Anda di halaman 1dari 10

AYAT DAN TAFSIR DALAM PRAKTIK MURABAHAH SEBAGAI

LANDASAN HUKUM

Wildan Army Abdillah


Program Studi Pascasarjana Ekonomi Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
wildanarmy43@gmail.com

Abstrak
Islam is a universal religion as a guideline governing all aspects of human life, in
general it involves two main parts, namely worship and muamalah. Worship is
mengahambakan themselves to Allah SWT by obeying all His commands and avoiding all
His prohibitions. While muamalah are activities that involve people, including economic,
political and social aspects. For muamalah activities involving economic aspects such as
buying and selling, savings and loans, accounts payable, joint ventures and so forth. For the
wider community, business is understood as the meaning of trade, with the main objective
being the acquisition of profits.
Murabaha is selling goods at prices (capital) that are known to sellers and buyers with
additional clear profits. So, murabaha means mutual benefit. Paragraph 275 Surah Al-Baqarah
becomes one of the legal foundations of this activity. And the verse is interpreted by
commentators like Ibn Kathir and so forth.

Kata kunci: Al-Baqarah, Ibn Kathir, Murabahah

1. Pendahuluan
Islam adalah agama yang universal sebagai pedoman yang mengatur segala aspek
kehidupan manusia, pada garis besarnya menyangkut dua bagian pokok, yaitu ibadah dan
muamalah. Ibadah adalah mengahambakan diri kepada Allah SWT dengan menaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sedangkan muamalah ialah kegiatan-
kegiatan yang menyangkut antar manusia yang meliputi aspek ekonomi, politik dan sosial.
Untuk kegiatan muamalah yang menyangkut aspek ekonomi seperti jual beli, simpan pinjam,
hutang piutang, usaha bersama dan lain sebagainya. Bagi masyarakat luas bisnis dipahami
sebagai makna dari perdagangan, dengan tujuan utamanya adalah perolehan keuntungan.
Dewasa ini, implementasi teori ekonomiklasik dengan bunyi mengendalikan modal
sekecil mungkin dan mendapatkan keuntungan sebesar mungkin telah menjadikan para pelaku
bisnis dunia menghalalkan segala cara guna mendapatkan keuntungan sebesar mungkin dari
modal yang mereka miliki.(Rohmah, 2016). Dalam tinjauan sejarah, praktik perdagangan
yang dilakukan Muhammad Saw dikenal sebagai sosok pelaku bisnis sukses. Dan beliau
menjadi tokoh ideal pelaku bisnis yang dapat dicontoh oleh para pelaku bisnis
lainnya.(Rohmah, 2016) Rasulullah SAW melakukan aktifitas perdagangannya, yaitu ketika
berusia sekitar 16 - 17 Tahun. Rasulullah SAW ketika itu melakukan perdagangan disekitar
masjidil haram dengan sistem murabahah, yaitu jual beli yang harga pokoknya diinformasikan
dan marginnya dapat dinegosiasikan.
Adapun bentuk-bentuk jual beli yang telah dipraktikan oleh Rasululullah Saw dibahas
oleh para ulama dalam fiqh muamalah Islamiyah dan terbilang sangat banyak jumlahnya bisa
mencapai belasan atau puluhan. Sesungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada salah
satu jenis jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam
pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai’ al-murabahah atau
jual beli murabahah.
1
2. Kajian Teori
2.1 Pengertian Murabahah
(Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, 2004) menjelaskan secara bahasa kata
murabahah adalah bentuk mutual (bermakna: saling) yang diambil dari bahasa Arab, yaitu
arribhu (‫ )الربح‬yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Jadi, murabahah diartikan
dengan saling menambah (menguntungkan). Sedangkan dalam definisi para ulama terdahulu
adalah jual beli dengan modal ditambah keuntungan yang diketahui. Hakikatnya adalah
menjual barang dengan harga (modal) yang diketahui penjual dan pembeli dengan tambahan
keuntungan yang jelas. Jadi, murabahah artinya saling mendapatkan keuntungan. Dalam ilmu
fiqih, murabahah diartikan menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang
jelas (Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi, 2004).
Dalam konteks mu’amalah, kata murabahah biasanya diartikan sebagai jual beli yang
dilakukan dengan menambah harga awal.(Qasim bin ’Abdillah bin Amir ’Ali al-Qawnuniy,
n.d.) Secara terminologi, yang dimaksud dengan murabahah adalah pembelian barang dengan
pembayaran yang ditangguhkan (1 bulan, 2 bulan, 3 bulan dan seterusnya tergantung
kesepakatan). Pembiayaan murabahah diberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan
kebutuhan produksi (inventory).(Karanaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i
Antonio, 1999) Muhammad Syafi'i Antonio mengutip Ibnu Rusyd, mengatakan bahwa
murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam akad ini, penjual harus memberitahu harga produk yang ia beli dan
menentukan tingkat keuntungan sebagai tambahannya.(Muhammad Syafi’i Antonio, 2001)
(A & Rahmawan, 2005). mendefinisikan murabahah sebagai suatu kontrak usaha yang
didasarkan atas kerelaan antara kedua belah pihak atau lebih dimana keuntungan dari kontrak
