DAFTAR ISI.................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................2
A. Pengertian Murabahah.......................................................................................2
C. Jenis-Jenis Murabahah.......................................................................................9
A. Kesimpulan......................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
Islam adalah agama yang universal. Islam agama yang mengatur segala aspek kehidupan
manusia, secara garis besar Islam mengatur dua bagian pokok, yaitu ibadah dan muamalah.
Ibadah adalah hubungan secara vertikal, yang mengatur manusia dalam berhubungan kepada
Allah S.W.T. sebagai Tuhannya. Sedangkan muamalah ialah hubungan secara horizontal, yaitu
kegiatan-kegiatan yang menyangkut hubungan antara manusia dengan manusia yang meliputi
aspek ekonomi, politik, yang menyangkut aspek ekonomi seperti jual-beli, simpan pinjam,
hutang piutang, usaha bersama dan lain sebagainya.
Masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ia berkaitan denan
berbagai macam kebutuhan, seperti kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta kebutuhan
lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, sudah seharusnya manusia bekerja dengan mengolah
segala yang telah disediakan di alam semesta ini, dan dari hasil kebutuhan tersebut kebutuhan
manusia dapat terpenuhi, baik kebutuhan primer, sekunder dan tertier.
Akuntansi syariah yang berlandaskan nilai Al-Qur’an dan Al-Hadits membantu manusia
untuk menyelenggarakan praktik ekonomi yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran
dan pencatatan transaksi dan pengungkapan hak-hak dan kewajiban-kewajiban secara adil
(Wiroso, 2011). Sehingga akuntansi sesungguhnya adalah alat pertanggungjawaban kepada Sang
Pencipta dan sesama makhluk, yang digunakan oleh manusia untuk mencapai kodratnya sebagai
khalifah.
A. Pengertian Murabahah
Murabahah merupakan salah satu konsep islam dalam melakukan perjanjian jual beli.
Konsep ini telah banyak digunakan oleh bank-bank dan lembaga-lembaga keuanganislam untuk
membiayaimodal kerja, dan pembiayaan perdagangan para nasabahnya.
Murabahah adalah istilah dalam fikih islam yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu
ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain
yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang
diinginkan.
Menurut dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional (Fatwa, 2006) yang dimaksud dengan
Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan
pembelimembayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan dalam :
1. Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak, bank syariah menyediakan
barang dan
2. Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan melakukan transaksi jual
beli apabila ada yang pesan.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat dikategorikan dalam :
Sifatnya mengikat artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut mengikat untuk
dibeli oleh nasabah sebagai pemesan.
Sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan pemesanan
barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut.
Dari cara pembayaran murabahah dapat dikategorikan menjadi pembayaran tunai dan
pembayaran tangguh. Dalam praktek yang dilakukan oleh bank syariah saat ini adalah
Murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat dengan cara pembayaran tangguh.
Yang menjadi dasar hukum dari murabahah yaitu dalam Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat
276 yang artinya:
“…Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…”
Dan dalam hadits dari HR Ibnu Majah menyatakan bahwa:
‘Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiga hal yang didalmnya
terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, nuqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR
Ibnu Majah)
Beberapa firman dan dalil yang mendukung adanya akad murabahah tersebut adalah :
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (perjanjian) itu” (Q.S. Al-
Maidah : 1)
“Hai orang-orang yang beriman jangalah kamu makan harta sesamamu dengan jalan
bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantaramu” (Q.S. An-Nissa : 29)
Dari Abu Hurairah R.A. bahwa Nabi SAW pernah bersabda:
“Barang siapa meminjam dengan tekad mengembalikan, maka Allah akan membantu
melunasinya. Dan barang siapa meminjam dengan niat tidak mengembalikannya, maka
Allah akan membuatnya bangkrut” (Al Hadist)
C. Jenis-Jenis Murabahah
Murabahah pada prinsipnya adalah jual beli dengan keuntungan, hal ini bersifat dan
berlaku umum pada jual beli barang-barang yang memenuhi syarat jual beli murabahah. Dalam
prakteknya pembiayaan murabahah yang diterapkan Bank Bukopin Syariah terbagi kepada 3
jenis, sesuai dengan peruntukannya, yaitu:
1) Murabahah Modal Kerja (MMK), yang diperuntukkan untuk pembelian barang-barang
yang akan digunakan sebagai modal kerja. Modal kerja adalah jenis pembiayaan yang
diperlukan oleh perusahaan untuk operasi sehari-hari. Penerapan murabahah untuk modal
kerja membutuhkan kehati-hatian, terutama bila obyek yang akan diperjualbelikan terdiri
dari banyak jenis, sehingga dikhawatirkan akan mengalami kesulitan terutama dalam
menentukan harga pokok masing-masing barang.
