Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH AKAD MURABAHAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Akuntansi Syariah


Dosen Pengampu: Dr. Mustakim Muchlis, S.E., M.Si. Ak

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 5

A. UMMU KALSUM 90400121013


ANDI V-BY ANANDA PUTRI 90400121015
FIRANTI MUSLIMAH 90400121011
ANGGRIANI AHMAD 90400121018
BERKAH RAHMAWATI 90400121020

PRODI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022/2023
A. Pengertian Akad Murabahah

Secara luas, jual beli dapat diartikan sebagai pertukaran harta atas
dasar saling rela. Menurut (Sabiq, 2008) jual beli adalah memindahkan milik
dengan ganti (iwad) yang dapat dibenarkan (sesuai syariah). Pertukaran dapat
dilakukan antara uang dengan barang, barang dengan barang (barter), dan
uang dengan uang misalnya, pertukaran nilai mata uang rupiah dengan yen.

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan jumlah sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan barang tersebut kepada pembeli (PSAK 102
paragraf 5). Definisi ini menunjukkan bahwa transaksi murabahah tidak harus
dalam bentuk pembayaran tangguh (kredit), melainkan dapat juga dalam
bentuk tunai setelah menerima barang, ditangguhkan dengan mencicil setelah
menerima barang ataupun ditangguhkan dengan membayar sekaligus di
kemudian hari (PSAK 102 paragraf 8). Seorang muslim harus mengetahui jual
beli yang di perbolehkan dalam syariah, agar harta yang dimiliki halal dan
baik. Seperti kita ketahui, jual beli adalah salah satu aspek dalam muamalah
(hubungan manusia dengan manusia), dengan kaidah dasar semua boleh
kecuali yang dilarang. Kalau belum tahu mana yang dibolehkan dalam
syariah, atau belum mengetahui suatu ilmu tertentu, kita wajib mencari tahu
sebagaimana Sabda Rasulullah :

"Menuntut ilmu Itu diwajibkan bagi setiap orang muslim". (HR Ibnu Majah)

Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan


harga perolehan dan keuntungan (Margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli. Hal yang membedakan murabahah dengan penjual yang biasa kita
kenal adalah penjual secara jelas memberi kepada pembeli beberapa harga
pokok barang tersebut dan berapa besar keuntungan yang diinginkannya.
Pembeli dan penjual dapat melakukan tawar-menawar atas besaran margin
keuntungan sehingga akhirnya diperoleh kesepakatan.

B. Jenis Akad Murabahah


Ada 2 Jenis Murabahah, yaitu sebagai berikut :

1) Murabahah dengan pesanan (murabahah to the purchase order)

Dalam murabahah jenis ini, penjual melakukan pembelian barang


setelah ada pemesanan dalam dari pembeli. Murabahah dengan pesanan dapat
bersifat mengikat atau tidak mengikat pembeli untuk membeli barang yang
dipesannya. Jika bersifat mengikat, maka pembeli harus membeli barang yang
dipesannya dan tidak dapat membatalkan pesanannya. Jika aset murabahah
yang telah dibeli oleh penjual, dalam murabahah pesanan mengikat,
mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan kepada pembeli maka,
penurunan nilai tersebut menjadi beban penjual dan akan mengurangi nilai
aset.

Skema
Murabahah Dengan
Pesanan

Keterangan :

1. Melakukan akad murabahah


2. Penjual memesan dan membeli pada supplier/produsen
3. Barang dari produsen
4. Barang diserahkan kepada pembeli
5. Pembayaran dilakukan oleh pembeli
2) Murabahah tanpa pesanan, murabahah jenis ini bersifat tidak
mengikat.

Skema murabahah tanpa pesanan

Keterangan :

1. Melakukan akad murabahah


2. Barang diserahkan kepada pembeli
3. Pembayaran dilakukan oleh pembeli

C. Sumber Hukum Akad Murabahah

Sudarsono (2015: 71) menyatakan bahwa terdapat 2 macam sumber


hukum akad murabahah, diantaranya :

a) Alquran

"Hai orang-orang yang beriman! janganlah kamu saling memakan


(mengambil) hak sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali
dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka rela di antara mu...."
(QS. An-nisa ayat 29).