usaha tersebut didapat dari mark-up harga sebagaimana yang terjadi dalam akad jual beli
biasa.
Fuqaha mendefinisikan Murabahah adalah jual beli dengan harga pokok ditambah
keuntungan yang ketahui. Dan para fuqaha mensifati Murabahah sebagai bentuk jual beli atas
dasar kepercayaan. Dewan Syariah Nasional mendefinisikan, Murabahah yaitu menjual suatu
barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan
harga yang lebih sebagai laba. Bank Indonesia mendefinisikan, Murabahah adalah akad jual
beli antar bank dengan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual
kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang
disepakati(Faturrahman Djamil, 2013).
Murabahah dalam praktik adalah apa yang diistilahkan dengan bai al-murabahah liamir
bisy-syira, yaitu permintaan seseorang atau pembeli terhadap orang lain untuk membelikan
barang dengan ciri-ciri yang di tentukan. Muhammad mendefinisikan Murabahah adalah jual
beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam bai’al-
murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu
tingkatan keuntungan sebagai tambahannya.(Antoni, 2001) Jual beli dengan akad Murabahah
adalah mekanisme jual beli dengan Murabahah ialah ketika nasabah membutuhkan suatu
barang kemudian mengajukan permintaan tersebut kepada pihak bank setelah disetujui, pihak
bank akan membeli barang tersebut dan nasabah akan menerima barang dari pihak bank
dengan harga sebesar harga pokok (historical cost) ditambah dengan besarnya keuntungan
yang diinginkan pihak bank tentu harus ada kesepakatan mengenai hal tersebut pada saat
perjanjian. (Nadratuzzaman, 2013)
Menurut ulama Hanafiyyah, yang dimaksud dengan murabahah ialah ”Mengalihkan
kepemilikan sesuatu yang dimiliki melalui akad pertama dengan harga pertama disertai
tambahan sebagai keuntungan” Ulama Malikiyah mengemukakan rumusan definisi sebagai
2
berikut: ”Jual beli barang dagangan sebesar harga pembelian disertai dengan tambahan
sebagai keuntungan yang sama diketahui kedua pihak yang berakad”.
Sementara itu, ulama Syâfi’iyyah mendefinisikan murabahah itu dengan: ”Jual beli
dengan seumpama harga (awal), atau yang senilai dengannya, disertai dengan keuntungan
yang didasarkan pada tiap bagiannya” Lebih lanjut, Imam Syafi’i berpendapat, jika seseorang
menunjukkan suatu barang kepada orang lain dan berkata: ”belikan barang seperti ini untukku
dan aku akan memberimu keuntungan sekian”. Kemudian orang itu pun membelinya, maka
jual beli ini adalah sah. Imam Syafi’i menamai transaksi sejenis ini (murabahah yang
dilakukan untuk pembelian secara pemesanan) dengan istilah almurabahah li al-amir bi asy-
syira’. Menurut Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Syafi’i Antonio, mengatakan bahwa
murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati. Dalam jual beli jenis ini, penjual harus memberitahu harga barang yang ia beli dan
menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahannya.(Antoni, 2001)
Sedangkan menurut Zuhaily, transaksi murabahah adalah jual beli dengan harga awal
ditambah dengan keuntungan tertentu.(Wahbah Az Zuhaili, 1997) Dari rumusan para ulama
definisi di atas, dapat dipahami bahwa pada dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli
dengan kesepakatan pemberian keuntungan bagi si penjual dengan memperhatikan dan
memperhitungkannya dari modal awal si penjual. Dalam hal ini yang menjadi unsur utama
jual beli murabahah itu adalah adanya kesepakatan terhadap keuntungan. Keuntungan itu
ditetapkan dan disepakati dengan memperhatikan modal si penjual. Keterbukaan dan
kejujuran menjadi syarat utama terjadinya murabahah yang sesungguhnya. sehingga yang
menjadi karakteristik dari murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli tentang
harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya
tersebut.(Ibnu Rusyd, n.d.)
Murabahah dalam konsep perbankan syariah merupakan jual beli barang pada harga
asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam jual beli murabahah penjual atau
bank harus memberitahukan bahwa harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat
keuntungan sebagai tambahannya. Aplikasi pembiayaan murabahah pada bank syariah
maupun Baitul Mal Wa Tamwil dapat digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun
barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara
tangguh (jatuh tempo/ angsuran).(Rifa’i, 2002)
Jadi singkatnya, murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Dalam teknis
perbankan syariah, akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karena
dalam murabahah ditentukan require rate of profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh).(Ir.
Adiwarman Karim, 2007) Dalam daftar istilah buku himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah
Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang
dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga
yang lebih sebagai laba.(Indonesia, n.d.)