2) Murabahah Investasi (MI), adalah pembiayaan jangka menengah atau panjang yang
tujuannya untuk pembelian barang modal yang diperlukan untuk rehabilitasi, perluasan,
atau pembuatan proyek baru.
3) Murabahah Konsumsi (MK), adalah pembiayaan perorangan untuk tujuan nonbisnis,
termasuk pembiayaan pemilikan rumah, mobil. Pembiayaan konsumsi biasanya
digunakan untuk membiayai pembelian barang konsumsi dan barang tahan lama lainnya.
Jaminan yang digunakan biasanya berujud obyek yang dibiayai, tanah dan bangunan
tempat tinggal.
4) Al-Bai’ Naqdan wal Murabahah Muajjal, bayar cicilan. Dalam praktek yang dilakukan
oleh bank syariah saat ini adalah murabahah berdasarkan pesanan, sifatnya mengikat
dengan pembayaran tangguh. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan
cara pembayaran cicilan (bitsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera
setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang melunasi
tepat waktu atau lebih cepat dari waktuyang disepakati diakui sebagai pengurang keuntungan
murabahah.
Pemberian potongan pelunasan piutang murabahah dapat dilakukan dengan menggunakan
salah satu metode berikut:
diberikan pada saat pelunasan, yaitu penjual mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah; atau
diberikan setelah pelunasan, yaitu penjual menerima pelunasan piutang dari pembeli dan
kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada pembeli.
Potongan angsuran murabahah diakui sebagai berikut:
jika disebabkan oleh pembeli yang membayar secara tepat waktu diakui sebagai
pengurang keuntungan murabahah;
jika disebabkan oleh penurunan kemampuan pembayaran pembeli diakui sebagai beban.
Denda dikenakan jika pembeli lalai dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan akad,
dan denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Pengakuan dan pengukuran uang muka adalah sebagai berikut:
uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima;
pada saat barang jadi dibeli oleh pembeli maka uang muka diakui sebagai pembayaran
piutang (merupakan bagian pokok); dan
jika barang batal dibeli oleh pembeli maka uang muka dikembalikan kepada pembeli
setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh penjual .
Penyajian
1) Piutang murabahah disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan, yaitu saldo
piutang murabahah dikurangi penyisihan kerugian piutang.
2) Margin murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) piutang
murabahah.
3) Beban murabahah tangguhan disajikan sebagai pengurang (contra account) hutang
murabahah.
Pengungkapan
1) Penjual mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak
terbatas pada:
2) harga perolehan aset murabahah;
3) janji pemesanan dalam murabahah berdasarkan pesanan sebagai kewajiban atau bukan;
dan pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
Pembeli mengungkapkan hal-hal yang terkait dengan transaksi murabahah, tetapi tidak
terbatas pada:
1) nilai tunai aset yang diperoleh dari transaksi murabahah;
2) jangka waktu murabahah tangguh.
3) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan
Syariah.
1) Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2) Barang yang diperjual-belikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati
kualifikasinya.
4) Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian
ini harus sah dan bebas riba.
5) Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara hutang.
6) Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual
senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara
jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
7) Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu
tertentu yang telah disepakati.
8) Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank
dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
9) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga,
akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik
bank.
1) Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait
dengan kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang;
2) Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas, kualitas, harga
perolehan dan spesifikasinya;
3) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas
dasar Akad Murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan
data pribadi nasabah;
4) Bank wajib melakukan analisis atas permohonan Pembiayaan atas dasar Akad Murabahah
dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter
(Character) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity),
keuangan (Capital ), dan/atau prospek usaha (Condition);
5) Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya;
6) Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan
nasabah;
7) Kesepakatan atas marjin ditentukan hanya satu kali pada awal Pembiayaan atas dasar
Murabahah dan tidak berubah selama periode Pembiayaan
8) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis
berupa Akad Pembiayaan atas dasar Murabahah; dan
9) Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan
berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah.
Atas dasar peraturan yang berkaitan dengan murabahah baik yang bersumber dari Fatwa
DSN maupun PBI, perbankan syariah melaksanakan pembiayaan murabahah. Namun demikian,
dalam praktiknya tidak ada keseragaman model penerapan pembiayaan murabahah karena
beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Ada beberapa tipe penerapan murabahah dalam
praktik perbankan syariah yang kesemuanya dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu:
1) Tipe Pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqih muamalah.
Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada
perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian dijual ke nasabah
dengan harga perolehan ditambah margin keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian
dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus
pada waktu tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh. Untuk lebih
jelasnya
2) Tipe Kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan kepemilikan langsung dari
supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual
pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli akhir menerima barang setelah sebelumnya
melakukan perjanjian murabahah dengan bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai
(cash), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada
umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih dekat dengan
murabahah yang asli, tapi rawan dari masalah legal. Dalam beberapa kasus ditemukan
adanya klaim nasabah bahwa mereka tidak berhutang kepada bank, tapi kepada pihak
ketiga yang mengirimkan barang.
Berbagai tipe praktek jual beli murabahah di atas dilatar belakangi motivasi yang
bermacam-macam. Ada kalanya untuk lebih menyederhanakan prosedur sehingga bank tidak
perlu repot-repot membeli barang yang dibutuhkan nasabah tetapi cukup dengan menunjuk atau
menghubungi supplier agar menyediakan barang dan langsung mengirimkan ke nasabah
sekaligus dengan atas nama nassabah (Tipe II). Atau dengan cara bank langsung memberikan
uang ke nasabah kemudian nasabah membeli sendiri barang yang dibutuhkan dengan
melaporkan nota pembelian kepada pihak bank (tipe III). Kedua cara tersebut sering dilakukan
perbankan syariah untuk menghindari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dua kali yang dinilai
akan mengurangi nilai kompetitif produk bank syariah dibandingkan bank konvensional yang
dikecualikan dari PPN. Ini terjadi karena dalam jual beli murabahah tipe I, di mana bank terlebih
dahulu akan membelikan barang yang dibutuhkan nasabah atas nama bank baru kemudian dijual
ke nasabah secara murabahah maka akan terjadi perpindahan kepemilikan dua kali, yaitu dari
supplair ke bank dan dari bank ke nasabah. Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor
9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 yang menghapus
keberlakuan PBI Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad penghimpunan dan Penyaluran dana Bank
Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, pelaksanaan pembiayaan
murabahah semakin menempatkan bank syariah semata-mata lembaga intermediary yang
bertindak sebagai penyedia dana bukan pelaku jual beli murabahah. Hal ini ditegaskan dalam
teks Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS pada point III.3, bahwa ” Bank bertindak sebagai pihak
penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi Murabahah
dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang ”. Di lihat dari teks surat edaran ini, jelas ada
upaya Bank Indonesia untuk menegaskan bahwa transaksi perbankan syariah yang didasarkan
pada prinsip jual beli murabahah tetap merupakan pembiayaan sebagaimana transaksi lainnya
yang menggunakan akad mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah, dan ijarah muntahiya
bit tamlik.
1. Pengadaan Barang
Transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli murabahah, seperti
pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk investasi untuk pabrik dan sejenisnya.
Apabila seorang nasabah menginginkan untuk memiliki sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank
syariah dan kemudian mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah
meneliti keadaan nasabah dan menganggap bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan
untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya kepada
pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut sebesar Rp. 4.000.000,- dan pihak bank ingin
mendapatkan keuntungan sebesar RP. 800.000,-. Jika pembayaran angsuran selama dua tahun,
maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar Rp. 200.000,- per bulan. Selain
memberikan keuntungan kepada bank syariah, nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi
yang jumlahnya belum ada ketentuannya. Dalam praktiknya biaya ini menjadi pendapatan fee
base income bank syariah. Biaya-biaya lain yang diharus ditanggung oleh nasabah adalah biaya
asuransi, biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga ( Wiroso. 2005 : 137).
