Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

SISTEM JUAL BELI MUROBAHAH, SALAM DAN ISTISHNA’


Disusun untuk memenuhi tugas tugas mata kuliah fiqih muamalah

Dosen Pengampu:
Muflihatul Bariroh, S.H., M.S.I

Disusun oleh :

1. Adinda Mareta N.S (1860102222212)


2. Lutvi Satya Atyani (1860102222153)
3. Rizqy Ramdhani Setiawan (1860102222265)
4. Muhammad Athoillahi Z (1860102222203)

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
MARET 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jual beli merupakan salah satu aktivitas bisnis yang sudah


berlangsung cukup lama dalam masyarakat. Namun demikian, tidak
ada catatan yang pasti kapan awal mulanya aktivitas bisnis secara
formal. Ketentuan yang jelas ada dalam masyarakat adalah jual beli
telah mengalami perkembangan dari pola tradisional sampai pada pola
modern. Dahulu, masyarakat melakukan aktivitas jual beli dalam
bentuk tukar menukar barang dengan barang lain. Misalnya, padi
ditukar dengan jagung, atau ditukar dengan garam, bawang dan lain-
lain. Di daerah-daerah suku terasing atau pedalaman, praktek akvititas
bisnis seperti ini masih berlaku.

Dalam Islam, ada beberapa jenis jual beli yang dibolehkan. Di


antaranya adalah jual beli salam (Bay’ as-Salam). Jual beli ini
dilakukan dengan cara memesan barang lebih dahulu dengan
memberikan uang muka. Pelunasannya dilakukan oleh pembeli setelah
barang pesanan diterima secara penuh sesuai dengan perjanjian yang
telah disepakati.

Perikatan atau perjanjian dalam kontek fikih muamalah sering kali


di sebut juga dengan akad. Kata akad berasal dari bahasa Arab al-‘aqd
bentuk jamaknya al-‘uqud yang mempunyai arti mengikat,
sambungan,dan janji. Perjanjian (akad) mempunyai arti penting dalam
kehidupan masyarakat. Akad merupakan dasar dari sekian banyak
aktivitas keseharian kita.

Melalui akad seorang lelaki disatukan dengan seorang wanita


dalamsuatu kehidupan bersama, dan melalui akad juga berbagai
kegiatan perdangandan usaha kita dapat dijalankan.Jual beli
merupakan aktifitas muslim yang diperkenankan Allah. Dan

2
merupakan sunatullah yang telah berjalan turun-temurun. Jual beli
memiliki bentuk yang bermacam-macam biasanya dilihat dari cara
pembayaran, akad, penyerahan barang dan barang yang diperjual
belikan. Islam sangat memperhatikan unsur ini dalam transaksi jual
beli.

Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam
fiqih muamalah terbilang sangat banyak.Jumlahnya bisa mencapai
belasan bahkan sampai puluhan.Sungguhpun demikian, Untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia selalu berinteraksi dengan
sesamanya guna mengadakan berbagai transaksi ekonomi. Salah
satunya adalah jual-beli yang melibatkan dua pelaku, yaitu penjual dan
pembeli. Biasanya penjual adalah produsen sedangkan pembeli adalah
konsumen. Pada kenyataannya konsumen kadang memerlukan barang
yang tidak atau belum dihasilkan oleh produsen sehingga konsumen
melakukan transaksi jual-beli dengan produsen melalui cara pesanan
(Istishna’).

Masyarakat Indonesia khusunya banyak sekali yang berprofesi


sebagai pedagang. Jual beli diatur juga dalam syariah islam. Fenomena
jual beli di masyarakat sudah mulai keluar dari syariat islam. Jual beli
terdiri dari 2 macam, yaitu jual beli tunai dan jual beli secara tangguh.
Jual beli secara tangguh pun terbagi lagi menjadi jual beli murabahah,
salam dan istishna’. Jual beli Salam adalah pembelian barang yang
diserahkan dikemudian hari, sedangkan pembayaran dilakukan
dimuka.

Sehubungan dengan itu, akad yang merupakan bentuk perikatan


dalam Islam memiliki kepentingan besar untuk menyorot diterima atau
ditolaknya suatu transaksi. Pada dasarnya, akad merupakan bentuk
perbuatan yang dibolehkan (aljawaz wal ibahah) atau bebas tanpa
ikatan. Karena itu kebebasan berakad tergantung kepada bentuk yang
dibenarkan syariat.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Murobahah


Secara bentuk masdar / bahasa murabahah berasal dari kata
"‫ "رابح يرابح مراحبة‬yang mengandung arti saling menguntungkan.
Dimana bank menyebut jumlah keuntunganya, atau harga jual
adalah harga beli ditambah keuntungan dari pemasok. Kedua belah
pihak harus menyepakati harga dan jangka waktu pembayaranya. 1
Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak,
dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual, yang terdiri
atas harga beli di tambah ongkos pembelian dan keuntungan bagi
penjual. Pemahaman lain murabahah adalah akad jual beli barang
dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin)
yang di sepakati oleh penjual dan pembeli. Murabahah dapat
dilakukan secara tunai, bisa juga secara bayar tangguh atau bayar
dengan angsuran. dalam konotasi Islam, murabahah pada dasarnya
berarti penjualan. Satu hal yang membedakannya dengan cara
penjualan yang lain adalah bahwa penjual dalam model murabahah
secara jelas memberi tahu kepada pembeli berapa nilai pokok
barang tersebut dan berapa besar keuntungan tersebut bisa berupa
lump sum atau berdasarkan presentase.
Dalam fiqih Islam, murabahah menggambarkan suatu jenis
penjualan. Dalam transaksi murabahah, penjual sepakat dengan
pembeli untuk menyediakan suatu produk, dengan di tambah
jumlah ke untungan tertentu diatas biaya produksi.2 Bank Islam
mengambil murabahah dalam rangaka memberikan bentuk