2.2 Landasan Hukum Murabahah


Murabahah tidak mempunyai rujukan atau referensi langsung dari al-Qur’an dan Hadits,
yang ada hanyalah referensi tentang jual beli atau perdagangan. Untuk itu referensi yang
dirujuk untuk murabahah adalah nash alQur’an, Hadits maupun Ijma’ yang berkaitan dengan
jual beli karena pada dasarnya murabahah adalah salah satu bentuk jual beli. Adapun
referensinya antara lain sebagai berikut:

3
2.2.1 Al-Qur’an
ۡ ‫َ َ َذ َ ُ ْ ذ‬ َ ‫ذ َ َۡ ُ ُ َ َ ْ َ ُ ُ َ ذ‬
1. Al-Baqarah ayat 275
ۡ ‫َ َ ُ ذ‬ ‫ُ ُ ذ‬
ِِّۚ ‫ِين يأكلون ٱلرِب ٰوا َل َيقومون إَِل ك َما َيقوم ٱَّلِي َيتخ ذب ُطه ٱلش ۡي َطٰ ُن م َِن ٱل َم‬
‫س ذٰل ِك بِأن ُه ۡم قال ٓوا إِن َما ٱۡلَ ۡي ُع‬ ‫ٱَّل‬
‫َ ذ‬ ۡ َ ََ َ ََُ ََٰ َ ٞ َ ٓ َ ْ َ
َ ‫م ِۡث ُل َ ٰ ْ َ َ ذ ذ ُ ۡ َ ۡ َ َ َ ذ‬
ِِۖ‫َه فلهۥ ما َسلف َوأم ُرهُ ٓۥ إَِل ٱَّلل‬ ‫ٱلر َب ِّٰۚوا ف َمن َجا َءهُۥ َم ۡوعِظة مِن ذربِهِۦ فٱنت‬
ِ ‫ٱلرب ْۗوا وأحل ٱَّلل ٱۡليع وحرم‬ ِ
َ
َ ُ ٰ َ َ ۡ ُ ‫َ َ ۡ َ َ ْ َٰٓ َ ۡ َ ٰ ُ ذ‬ َ ُ َ
ِ ‫ومن َعد فأولئِك أصحب ٱنلارِِۖ هم فِيها خ‬
‫ِلون‬
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat),
sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah
diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.
Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni
neraka; mereka kekal di dalamnya.

َ َ ً َ َ ُ َ َ ٓ‫ذ‬ ُ َ ۡ َ ُ َ َ ۡ َ ْ ُ ُ ۡ َ َ ْ ُ َ َ ‫َ َٰٓ َ ُّ َ ذ‬
2. An-Nisa ayat 29
ْٓ ُ ُ َۡ َ َ ۡ ُ َۡ
ٖ ‫ِين َءامنوا َل تأكل ٓوا أموٰلكم بينكم بِٱلبٰ ِط ِل إَِل أن تكون ت ِجٰ َرة عن ت َر‬
‫اض مِنك ِّۚم وَل تقتلوا‬ ‫يأيها ٱَّل‬
ٗ ‫ك ۡم َرح‬ُ َ َ َ‫َ ُ َ ُ ۡ ذ ذ‬
‫ِيما‬ ِ ‫أنفسك ِّۚم إِن ٱَّلل َكن ب‬

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku
dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
2.2.1 Hadits
1. Hadits Nabi :(Syari et al., 2000)

َ ‫ إِنِِّ َما ْال َب ْي ُع‬:َ‫سلَّ َم قَال‬


ٍ ‫ع ْن ت ََر‬
،‫اض‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬ َ ِ‫س ْو َل هللا‬ ْ ‫س ِع ْي ٍد ْال ُخد ِْر‬
ُ ‫ي رضي هللا عنه أ َ َّن َر‬ َ ‫ع ْن أَبِ ْي‬
َ
‫)(رواه البيهقي وابن ماجه وصححه ابن حبان‬
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya jual beli itu
harus dilakukan suka sama suka." (HR. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh
Ibnu Hibban).