"Hai orang-orang yang beriman! penuhilah akad-akad itu..." (QS Al-


Maidah : 1)

"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba". (QS.


Al-Baqarah : 275)

"..... dan jika (orang yang berutang) itu dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai ia kelapangan". (QS. Al-baqarah : 280)
".... dan tolong menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa... " (QS. Al-maidah : 2)

"Hai orang-orang yang beriman! Jika kamu melakukan transaksi


utang piutang untuk jangka waktu yang ditentukan, tuliskanlah... "(QS. Al-
Baqarah 282)

b) Hadis

Dari Abu Sa'ad Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW. bersabda :


"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka". (HR
Al+Baihaqi, Ibnu Majah dan Shahih menurut Ibnu Hibban)

Rasulullah SAW bersabda : "Ada tiga hal yang mengandung


keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah) dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga bukan
untuk dijual". (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib)

"Allah mengasihi orang yang memberikan kemudahan bila ia Menjual


dan membeli serta di dalam menagih haknya ". (Abu Hurairah).

"Orang yang melepas seorang muslim dari kesulitannya di dunia,


Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat ; dan Allah senantiasa
menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya ". (HR.
Muslim)

"Menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang mampu


menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepada Nya ". (HR. Abu
Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad)

"Penundaan (pembayaran) yang dilakukan oleh orang yang mampu


adalah suatu kezaliman". (HR. Bukhari dan Muslim)

"Sumpah itu melariskan barang dagangan, akan tetapi menghapus


keberkahannya ". (HR. Al-Bukhari)
D. Rukun Dan Ketentuan Akad Murabahah

Rukun dan Ketentuan Marabahah, yaitu sebagai berikut :

1. Pelaku

Pelaku cakap hukum dan baligh (berakal dan dapat membedakan),


sehingga dengan orang gila menjadi tidak sah sedangkan jual beli dengan
anak kecil dianggap sah apabila seijin walinya.

2. Objek Jual Beli,

Dalam objek jual beli maka harus memenuhi syarat sebagai


berikut:

a) Barang yang diperjual belikan adalah barang halal.

Maka semua barang yang diharamkan oleh Allah, tidak dapat


dijadikan sebagai objek jual beli, karena barang tersebut dapat
menyebabkan manusia bermaksiat/melanggar larangan Allah. Hal ini
sesuai dengan hadis berikut ini.

"Sesungguhnya Allah apabila mengharamkan sesuatu juga


mengharamkan harganya." (HR. Ahmad dan Abu Dawud).

b) Barang yang diperjualbelikan harus dapat diambil manfaatnya


atau memiliki nilai, dan bukan merupakan barang-barang yang
dilarang diperjualbelikan, misalnya : jual beli barang yang
kadaluarsa.

c) Barang tersebut dimiliki oleh penjual.

Jual beli atas barang yang tidak dimiliki oleh penjual adalah tidak
sah karena bagaimana mungkin ia dapat menyerahkan kepemilikan barang
kepada orang lain atas barang yang bukan miliknya. Jual beli oleh bukan
pemilik barang seperti itu, baru akan sah apabila mendapat izin dari
pemilik barang.
Contohnya jual beli barang curian dianggap tidak sah karena status
kepemilikan barang tersebut tetap ada si pemilik harta.

"Barangsiapa membeli barang curian sedangkan dia tahu bahwa itu hasil
curian, maka sesungguhnya dia telah bersekutu dalam dosa dan aibnya."
(HR. Al Baihaqi)

d) barang tersebut dapat diserahkan tanpa tergantung dengan


kejadian tertentu di masa depan. Barang yang tidak jelas waktu
penyerahan nya adalah tidak sah, karena dapat menimbulkan
ketidakpastian (gharar) yang pada gilirannya dapat merugikan satu
pihak yang bertransaksi dan dapat menimbulkan persengketaan.

Misalnya, menjual mobil yang hilang dengan harga Rp.


40.000.000. si pembeli berharap mobil itu akan ditemukan. Demikian juga
jual beli atas barang yang sedang digadaikan atau telah diwakafkan.

e) barang tersebut harus diketahui secara spesifik dan dapat


diidentifikasikan oleh pembeli sehingga tidak ada gharar
(ketidakpastian).

