orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al
Baqarah (2) : 275).
2. Ariyah (Pinjam meminjam)
Ariyah adalah memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain untuk diambil
manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya agar dapat dikembalikan zat barang itu. Dalam
hal ariyah terdapat rukun dan hukumnya yaitu sebagai berikut:
a. Rukun Ariyah
1. Orang yang meminjamkan syaratnya berhak berbuat kebaikan sekehendaknya, manfaat
barang yang dipinjam dimiliki oleh yang meminjamkan
2. Orang yang meminjam berhak menerima kebaikan
3. Barang yang dipinjam syaratnya barang tersebut bermanfaat, sewaktu diambil manfaatnya
zatnya tetap atau tidak rusak.
Orang yang meminjam boleh mengambil manfaat dari barang yang dipinjamnya hanya
sekedar menurut izin dari yang punya dan apabila barang yang dipinjam hilang, atau rusak
sebab pemakaian yang diizinkan, yang meminjam tidak menggantinya. Tetapi jikalau sebab
lain, dia wajib mengganti.
b. Hukum Ariyah
Asal hukum meminjamkan sesuatu adalah sunat. Akan tetapi kadang hukumnya wajib
dan kadang-kadang juga haram. Hukumnya wajib contohnya yaitu meminjamkan pisau untuk
menyembelih hewan yang hampir mati. Dan hukumnya haram contohnya sesuatu yang
dipinjam untuk sesuatu yang haram.
3. Sewa Menyewa
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian atau kesepakatan dimana penyewa harus
membayarkan atau memberikan imbalan atau manfaat dari benda atau barang yang dimiliki
oleh pemili barang yang di pinjamkan. Hukum dari sewa menyewa ini mubah atau
diperbolehkan.
4. Kerjasama dagang atau bisnis
Dalam istilah syariah, kerja sama bisnis sering disebut sebagai syirkah, syirkah
termasuk salah satu bentuk kerjasama dagang dengan syarat dan rukun tertentu. Kata syirkah
dalam bahasa Arab berasal dari kata syarika (fi’il mâdhi), yasyraku (fi’il mudhâri‘),
syarikan/syirkatan/syarikatan (mashdar/kata dasar); artinya menjadi sekutu atau serikat.
Menurut arti asli bahasa Arab (makna etimologis), syirkah berarti mencampurkan dua bagian
atau lebih sedemikian rupa sehingga tidak dapat lagi dibedakan satu bagian dengan bagian
lainnya. Adapun menurut makna syariat, syirkah adalah suatu akad antara dua pihak atau
lebih, yang bersepakat untuk melakukan suatu usaha dengan tujuan memperoleh keuntungan.

2.2 Macam-macam Jual Beli


Dalam hal jual beli ada tiga macam yaitu jual beli yang sah dan tidak terlarang, jual beli
yang terlarang dan tidak sah, jual beli yang sah tetapi terlarang:
1. Jual beli yang sah dan tidak terlarang yaitu jual beli yang diizinkan oleh agama artinya, jual
beli yang memenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
2. Jual beli yang terlarang dan tidak sah yaitu jual beli yang tidak diizinkan oleh agama, artinya
jual beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya jual beli, contohnya jual beli barang najis,
Jual beli anak hewan yang masih berada dalam perut induknya, jual beli yang ada unsur
kecurangan dan jual beli sperma hewan.
3. Jual beli yang sah tapi terlarang yaitu jual belinya sah, tidak membatalkan akad dalam jual
beli tapi dilarang dalam agama Islam karena menyakiti si penjual, si pembeli atau orang lain;
menyempitkan gerakan pasaran dan merusak ketentraman umum, contohnya membeli barang
dengan harga mahal yang tujuannya supaya orang lain tidak dapat membeli barang tersebut.

