Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AYAT-AYAT DAN HADIST


TENTANG JUAL BELI
Dosen Pengampu :
Nurul Rahmawati M.hi

Kelompok 3
Martalia : 12207061

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PRODI PERBANKAN SYARIAH
INSTITUT AGAMA NEGERI ISLAM PONTIANAK
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadit Dan Ayat-ayat
Tentang Jual Beli” pembuatan makalah dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan berangkai
salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar
dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada Dosen mata
kuliah Perbankan Syari’ah yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan
makalah ini,Serta orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas dalam penyelesaian tugas
ini.
akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang
budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para
pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu
mendatang.

Pontianak 10 Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jual Beli
B. Hadits-hadits Tentang Jual Beli dan Penjelasannya
C. Ayat AlQuran yang Berkaitan dengan Jual Beli
D. Hukum Jual Beli
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Jual beli Adalah proses pemindahan hak milik/barang atau harta kepada pihak lain dengan
menggunakan uang sebagai alat tukarnya. Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu
dengan sesuatu (yang lain). Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-
tijarah.
Dalm proses jual beli ada ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh penjual dan
pembeli sehingga, jika proses jual beli sudah selesai tidak ada yang dirugikan. Bagaimana
pandangan Islam dalam jual beli dan apa saja dalil-dalilnya sehingga jual beli itu merupakan
sesuatu yang halal bukan sesuatu yang haram atau syubhat. Dalam makalah ini akan diuraiakan
beberapa hadist yang menjelaskan tentang jual beli.

B.     Rumusan Masalah

1.      Apa pengertian, syarat dan rukun tentang jual beli?


2.      Apa saja hadist-hadist yang berkaitan tentang jual beli, beserta penjelasannya?
3.      Apa ayat yang alQuran yang menjelaskan tentang jual beli?
4.      Bagaimana hukum jual beli?

C.     Tujuan Pembahasan

1.      Untuk mengetahui pengertian, syarat dan rukun tentang jual beli
2.      Untuk mengetahui saja hadist-hadist yang berkaitan tentang jual beli, beserta penjelasannya
3.      Untuk mengetahui ayat yang alQuran yang menjelaskan tentang jual beli
4.      Untuk mengetahui hukum jual beli
BAB II

PEMBAHASAN

A.     Pengertian Jual Beli

Al-Buyu’ jama’ dari al-bai’. Kata ini merupakan mashdar, padahal mashdar tidak dapat di
jama’kan. Tapi kata ini tetap di jama’kan karena jenisnya yang berbeda-beda. Maknanya
menurut bahasa ialah mengambil sesuatu dan memberi sesuatu. Mereka juga mengambil kata ini
dari al-ba’u, satu depan, entah dimaksudkan untuk tepukan atau untuk ikatan harga dan barang
yang dihargai menurut persrtujuannnya. Lafazh al-ba’i juga dapat diartikan membeli,yang
termasuk makna kebalikan. Tapi jika diucapkan kata al-ba’i, maka makna yang langsung bisa
ditangkap darinya ialah orang yang mengeluarkan barang dagangan atau penjual.
Adapun definisinya menurut syariat ialah tukar-menukar harta dengan harta yang
dimaksudkan untuk suatu kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan.1[1]
Dalam literatur syari’ah Islam, jual beli atau istilah modernnya bisnis termasuk dalam
kategori mu’amalat yang dibahas dalam bab Al-Buyu’, dalam Al Qur'an atau Al Hadis istilah
yang digunakan untuk muamalah ini adalah al bai', as syiro' dan at tijaroh.
Bagi seorang muslim yang menyibukan diri dengan urusan ini, hendaknya mempelajari
hukum-hukum yang bersangkutan dengannya secara rinci dan seksama agar ia mampu
berinteraksi dalam koridor syariat dan terhindar dari tindakan-tindakan aniaya dan merugikan
sesama manusia, karenanya Umar bin Khottob berkata:

ِ ‫لا َ يَـبْـ ُع فِ ْي سـُوقـِـنَا ِإاَّل مـ ِ ْن تـَفـَقـَهُ فِي الـ ِّد ي‬


‫ْـن‬

Artinya:
"Janganlah melakukan jual beli di pasar kami melainkan orang yang memiliki pengetahuan
agama" (HR.Tirmidzi) 

Dalam kitab Tafsir Al Allam syarah umdatul ahkam karya Abdullah Al Bassam rahimahullah
disebutkan, secara etimologi (bahasa) jual beli adalah:

1[1] Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah,
2002), Hal. 57
ْ ‫َأ ُخـ ُذ َشـْي ُء َوِإ ْعـطَا ُء َش‬
  ‫ـي ُء‬

Artinya: "Mengambil dan memberi sesuatu".