1 Adi Warman Karim, Analisa Fiqih dan Keuangan, PT Raja Grafindo,cet.ke.2 hal 88

4
pembiayaan jangka pendek pada klienya untuk membeli
barang,walaupun klienya tersebutmunkin tidak memiliki uang
tunai untuk membayarnya.3 Adapun menurut Sunarto Zulkifli ba’i
Al- murabahah adalah prinsip jual beli dimana harga jualnya terdiri
dari harga pokok barang di tambah nilai keuntungan (Ribhun) yang
di sepakati. Pada murabahah, penyerahan barang dilakukan pada
saat transaksi sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai,
tangguh ataupun cicilan.4 Pembiayaan dengan akad murabahah
adalah pembiayaan berupa transaksi jual beli barang sebesar harga
perolehan barang di tambah margin keuntungan yang disepakati
para pihak dalm hal ini adalah penjual dan pembeli. Besar margin
keuntungan dinyatakan dalam bentuk nominal rupiah atau
presentase dari harga pembelinya.
Gambaran transaksi jual beli murabahah ini sebagaimana
yang disebutkan oleh ulama Malikiyah, adalah jual beli di mana
pemilik barang menyebutkan harga beli barang tersebut, kemudian
ia mengambil keuntungan dari pembeli secara sekaligus dengan
mengatakan, “Saya membelinya dengan harga sepuluh dinar dan
Anda berikan keuntungan kepadaku sebesar satu dinar atau dua
dinar.” Atau merincinya dengan mengatakan, “Anda berikan
keuntungan sebesar satu dirham per satu dinar-nya. Atau bisa juga
ditentukan dengan ukuran tertentu maupun dengan menggunakan
persentase.
Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan mengatakan,
pemindahan sesuatu yang dimiliki dengan akad awal dan harga
awal disertai tambahan keuntungan. Menurut ulama Syafi’iyyah
dan Hanabilah, murabahah adalah jual beli dengan harga pokok
atau harga perolehan penjual ditambah keuntungan satu dirham
pada setiap sepuluh dinar. Atau semisalnya, dengan syarat kedua
belah pihak yang bertransaksi mengetahui harga pokok.

5
Di samping jual beli murabahah, dalam fiqh al-muamalah
ada empat jenis jual beli lainnya yaitu: pertama jual beli al-
musawamah (ba’iu al musawamah), yaitu menjual dengan harga
berapapun tanpa melihat kepada harga pokok atau harga perolehan
saat pembelian awal. Jual beli inilah yang biasa dilakukan. Kedua,
jual beli at-tauliyah (bai’u at tauliyah), yaitu menjual dengan harga
pokok atau harga perolehan tanpa tambahan keuntungan. Ketiga,
jual beli isytiraak (bai’u al isytiraak), sama dengan jual beli at-
tauliyah, perbedaannya adalah menjual sebagian objek jual beli
dengan sebagian harga. Keempat, jual beli al-wadhi’ah (bai’u al
wadhi’ah) yaitu menjual sama dengan harga pokok atau harga
perolehan, dengan mengurangi atau memberikan potongan harga. 2

Dasar hukum murobahah :


Setiap pembiayaan yang dilakukan oleh bank syariah
tentunya mempunyai suatu dasar yang kuat untuk dapat
melaksanakan hal tersebut. Pada umumnya Pembiayaan
murabahan dasar yang digunakan berasal dari surat-surat dalam
kitab suci al-Qur’an, al-Hadis dan Fatwa MUI yang dikeluarkan
oleh Dewan Syariah Nasional.
Dasar hukum pelaksanaan murobahah dalam sumber utama
hukum islam adalah sebagai berikut:
a. Al- Quran
َّ َ ْ َّ َّ ُ َ َّ ُ ُُ ْ َّ َ
ْ‫ن ِمنْ المسْ ذ ٰ ِلكْ ِبان ُهم‬ ُْ ‫ّل كماْ يقو ُمْ ال ِذيْ يتخ َّب ُط ُْه الشي ٰط‬
ْ ِ‫ال ِذينْ يأ كلونْ الر ٰبوا ّلْ يقو ُمونْ ا‬
َ ۤ ْ ُ ٰ َّ َ ٰ ُ ُ ْ َّ ْٓ ُ
ْ ٰ ‫ن جاءهْ مو ِعظةْ منْ َّربهْ فانت‬
‫ه‬ ْ ‫اّلل البيعْ وح َّرمْ الر ٰبواْ فم‬
ْ ‫ل‬ ْ ‫ل الربواْ واح‬ ْ ‫قالوا اِ نما البي ْع ِمث‬
ُ ٰ َّ ُ ٰ َ ۤ ُ ٰ َ ْٓ ُ َ َ َ
ْ ‫ارْۚ ُهمْ ِفيها خ ِلدو‬
‫ن‬ ْ ‫ب الن‬
ْ ‫اّللْْ ومنْ عادْ فاول ِٕىكْ اصح‬ ِ ‫ل‬ ْ ِ‫فلهْ ما سلفْ وامرْه ا‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