2.3 Rukun Dan Syarat Jual Beli


Jual beli memiliki 3 (tiga) rukun masing-masing rukun memiliki syarat yaitu;
1. Al- ‘Aqid (penjual dan pembeli) haruslah seorang yang merdeka, berakal (tidak gila), dan baligh atau
mumayyiz (sudah dapat membedakan baik/buruk atau najis/suci, mengerti hitungan harga).
Seorang budak apabila melakukan transaksi jual beli tidak sah kecuali atas izin dari tuannya,
karena ia dan harta yang ada di tangannya adalah milik tuannya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi:
“Barangsiapa menjual seorang budak yang memiliki harta, maka hartanya itu milik penjualnya, kecuali
jika pembeli mensyaratkan juga membeli apa yang dimiliki oleh budak itu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Demikian pula orang gila dan anak kecil (belum baligh) tidak sah jual-belinya, berdasarkan
firman Allah:
‫َوا ْبتَلُوا ْال َيت َا َمى َحتَّى إِذَا بَلَغُوا النِِّكَا َح فَإ ِ ْن آنَ ْست ُ ْم مِ ْن ُه ْم ُر ْشدًا فَا ْدفَعُوا إِلَ ْي ِه ْم أ َ ْم َوالَ ُه ْم‬
“Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya”. (QS. An-Nisaa’: 6).
2. Al-‘Aqdu (transaksi/ijab-qabul) dari penjual dan pembeli.
Ijab (penawaran) yaitu si penjual mengatakan, “saya jual barang ini dengan harga sekian”. Dan Qabul
(penerimaan) yaitu si pembeli mengatakan, “saya terima atau saya beli”.
Di dalam hal ini ada dua pendapat:
a. Mayoritas ulama dalam mazhab Syafi’i mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap
bentuk jual-beli, maka tidak sah jual-beli yang dilakukan tanpa mengucapkan lafaz “saya jual… dan
saya beli…”.
b. Tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul dalam setiap bentuk jual-beli. Bahkan imam
Nawawi -pemuka ulama dalam mazhab Syafi’i- melemahkan pendapat pertama dan memilih
pendapat yang tidak mensyaratkan ijab-qabul dalam aqad jual beli yang merupakan mazhab maliki
dan hanbali.
Dalil pendapat kedua sangat kuat, karena Allah dalam surat An-Nisa’ hanya mensyaratkan
saling ridha antara penjual dan pembeli dan tidak mensyaratkan mengucapkan lafaz ijab-qabul. Dan
saling ridha antara penjual dan pembeli sebagaimana diketahui dengan lafaz ijab-qabul juga dapat
diketahui dengan adanya qarinah (perbuatan seseorang dengan mengambil barang lalu
membayarnya tanpa ada ucapan apa-apa dari kedua belah pihak). Dan tidak ada riwayat dari nabi
atau para sahabat yang menjelaskan lafaz ijab-qabul, andaikan lafaz tersebut merupakan syarat
tentulah akan diriwayatkan.
3. Al-Ma’qud ‘Alaihi ( objek transaksi mencakup barang dan uang ).
Al-Ma’qud ‘Alaihi memiliki beberapa syarat:
1) Barang yang diperjual-belikan memiliki manfaat yang dibenarkan syariat, bukan najis dan bukan
benda yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ُ‫علَ ْي ِه ْم ث َ َم َنه‬
َ ‫ش ْىءٍ َح َّر َم‬ َ ‫َّللاَ إِذَا َح َّر َم َعلَى قَ ْو ٍم أ َ ْك َل‬
َّ ‫إِ َّن‬
“Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan atas suatu kaum untuk memakan sesuatu, maka Dia
pasti mengharamkan harganya”. (HR. Abu Dawud dan Baihaqi dengan sanad shahih).
Oleh karena itu tidak halal uang hasil penjualan barang-barang haram sebagai berikut:
Minuman keras dengan berbagai macam jenisnya, bangkai, babi, anjing dan patung. Nabi shallallahu
alaihi wasallam bersabda:
‫صن َِام‬ْ َ ‫ير َواأل‬ ِ ‫سولَهُ َح َّر َم بَ ْي َع ْالخ َْم ِر َو ْال َم ْيت َ ِة َو ْالخِ ْن ِز‬ َ َّ ‫ِإ َّن‬
ُ ‫َّللا َو َر‬
“Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamer, bangkai, babi dan patung”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Termasuk dalam barang-barang yang haram diperjual-belikan ialah Kaset atau VCD musik dan
porno. Maka uang hasil keuntungan menjual barang ini tidak halal dan tentunya tidak berkah, karena
musik telah diharamkan Allah dan rasul-Nya. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:
‫ف‬ َ ‫از‬ ِ َ‫ير َو ْالخ َْم َر َو ْال َمع‬ َ ‫لَيَ ُكون ََّن مِ ْن أ ُ َّمتِى أَ ْق َوا ٌم يَ ْستَحِ لُّونَ ْالحِ َر َو ْال َح ِر‬
“Akan ada diantara umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat
musik”. (HR. Bukhari no.5590)
2) Barang yang dijual harus barang yang telah dimilikinya. Dan kepemilikan sebuah barang dari hasil
pembelian sebuah barang menjadi sempurna dengan terjadinya transaksi dan serah-terima.
Diriwayatkan dari Hakim bin Hizam, dia bertanya kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam
tentang seseorang yang datang ke tokonya untuk membeli suatu barang, kebetulan barang tersebut
sedang tidak ada di tokonya, kemudian dia mengambil uang orang tersebut dan membeli barang
yang diinginkan dari toko lain, maka Nabi shallallahu alaihi wasallam menjawab:
َ ‫الَ ت َ ِب ْع َما َلي‬
َ‫ْس ِع ْندَك‬
“jangan engkau jual barang yang tidak engkau miliki!” (HR. Abu Daud)
3) Barang yang dijual bisa diserahkan kepada sipembeli, maka tidak sah menjual mobil, motor atau
handphone miliknya yang dicuri oleh orang lain dan belum kembali. Demikian tidak sah menjual
burung di udara atau ikan di kolam yang belum di tangkap, hal ini sebagaimana sabda Nabi
shallallahu alaihi wasallam yang diriwayatkan Abu Said, ia berkata: “Sesungguhnya Nabi shallallahu
alaihi wasallam melarang membeli hamba sahaya yang kabur”. (HR.Ahmad)
4) Barang yang diperjual-belikan dan harganya harus diketahui oleh pembeli dan penjual.
Barang bisa diketahui dengan cara melihat fisiknya, atau mendengar penjelasan dari si penjual,
kecuali untuk barang yang bila dibuka bungkusnya akan menjadi rusak seperti; telur, kelapa, durian,
semangka dan selainnya. Maka sah jual beli tanpa melihat isinya dan si pembeli tidak berhak
mengembalikan barang yang dibelinya seandainya didapati isi rusak kecuali dia mensyaratkan di saat
akad jual-beli akan mengembalikan barang tersebut bilamana isinya rusak atau si penjual bermaksud
menipu si pembeli dengan cara membuka sebuah semangka yang bagus, atau jeruk yang manis
rasanya dan memajangnya sebagai contoh padahal dia tahu bahwa sebagian besar semangka dan
jeruk yang dimilikinya bukan dari jenis contoh yang dipajang. Maka ini termasuk jual-beli gharar
(penipuan) yang diharamkan syariat. Karena nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang jual beli yang
mengandung unsur gharar (ketidak jelasan/penipuan). (HR. Muslim)
Adapun harga barang bisa diketahui dengan cara menanyakan langsung kepada si
penjual atau dengan melihat harga yang tertera pada barang, kecuali bila harga yang ditulis
pada barang tersebut direkayasa dan bukan harga sesungguhnya, ini juga termasuk jual-beli
gharar (penipuan).