2. Hadits Nabi riwayat Ibnu Majah:

َّ ‫ط ْالب ِ ُِّر بِال‬


‫ش ِعي ِْر‬ ُ ‫ َوخ َْل‬،ُ‫ضة‬ َ َ‫ َو ْال ُمق‬،‫ ا َ ْلبَ ْي ُع إِلَى أ َ َج ٍل‬:ُ‫ث فِ ْي ِه َّن ْالبَ َر َكة‬
َ ‫ار‬ ٌ َ‫ ثَال‬:َ‫سلَّ َم قَال‬ َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َوآ ِل ِه َو‬ َّ ِ‫أ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
 )‫ت الَ ِل ْلبَيْعِ (رواه ابن ماجه عن صهيب‬ ِ ‫ِل ْلبَ ْي‬
“Nabi bersabda, ‘Ada tiga hal yang mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah
tangga, bukan untuk dijual.’” (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).

3. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi:

4
ً ‫وط ِه ْم إِالَّ ش َْر‬
‫طا َح َّر َم‬ َ َ‫ص ْل ًحا َح َّر َم َحالَالً أ َ ْو أ َ َح َّل َح َرا ًما َو ْال ُم ْس ِل ُمون‬
ُ ‫علَى‬
ِ ‫ش ُر‬ ُ َّ‫ص ْل ُح َجائِ ٌز بَيْنَ ْال ُم ْس ِل ِمينَ إِال‬
ُّ ‫ال‬
 .)‫َحالَال أ ْو أ َح َّل َح َرا ًما (رواه الترمذي عن عمرو بن عوف‬ َ َ ً
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat dengan
syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram” (HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).

2.3 Tafsir Landasan Hukum Murabahah Al-Baqarah 275


1. Tafsir Ibnu Katsir
Setelah Allah menceritakan tentang orang orang yang berbuat kebajikan,
mengeluarkan infak, membayar zakat, serta mengutamakan kebaikan dan sedekah
kepada orang orang yang membutuhkan dan kepada kaum kerabat, yang dilakukan di
setiap keadaan dan waktu, kemudian dalam ayat ini Allah memulai dengan
menceritakan tentang orang-orang yang memakan riba dari harta kekayaan orang lain
dengan cara yang tidak dibernarkan, serta berbagai mcam syubhat. Lalu Allah
mengibaratkan keadaan mereka pada saat bangkit dan keluar dari kubur pada hari
kebangkitan. Allah berfirman
ۡ ‫ذ‬ َ ‫ذ َ َۡ ُ ُ َ َْٰ َ َ ُ ُ َ ذ َ َ َ ُ ُ ذ‬
‫وم ٱَّلِي َيتَخ ذب ُط ُه ٱلش ۡي َطٰ ُن م َِن ٱل َم ِس‬‫ٱَّلِين يأكلون ٱلرِبوا َل يقومون إَِل كما يق‬
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Artinya, mereka tidak dapat berdiri dari kuburan mereka pada hari kiamat kelak
kecuali seperti berdirinya orang gila pada saat mengamuk dan kerasukan syaitan.
Yaitu mereka berdiri dengan posisi yang tidak sewajarnya.(E.M, 2001)
2. Tafsir Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia
"Orang-orang yang bertransaksi dan mengambil harta riba tidak bisa berdiri
dari kuburnya kelak pada hari kiamat kecuali seperti berdirinya orang yang kesurupan
setan. Ia bangkit dari kuburnya sambil sempoyongan seperti orang kesurupan, jatuh-
bangun. Hal itu karena mereka menghalalkan memakan harta riba. Mereka tidak
membedakan antara riba dengan hasil jual-beli yang dihalalkan oleh Allah. Mereka
mengatakan, “Sesungguhnya jual-beli itu seperti riba dalam hal kehalalannya. Karena
keduanya sama-sama menyebabkan adanya pertambahan dan pertumbuhan harta.”
Lalu Allah membantah ucapan mereka dan membatalkan kias mereka. Allah
menjelaskan bahwa Dia menghalalkan jual-beli karena di dalamnya terdapat
keuntungan yang umum dan khusus. Dan Allah mengharamkan riba karena di
dalamnya terdapat kezaliman dan tindakan memakan harta orang lain secara batil
tanpa imbalan apapun.
Maka barangsiapa menerima nasihat dari Rabbnya yang berisi larangan dan
peringatan terhadap riba, lalu ia berhenti memungut riba dan bertaubat kepada Allah
dari perbuatan itu, maka ia boleh memiliki harta riba yang telah diambilnya di masa
lalu tanpa dosa, dan urusan masa depannya sesudah itu diserahkan kepada Allah.
Barangsiapa kembali mengambil riba setelah ia mendengar adanya larangan dari Allah
dan ia telah mengetahui hujjah yang nyata, maka ia pantas masuk neraka dan kekal di
dalamnya. Yang dimaksud kekal di dalam neraka ialah orang yang menghalalkan
memakan riba itu, atau maksudnya adalah tinggal di sana dalam waktu yang sangat