2Muhammad farid, Murabahah Dalam Perspektif Fiqih Empat Mazhab, dalam


https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/epis/article/view/40/36. Di akses 08 maret 2023

6
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
b. Al- Hadis
Landasan hadis yang mendasari transaksi murobahah ini adalah
hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah No. 2289:
:‫ ﺛﻼ ث ﻓﻴﻬﻦ ا ﻟﺒاﻛﺔ‬: ‫ﻋﻦ ﺳﻬﻴﺐ رﺿ اﷲ ﻋﻨﻪ ا ن اﻟﻨﺒ ﺻﻰﻠ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ ﻗﺎ ل‬

‫ﻟﺸﻌﺒ ﻟﻠﺒﻴﺖ ﻻ ﻟﻠﺒﻴﻊ‬


‫رواﻩ ا ﺑﻦ ﻣﺎ ﺟﻪ)اﻟﺒﻴﻊ اﻰﻟ اﺟﻞ واﻟﻤﻘﺮﺿﺔ وﺧﻠﻂ اﻟﺒ ﺑﺎ ﺮ‬
Artinya: “Diriwayatkan dari shuhaib r.a. bahwa Rasulullah
SAW pernah bersabda: tiga hal yang mengandung berkah yaitu
jual beli secara tidak tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk di jual.
Hadist dia atas menjelaskan diperbolehkannya praktek jual
beli yang dilakukan secara tempo, begitu juga dengan
pembiayaan murabahah yang dilakukan secara tempo, dalam
arti nasabah diberi tenggang waktu untuk melakukan pelunasan
atas harga komoditas sesuai kesepakatan.
c. Ijma’
Mayoritas ulama membolehkan jual beli dengan cara
murabahah, karena manusia sebagai anggota masyarakat selalu
membutuhkan apa yang dihasilkan dan dimiliki orang lain.9
Imam syafi’I tanpa bermaksud untuk membela pandanganya
mengatakan jika seseorang ,menunjukkan komoditas kepada
seseorang dan mgatakan, “kamu bali untukku, aku akan barikan
keuntungan bagini, bagini’, kemudian orang itu membelinya,
maka transaksi itu sah. Imam malik mendukung pendapatnya
dengan acuan pada praktek orang- orang madinah,yaitu ada

7
consensus pendapat di madinah mengenai hokum orang yang
membeli baju disebuah kota, dan mengambilnya kekoa lain
untuk menjualnya berdasarkan suatu kesepakatan berdasarkan
keuntungan.3

B. Syarat dan Ketentuan Umum Murobahah


Allah telah mensyariatkan kepada manusia untuk memenuhi
kebutuhan yang berupa sandang, pangan dengan cara halal yaitu
dengan bermuamalat (jual beli), jual beli tersebut bisa dilakukan
dengan cara barter, bisa juga dengan cash atau tunai menggunakan
alat tukar berupa uang, atau dengan jual beli dengan cara di bayar
cicilan atau yang di sebut murabahah.
Dalam aturan ba’i Al-murabahah terdapat rukun dan syarat
yang harus di penuhi oleh para calon nasabah atau sebagai pembeli
dan Bank sebagai penjual apabila salah satu syarat itu tidak
terpenuhi maka transaksi tidak sah, adapun rukun dan syarat
murabahah adalah sebagai berikut:
a. Rukun murabahah
a) Pihak yang berakad:
1. penjual (ba’i)
2. Pembeli (musytari)
b) Obyek yang akan di akadkan:
1. Barang yang di jual perbelikan
2. Harga yang disepakati
c) Akad (sigat)
a. Serah (ijab)
b. Terima (qabul)

3Rudi Hermawan, Efektifitas Akad Murabahah Terhadap Pelaksanaan Pembelian Barang


melalui BMT, dalam
https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/3789/1/SKRIPSI%20RUDI%20HERMAWAN.pdf#pa
ge=28. Diakses 05 maret 2023

8
b. Syarat Murabahah
1. Pihak Yang berakad
a. Harus Cakap Hukum
b. Harus Suka rela (Ridho)
2. Barang yang di perjual belikan:
a. Tidak termasuk yang di larang
b. Bermanfaat
c. Penyerahan dari penjual pada pembeli
d. Merupakan hak milik penuh orang yang berakad
e. Sesuai spesifikasinya antara yang diserahkan dan
yang di terima pembeli.
c. Akad atau Sigat
1. Harus jelas dan di sebutkan dengan siapa berakad
2. Antara ijab Kabul (serah terima) harus selaras antara
barang maupun harga yang telah disepakati
3. Tidak mengandung klausul yang bersifat
menggantungkan keabsahan transaksi pada suatu hal
(kejadian yang akan datang)
4. Tidak membatasi waktu. Contoh : “Saya jual kepada
anda untuk waktu satu tahun, setelah itu menjadi
milik saya lagi”. Menurut Syafii Antonio, syarat
murabahah adalah sebagai berikut:
a. Penjual harus memberi tahu biaya modal kepada
nasabah

b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun


yang di tetapkan

c. Kontrak harus bebas dari riba.