Syarat Sah Jual Beli


Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus
dipenuhi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Syarat-syarat ini terbagi dalam dua jenis, yaitu
syarat yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan syarat yang berkaitan dengan
objek yang diperjualbelikan:
1) Yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetensi untuk melakukan
aktivitas ini, yakni dengan kondisi yang sudah akil baligh serta berkemampuan memilih.
Dengan demikian, tidak sah jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum nalar, orang
gila atau orang yang dipaksa.
2) Yang berkaitan dengan objek jual belinya, yaitu sebagai berikut:
 Objek jual beli harus suci, bermanfaat, bisa diserahterimakan, dan merupakan milik
penuh salah satu pihak.
 Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak
terhindar faktor ‘ketidaktahuan’ atau ‘menjual kucing dalam karung’ karena hal tersebut
dilarang.
 Tidak memberikan batasan waktu. Artinya, tidak sah menjual barang untuk jangka
waktu tertentu yang diketahui atau tidak diketahui.

2.4 Hal-Hal Dalam Melakukan Transaksi


Ada 5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan berinteraksi.
Kelima hal ini menjadi batasan secara umum bahwa transaksi yang dilakukan sah atau tidak, lebih
dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir, Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.
1. Maisir
Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti memperoleh
keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan perjudian karena dalam praktik
perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan dengan cara mudah. Dalam perjudian,
seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa rugi. Padahal islam mengajarkan tentang usaha dan
kerja keras. Larangan terhadap maisir / judi sendiri sudah jelas ada dalam AlQur’an (2:219 dan 5:90)
2. Gharar
Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Terdapat juga mereka yang menyatakan bahawa
gharar bermaksud syak atau keraguan. Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya atau
tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan
bahwa konsep gharar berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi
yang dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut :
 Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak
 Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak
 Transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya tidak jelas, baik dari
waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.
Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih dalam
kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifatgharar.
3. Haram
Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka transaksi nya menjadi tidak sah. Misalnya
jual beli khamr, dan lain-lain.
4. Riba
Pelarangan riba telah dinyatakan dalam beberapa ayat Al Quran. Ayat-ayat mengenai
pelarangan riba diturunkan secara bertahap. Tahapan-tahapan turunnya ayat dimulai dari peringatan
secara halus hingga peringatan secara keras.
Tahapan turunnya ayat mengenai riba dijelaskan sebagai berikut :
a) Menolak anggapan bahwa riba tidak menambah harta justru mengurangi harta. Sesungguhnya
zakatlah yang menambah harta. Seperti yang dijelaskan dalam QS. Ar Rum : 39 .
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba
itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu
maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya)”
b) Riba digambarkan sebagai suatu yang buruk dan balasan yang keras kepada orang Yahudi yang
memakan riba. Allah berfiman dalam QS. An Nisa : 160-161 .
“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan)
yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi
(manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka
telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami
telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.”
c) Riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Allah menunjukkan
karakter dari riba dan keuntungan menjauhi riba seperti yang tertuang dalam QS. Ali Imran : 130.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan
bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”
d) Merupakan tahapan yang menunjukkan betapa kerasnya Allah mengharamkanriba. QS. Al Baqarah :
278-279 berikut ini menjelaskan konsep final tentang ribadan konsekuensi bagi siapa yang
memakan riba.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan
sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula)
dianiaya.”
5. Bathil
Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzhaliman yang
dirasa pihak-pihak yang terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya. Maka,
dari sisi ini transaksi yang terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang terlibat dan diharap
agar bisa tercipta hubungan yang selalu baik. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat barang,
mengurangi timbangan tidak dibenarkan. Atau hal-hal kecil seperti menggunakan barang tanpa izin,
meminjam dan tidak bertanggungjawab atas kerusakan harus sangat diperhatikan dalam
bermuamalat.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam pembahasan makalah ini, kami dapat menyimpulkan bahwa muamalah ialah
tukar menukar barang atau sesuatu yang meberi manfaat dengan cara yang ditentukan. Hal
yang termasuk muamalah yaitu:
1. Jual beli yaitu penukaran harta atas dasar saling rela. Hukum jual beli adalah mubah,
artinya hal tersebut diperbolehkan sepanjang suka sama suka.
2. Menghindari riba.
Dalam pelaksanaan jual beli juga ada rukun jual beli yaitu:
a. Penjual dan pembeli
b. Uang dan benda yang dibeli
c. Lafaz ijab dan kabul

