Anda di halaman 1dari 3

Rukun dan Syarat Jual Beli

Oleh karena perjanjian jual beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai
konsekuensi terjadi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak penjual
kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah
dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.

1. Rukun Jual Beli


a) Adanya pihak penjual dan pihak pembeli
b) Adanya uang dan benda; dan
c) Adanya lafal.

Dalam suatu perbuatan jual beli, ketiga rukun itu hendaklah dipenuhi, sebab
andaikata salah satu rukun tidak terpenuhi, maka perbuatan tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai perbuatan jual beli.1

Menurut Mazhab Hanafi rukun jual-beli hanyalah ijab dan kabul saja.
Menurut Jumhur Ulama pada buku Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, rukun
jual-beli ada empat :
a. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)
b. Sighat (lafal ijab dan kabul)
c. Ada barang yang dibeli
d. Ada nilai tukar pergantian barang
Menurut Mazhab Hanafi orang yang beakad, barang yang dibeli, dan nilai tukar
barang (a,c,d) di atas termasuk syarat jual beli, bukan rukun.
Menurut Jumhur Ulama, bahwa syarat jual-beli sesuai dengan rukun jual-beli yang
disebutkan diatas adalah sebagai berikut:
1. Syarat orang yang berakad
Ulama fikih sepakat, bahwa orang yang melakukan akad jual beli harus
memenuhi syarat:
a) Orang yang berakal (penjual dan pembeli)
Jumhur ulama berpendapat, bahwa orang yang melakukan akad jual-beli
itu harus telah baligh dan berakal. Apabila orang itu masih mumayyiz,
maka akad jual beli itu tidak sah, sekalipun mendapat izin dari wali.
b) Orang yang melakukan akad jual-beli, adalah orang yang berbeda.
Maksudnya, seseorang tidak dapat bertindak sebagai pembeli dan penjual
dalam waktu yang bersamaan.
2. Syarat yang terkait dengan ijab kabul
Ulama fikih menyatakan bahwa syarat ijab kabul itu adalah sebagai berikut:
a) Orang yang mengucapkannya telah akil baligh dan berakal (Jumhur Ulama)
atau telah berakal(Ulama Mazhab Hanafi), sesuai dengan perbedaan mereka
dalam menentukan syarat-syarat seperti telah dikemukakan di atas.
b) Kabul sesuai dengan ijab. Contohnya: “ saya jual sepeda ini dengan harga
sepuluh ribu”, lalu pembeli menjawab: “saya beli dengan harga sepuluh ribu”.
c) Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majilis. Maksudnya kedua belah pihak
yang melakukan akad jual-beli hadir dan membicarakan masalah yang sama.
1
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta:Sinar Grafika,2004), 129-130
3. Syarat yang diperjualbelikan, adalah sebagai berikut:
a) Benda itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan
kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.
c) Milik seseorang.
d) Dapat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu yang telah
disepakati bersama ketika akad berlangsung.
4. Syarat nilai tukar (harga barang)
Nilai tukar barang adalah termask unsur yang terpenting. Zaman sekarang disebut
uang. Berkaitan dengan nilai tukar ini, ulama fikih membedakan antara as-tsamn dan
as-Si’r.
Menurut mereka, as-tsamn adalah harga pasar yang berlaku ditengah-tengah
masyarakat, sedangkan as-Si’r adalah modal barang yang seharusnya diterima para
pedagang sebelum dijual kepada konsumen. Dengan demikian, ada dua harga, yaitu
harga antara sesama pedagang dan harga antara pedagang dan konsumen (harga jual
pasar).2

2. Syarat Sahnya Jual Beli


Jual beli haruslah memenuhi syarat baik tentang subjeknya, tentang objeknya, dan
tentang lafal.
a) Tentang subjeknya
Menurut Sulaiman Rasyid dalam buku Hukum Ekonomi Islam, Kedua
belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli haruslah :
1) Berakal, agar dia tidak terkicuh, orang gila atau bodoh tidak sah
jual belinya;
2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan paksaan);
3) Keduanya tidak mubazir;
4) Baligh.
b) Tentang objeknya
Yang dimaksud dengan objek jual beli di sini adalah benda yang menjadi
sebab terjadinya perjanjian jual beli.
Benda-benda dijadikan sebagai objek jual beli ini haruslah memenuhi
syarat-syarat berikut;
 Bersih barangnya;
 Dapat dimanfaatkan;
 Milik orang yang melakukan akad;
 Mampu menyerahkannya;
 Mengetahui dan barang yang diakadkan ada ditangan.3

Menurut Zakaria al-Anshari dalam buku Fiqh Ekonomi Syariah, suatu jual beli tidak
sah bila tidak terpenuhi dalam suatu akad tujuh syarat, yaitu:
1. Saling rela antara kedua belah pihak. Kerelaan antara kedua belah pihak untuk
melakukan transaksi syarat mutlak keabsahamnya, berdasarkan firman Allah
2
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam,(Jakarta:RajaGrafindo
Persada,2004), 118-124
3
Suhrawardi K. Lubis.,Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta : Sinar Grafika,2004),129-131
dalam QS. An-nisaa’ (4);29, dan hadist Nabi Riwayat Ibnu Majah: “Jual beli
haruslah atas dasar kerelaan (suka sama suka).”
2. Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad, yaitu orang yang
baliq, berakal, dan mengerti. Maka, akad yang dilakukan oleh anak di bawah
umur, orang gila, atau idiot tidak sah kecuali dengan seizin walinya, kecuali akad
yang bernilai rendah seperti membeli kembang gula, korek api, dan lain-lain. Hal
ini berdasarkan kepada firman Allah QS. An-nisaa’(4):5 dan 6.
3. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua pihak.
Maka, tidak sah jual beli barang yang belum dimiliki tanpa seizin pemiliknya. Hal
ini berdasarkan Hadis Nabi SAW Riwayat Abu Daud dan Tirmidzi, sebagai
berikut : “ Janganlah engkau jual barang yang bukan milikmu.
4. Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan oleh agama. Maka tidak boleh
menjual barang haram seperti khamar (minuman keras) dan lain-lain. Hal in
berdasarkan Hadis Nabi SAW Riwayat Ahmad: “sesungguhnya Allah bila
mengharamkan suatu barang juga mengharamkan nilai jual barang tersebut.
5. Objek transaksi adalah barang yang biasa diserahterimakan. Maka tidak sah jual
mobil hilang, burung di angkasa karena tidak dapat diserahterimakan. Hal ini
berdasarkan Hadis Nabi Riwayat Muslim: “Dari Abu Hurairah r.a Bahwa Nabi
Muhammad SAW melarang jual beli gharar(penipuan).”
6. Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad. Maka tidak sah
menjual barang yang tidak jelas. Misalnya, pembeli harus melihat terlebih dahulu
barang tersebut dan/atau spesifikasi barang tersebut. Hal ini berdasarkan Hadis
Riwayat Muslim tersebut.
7. Harga harus jelas saat transaksi. Maka tidak sah jual beli di mana penjual
mengatakan: “ aku menjual mobil ini kepadamu dengan harga yang akan kita
sepakati nantinya.” Hal ini berdasarkan Hadis Riwayat Muslim tersebut.4

4
Dr. Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah,(Jakarta : Kencana, 2012),104-
105

Anda mungkin juga menyukai