C. Pengertian salam dan istishna’

9
1. Pengertian Salam
As-Salam atau disebut juga As-Salaf yaitu istilah dalam
bahasa arab yang mengandung makna yaitu penyerahan. Salam
merupakan transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Sedangkan menurut terminologi
pengertian al-salam adalah transaksi jual beli yang
pembayaranya dilakukan di muka secara tunai sementara
barangya diserahkan di kemudian hari.
Salam merupakan transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Maka dari itu barang diserhkan
secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai.
Barang yang diperjualbelikan belum ada pada saat transaksi dan
harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk
pertanian dan produk-produk fungible adalah barang yang
dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan
jumlahnya.4
Kata as-salam disebut juga dengan as-salaf. Maknanya,
adalah menjual sesuatu dengan sifat-sifat tertentu, masih dalam
tanggung jawab pihak penjual tetapi pembayaran segera atau
tunai. Para ulama fikih menamakannya dengan istilah al-
Mahawi’ij. Artinya, adalah sesuatu yang mendesak, karena jual
beli tersebut barangnya tidak ada di tempat, sementara dua
belah pihak yang melakukan jual beli dalam keadaan terdesak.
Pihak pemilik uang membutuhkan barang, dan pemilik barang
memerlukan uang, sebelum barang berada di tempat. Uang
dimaksud untuk memenuhi kebutuhannya. Ada pendapat yang
mengartikan jual beli salam adalah pembiayaan terkait dengan
jual beli yang pembayarannya dilakukan bersamaan dengan

4H.atang Abd Hakim, Fiqih Perrbankan syariah Transformasi Fiqih Muamalah ke dalam
perundang-undangan (Bandung, Refika Aditama,2011. Hal 230-232

10
pemesanan barang. Jual beli salam ini, biasanya berlaku untuk
jual beli yang objeknya adalah agrobisnis. Misalnya, gandum,
padi, tebu dan sebagainya.
Dalam jual beli salam, spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan
harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu
akad. Dalam hal Bank bertindak sebagai pembeli, Bank Syariah
dapat meminta jaminan kepada nasabah untuk menghindari
risiko yang merugikan Bank. Barang pesanan harus diketahui
karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesikasi
teknis, kualitas dan kuantitasnya. Barang pesanan harus sesuai
dengan karakteristik yang telah disepakati antara pembeli dan
penjual. Jika barang pesanan yang dikirimkan salah atau cacat,
maka penjual harus bertanggung jawab atas kelalaiannya.

2. Pengertian Istishna’
Istishna' secara etimologis adalah meminta membuat
sesuatu. Yakni meminta kepada seorang pembuat untuk
mengerjakan sesuatu. Sedangkan secara terminologis istishna’
adalah transaksi terhadap barang dagangan dalam tanggungan
yang yang disyaratkan untuk mengerjakannya. Objek
transaksinya adalah barang yang harus dikerjakan dan
pekerjaan pembuatan barang tersebut. Adapun menurut
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, istishna' adalah jual beli
barang atau jasa dalam bentuk pemesanan dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pihak pemesan dan
pihak penjual.
Istishna' (‫ )استصناع‬adalah bentuk ism mashdar dari kata dasar
istashna'a-yastashni'u (‫ اتصنع‬- ‫)يستصنع‬. Artinya meminta orang

11
lain untuk membuatkan sesuatu untuknya. Dikatakan :
istashna'a fulan baitan, meminta seseorang untuk membuatkan
rumah untuknya.1 Sedangkan menurut sebagian kalangan
ulama dari mazhab Hanafi, istishna' adalah ( ‫العمل فيه شرط الذمة‬
‫)في مبيع على عقد‬. Artinya, sebuah akad untuk sesuatu yang
tertanggung dengan syarat mengerjakaannya.
Sehingga bila seseorang berkata kepada orang lain yang
punya keahlian dalam membuat sesuatu, "buatkan untuk aku
sesuatu dengan harga sekian dirham", dan orang itu
menerimanya, maka akad istishna' telah terjadi dalam
pandangan mazhab ini.2 Senada dengan definisi di atas,
kalangan ulama mazhab Hambali menyebutkan ( ‫السلم غير وجه‬
‫)على عنده ليست سلعة بيع‬. Maknanya adalah jual beli barang yang
tidak (belum) dimilikinya yang tidak termasuk akad salam.
Dalam hal ini akad istishna' mereka samakan dengan jual
beli dengan pembuatan (‫)بالصنعة بيع‬. Namun kalangan Al-
Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengaitkan akad istishna' ini
dengan akad salam. Sehingga definisinya juga terkait, yaitu
(‫)الصناعات من للغير المسلم الشيء‬, yaitu suatu barang yang
diserahkan kepada orang lain dengan cara membuatnya. Jadi
secara sederhana, istishna' boleh disebut sebagai akad yang
terjalin antara pemesan sebagai pihak 1 dengan seorang
produsen suatu barang atau yang serupa sebagai pihak ke-2,
agar pihak ke-2 membuatkan suatu barang sesuai yang
diinginkan oleh pihak 1 dengan harga yang disepakati antara
keduanya.5
Menurut Drs. Ghufron A. Mas’adi, M.Ag, istishna’ adalah
akaddengan pihak pengrajin atau pekerja untuk mengerjakan