Adapun secara terminologinya:

‫صيْـ َغ الـْقَوْ ِل َوالـْفِـعْـ ِل‬ ْ ‫ك بِـ َما يَـ ُد ُل عَـلَـيْـ ِه ِم‬


ِ ‫ـن‬ ‫ال لـقَـصْ ـ ِد الــتـ َ ْمـلِ ِـ‬
ٍ ‫ـال بـ ِ َم‬
َ ‫ُمـبَا َد لـَة َم‬
Artinya:
"Pertukaran harta benda dengan tujuan saling memiliki yang dibarengi dengan sesuatu yang
menunjukkan hal tersebut dengan perkataan dan perbuatan".

Syarat Jual Beli adalah Sebagai Berikut:


1.      Keadaan bendanya suci.
2.      Bendanya dapat diambil manfaatnya sesuai dengan yang dimaksudkan.
3.      Bendanya dapat diterimakan atau diserahkan kepada pihak pembeli.
Rukun Jual Beli adalah Sebagai Berikut:
1.      Barang yang dijual belikan.
2.      Orang yang membeli dan menjual barang.
3.      Ijab qobul.2[2]

Adapun shighah untuk mengikatnya, yang benar ialah seperti yang dikatakan Syaikhul-
Islam Ibnu Taimiyah, bahwa hal itu dapat dilakukan dengan perkataan atau perbuatan macam
apa pun, yang memang dianggap manusia sebagai jual-beli, baik secara langsung maupun tidak
langsung, karena Allah tidak bermaksud menjadikan kita sebagai hamba yang melaksanakan
ibadah dengan lafazh-lafazh tertentu, tapi yang dimaksudkan adalah apa yang menunjukkan
maknanya. Lafazh apa pun yang menunjukkannya, maka tujuan sudah tercapai.
Manusia saling berbeda-beda dalam dialog dan istilah yang mereka pergunakan,
tergantung kepada perbedaan tempat dan waktu. Setiap zaman dan tempat memiliki bahasa dan
istilah-istilah tersendiri, dan yang dimaksudkan dari hal itu adalah makna.3[3]

2[2] Imron Abu Amar, Edisi Indonesia: Fathul Qarib, (Kudus: Menara Kudus, 1983), Hal. 229

3[3] Ibid. Hal.229-230


Manfaat yang dapat kita ambil dari bab-bab muamalah ini ialah agar kita bisa memahami
kaidah yang sangat penting, yang memberi batasan muamalah-muamalah yang diperbolehkan, di
samping kita dapat memahami batasan-batasan muamalah yang diharamkan, yang semua bagian-
bagiannya kembali kesana. Kaidah itu ialah: Dasar hukum dalam muamalah, berbagai jenis
perniagaan dan mata pencaharian ialah halal dan diperbolehkan, tidak ada yang mencegahnya
kecuali apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya.
Ini merupakan dasar hukum yang besar, menjadi sandaran dalam muamalah dan tradisi.
Siapa yang mengharamkan sesuatu dari hal itu, maka dia dituntut untuk menunjukkan dalil,
karena dia berseberang dengan dasar hukum ini.
Dengan begitu dapat diketahui keluwesan syariat dan keluasannya, relevansinya untuk
setiap waktu dan tempat serta segala perkembangannya, sesuai dengan tuntutan manusia dan
kemaslahatannya.
Ini merupakan kaidah di tengah-tengah, yang pijakannya adalah keadilan dan
memperhatikan kemaslahatan kedua sisi. Berdasarkan prinsip yang agung ini, muamalah tidak
dapat dikeluarkan dari mubah kepada haram kecuali jika ada sesuatu yang memang
diperingatkan, seperti karena menjurus kepada kezhaliman terhadap salah satu pihak, seperti
riba, kedustaan, penipuan, ketidaktahuan dan pengecohan. Inilah beberapa jenis muamalah, yang
jika kita perhatikan, hal itu menjurus kepada kezhaliman terhadap salah satu pihak. Muamalah-
muamalah yang diharamkan kembali kepada batasan ini, yang tidak diharamkan melainkan
karena kerusakan dan kezhalimannya. Pembuat syariat yang Maha bijaksana lagi Maha
Pengasih mendatangkan segala sesuatu yang di dalamnya ada kemaslahatan dan memperingatkan
segala hal di dalamnya ada kerusakan.
Alhasil, muamalah-muamalah yang diharamkan kembali kepada beberapa batasan, yang
paling besar adalah tiga perkara berikut:
1.      Riba dengan tiga macamnya, yaitu riba al-fadhl, an-nasi’ah dan al-qardhu.
2.      Ketidaktahuan dan penipuan dengan berbagai macam ragam dan jenisnya.
3.      Membohongi dan memperdayai dengan segala ragam dan jenisnya.4[4]