5
lama. Karena tinggal di neraka untuk selama-lamanya hanya berlaku bagi orang-orang
kafir. Sedangkan orang-orang yang bertauhid tidak akan kekal di dalamnya
3. Tafsir Al-Mukhtashar / Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr.
Shalih bin Abdullah bin Humaid, Imam Masjidil Haram
275. ‫الر َب ٰوا‬ ِّ ِ َ‫ ( ا َّلذِينَ َيأ ْ ُكلُون‬Orang-orang yang makan (mengambil) riba) Mayoritas
yang dilakukan orang-orang pada masa Jahiliyah adalah apabila telah habis batas
waktu untuk melunasi hutang mereka berkata kepada pemilik hutang: Apakah akan
kamu lunasi atau kamu harus menambah? Dan apabila tidak dibayar maka mereka
akan menambah jumlah harta yang menjadi hutang tersebut (bunga) dan memberi
tenggang waktu untuk melunasinya.
Hal ini merupakan sesuatu yang haram sesuai kesepakatan para ulama. Dalam
ayat ini terdapat ancaman bagi orang yang memakan bunga (riba) ini, dan bagi selain
pemakan riba ini sebagaimana yang disebutkan dalam hadist bahwa Rasulullah
bersabda: Allah melaknat pemakan riba, wakilnya, penulisnya, dan dua saksinya.
Dan Rasulullah bersabda: mereka semua sama. َ‫(ال يَقُو ُمون‬tidak َ dapat berdiri )
Yakni pada hari kiamat. ۚ ‫س‬ ‫م‬
ِّ ِ َ ْ
‫ال‬ َ‫ن‬ ‫م‬
ِ ُ‫ن‬ ٰ
‫ْط‬‫ي‬‫ش‬َّ ‫ال‬ ُ ‫ه‬ ُ
‫ط‬ ‫ب‬
َّ َ
‫خ‬ َ ‫ت‬‫ي‬
َ ‫ِى‬
‫ذ‬ َّ ‫ل‬ ‫ا‬ (orang yang kemasukan syaitan
lantaran (tekanan) penyakit gila ) Seperti orang yang kejang. Para ulama berkata: dia
akan dibangkitkan dalam keadaan gila sebagai siksaan baginya dan kemurkaan ahli
mahsyar kepadanya yang disebabkan ketamakan dan kegigihannya dalam
mengumpulkan dunia menjadikan dia seperti orang gila. Dan (‫ )الخبط‬adalah gerakan
yang tidak beraturan seperti garakan orang yang kejang. Dan (‫ )المس‬adalah penyakit
gila. Begitulah balasan atas mereka disebabkan perkataan mereka: ‫الربَ ٰوا‬ ِّ ِ ‫إِنَّ َما ْالبَ ْي ُع ِمثْ ُل‬
(sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba) Yakni mereka menjadikan kegiatan jual
beli dan riba adalah sama saja karena seseorang mendapat untung dalam riba
sebagaimana mendapat untung dalam jual beli. ۚ ‫الر َب ٰوا‬ ِّ ِ ‫ ( َوأ َ َح َّل هللاُ ْال َب ْي َع َو َح َّر َم‬padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba) Yakni ini adalah perbedaan
antara keduanya, dan Allah menghalalkan jual beli namun mengharamkan salah satu
jenisnya yaitu jual beli yang mengandung riba didalamnya.
Dan Allah menjawab perkataan mereka dengan jawaban ini adalah sebagai
pemotong kelicikan mereka dan pemutus percakapan dengan mereka; karena urusan
seorang mukmin adalah mentaati merintah Allah dalam setiap perintah maupun
larangan tanpa perdebatan karena keburukan-keburukan riba dan kebaikan-kebaikan
jual beli adalah sesuatu yang jelas. Maka bagaimana bisa mereka berkata: jual beli itu
layaknya riba. ‫ظةٌ ِ ِّمن َّر ِِّبِۦه‬ َ ‫( فَ َمن َجآ َء ۥهُ َم ْو ِع‬Orang-orang yang telah sampai kepadanya
larangan dari Tuhannya )
Dan diantaranya adalah larangan terhadap riba yang ada dalam ayat ini. ‫( فَانت َ َه ٰى‬
lalu terus berhenti) Yakni lalu mentaati dan berhenti dari mengambil riba. ‫ف‬ َ َ‫سل‬َ ‫( فَلَ ۥهُ َما‬
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan)) Yakni
tidak dihukum atas riba yang telah lalu karena ia melakukannya sebelum turun ayat
yang mengharamkan riba. ِ‫ ( َوأَ ْم ُر ٓۥهُ ِإلَى هللا‬dan urusannya (terserah) kepada Allah) Yakni
dalam pengampunannya dan penghapusan dosa akibat riba tersebut. َ ‫( َو َم ْن َعاد‬Orang
yang kembali (mengambil riba)) Yakni kembali memakan riba dan bermuamalah
dengan riba. Pendapat lain mengatakan: kembali berkata bahwa jual beli itu seperti
riba. َ‫ار ُه ْم فِي َها ٰخ ِلدُون‬ِ َّ‫ص ٰحبُ الن‬ ْ َ ‫ ( فَأُو ٰ ٓلئِكَ أ‬maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka;
mereka kekal di dalamnya) Yakni dengan lamanya mereka didalamnya.