3.2 Saran

Kita sebagai umat muslim agar memperhatikan hukum muamalah dan tata cara jual
beli yang sah menurut agama islam. Dan kita juga harus memperhatikan riba yang
terkandung didalam hal jual beli tersebut, karena terdapat hadist yang mengharamkan riba
dalam islam.

Definisi Muamalah
Okt 29
Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.

Kata “muamalah” dalam etimologi bahasa Arab diambil dari kata (‫ )العمل‬yang merupakan kata umum untuk
semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Kata “muamalah” dengan wazan (‫ع َلة‬
َ ‫ ) ُمفَا‬dari kata (‫ )عامل‬yang
bermakna bergaul (‫)الت َّ َعا ُمل‬.
Adapun dalam terminologi ahli fikih dan ulama syariat, kata “muamalah” digunakan untuk sesuatu di luar
ibadah, sehingga “muamalah” membahas hak-hak makhluk dan“ibadah” membahas hak-hak Allah. Namun,
mereka berselisih pendapat dalam apa saja yang masuk dalam kategori muamalah tersebut dalam dua pendapat:
1. Muamalah adalah pertukaran harta dan yang berhubungan dengannya, seperti al-bai’ (jual-beli), as-salam, al-
ijaarah (sewa-menyewa), syarikat (perkongsian), ar-rahn (gadai), al-kafaalah, al-wakalah (perwakilan), dan
sejenisnya. Inilah Mazhab Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hambaliyah.

2. Muamalah mencakup semua hal yang berhubungan dengan maslahat manusia dengan selainnya, seperti
perpindahan hak pemilikan dengan pembayaran atau tidak (gratis) dan dengan transaksi pembebasan budak,
kemanfaatan, dan hubungan pasutri. Dengan demikian, muamalah mencakup fikih pernikahan, peradilan,
amanah, dan warisan. Inilah mazhab al-Hanafiyah dan pendapat asy-Syathibi dari mazhab al-Malikiyah.

Oleh karena itu sebagian ahli fikih membagi fikih menjadi empat kategori:
a. Fikih Ibadah
b. Fikih Muamalah
c. Fikih Ankihat (nikah)
d. Hukum-hukum kriminal dan peradilan.

Yang menjadi topik pembahasan kita adalah “fikih muamalah” tentang pertukaran harta benda