B.     Hadits-hadits Tentang Jual Beli dan Penjelasannya

4[4]Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah,
2002), Hal. 579
َ َ‫ى هللاُ عَل ْي ِه َو َسلَّ َم َأنَّهُ ق‬
‫ال ِإ َذا تَبَايَ َع‬ َ ِ‫ضي هللاُ َع ْنهُ َما ع َْن َرسُوْ ِل هللا‬
َّ ‫صل‬ َ ‫ع َِن َع ْب ِد هللاِ ْب ِن ُع َم َر َر‬
‫ار َمالَ ْم يَتَفَ َّرقَا َو َكانَا َج ِم ْيعًا َأوْ يُ َخيِّ ُر َأ َح ُدهُ َما اآلخ ََرفَتَبَايَ َعا َعلَى‬
ِ َ‫نن فَ ُكلُّ َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما بِ ْال ِخي‬
ِ َ‫ال َّر ُجال‬
‫ب ْالبَ ْي ُع‬
َ ‫اح ٌد ِم ْنهُ َما ْالبَ ْي َع فَقَ ْد َو َج‬ ْ ‫ب ْالبَ ْي ُع َوِإ ْن تَفَ َّرقَا بَ ْع َد َأ ْن يَتَبَايَ َعا َولَ ْم يَ ْتر‬
ِ ‫ُك َو‬ َ ‫َذلِكَ فَقَ ْد َو َج‬
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu Anhuma, dari Rasulullah SAW, beliau bersabda,
jika dua orang saling berjual-beli, maka masing-masing di antara keduannya mempunyai hak
pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah
seorang di antara keduanya membei pilihan kepada yang lain, lalu keduanya menetapkan jual-
beli atas dasar pilihan itu, maka jual-beli menjadi wajib.”

‫ار َمال ْم‬ ِ َ‫ان بِال ِخي‬ِ ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ قَا َل َرس ُْو ُل هللا َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ْالبَيِّ َع‬
ِ ‫َع ْن َح ِكي ِْم ب ِْن ِح َز ٍام َرا‬
‫ك لَهُ َما فِي بَ ْي ِع ِه َما َوِإ ْن َكتَ َما َو َك َذبَا‬ ِ ‫ق َوبَيّنَا ب‬
َ ‫ُور‬ َ ‫ص َد‬َ ‫يَتفَ َّرقَا َأ ْو قَا َل َحتتّى يَتَفَ ّرقَا فَاِ ْن‬
‫ت بَ َر َكةُ بَي ِْع ِه َما‬
ْ َ‫ُم ِحق‬
“Ada hadist yang semakna dari hadist Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasulullah SAW
bersabda, Dua orang yang berjual beli mempunyai hak pilih selagi belum berpisah, atau beliau
bersabda, Hingga keduanya saling berpisah, jika keduannya saling jujur dan menjelaskan, maka
keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka barakah jual beli itu dihapuskan.5[5]
Sebab-sebab Turunnya Hadist
Hadist ini dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, dan hadist ini shahih. Hadist tersebut
dari Ibnu Umar Ra. Dari Rasulullah Saw yang menjelaskan apabila ada dua orang melakukan
jual beli maka masing-masing keduamya mempunyai hak khiyar, selama mereka belum berpisah.
Dan hadist tersebut ditunjukkan dengan perbuatan Ibnu Umar yang terkenal. Bila kedua pihak
semuanya berdiri dan pergi bersama-sama, maka hak khiyar tetap ada.
Kemudian Rasulullah SAW menyebutkan sebagian dari sebab-sebab keberkahan dan
pertumbuhan, sebagian dari sebab-sebab kerugian dan kerusakan.
Sebab-sebab barakah, keuntungan dan pertumbuhan adalah kejujuran dalam muamalah,
menjelaskan aib, cacat, dan kekurangan atau sejenisnya dalam barang yang dijual. Adapaun
sebab-sebab kerugian dan ketiadaan barakah ialah yang menyembunyikan cacat, dusta dan

