Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam
Disusun oleh:
1
JUAL BELI
1
Abdul Rahman Ghazaly. dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 67-68
2
Ibnu Mas’ud. dkk, Fiqh Madzhab Syafi’i Buku 2: Muamalat, Munakahat, Jinayat, Bandung: Pustaka Setia
Bandung, 2007, hlm. 22
3
Masjupri, Buku Daras Fiqih 1 Muamalah,Surakarta: FSEI Publising IAIN Surakarta, 2013, hlm. 105
2
... َو َأَح َّل ٱلَّلُهٱۡل َبۡي َع َو َح َّر َم ٱلِّر َبٰو
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...
b. Surat Al-Baqarah ayat 198
َلۡي َس َع َلۡي ُك ۡم ُجَناٌح َأن َتۡب َتُغ وْا َفۡض اٗل ِّم ن َّرِّبُك ۚۡم
Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu.
c. Surat an-Nisa’ ayat 29
.. ِإٓاَّل َأن َتُك وَن ِتَٰج َر ًة َعن َتَر اٖض ِّم نُك ۚۡم
...kecualidengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara
kamu..
d. Dalam hadis Nabi SAW dinyatakan:
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jawawut
dengan jawawut, tamar dengan tamar, garam dengan garam dengan ukuran yang
sama dan dengan timbangan yang sama. Barang siapa melebihkan atau meminta
tambah berarti ia melakukan riba, jika berbeda jenis maka jualah sekehendakmu.”
(HR. Imam Bukhari)
Pernyataan “maka jualah sekehendakmu”, ini jelas mengisyaratkan bahwa
diperbolehkannya jual beli.4
2. Hukum Jual Beli
Dari kandungan ayat-ayat al-Qur’an dan sabda-sabda Rasul di atas, para ulama fiqh
mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli yaitu mubah (boleh). Akan tetapi, pada
situasi-situasi tertentu, menurut Imam al-Syathibi, pakar fiqh Maliki, hukumnya boleh
berubah menjadi wajib. Imam al-Syathibi, memberi contoh ketika terjadi praktek
ihtikar(penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik).
Apabila seseorang melakukan ihtikar dan mengakibatkan melonjaknya harga barang
yang ditimbun dan disimpan itu, maka menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa
pedagang untuk menjual barangnya itu sesuai dengan ketentuan pemerintah. Demikian
pula, pada kondisi-kondisi lainnya.
a. Mubah (boleh), merupakan asal hukum jual beli.
4
Masjupri, Buku Daras Fiqih 1 Muamalah, Surakarta: FSEI Publising IAIN Surakarta, 2013, hlm. 106
3
b. Wajib, umpamanya wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa.
c. Haram, sebagaimana pada jenis-jenis jual beli yang terlarang, tidak sesuai dengan
ketentuan syara’.
d. Sunnat, misalnya jual beli kepada sahabat atau keluargayang dikasihi dan kepada
orang yang sangat membutuhkan barang tersebut.5
5
Masjupri, Buku Daras Fiqih 1 Muamalah, Surakarta: FSEI Publising IAIN Surakarta, 2013, hlm. 108
4
jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya
tidak sah.
2. Yang melakukan akad adalah orang yang berbeda artinya seseorang yang tidak
dapat bertindak dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus sebagai
pembeli.
b. Syarat-syarat yang Terkait dengan Ijab Qabul.
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul itu adalah:
1. Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal
2. Qabul sesuai dengan ijab
3. Ijab dan qabul itu dilakukan dalam satu majelis
c. Syarat-syarat Barang yang Diperjualbelikan (Ma’qud ‘alaih).
Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang diperjualbelikan sebagai berikut:
1. Barang itu ada atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
2. Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia, oleh sebab itu bangkai, khamar,
dan darah tidak sah menjadi objek jual beli, karena dalam pandangan syara’ benda-
benda seperti ini tidak bermanfaat bagi muslim.
3. Milik seseorang, barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh
diperjualbelikan, seperti menjualbelikan ikan di laut atau emas dalam tanah, karena
ikan dan emas belum dimiliki penjual.
4. Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati bersama
ketika transaksi berlangsung.
d. Syarat-syarat Nilai Tukar (Harga Barang).
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat al-tsaman yaitu:
1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti pembayaran
dengan cek dan kartu kredit, apabila harga barang itu dibayar kemudian (berutang)
maka waktu pembayarannya harus jelas.
3. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang (al-
muqayadhah) maka barang yang dijadikan nilai tukar bukan barang yang
5
diharamkan oleh syara’, seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda ini
tidak bernilai menurut syara’.6
6
Abdul Rahman Ghazaly. dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 70-79
7
Siswadi, JualBelidalamPerspektif Islam.JurnalUmmuQura. Vol III, N0. 2, Agustus 2013.hlm 63.
8
Shobirin, JualBelidalamPandangan Islam.JurnalBisnis. Vol. 3, No. 2, Desember 2015.hlm 247.
6
E. Khiyar dalam Jual Beli
1. Definisi Khiyar
Khiyar secara bahasa adalah kata nama dari ikhtiyar yang berarti mencari yang baik
dari dua urusan baik meneruskan akad atau membatalkan. Sedangkan menurut istilah
kalangan ulama fiqh yaitu mencari yang baik dari dua urusan baik berupa meneruskan
akad atau membatalkannya. Sebagian ulama terkini mereka mendefinisikan khiyar
secara syar’i sebagai “Hak orang yang berakad dalam membatalkan akad atau
meneruskannya karena ada sebab-sebab secara syar’i yang dapat membatalkannya
sesuai dengan kesepakatan ketika berakad.”
2. Dalil Pensyariatkan Khiyar
Adapun dalil al-Qur’an sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Baqarah ayat
275:
9
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalat Sistem Transaksidalam Fiqh Islam, Jakarta: Amzah, 2010, hlm.
99
7
telah busuk, atau ketika telur dipecahkan telah menjadi anak ayam. Hal ini
sebelumnya tidak diketahui baik oleh penjual maupun pembeli. Dalam kasus seperti
itu, menurut para pakar fiqh, ditetapkan hak khiyar bagi pembeli.
c. Khiyar Ru’yah, yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk menyatakan berlaku
atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika
akad berlangsung. Akad seperti ini terjadi disebabkan objek yang akan dibeli itu
tidak di tempat berlangsungnya akad atau karena sulit dilihat seperti ikan kaleng.
d. Khiyar Syarat, yaitu hak pilih yang dijadikan syarat oleh keduanya (pembeli dan
penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu terjadi akad untuk meneruskan
atau membatalkan akadnya itu, agar dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama
syarat yang diminta paling lama tiga hari.
e. Khiyar Ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli untuk menentukan barang yang berbeda
kualitas dalam jual beli. Contoh,pembelian keramik ada yang berkualitas super dan
sedang. Akan tetapi pembeli tidak mengetahui secara pasti mana keramik yang
super dan berkualitas sedang, untuk menentukan pilihan ia memerlukan pakar
keramik. Khiyar seperti ini, menurut ulama hanafiyah boleh.10
10
Abdul Rahman Ghazaly. dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 99-104
8
d. Menjual diatas penjualan orang lain. Misalnya seseorang berkata, kembalikan saja
barang dagangannya, nanti akan ku berikanmu harga dagangan yang lebih murah.
Rasulullah saw bersabda, tidak boleh seseorang menjual atas penjualan orang lain.
(H.R Bukhori dan Muslim).
2. Jual Beli terlarang dan batalhukumnya
Ada juga jual beli terlarang dan batal hukumnya, antara lain:
a. Barang yang dihukumi najis oleh syara’. Seperti khamr, daging babi, maupun
anjing, bangkai, dll.
b. Jual beli sperma binatang. Penjual membawa hewan pejantan kepada hewan betina
untuk dikawinkan. Anak hewan tersebut menjadi milik pembeli. Rasullah saw
melarang perbuatan seperti ini.
c. Jual beli mulaqih, menjual janin yang masih dalam kandungan.
d. Jualbelimuhaqallah, baqallahberartitanah, sawah, dan kebun. Artinya menjual
tanaman yang masih berada di ladang.
e. Jual beli mukhadarah, menjual buah-buahan yang masih belum pantas untuk dijual.
Contohny amenjual rambutan yang masih hijau.
f. Jual beli muamassah, jual beli yang dilakukan dengan cara sentuh menyentuh
barang yang diperjual belikan. Misalnya ada seseorang menyentuh kain, maka ia
harus membeli kain yang telah ia sentuht ersebut.11
11
Masjupri, Buku Daras Fiqih 1 Muamalah, Surakarta: FSEI Publising IAIN Surakarta, 2013, hlm. 111-112.