Misalnya, saya jual salah satu tanaman hias yang saya miliki, tidak
jelas tanaman hias mana yang akan dijual, atau saya jual salah satu dari 5
mobil yang saya miliki dengan harga Rp. 100.000.000, tidak jelas mobil
yang mana dan kondisinya bagaimana.

f) barang tersebut dapat diketahui kuantitas dan kualitasnya dengan


jelas, sehingga tidak ada gharar.

Apabila suatu barang dapat dikuantifikasi/ditakar/ditimbang maka


barang yang diperjualbelikan harus di kuantifikasi terlebih dahulu agar
tidak timbul ketidakpastian (gharar). Hal ini sesuai dengan hadis berikut
ini.
"Bagaimana jika ulang mencegahnya berbuah, dengan imbalan apakah
salah seorang kamu mengambil harta saudaranya ?" (HR. Al Bukhari
dari Anas)

Berdasarkan hadis ini, dapat disimpulkan jual beli secara ijon


dilarang. Contoh lainnya, menjual anak kuda yang masih dalam
kandungan, karena anak kuda yang dilahirkan nanti belum tentu selamat,
cacat atau tidak, serta belum tentu se unggul induk biologisnya.

g) harga barang tersebut jelas

Harga atas barang yang diperjualbelikan diketahui oleh pembeli


dan penjual berikut cara pembayaran tunai atau tangguh sehingga jelas dan
tidak ada gharar.

Contohnya, penjual berkata kepada pembeli, jika kamu membayar


1 bulan harganya Rp. 700.000. tetapi jika kamu membayar 2 bulan maka
harganya menjadi Rp. 750.000. pembeli pun setuju, tanpa menyatakan
harga mana yang dia setujui sehingga harga tidak jelas, kecuali dinyatakan
harga yang mana yang disepakati. Begitu harga itu disepakati maka harga
tersebut tidak boleh berubah.

h) barang yang diakadkan ada di tangan penjual

Barang dagangan yang tidak berada di tangan penjual akan


menimbulkan ketidakpastian (gharar). Hakim bin hizam berkata :

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku membeli barang dagangan, apakah


yang halal dan apa pula yang haram daripadanya untukku?" Rasulullah
bersabda : "jika kamu telah membeli sesuatu, maka janganlah kau jual
sebelum ada di tanganmu."

Berdasarkan hadis ini dapat diqiyaskan Future trading dilarang.


Pembeli yang menjual kembali barang yang dia beli sebelum serah terima,
dapat diartikan ia menyerahkan uang pada pihak lain dengan harapan
memperoleh uang lebih banyak dan hal ini dapat disamakan dengan riba.
Contoh, A membeli buku dari B. B belum mengirimkan kepada A atau
kepada agennya. A tidak bisa menjual buku kepada C. Jika A menjualnya
sebelum menerima pengiriman dari B, maka penjualan yang dilakukan
oleh A menjadi tidak sah.

Contoh diatas berbeda dengan jual beli di mana barang yang


diperjualbelikan tidak ada di tempat akad, namun barang tersebut ada dan
dimiliki penjual. Hal ini dibolehkan asal spesifikasinya jelas, dan apabila
ternyata barangnya tidak sesuai dengan yang telah disepakati maka para
pihak boleh melakukan khiar ( memilih melanjutkan transaksi atau
membatalkan).

"Siapa yang membeli sesuatu barang yang ia tidak melihatnya, maka dia
boleh memilih jika telah menyaksikan nya." (HR. Abu Hurairah).

Misalnya, penjual dan pembeli bersepakat dalam transaksi jual beli


beras tipe IR 65, dengan harga Rp. 5.000/kg sebanyak 1 ton, dan ketika
melakukan akad, berasnya masih ada di Cianjur. Hal ini dibolehkan
dengan syarat apabila ternyata beras yang dikirim kualitasnya tidak sesuai,
pembeli boleh memilih apakah akan tetap melakukan transaksi atau
membatalkannya.