5[5] Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadist Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah,
2002), Hal. 580
memalsukan barang dagangan. Yang demikian itu merupakan sebab-sebab yang hakiki tentang
keberkahan di dunia, yang memberikan nilai tambah dan ketenaran bagi dirinya, karena dia
bermuamalah dengan cara yang baik, sedangkan di akhirat dia mendapatkan pahala dan balasan
yang baik. Sementara sifat kedua merupakan hakikat hilangnya mata pencaharian, karena
pelakunya bermuamalah dengan cara yang buruk, sehingga orang lain menghindar darinya dan
mencari orang yang lebih dapat dipercaya, sedangkan di akhirat dia mendapatkan kerugian yang
lebih besar, karena dia telah menipu manusia. Rasulullah SAW, “Siapa yang menipu kami,
maka dia bukan termasuk golongan kami.”6[6]
Penjelasan lafazh
1.      Bil-Khiyar merupakan masdhar dari ikhtara, dari al-ikhtiyar, berarti meminta yang terbaik dari
dua hal, entah berupa pengesahan atau penolakan.
2.      Al-Bayyi’ani, artinya penjual dan pembeli. Makna ini diberikan kepada keduanya, yamg
termasuk masalah kebiasaan. Seperti yang sudah dijelaskan, masing-masing dari dua lafazh ini
dapat diartikan pula bagi yang lainnya.
3.      Muhiqat merupakan mabny lil-majhul, yang artinya, tambahan mata pencaharian dan laba
keduanya dihilangkan.
4.      Yukhayyiru ahadahuma al-akhara, seperti ucapan, “Pilihlah pengesahan jual-beli.”
Makna Global
Karena biasanya jual-beli terjadi tanpa berpikir lebih jauh, maka acapkali menimbulkan
penyesalan bagi penjual maupun pembeli, karena itulah pembuat syariat yang bijaksana memberi
tempo itu, yang memungkinkan terjadinya pembatalan akad selam tempo itu. Tempo ini ialah
selama masih berada di tempat pelaksanaan akad.
Jika kedua belah pihak (penjual dan pembeli) masih berada di tempat pelaksanaan jula
beli, maka masing-masing mempunyai hak pilih untuk mengesahkan atau membatalkan jual beli.
Jika keduanya saling berpisah, sesuai dengan perpisahan yang dikenal manusia, atau jual beli
disepakati tanpa ketetapan hak pilih di antara keduanya, maka akad jual beli dianggap sah,
sehingga salah seorang diantara keduanya tidak boleh membatalkannya secara sepihak, kecuali
dengan cara pembatalan perjanjian yang disepakati.
Kesimpulan Hadits: 7[7]

6[6] Ibid.hlm.581

7[7] Ibid.hal.582
1.      Penetapan hak pilih di tempat bagi penjual dan pembeli, untuk dilakukan pengesahana jual-beli
atau pembatalannya.
2.      Temponya ialah semenjak jual beli dilaksanakan hingga keduanya saling berpisahdari tempat
itu.
3.      Jual-beli mengharuskan pisah badan dari tempat dilaksanakan akad jual-beli.
4.      Jika penjual dan pembeli sepakat untuk membatalkan akad setelah akaddisepakati sebelum
berpisah, atau keduanya saling melakukan jual-beli tanpa menetapkan hak pilih bagi keduanya,
maka akad itu dianggap sah, karena hak itu menjadi milik mereka berdua, bagaimana keduanya
membuat kesepakatan, terserah kepada keduanya.
5.      Perbedaan antara hak Allah dan yang semata merupakan hak anak Adam, bahwa apa yang
menjadi hak Allah, pembolehannya tidak cukup dengan keridhaan anak Adam, seperti akad riba.
Sedangkan yang menjadi hak anak Adam diperbolehkan menurut keridhaannya yang
diungkapkan, karena hak itu tidak melanggarnya.
6.      Pembuat syariat tidak menetapkan batasan untuk perpisahan. Dasarnya adalah tradisi. Apa
yang dikenal manusia sebagai perpisahan, maka itulah ketetapan jual-beli.
7.      Para ulama’ mengharakan penjual atau pembeli meninggalkan tempat (sebelum akad di
tetapkan), karena dikhawatirkan akan terjadi pembatalan.
8.      Jujur dalam muamalah dan menjelaskan keadaan barang dagangan merupakan sebab barakah
di dunia dan akhirat, sebagaimana dusta, bohong dan menutup-nutupi cacat merupakan sebab
hilangnya barakah.