6
4. Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir / Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar,
mudarris tafsir Universitas Islam Madinah
Pemakan riba akan hilang akalnya dengan mengejar keuntungan dari bunga { َ‫الَّذِين‬
ْ َ ‫ش ْي‬
ِّ ِ ‫طانُ ِمنَ ال َم‬
‫س‬ َّ ‫طهُ ال‬ ِّ ِ َ‫ } يَأ ْ ُكلُون‬dan ketika ia dibangkitkan pada
ُ َّ‫الربَا َال يَقُو ُمونَ إِ َّال َك َما يَقُو ُم الَّذِي يَت َ َخب‬
hari kiamat ia akan merasakan kejamnya siksaan.
5. Tafsir Al-Wajiz / Syaikh Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili
275. Setelah Allah menyebutkan tentang kondisi orang-orang yang berinfak dan
apa-apa yang akan mereka dapatkan di sisi Allah dari segala kebaikan dan
digugurkannya kesalahan dan dosa-dosa mereka, lalu Allah menyebutkan tentang
orang-orang yang zhalim; para pemakan riba dan yang memiliki muamalah yang licik.
Allah mengabarkan bahwa mereka akan diberi balasan menurut perbuatan mereka.
Untuk itu, sebagaimana mereka saat masih di dunia dalam mencari penghidupan
yang keji seperti orang-orang gila, mereka disiksa di alam barzakh dan pada Hari
Kiamat, bahwa mereka tidak akan bangkit dari kubur mereka hingga Hari
Kebangkitan dan hari berkumpulnya makhluk, “melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.”
Maksudnya, dari kegilaan dan kerasukan. Itu adalah siksaan, penghinaan, dan
dipamerkannya segala dosanya, sebagai balasan untuk mereka atas segala bentuk riba
mereka dan kelancangan mereka dengan berkata, “Sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba.” Mereka menyatukan (dengan kelancangan mereka) antara apa yang
dihalalkan oleh Allah dengan apa yang diharamkan olehNya hingga mereka
membolehkan riba dengan hal itu.
Allah kemudian menawarkan kepada orang-orang yang melakukan praktik riba
dan selain mereka untuk bertaubat dalam FirmanNya, “Orang-orang yang telah sampai
kepadanya nasihat (berupa larangan) dari Rabbnya,” sebuah penjelasan yang disertai
dengan janji dan ancaman, “lalu berhenti (dari mengambil riba),” yakni dari apa yang
mereka lakukan pada praktik riba, “maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu
(sebelum datang larangan),” dari perkara yang lancang ia lakukan, lalu ia bertaubat
darinya, “dan urusannya (terserah) kepada Allah,” pada masa yang akan datang jika
dia masih terus dalam taubatnya. Allah tidak akan melalaikan pahala orang-orang
yang berbuat kebajikan. “Dan orang yang mengulangi (mengambil riba)” setelah
penjelasan Allah dan peringatanNya serta ancamanNya terhadap orang yang memakan
riba, “maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”
Di sini terkandung isyarat bahwa riba itu berkonsekuensi masuk neraka dan kekal
di dalamnya. Hal itu karena kejelekannya, selama tidak ada yang menghalangi
kekekalannya yaitu keimanan. Ini antara sejumlah hukum-hukum yang tergantung
kepada terpenuhinya dan terbebasnya dari penghalang. Ayat ini bukan hujjah bagi
Khawarij atau lainnya dari ayat-ayat ancaman. Yang wajib adalah meyakini semua
nash-nash al-Quran maupun as-Sunnah, maka seorang Mukmin harus percaya dengan
nash-nash yang diriwayatkan secara mutawatir yaitu akan keluarnya orang yang ada
dalam hatinya keimanan walaupun seberat biji sawi dari neraka, dan dari hal yang
merupakan perkara yang membinasakan yang memasukkan ke dalam neraka apabila ia
tidak bertaubat darinya.