3. Ijab Kabul

Pernyataan dan ekspresi saling rida/rela diantara pihak pihak


pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melalui korespondensi
atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.

Apabila jual beli telah dilakukan sesuai dengan ketentuan Syariah


maka kepemilikannya, pembayarannya, dan pemanfaatan atas barang yang
diperjualbelikan menjadi halal, demikian pula sebaliknya.

Jika diperhatikan, semua ketentuan Syariah di atas tidak ada yang


memberatkan. Semua masuk akal, memiliki nilai moral yang tinggi,
menghargai hak kepemilikan harta, meniadakan persengketaan yang dapat
berakibat pada permusuhan. Dengan kata lain, semua itu adalah untuk
kebaikan manusia itu sendiri.

E. PERLAKUAN AKUNTANSI (PSAK 102)

Akuntansi Murabahah (PSAK 102 Revisi 2013)

Ruang lingkup PSAK ini adalah untuk lembaga keuangan syariah


dan koperasi syariah yang melakukan transaksi murabahah baik sebagai
penjual maupun pembeli serta pihak lain yang melakukan transaksi
murabahah dengan entitas-entitas tersebut.

 Akuntansi Untuk Penjual

1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar


biaya perolehan.

Contoh 9.1 pengakuan aset murabahah

Aset murabahah diperoleh secara tunai senilai Rp. 10.000.000. jurnalnya


adalah :

Aset murabahah Rp. 10.000.000

Kas Rp. 10.000.000

2. Untuk murabahah pesanan mengikat, pengukuran aset murabahah setelah


perolehan adalah dinilai sebesar biaya perolehan dan jika terjadi penurunan
nilai aset karena rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah,
penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.

Contoh 9.2 penurunan nilai aset murabahah

Terjadi penurunan nilai wajar sebesar Rp.500.000 dan terjadi penurunan nilai
untuk murabahah pesanan mengikat. Jurnalnya adalah :

Beban penurunan nilai Rp. 500.000


Aset murabahah Rp. 500.000

Ketika terjadi penurunan nilai wajar sebesar Rp.500.000 dan terjadi


penurunan nilai untuk murabahah pesan yang tidak mengikat, jurnalnya
adalah:

Kerugian penurunan nilai Rp. 500.000

Aset murabahah Rp. 500.000

Untuk murabahah tanpa pesanan, atau murabahah pesanan tidak


mengikat, aset dinilai berdasarkan nilai yang lebih rendah antara biaya
perolehan atau nilai bersih yang direalisasi.apabila nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan selisihnya diakui sebagai
kerugian.

3. Diskon pada saat pembelian aset murabahah

Contoh 9.3 diskon pembelian aset murabahah

a. Jika diskon diperoleh sebelum akad murabahah maka, akan terjadi


pengurangan biaya perolehan aset murabahah.

Ilustrasi: atas pembelian barang senilai Rp. 10.000.000 dan dibayar tunai,
diperoleh diskon sebesar 5%. Jurnal untuk mencatat perolehan diskon
tersebut yaitu:

Aset murabahah ( Rp. 10.000.000 - Rp.500.000) Rp. 9.500.000

Kas Rp.
9.500.000

b. jika diskon terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang
disepakati menjadi hak pembeli maka, akan diberikan kepada pembeli.
Dengan ilustrasi yang sama, jurnal yang dibuat adalah :

Kas Rp. 500.000

Utang pada pembeli Rp. 500.000


c. jika diskon terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang
disepakati menjadi hak penjual maka, menjadi tambahan pendapatan
murabahah. Dengan ilustrasi yang sama, jurnal yang dibuat adalah :

Kas Rp. 500.000

Pendapatan murabahah Rp. 500.000

d. jika diskon terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan


dalam akad maka, akan menjadi hak penjual dan diakui sebagai pendapatan
operasional lain. Dengan ilustrasi yang sama, jurnal yang dibuat adalah :

Kas Rp. 500.000

Pendapatan operasional lain Rp. 500.000

4. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian diskon tersebut


akan tereliminasi pada saat :

a. Dilakukan pembayaran kepada pembeli. Dengan ilustrasi sebagaimana


pada poin 3, jurnal yang dibuat adalah :

Utang pada pembeli Rp 500.000

Kas Rp. 500.000

b. akan dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat
dijangkau oleh penjual. Dalam kasus seperti ini, jurnal yang dibuat adalah :

Utang pada pembeli Rp. 500.000

Dana kebajikan-pendapatan Rp. 500.000

5. Penjualan aset murabahah

a. kasus murabahah dijual secara tunai dan secara tangguh dengan tidak
melebihi satu periode laporan keuangan sehingga, keuntungan murabahah
diakui pada saat terjadinya akad murabahah.