5 Dimyauddin Djuwaini, pengantar Fiqh Muamalah, (Yokyakarta: Pustaka Pelajar,2008)

12
suatu produkbarang (pesanan) tertentu dimana materi dan biaya
produksi menjadi tanggung jawab pihak pengrajin.
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio, istishna’ adalah
transaksi bai’istishna’ merupakan kontrak penjual antara
pembelian dan pembuatbarang, dalam kontrak ini, pembuat
barang menerima pesanan daripembeli. Pembuat barang lalu
berusaha melalui orang lain untukmembuat atau membeli
barang menurut spesifikasi yang telah di sepakatidan
menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak
bersepakatatas harga serta sistem pembayaran, apakah
pembayaran dilakukan dimuka melalui cicilan, atau
ditangguhkan sampai suatu waktu padamasa yang akan datang.
Menurut Ichtiar Bara Van Hoeve, istishna’ adalah (minta
dibuatkan/ditempat) akad yang mengandung tuntutan agar
shani’membuat suatu pesanan dengan ciri-ciri khusus dan harga
tertentu.
Menurut Zuhaily, bai’istishna’ adalah akad bersama
produsen untuksesuatu perkerjaan tertentu atau jual beli suatu
barang yang akan dibuatoleh produsen yang juga menyediakan
barang bakunya, sedangkan jikabarang bakunya dari pemesan
maka akan menjadi akad ijarah (sewa), pemesan hanya
menyewa jasa produsen untuk membuat barang. Selanjutnya,
Zuhaily, mengemukakan bahwa istishna’ menyerupai akad
salam, karena termasuk bai’ ma’dum (jual beli barang tidak
ada), juga kerena barang yang di buat melekat pada waktu akad
pada tanggungan pembuat (shani’) atau penjual.
Menurut Fatwa DSN No. 06/DSN MUI/IV/2000 tentang
jual beliistishna’, bai’ istishna’ merupakan kontrak penjualan
antara mustasni’(pembeli) dan sani’ (suplier) dimana pihak
suplier menerima pesanandari pembeli menurut spesifikasi

13
tertentu. Pihak suplier berusaha melaluiorang lain untuk
membeli atau membuat barang dan menyampaikannya kepada
pemesan. Pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan atau
ditangguhkan hingga waktu tertentu. Pada dasarnya, bai’
istishna’ merupakan transaksi jual beli cicilan pula seperti
transaksi murabahah muajjal. Namun, berbeda dengan jual beli
murabahah dimana barang diserahkan di muka, sedangkan
uangnya dibayar cicilan, dalam jual beli istishna’ barang
diserahkan dibelakang, walaupun uangnya juga sama-sama
dibayar secara cicilan.

D. Dasar Hukum, Syarat dan Rukun Salam dan Istishna’


1. Dasar hukum jual beli Salam
Sebagai dasar hukum jual beli salam adalah :
a). Firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282 :
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis
enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya,
maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang
itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi
sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang
lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak
mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka
(boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi
yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi

14
mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi
keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu
menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu
membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih
dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali
jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya.
Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan
(yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu “.
b). Hadis riwayat Ibn Majah :
Artinya: Dari Shuhaib ra, bahwasanya Nabi SAW berkata; ada tiga
hal yang padanya berkah yaitu jual beli tangguh, jual beli
muqaradhah (mudharabah) dan mencampur gandum dengan
tepung untuk keperluan dirumah sendiri bukan untuk dijual. Hadis
riwayat Ibn Majah. Dengan dasar dua dalil ini, maka transaksi atau
jual beli dengan salam dibolehkan. Tujuannya adalah memperoleh
kemudahan dalam menjalankan bisnis, karena barangnya boleh
dikirim belakangan. Jika terjadi penipuan atau barang tidak sesuai
dengan pesanan, maka nasabah atau pengusaha mempunyai hak
khiyar yaitu berhak membatalkannya atau meneruskannya dengan
konpensasi seperti mengurangi harganya.