7
3. Riba
Secara bahasa riba artinya tambahan (ziyadah) atau berarti tumbuh dan membesar. Riba
(usury) adalah melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu pihak dalam transaksi jual beli
atau pertukaran barang yang sejenis tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan itu (riba
fadl); atau pembayaran hutang yang harus di lunasi oleh orang yang berhutang lebih besar
daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggang waktu yng telah lewat (riba
nasi‟ah). Secara terminologi fiqh: “Tambahan khusus yang dimiliki salah satu dari dua pihak
yang terlibat transaksi tanpa ada imbalan tertentu”. Sedangkan menurut Syaikh Muhammad
Abduh bahwa yang dimaksud riba ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh
orang yang memiiki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena
pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.(Hendi
Suhendi, 2007)(Tho’in, 2016)
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum putih dengan gandum putih, gandum
merah dengan gandum merah, kurma dengan kurma, (dalam memperjual-belikannya), harus
dengan ukuran yang sama, dan diterima secara langsung”(HR Ahmad dan Muslim)(Sayyid
Sabiq, 2013)
3.1 Macam-macam Riba
Pada umumnya para ulama membagi riba menjadi dua yakni, riba nasi‟ah dan riba
fadhl.
1. Riba Nasi‟ah merupakan tambahan pokok pinjaman yang diisyaratkan dan diambil
oleh pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai kompensasi atas tangguhan
pinjaman yang diberikannya tersebut. Allah melarang dan mengharamkan kegiatan
demikian, sebagaimana firman Allah Swt dalam surah al-Baqarah ayat 280 yang
begitu jelas.
َ َ َ ُ ُ ُ ‫َ َ ُ ُ ۡ َ َ َ َ ٌ َٰ َ ۡ َ َ َ َ ُ ْ َ ذ‬
‫نت ۡم ت ۡعل ُمون‬‫ لك ۡم إِن ك‬ٞ‫ۡسة ٖٖۚ َوأن ت َص ذدقوا خ ۡۡي‬‫ِإَون َكن ذو عۡسة ٖ فن ِظرة إَِل مي‬
280. Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia
berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.
Dari firman Allah di atas, dapat disimpulkan bahwa jika telah jatuh tempo hutang
seseorang tersebut, sedangkan ia masih dalam kesulitan hendaknya orang yang
menghutangkan bersasabar dan tidak menagihnya. Sedangkan jika orang yang berhutang telah
memiliki, dan dalam keadaan lapang, maka wajib baginya membayar hutangnya tersebut, dan
dia tidak perlu menambah nilai dari tanggungan hutang yang dipinjamnya, baik orang yang
berutang tersebut sedang memiliki uang atau sedang keadaan sulit.(Saleh al Fauzan, 2006)
Bahkan dari ayat tersebut memberikan pelajaran yang luar biasa mengenai mengikhlaskan
uang yang kita hutangkan kepada saudara kita, terlebih saudara kita tersebut dalam keadaan
kesulitan. Karena Allah akan menggantinya dengan pahala sedekah.
2. Riba Fadhl, merupakan barang yang sejenis yang disertai tambahan baik berupa uang
maupun berupa makanan.(Sayyid Sabiq, 2013) Istilah dari riba Fadhl diambil dari kata
al- fadhl, yang artinya tambahan dari salah satu jenis barang yang dipertukarkan dalam
proses transaksi. Di dalam keharamannya syariat telah menetapkan dalam enam hal
terhadap barang ini, yaitu: emas, perak, gandum putih, gandum merah, kurma, dan
garam