Perbedaan Pendapat di Kalangan Ulama:


Para ulama saling berbeda pendapat tentang penetapan hak pilih di tempat. Jumhur
ulama dari kalangan sahabat dan tabi’in serta imam menetapkan hak pilih di tempat. Dia antara
mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ibnu Abas, Abu Hurairah, Abu Barzah, thawus, Sa’id bin Al-
Musayyab, Atha’, Al-Hasan Al Bashry, Asy-Sya’by, Az-Zuhry, Al-Auza’y, Al-Laits, sufyan bin
Uyainah, Asy-Syafi’y, Ahmad bin hambal, Ishaq, Abu Tsaur, Al-Bukhary dan para muhaqqiq
lainnya. Dalil mereka adalah hadist-hadist shahih dan jelas maknanya. Menurut Ibnu Abdil-
Barr, hadist Abdullah bin Umar merupakan hadist yang paling kuat dari hadist-hadist ahad.
Sedangkan Abu Hanifah, Malik dan mayoritas rekan mereka berdua tidak menetapkan
hak pilih di tempat. Mereka beralasan dengan beberapa hujjah yang bertentangan dengan
pengalaman hadist-hadist ini, namun hujjah-hujjah itu lemah, yang kemudian di sanggah jumhu.
Di antara hujjah-hujjah yang lemah itu sebagai berikut:8[8]
1.      Hadist ini bertentangan dengan pengalaman penduduk Madinah, dan amal mereka dapat di
jadikan hujjah.
2.      Yang dimaksudkan al-mutabayi’any dalam hadist di atas ialah dua orang (penjual dan pembeli)
yang saling tawar-menawar.
3.      Yang dimaksudkan perpisahan itu ialah perpisahan perkataan antara penjual dan pembeli
ketika dilakukan serah terima.

Hadits lain:
Hukum ‘Araya dan Menjual Buah dengan Buah

‫اريُّ َو ُم ْسلِ ٌم ع َْن ا ْب ِن ُع َم َر َأ َّن َرسُوْ َل هللاّ صلى هللا عليه وسلم نَهَى ع َْن بَي ِْع الثَّ ْم َر ِة َحتّى‬
ِ َ‫َأ ْخ َر َج ْالبُخ‬
َ ‫صاَل ُحهَا َو نَهَى ْالبَاِئ َع َو ْال ُم ْشت َِر‬
‫ي‬ َ ‫يَ ْب ُد َو‬
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah SAW.
Malarang menjual buah sehingga tampak kalayakanya, Rasulullah saw. Melarang menjual dan
pembelinya.

‫ الَتَ ْبتَا ُعوْ ا الثّ َما َر َحتَّي‬:‫ال َرسُوْ ُل هللا صلى هللا عليه وسلم‬ َ َ‫َوَأ ْخ َر َج ٌم ْسلِ ٌم ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ ق‬
َ َ‫ق‬: ‫ال‬
‫صاَل ُحهَا‬
َ ‫يَ ْب ُد َو‬.
Diriwayatkam oleh Muslim dan Abu Hurairah, ia berkata: “Rasulullah SAW. Bersabda:
‘Janganlah kalian menjual Buah-buahan sehingga tampak kelayakannya.’”9[9]
Asbabul Wurud
Hadits Pertama:
Diriwayatkan oleh Ahmad dan al-Bukhari dari Zaid bin Tsabit, ia berkata: “Rasulullah
SAW. Tiba di Madinah, sedang (kabiasaan) kami adalah saling menjual buah-buahan sebelum
tampak kelayakannya, hingga Rasulullah SAW. Mendengarkan suara orang bertengkar. Beliau
berkata: “Ada apa ini?” lalu dilaporkan pada beliau:”Mereka membeli buah-buahan, mereka

8[8] Ibid hal.583

9[9] Hadits Bukhari Muslim


berkata buah-buahan itu terkena ad-daman (buahnya membusuk) dan at-tasyam (berguguran).
Rasulullah SAW. Bersabda: “janganlah kalian saling menjualnya sehingga tampak
kelayakannya.”