2. Dasar hukum Istishna’


Sebagai dasar hukum jual beli istishna’ adalah sama dengan
jual beli salam, karena ia merupakan bagian pada jual beli salam.
Pada jual beli salam barang-barang yang akan dibeli sudah ada,

15
tetapi belum berada di tempat. Pada jual beli istishna’ barangnya
belum ada dan masih akan dibuat atau diproduksi. Atas dasar ini,
maka menurut mazhab Hanafi pada prinsipnya jual beli istishna’
itu tidak boleh. Akan tetapi dibolehkan karena prakteknya dalam
masyarakad sudah menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat
gharar atau tipu daya.
Berdasarkan akad pada jual beli istishna’, maka pembeli
menugaskan penjual untuk menyediakan pesanan sesuai
spesifikasi yang disyaratkan. Tahap selanjutnya, tentu diserahkan
kepada pembeli dengan cara pembayaran dimuka atau tangguh.
Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakadi oleh pembeli dan
penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat
berubah selama jangka waktu akad.
3. Adapun rukun salam menurut jumhur ulama‟ ada tiga yaitu:
1). Shigat,yaitu ijab dan qabul.
2). Aqidani (dua orang yang melakukan transaksi), yaitu orang
yang memesan dan menerima pesanan.
3). Objek transaksi, yaitu orang dan barang yang di pesan.
Sedangkan Syarat-syarat Salam yaitu:
a. Sighah Akad hendaklah dengan perkataan “salam”.
b. Pembayaran harga hendaklah dengan segera, yaitu secara
tunai.
c. Jika harga itu bukan dengan uang, tetapi dalam bentuk barang
maka barang itu hendaklah diketahui dan dinyatakan
jumlahnya.
d. Penjual al-salam hanya dibolehkan pada barang-barang
yang dapat ditentukan secara tepat dari segi bentuk,
bilangan, timbangan, ukuran, jenis, kualitas dan sifat asasi
yang lain yang akan menjadikan harga barang berbeda-beda.

e. Tiada ketentuan syarat mengenai penangguhan menyerahkan

16
barang yang dijual beli. Jadi, harga dan barang yang
diperjualbelikan hendaklah bukan dari bahan ribawi yang
sama asas seperti emas dengan uang, rupiah dengan dollar,
dan beras dengan gula.

f. Hendaklah ditetapkan sifat asasi bagi barang


yang diperjualbelikan.
h. Hendaklah ditetapkan jumlah barang yang diperjualbelikan.
i. Barang itu hendaklah dari jenis barang yang boleh
diserahkan apabila sampai masa penyerahannya.
j. Penyerahan barang Hendaklah ditentukan masa masa
penyerahan barang yang diperjualbelikan.
k. Hendaklah ditentukan tempat penyerahan barang tersebut.

4. Menurut komplikasi hukum ekonomi syari‟ah pasal 101 s/d


pasal 103,bahwa syarat ba‟i salam adalah sebagai berikut:
a). Kualitas dan kuantitas barang sudah jelas.Kuantitas barang
dapat diukur dengan takaran,atau timbangan,dan meteran.
b).Spesifikasi barang yang dipesan harus diketahui secara
sempurna oleh para pihak.
c). Barang yang dijual,waktu,dan tempat penyerahan
dinyatakan dengan jelas.
d). Pembayaran dapat dilakukan pada waktu dan tempat yang
disepakati.
5. Rukun-rukun Jual beli Istishna’
Adapun rukun-rukun istishna’ adalah sebagai berikut :
a. Produsen / pembuat barang (shaani’) yang menyediakan
bahan bakunya.
b. Pemesan / pembeli barang (Mustashni)
c. Proyek / usaha barang / jasa yang dipesan (mashnu')
d. Harga (saman)

17
e. Serah terima / Ijab Qabul

6. Syarat-syarat Istishna’
Syarat-syarat istishna’ adalah sebagai berikut :
a. Pihak yang berakal cakap hukum dan mempunyai
kekuasaan untuk melakukan jual beli.
b. Ridha / keralaan dua belah pihak dan tidak ingkar janji.
c. Apabila isi akad disyaratkan Shani' hanya bekerja saja, maka
akad ini bukan lagi istishna, tetapi berubah menjadi
akad ijarah.
d. Pihak yang membuat barang menyatakan kesanggupan
untuk mengadakan / membuat barang itu.
e. Mashnu' (barang / obyek pesanan) mempunyai kriteria yang
jelas seperti jenis, ukuran (tipe), mutu dan jumlahnya.
f. Barang tersebut tidak termasuk dalam kategori yang
dilarang syara' (najis, haram, samar/ tidak jelas) atau
menimbulkan kemudratan.

E. Perbedaan Karakteristik Salam dan Istishna’


Karakteristik ketentuan dalam jual beli Salam adalah
sebagai berikut:
1). Lembaga keuangan syariah dapat bertindak sebagai pembeli
dan atau penjual dalam suatu transaksi Salam. Jika lembaga
keuangan syariah bertindak sebagai penjual kemudian memesan
kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara
Salam, hal ini disebut Salam paralel. Salam paralel dapat dilakukan
dengan syarat: (a) akad antara lembaga keuangan syariah (pembeli)
dan produsen (penjual) terpisah dari akad antara lembaga keuangan
syariah (penjual) dan pembeli akhir; dan (b) kedua akad tidak saling
bergantung (ta’alluq).