Contoh 9.4 penjualan tunai atau tangguh kurang dari 1 tahun


Aset murabahah yang diperoleh dengan harga Rp 10.000.000, disepakati
untuk dijual secara tunai atau dibayar tangguh senilai Rp 12.000.000 dengan
pembayaran 12 kali.

Kas/piutang murabahah Rp. 12.000.000

Aset murabahah Rp. 10.000.000

Pendapatan margin murabahah Rp. 2.000.000

b. aset murabahah dijual secara tangguh dengan periode melebihi satu


periode laporan keuangan, sehingga keuntungan murabahah diakui sebagai
margin murabahah tangguh. Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai
akun kontra dari piutang murabahah.

Contoh 9.5 penjualan tangguh lebih dari 1 tahun

Dengan ilustrasi yang sama seperti pada poin a, ketika terjadi penjualan
kredit, jurnal yang dibuat adalah :

Piutang murabahah Rp. 12.000.000

Aset murabahah Rp. 10.000.000

Margin murabahah tangguhan Rp. 2.000.000

6. Pengakuan pendapatan margin murabahah

Aset murabahah dijual secara tangguh dengan periode waktu lebih dari satu
periode laporan keuangan, sehingga perlakuan atas margin murabahah
tangguhan adalah sebagai berikut :

a. Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah dengan syarat, apabila


risiko penagihannya kecil maka, akan dicatat dengan cara yang sama seperti
point 5.a.

b. Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih.


metode ini digunakan untuk transaksi murabahah tangguh di mana resiko
piutang tak tertagih dan beban pengelolaan piutang, serta penagihannya
cukup besar.Pencatatan untuk jurnal pengakuan keuntungan dibuat saat
seluruh piutang telah selesai ditagih.

c. metode ini digunakan untuk transaksi murabahah tangguh di mana


terdapat resiko piutang tak tertagih yang relatif besar dan/atau beban untuk
mengelola dan menagih piutang yang relatif besar. Alternatif pengakuan
keuntungan yaitu.

1). keuntungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang berhasil
ditagih dari piutang murabahah. Pengakuan keuntungan seperti ini disebut
dengan metode proporsional.

Contoh 9.5 pengakuan keuntungan dengan metode proporsional

Diketahui perolehan aset sebesar Rp. 10.000.000 keuntungan Rp. 2.000.000


(20% dari harga jual). Perhitungannya menjadi :

Tahun Angsuran. Harga pokok Keuntungan

1. 6.000.000. 5.000.000. 1.000.000

2. 4.000.000. 3.333.333,33. 666.666,67

3. 2.000.000. 1.666.666,67. 333.333,33

Catatan : untuk harga pokok = 6.000.000/12.000.000 = 503% -> 50% x


10.000.000 = 5.000.000

Untuk keuntungan = 50% x 2.000.0000 = 1.000.000

Pada saat penerimaan angsuran, jurnal yang dibuat adalah :

Kas 6.000.000

Piutang murabahah 6.000.000

Margin murabahah tangguhan 1.000.000

Pendapatan margin murabahah 1.000.000


Jika pembayaran angsuran dilakukan dengan jumlah pembayaran
yang sama setiap periodenya, maka :

Tahun Angsuran. Harga pokok Keuntungan

1. 4.000.000. 333.333,33. 666.666,67

2. 4.000.000. 3.333.333,33. 666.666,67

3. 4.000.000. 333.333,33. 666.666,67

Catatan : untuk harga pokok= 6.000.000/12.000.000 = 33,33% -> 50% x


10.000.000 = 3.333.333,33

Untuk keuntungan = 33,33 % x 2.000.0000 = 666.666,67

2). Keuntungan diakui dengan metode anuitas yang disebut dalam PSAK 102
sebagai acuan alternatif