2. Modal Kerja (Modal Kerja Barang)
Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan dengan prinsip jual beli
murabahah. Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku sekali putus, bukan satu akad dengan
pembelian barang berulang-ulang[1].Sebenarnya, penyediaan modal kerja berupa uang tidak
terlalu tepat menggunakan prinsip jual beli murabahah. Transaksi pembiayaan modal kerja dalam
bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan prinsip mudharabah (bagi hasil) atau
musyarakah (penyertaan modal). Karena, jika pembiayaan modal kerja dalam bentuk uang
menggunakan mekanisme murabahah, maka transaksi ini sama dengan consumer finance
(pembiayaan konsumen) dalam bank konvesional yang mengandung usur bunga. Transaksi
dalam consumer finance menggunakan pinjam meminjam uang dan dalam murabahah
menggunakan transaksi jual beli.
A. Kesimpulan
Berdasarkan asal kata dan beberapa pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa akad
murabahah adalah suatu bentuk jual-beli dimana penjual memberi tahu keada pembeli tentang
harga pokok (modal) barang dan pembeli membelinya berdasarkan harga pokok tersebut
kemudian memberikan margin keuntungan kepada penjual sesuai dengan kesepakatan.
Jenis-jenis akad murabahah ada 2 yaitu, murabahah dengan pesanan dan murabahah tanpa
pesanan. Murabahah dengan pesanan adalah penjual tidak melakukan pembelian barang sebelum
adanya akan murabahah. Sementara murabahah tanpa pesaan, adalah penjual memiliki
persediaan barang dagangan/murabahah.
Dasar hukum akad murabahah tentunya terdiri dari Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’, Kaidah
syariah dan Fatwa DSN-MUI.
Perlakuan akuntansi murabahah menurut PSAK 102 revisi dari PSAK 59 adalah
bagaimana proses pencatatan terhadap produk pembiayaan yang memakai sistem jual beli dari
pihak-pihak yang terkait menjadi sistem akuntansi yang dipakai di lembaga syariah. Terdiri dari
akuntansi untuk penjual dan pembeli mulai dari perolehan sampai pada pengungkapan.
Bentuk khusus kontrak keuangan yang sedang dikembangkan untuk menggantikan sistem
bunga dan transaksi keuangan adalah mekanisme bagi hasil merupakan core product bagi bisnis
syariah sebab bisnis syariah secara eklisit melarang penerapan tingkat bunga pada semua
transaksi keuangannya bentuk bisnis yang berdasarkan syariah dapat dikembangkan dengan
mengacu pada konsep syariah yaitu murabahah.
Demikianlah makalah yang dapat kami sajikan dan kami sampaikan. Kami yakin dalam
penulisan maupun penyampaiannya masih terdapat kesalahan serta kekurangan, untuk itu kami
mohon ma’af yang sebesar-besarnya. Dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan untuk perbaikan kami selanjutnya. Dan semoga makalah ini bermanfa’at bagi pembaca
semua.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Warman Azram karim, Bank Islam, analisis fiqh dan keuangan, Jakarta: IIIT Indonesia,
2003.
http://pasca.unisba.ac.id/akad-murabahah-dan-implementasinya-pada-syariah-dihubungkan-
dengan-kebolehan-praktek-murabahah-menurut-para-ulama/
Nurhayati, Sri dan Wasilah. Akuntansi Syariah Indonesia, Jakarta: Salemba Empat, 2011.
Sami Hasan Hamud, Tathwîr al- A’mâl al-Mashrafiyah Bimâ Yattafiq al-Syarî ’ ah al-
Islâmiyah , Aman: Mathba’ah al-Syarq, 1992.
Harahap, Sofyan Syafri, Wiroso, Muhammad Yusuf, Akuntansi Perbankan Syariah, E – Book,
Cet – 4, Jakarta: LPFE Usakti, 2010.
Penyusun
MAKALAH
FIQIH MUAMALAH
MURABAHAH