18
2). Spesifikasi dan harga barang pesanan disepakati oleh pembeli
dan penjual di awal akad. Ketentuan harga barang pesanan tidak
dapat berubah selama jangka waktu akad. Dalam hal bertindak
sebagai pembeli, lembaga keuangan syariah dapat meminta
jaminan kepada penjual untuk menghindari risiko yang merugikan.
3). Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang
dikirimkan salah atau cacat, penjual harus bertanggung jawab atas
kelalaiannya.
4). Alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik
berupa kas, barang atau manfaat. Pelunasan harus dilakukan pada
saat akad disepakati dan tidak boleh dalam bentuk pembebasan
utang penjual atau penyerahan piutang pembeli dari pihak lain.
5). Transaksi Salam dilakukan karena pembeli berniat memberikan
modal kerja terlebih dahulu untuk memungkinkan penjual
(produsen) memproduksi barangnya, barang yang dipesan
memiliki spesifikasi khusus, atau pembeli ingin mendapatkan
kepastian dari penjual. Transaksi Salam diselesaikan pada saat
penjual menyerahkan barang kepada pembeli.
Karakteristik akad Istishna’ adalah sebagai berikut:
Berdasarkan akad Istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk
menyediakan barang pesanan (mashnu’) sesuai spesifikasi yang
disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara
pembayaran di muka atau tangguh. Spesifikasi dan harga barang
pesanan disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad.
Ketentuan harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka
waktu akad. Barang pesanan harus memenuhi kriteria: (a)
memerlukan proses pembuatan setelah akad disepakati; (b) sesuai

19
dengan spesifikasi pemesan (customized) bukan produk massal;
dan (c) harus diketahui karakteristiknya secara umum yang
meliputi jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Barang pesanan harus sesuai dengan karakteristik yang telah
disepakati antara pembeli dan penjual. Jika barang pesanan yang
dikirimkan salah atau cacat, penjual harus bertanggung jawab atas
kelalaiannya. Entitas dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual
dalam suatu transaksi Istishna’. Jika entitas bertindak sebagai
penjual kemudian memesan kepada pihak lain (produsen atau
kontraktor) untuk membuat barang pesanan juga dengan cara
Istishna’, hal ini disebut Istishna’ paralel. Istishna’ paralel dapat
dilakukan dengan syarat akad pertama, antara entitas dan pembeli
akhir, tidak bergantung (mu’allaq) dari akad kedua, antara entitas
dan pihak lain. Pada dasarnya Istishna’ tidak dapat dibatalkan,
kecuali memenuhi kondisi:
1) kedua belah pihak setuju untuk menghentikannya; atau
2) akad batal demi hukum karena timbul kondisi hukum yang
dapat menghalangi pelaksanaan atau penyelesaian akad.
Pembeli mempunyai hak untuk memperoleh jaminan dari
penjual atas:
1) jumlah yang telah dibayarkan; dan
2) penyerahan barang pesanan sesuai dengan spesifikasi dan tepat
waktu. Jual beli Salam biasanya dilakukan dalam pembiayaan bagi
petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yakni 2-6 bulan.
Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung
dan cabai dan bank tidak berniat untuk menjadikan barang-barang
tersebut sebagai simpanan atau investory, dilakukan akad Salam
kepada pembeli kedua, misalnya kepada bulog, pedagang pasar
induk atau grosir, yang dalam perbankan Islam dikenal dengan
istilah Salam parallel (Antonio, 2001).

20
Jual beli Salam juga dapat diaplikasikan pada pembiayaan
industri, misalnya produk garmen (pakaian jadi) yang ukuran
barang tersebut sudah dikenal umum. Caranya, saat nasabah
mengajukan pembiayaan untuk pembuatan garmen, bank
mereferensikan penggunaan produk tersebut. Hal ini berarti bahwa
bank memesan dari pembuat garmen tersebut dan pembayaranya
dilakukan pada saat kontrak terjadi, bank kemudian mencari
pembeli kedua. Pembeli tersebut bisa saja rekanan yang telah
direkomondasikan oleh produsen garmen tersebut.
Bila garmen itu telah selesai diproduksi, produk tersebut
diantarkan kepada rekanan tersebut (Antonio, 2001). Menyaluran
dana bentuk pembiayaan berdasarkan Istishna’ dalam keuangan
syariah adalah sebagai berikut:
1). Bank menjual barang dari nasabah dengan spesifikasi,
kualitas, jumlah, jangka waktu dan harga yang disepakati.
2). Pembayaran oleh nasabah kepada bank tidak boleh dalam
bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank.
3). Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya sesuai
dengan kesepakatan.
4). Pembayaran oleh nasabah selaku pembeli kepada bank
dilakukan secara bertahap atau sesuai dengan kesepakatan.
5). Dalam hal seluruh atau sebagian barang tidak tersedia
sesuai dengan waktu penyerahan, kualitas atau jumlahnya
sebagaimana kesepakatan, nasabah memiliki pilihan untuk:
6). Membatalkan (mem-fasakh-kan) akad dan meminta
pengembalian dana kepada bank.
7). Menunggu penyerahan barang tersedia.
8). Meminta kepada bank untuk mengganti dengan barang
lainnya yang sejenis atau tidak sejenis sepanjang nilai
pasarnya sama dengan barang pesanan semula.