BAB IPENDAHULUAN
A.
Pengertian muamalah
Dr. Kaelany HD., MA mengatakan dalam bukunya, Islam Agama Universal, bahwa ajaran Islam
sangatlah luas. Ulama dengan berlandaskan hadist membagiajaran Islam tersebut dalam tiga
pokok bahasan, yaitu Aqidah, Syari’ah (ibadah dan muamalah), dan
Akhlak.S y a r i ’ a h a d a l a h s e b u t a n t e r h a d a p p o k o k a j a r a n A l l a h d a n R a s u l n y a y a n
g m e r u p a k a n j a l a n a t a u p e d o m a n h i d u p m a n u s i a d a l a m m e l a k u k a n h u b u n g a n ve
rtical kepada Pencipta, Allah SWT, dan juga kepada sesama manusia.Ada dua pendekatan dalam
mendefinisikan Syari’ah, yaitu antara
lain:1 . D a r i s e g i t u j u a n , S y a r i ’ a h m e m i l i k i p e n g e r
t i a n a j a r a n y a n g menjaga kehormatan manusia sebagai makhlu
k t e r m u l i a d e n g a n memelihara atau menjamin lima hal penting, yaitu:a)Menjamin
kebebasan beragama (Berketuhanan Yang Maha Esa) b)Menjamin kehiupan yang layak
(memelihara jiwa)c)Menjamin kelangsungan hidup keluarga (menjaga
keturunan)d)Menjamin kebebasan berpikir (memelihara akal)e)Menjamin kehidupan
dengan tersedianya lapangan kerja yang pantas (memelihara harta)Lima hal pemeliharaan itu
akan menjadi ukuran dari lima hukum Islam,seperti wajib, sunnat, haram, makruh, dan
mubah.2 . D i t i n j a u d a r i s e g i k l a s i f i k a s i . Terdiri dari
ibadah dan muamalah.1)
Pengertian muamalah menurut bahasa
Etiomologi:Muamalah dari kata (‫ع م ل‬ ‫ ) ا‬yang merupakan istilah yang digunakan
untuk mengungkapkan semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. muamalah mengikuti
pola (‫ة‬ َ ََ ‫َ ف‬ ُ ) yang bermakna bergaul (‫ل‬ ُ ‫َ ت َ ع‬
‫) ا‬Terminologi:Muamalah adalah istilah yang digunakan untuk permasalahan selain ibadah.2)
Pengertian muamalah menurut istilah
1
a ) A r t i l u a s Menurut Ad-
Dimyathi :“Suatu aktivitas keduniaan untuk mewujudkan keberhasilan akhirat”Menurut Yusuf Musa
:“Peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan dita’ati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga
kepentingan manusia”“Segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur
hubunganmanusia dengan manusia dalam kehidupannya”Menurut Dr.Abdul Sattar Fathullah Sa’id
:“Fiqh muamalat ialah hukum syari’ah yang berkaitan dengan
transaksimanusia mengenai jual beli, gadai, perdagangan, pertanian, sewa-menyewa,
perkongsian, perkawinan, penyusuan thalak, iddah, hibah &hadiah, washiat, warisan, perang
dan damai”.Jadi, muamalah dalam arti luas adalah “Aturan-aturan Allah
untuk m e n g a t u r m a n u s i a d a l a m k a i t a n n y a d e n g a n u r u s a n d u n i a w i d a l a m pergaula
n sosial”.D a l a m k o n t e k s
muamalah
d a l a m m a k n a l u a s , I b n u A b i d i n membagi muamalah kepada 5 bidang1)
Mu’awadhah Maliyah
(hukum kebendaan)2)Munakahat (Hukum perkawinan)3)Muhasanat (Hukum Acara)4)Amanat dan
‘Ariyah (Pinjaman)5)Tirkah (harta
warisan) b ) A r t i s e m p i t
Menurut Khudhari Byk :“Semua akad yang membolehkan manusia saling menukar
manfaatnya”Menurut Rasyid Ridha :“Tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan
cara yangditentukan”Menurut Dr.Mustafa Ahmad Zarqa,“ H u k u m -
hukum tentang perbuatan manusia yang berkaitan denganh u b u n g a n s e s a m a
m a n u s i a m e n g e n a i h a r t a k e k a y a a n , h a k - h a k d a n penyelesaian sengketa”.Jadi
muamalah dalam arti sempit adalah “Aturan-aturan Allah yangmengatur hubungan
manusia dengan manusia dalam memperoleh danm e n g e m b a n g k a n h a r t a b e n d a ” a t a u
“ a t u r a n t e n t a n g k e g i a t a n e k o n o m i manusia”Ibadah wajib berpedoman pada sumber ajaran
Al-Qur’an dan Al-Sunnah, yaituharus ada contoh (tatacara dan praktek) dari Nabi
Muhammad SAW. Konsepibadah ini berdasarkan kepada
mamnu’
(dilarang atau haram). Ibadah ini
antaral a i n m e l i p u t i s h a l a t , z a k a t , p u a s a , d a n h a j i . S e d a n g k a n m a s a l a h m u ’ a m
alah2