Sesuai dengan fatwa DSN MUI No. 84 Tahun 2012 tentang metode
pengakuan keuntungan pembiayaan murabahah maka, pada PSAK 102
(revisi 2013) khusus untuk penjual memberikan alternatif perlakuan untuk
menggunakan metode anuitas pada pengakuan pendapatan. Dalam kondisi
ini, penjual harus mengikuti PSAK 50 tentang instrumen keuangan, PSAK
55 instrumen keuangan : pengakuan dan pengukuran, serta PSAK 60
instrumen keuangan : penyajian dan pengungkapan.

Acuan alternatif ini dapat digunakan oleh penjual jika memang


mereka tidak memiliki risiko yang signifikan terkait kepemilikan persediaan
untuk transaksi murabahah, seperti

(1) risiko perubahan harga persediaan

(2) keusangan atau kerusakan persediaan

(3) biaya pemeliharaan dan penyimpanan, serta

(4) risiko pembatalan pesanan secara sepihak. Penjual seperti ini dapat
terlempar resiko akibat pembiayaan berbasis jual beli.
Untuk menentukan apakah penjual menggunakan metode
proporsional atau anuitas dalam pengakuan keuntungan maka, penjualan
harus melakukan penilaian satu persatu atas transaksi dengan
mempertimbangkan risiko terkait kepemilikan persediaan. Pengakuan,
pengukuran, penyajian, dan pengungkapan terkait pembiayaan murabahah
berbasis jual beli yang menggunakan metode anuitas akan mengacu pada
PSAK 50, 55, dan 60.

Contoh 9.6 pengakuan keuntungan dengan metode anuitas.

a) pada saat disepakati pembiayaan murabahah :

Piutang murabahah diakui sejumlah harga jual disepakati ditambah


beban atau dikurangi dengan pendapatan yang dapat didistribusikan langsung
pada pembiayaan murabahah tersebut. Sedangkan, aset murabahah diukur
sesuai harga perolehan dan margin murabahah tangguh sebesar margin yang
disepakati.

Jika terdapat pendapatan dan beban lainnya yang terkait langsung


dengan pembiayaan maka, akan dicatat sebagai bagian dari piutang
murabahah. pendapatan dan beban ini nantinya akan diamortisasi sesuai
dengan imbal hasil efektif selama masa akad dan diperlakukan sebagai
pendapatan margin murabahah jurnalnya :

Piutang murabahah Rp -

Aset murabahah Rp -

Margin murabahah tangguhan. Rp -

Kas Rp -

Piutang murabahah-pendapatan lain. Rp -

Piutang murabahah-Beban lain Rp -

Kas Rp -
b). Pada saat pembayaran angsuran pembiayaan murabahah :

Piutang murabahah pada jurnal pertama akan berkurang sebesar


angsuran. Pendapatan murabahah akan diakui sebesar saldo efektif
dikalikan imbal hasil efektif. Pendapatan margin murabahah ini dibentuk
dari dua komponen yaitu, berasal dari :

(1) amortisasi margin murabahah tangguhan berdasarkan tingkah imbal


hasil efektif (metode anuitas)

(2) amortisasi pendapatan dan beban lain yang dapat di isikan langsung ke
pembiayaan terkait.

Maka jurnal yang dibuat adalah :

Kas Rp -

Piutang murabahah Rp -

Margin murabahah tangguhan Rp -

Piutang murabahah Rp -

Pendapatan murabahah Rp -

Perlu diingat bahwa penetapan harga jual murabahah adalah sesuai


dengan kesepakatan antara pembeli dan penjual, serta harga tidak boleh
berubah hingga akan selesai. Perhitungan timbal timbal hasil efektif hanya
digunakan untuk melakukan perhitungan anuitas selama masa akad, sesuai
dengan harga yang telah disepakati. Hal ini ditegaskan pada PAPSI 2013
bahwa pendapatan margin murabahah yang diakui tidak boleh melampaui
margin murabahah yang telah disepakati pada akad.

Anda mungkin juga menyukai