8
4. Kesimpulan dan Keterbatasan
Secara bahasa riba artinya tambahan (ziyadah) atau berarti tumbuh dan membesar. Riba
(usury) adalah melebihkan keuntungan (harta) dari salah satu pihak dalam transaksi jual beli
atau pertukaran barang yang sejenis tanpa memberikan imbalan terhadap kelebihan itu (riba
fadl); atau pembayaran hutang yang harus di lunasi oleh orang yang berhutang lebih besar
daripada jumlah pinjamannya sebagai imbalan terhadap tenggang waktu yng telah lewat (riba
nasi‟ah). Secara terminologi fiqh: “Tambahan khusus yang dimiliki salah satu dari dua pihak
yang terlibat transaksi tanpa ada imbalan tertentu”. Sedangkan menurut Syaikh Muhammad
Abduh bahwa yang dimaksud riba ialah penambahan-penambahan yang di isyaratkan oleh
orang yang memiiki harta kepada orang yang meminjam hartanya (uangnya), karena
pengunduran janji pembayaran oleh peminjam dari waktu yang telah ditentukan.
Pada umumnya para ulama membagi riba menjadi dua yakni, riba nasi‟ah dan riba
fadhl. Riba Nasi‟ah merupakan tambahan pokok pinjaman yang diisyaratkan dan diambil
oleh pemberi pinjaman dari yang berhutang sebagai kompensasi atas tangguhan pinjaman
yang diberikannya tersebut. Riba Fadhl, merupakan yang sejenis yang disertai tambahan baik
berupa uang maupun berupa makanan.
Referensi
A, I., & Rahmawan. (2005). Kamus Istilah Akuntansi Syari’ah,. Yogyakarta: Pilar Media.
Abdullah al-Mushlih dan Shalah ash-Shawi. (2004). Fiqh Ekonomi Keuangan Islam, terj. Abu
Umar Basyir. Jakarta: Darul Haq,.
Antoni, M. S. (2001). Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani.
E.M, A. (2001). Terjemahan Tafsir Ibnu Katsir .pdf.
https://doi.org/10.1016/j.semarthrit.2012.05.003
Faturrahman Djamil. (2013). Penerapan Hukum Perjanjian dalam Transaksi di LKS,. jakarta:
Sinar Grafika.
Hendi Suhendi. (2007). Fiqh Mu‟amalah. Jakarta: Raja Grafindo Persada,.
Ibnu Rusyd. (n.d.). Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Mugtashid. Beirut : Lebanon : Dar al-
Kutub Al-Ilmiyah.
Indonesia, M. U. (n.d.). Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional, Edisi Kedua,. Jakarta:
MUI.
Ir. Adiwarman Karim. (2007). Bank Islam : Analisis Fiqh dan Keuangan,. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,.
Karanaen A. Perwataatmadja dan Muhammad Syafi’i Antonio. (1999). Apa dan Bagaimana
Bank Islam,. Yogyakarta: P.T. Dana Bhakti Prima Yasa.
Muhammad Syafi’i Antonio. (2001). Bank Islam: Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema
Insani Press.
Nadratuzzaman, M. (2013). Produk Keuangan Islam di Indonesia dan Malaysia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Qasim bin ’Abdillah bin Amir ’Ali al-Qawnuniy, A. al-F. (n.d.). , 1406 H. Jedah: Dar al-
Wafa`.
Rifa’i, M. (2002). Konsep Perbankan Syariah, , 2002. Semarang : CV. Wicaksana.
Rohmah, N. (2016). Perdagangan Ala Nabi Muhammad SAW Gambaran Tauladan Yang
Hilang Di Perdagangan Global. At-Tahdzib Jurnal Studi Islam Dan Muamalah, 4.
Retrieved from
http://ejournal.kopertais4.or.id/mataraman/index.php/tahdzib/article/view/2371
Saleh al Fauzan. (2006). Fiqh Sehari-hari, Cet. ke-1. Jakarta: Gema Insani Press.
Sayyid Sabiq. (2013). Fiqh Sunnah, Cet. ke-1, Jilid 5,. Jakarta: Tinta Abadi Gemilang.
Syari, F. D., No, A. H. N., Murabahah, T., Syari, D., Qs, F. A., Qs, F. A., … Qs, F. A. (2000).

9
“…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….” 3. Firman
Allah QS. al-Ma’idah [5]: 1: …. (46), 1–4.
Tho’in, M. (2016). LARANGAN RIBA DALAM TEKS DAN KONTEKS (Studi Atas Hadits
Riwayat Muslim Tentang Pelaknatan Riba). Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 2(02), 63–72.
https://doi.org/10.29040/jiei.v2i02.44
Wahbah Az Zuhaili. (1997). Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu,. Damascus: Dar al-Fikr.

10

Anda mungkin juga menyukai