C.     Ayat AlQuran yang Berkaitan dengan Jual Beli

Jual beli adalah perbuatan yang dihalalkan oleh Allah SWT. Sebagaimana Allah
berfirman dalam al-qur’an:

َ ِ‫ان ِمنَ ْال َمسِّ ۚ ٰ َذل‬


‫ك بَِأنَّهُ ْم قَالُوا ِإنَّ َما‬ ُ َ‫الَّ ِذينَ يَْأ ُكلُونَ الرِّ بَا اَل يَقُو ُمونَ ِإاَّل َك َما يَقُو ُم الَّ ِذي يَتَخَ بَّطُهُ ال َّش ْيط‬
‫ۚ البَ ْي ُع ِم ْث ُل الرِّ بَا ۗ َوَأ َح َّل هَّللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ بَا‬
ْ
Artinya:
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu
sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba (QS.Al
baqarah ayat 275).10[12]

D.    Hukum Jual Beli

Dari kandungan ayat-ayat dan hadist-hadist yang dikemukakan diatas sebagai dasar jual-
beli, para ulama fiqih mengambil suatau kesimpulan, bahwa jual beli itu hukumnya mubah
(boleh). Namun, menurut Imam asy-Syatibi (ahli fiqih Madzhab Imam Maliki), hukumnya bisa
berubah menjadi wajib dalam situasi tertentu. Sebagai contoh dikemukakannya, bila suatu waktu
terjadi praktek ihtikar, yaitu penimbunan barang,sehingga persediaan hilang dari pasar dan harga
melonjak naik. Apabila terjadi praktek semacam itu, maka pemerintah boleh memaksa para
pedagang menjual barang-barang sesuai dengan harga pasar sebelum terjadi pelonjakan harga
barang itu.para pedagang wajib memenuhi ketentuan pemerintah di dalam menentukan harga di
pasaran.11[13]

10[12]AlQur’an dan Terjemahannya

11[13] Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004), Hal. 117
BAB III

PENUTUP

A.     Kesimpulan

Jual beli adalah tukar-menukar harta dengan harta yang dimaksudkan untuk suatu
kepemilikan, yang ditunjukkan dengan perkataan dan perbuatan. Rasulullah menjelaskan bahwa
hukum jual beli adalah perbuatan yang dihalalkan selama penjual dan pembeli tidak ada yang
dirugikan dan tidak ada penipuan dalam jual beli.
Syarat Jual Beli adalah Sebagai Berikut:
1.      Keadaan bendanya suci.
2.      Bendanya dapat diambil manfaatnya sesuai dengan yang dimaksudkan.
3.      Bendanya dapat diterimakan atau diserahkan kepada pihak pembeli.
Rukun Jual Beli adalah Sebagai Berikut:
1.      Barang yang dijual belikan.
2.      Orang yang membeli dan menjual barang.
3.      Ijab qobul.
Manfaat yang dapat kita ambil dari bab-bab muamalah ini ialah agar kita bisa memahami
kaidah yang sangat penting, yang memberi batasan muamalah-muamalah yang diperbolehkan, di
samping kita dapat memahami batasan-batasan muamalah yang diharamkan, yang semua bagian-
bagiannya kembali kesana. Kaidah itu ialah: Dasar hukum dalam muamalah, berbagai jenis
perniagaan dan mata pencaharian ialah halal dan diperbolehkan, tidak ada yang mencegahnya
kecuali apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya.
DAFTAR PUSTAKA

Abdulllah Abu Ahmad, Umdatul Ahkam, (Jogjakarta: Media Hidayah, 2006)


Abu Amar Imron, Edisi Indonesia: Fathul Qarib, (Kudus: Menara Kudus, 1983)
AlQur’an dan Terjemahannya
Hadist Bukhari Muslim
Hasan Ali, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 2004)
Ismail Yahya, Edisi Indonesia: Asbab Wurud Al-Hadist, (Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2009)
Suhardi Kathur, Edisi Indonesia: Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta: Darul Falah, 2002)
Al-Qur’an, 1999, al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Yayasan
Penyelenggara penterjemeh / penafsiran al-Quran,
Departemen Agama RI.
Al-Shan’ani, Muhammad Bin Ismail al-Amir al-Yamani, t.th,
Subul as Salam, Juz X, Beirut: Darul Fikr.

Anda mungkin juga menyukai