21
9). Dalam hal bank menyerahkan barang kepada nasabah
dengan kualitas yang lebih tinggi, bank tidak boleh meminta
tambahan kecuali terdapat kesepakatan antara nasabah dan
bank.
10). Dalam hal menyerahkan barang kepada nasabah dengan
kualitas yang lebih rendah dan nasabah dengan sukarela
menerimanya, nasabah tidak boleh menuntut pengurangan
harga (Antonio, 2001). Produk Istishna’ menyerupai produk
Salam, tetapi dalam Istishna’ pembayarannya dapat
dilakukan oleh bank dalam beberapa kali pembayaran.6

BAB III
PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Murabahah adalah akad jual beli antara dua belah pihak,
dimana pembeli dan penjual menyepakati harga jual, yang
terdiri atas harga beli di tambah ongkos pembelian dan
keuntungan bagi penjual. Pemahaman lain murabahah adalah
akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang di sepakati oleh penjual dan
pembeli. Murabahah dapat dilakukan secara tunai, bisa juga
secara bayar tangguh atau bayar dengan angsuran. dalam
konotasi Islam, murabahah pada dasarnya berarti penjualan.
Satu hal yang membedakannya dengan cara penjualan yang lain

6Moh. Mukhsinin Syu'aibi, Ifdlolul Maghfur, Implementasi jual beli akad istishna' dikonvesi
data collection's yayasan darut taqwa sengonagung dalam
https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/malia/article/view/1794 Di akses 08 maret 2023

22
adalah bahwa penjual dalam model murabahah secara jelas
memberi tahu kepada pembeli b erapa nilai pokok barang
tersebut dan berapa besar keuntungan tersebut bisa berupa lump
sum atau berdasarkan presentase.
Gambaran transaksi jual beli murabahah ini sebagaimana yang
disebutkan oleh ulama Malikiyah, adalah jual beli di mana
pemilik barang menyebutkan harga beli barang tersebut.
Allah telah mensyariatkan kepada manusia untuk memenuhi
kebutuhan yang berupa sandang, pangan dengan cara halal
yaitu dengan bermuamalat (jual beli), jual beli tersebut bisa
dilakukan dengan cara barter, bisa juga dengan cash atau tunai
menggunakan alat tukar berupa uang, atau dengan jual beli
dengan cara di bayar cicilan atau yang di sebut murabahah.
Salam merupakan transaksi jual beli dimana barang yang
diperjualbelikan belum ada. Maka dari itu barang diserhkan
secara tangguh sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai.
Barang yang diperjualbelikan belum ada pada saat transaksi dan
harus diproduksi terlebih dahulu, seperti produk-produk
pertanian dan produk-produk fungible adalah barang yang
dapat diperkirakan dan diganti sesuai berat, ukuran, dan
jumlahnya.
Dalam jual beli salam, spesifikasi dan harga barang pesanan
disepakati oleh pembeli dan penjual di awal akad. Ketentuan
harga barang pesanan tidak dapat berubah selama jangka waktu
akad.
Istishna' secara etimologis adalah meminta membuat sesuatu.
Yakni meminta kepada seorang pembuat untuk mengerjakan
sesuatu.Artinya meminta orang lain untuk membuatkan sesuatu
untuknya. Namun kalangan Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah
mengaitkan akad istishna' ini dengan akad salam.

23
Sebagai dasar hukum jual beli istishna’ adalah sama dengan
jual beli salam, karena ia merupakan bagian pada jual beli
salam. Pada jual beli salam barang-barang yang akan dibeli
sudah ada, tetapi belum berada di tempat. Pada jual beli
istishna’ barangnya belum ada dan masih akan dibuat atau
diproduksi. Atas dasar ini, maka menurut mazhab Hanafi pada
prinsipnya jual beli istishna’ itu tidak boleh. Akan tetapi
dibolehkan karena prakteknya dalam masyarakad sudah
menjadi budaya dan di dalamnya tidak terdapat gharar atau tipu
daya.
Karakteristik akad Istishna’adalah sebagai berikut:
Berdasarkan akad Istishna’, pembeli menugaskan penjual untuk
menyediakan barang pesanan (mashnu’)sesuai spesifikasi yang
disyaratkan untuk diserahkan kepada pembeli, dengan cara
pembayaran di muka atau tangguh.
DAFTAR PUSTKA

Abd Hakim, Fiqih Perrbankan syariah Transformasi Fiqih


Muamalah ke dalam perundang-undangan (Bandung, Refika
Aditama,2011. Hal 230-232
Djuwaini Dimyauddin, pengantar Fiqh Muamalah, (Yokyakarta:
Pustaka Pelajar,2008)

Farid Muhammad, Murabahah Dalam Perspektif Fiqih Empat


Mazhab,dalam
https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/epis/article/view/40/36
. Di akses 08 maret 2023

Hermawan Rudi, Efektifitas Akad Murabahah Terhadap


Pelaksanaan Pembelian Barang melalui BMT, dalam

24
https://repository.metrouniv.ac.id/id/eprint/3789/1/SKRIPSI%
20RUDI%20HERMAWAN.pdf#page=28. Diakses 05 maret
2023

Mukhsinin S. M dan Ifdlolul Maghfur, Implementasi jual beli akad


istishna' dikonvesi data collection's yayasan darut taqwa
sengonagung dalam
https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/malia/article/view/1
794 Di akses 08 maret 2023

Warman K. A, Analisa Fiqih dan Keuangan, PT Raja


Grafindo,cet.ke.2 hal 88

25

Anda mungkin juga menyukai