(hubungan kita dengan sesama manusia dan lingkungan), masalah-masalah dunia,seperti makan
dan minum, pendidikan, organisasi, dan ilmu pengetahuan danteknologi, berlandaskan
pada prinsip “boleh” (jaiz) selama tidak ada larangan yang tegas dari Allah dan Rasul-
Nya.Berkaitan dengan hal di atas (mu’amalah), Nabi Muhammad SAW mengatakan:
“Bila dalam urusan agama (aqidah dan ibadah) An da contohlah saya. Tapi,dalam
urusan dunia Anda, (teknis mu’amalah), Anda lebih tahu tentang dunia Anda.”
Dalam ibadah, sangat penting untuk diketahui apakah ada suruhan
ataucontoh tata cara, atau aturan yang pernah diajarkan oleh Rasulullah
S A W . Apabila hal itu tidak ada, maka tindakan yang kita lakukan dalam ibadah ituakan
jatuh kepada
bid’ah
, dan setiap perbuatan bid’ah adalah
dhalalah (sesat)
.Sebaliknya dalam mu’amalah yang harus dan penting untuk diketahui adalah apakah ada
larangan tegas dari Allah dan Rasul-Nya, karena apabila tidak ada,hal tersebut boleh saja
dilakukan.Dalam hal ini, Dr. Kaelany juga menjelaskan adanya dua prinsip yang perlukita perhatikan,
yaitu:1.Manusia dilarang “menciptakan agama, termasuk sistem ibadah dan tata caranya,
karena masalah agama dan ibadah adalah hak mutlak Allah dan p a r a R a s u l -
N y a y a n g d i t u g a s i m e n y a m p a i k a n a g a m a i t u k e p a d a masyarakat.
M a k a m e n c i p t a k a n a g a m a d a n i b a d a h a d a l a h b i d ’ a h . Sedangkan setiap
bid’ah adalah sesat.2 . A d a n y a k e b e b a s a n d a s a r d a l a m m e n e m p u h h i d u p i n i , y a i t u
hal-
hal yang berkaitan dengan masalah mu’amalah, seperti pergaulan hidup dank
ehidupan dalam masyarakat dan lingkungan, yang dikaruniakan Allah kepada umat
manusia (Bani Adam) dengan batasan atau larangan tertentuyang harus dijaga. Sebaliknya melarang
sesuatu yang tidak dilarang olehAllah dan Rasul-Nya adalah
bid’ah.Dalam menjalankan keseharian, penting bagi kita untuk mengingat dua prinsip di
atas. Ibadah tidak dapat dilakukan dengan sekehendak hati kita karenasemua ketentuan dan aturan
telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, sertacontoh dan tata caranya telah diajarkan oleh
Rasulullah SAW semasa hidupnya.Melakukan sesuatu dalam ibadah, yang tidak ada disebutkan dalam
Al-Qur’andan Sunnah berarti melakukan sesuatu yang tidak diperintahkan oleh
AllahSWT, dan ini sungguh merupakan perbuatan yang sesat. Namun dalam beberapa hal, tentu
ada hal yang harus diperhatikan sesuai dengan perkembangan zaman. Di sini lah implikasi dari
mu’amalah itu sendiri.Selama tidak ada larangan secara tegas di dalam Al -Qur’an dan
Sunnah, halyang dipertimbangkan itu boleh dilakukan. Hal ini telah diterangkan oleh
Rasuld a l a m s a b d a n y a y a n g s u d a h d i t u l i s d i a t a s . S e b a g a i c o n t o h a d a l a h d a l a m
kehidupan sehari-hari, pada zaman hidupnya Rasulullah, masyarakat yang

Anda mungkin juga menyukai