Anda di halaman 1dari 14

JUAL BELI DALAM ISLAM

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok

Mata kuliah : Akad Muamalah Klasik

Dosen Pengampu : Shofiyulloh M.H.I

Disusun Oleh :

1. GALUH DWI RACHMASARI (2017201199)


2. RAGIL SUDRAJAT (2017201195)
3. PUTRI AJENG AZIZAH (2017201223)
4. KHI SAKO MAYORI (2017201226)
5. RAKHA ABIYYU W (2017201227)

2 Ekonomi Syariah E

IAIN PURWOKERTO

JL. AHMAD YANI NO. 40A, PURWOKERTO UTARA, BANYUMAS 53126

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah
dan inayah-Nya kepada saya, sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah mengenai jual
beli dalam islam

Makalah ini sudah selesai kami susun dengan maksimal serta bantuan pertolongan dari
berbagai pihak sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi
didalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami
terbuka menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca
sehingga kami bisa melakukan perbaikan makalah ini menjadi makalah yang baik dan benar.

Akhir kata dari kami semoga makalah ini yang membahas tentang jual beli dalam
islam ini bisa bermanfaat dan menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi para pembaca.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………………….. i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………... ii

DAFTAR ISI ……………………………………………..…………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang ……………………………………………………………..... 1


B. Rumusan Masalah …………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN …………………………..…………………………………. 2

A. Pengertian Jual Beli dalam Islam …………………..………………………... 2


B. Menjelaskan Dasar Hukum Jual Beli ………………….…………………..… 3
C. Menjelaskan Syarat Barang yang Diperjual belikan …….…………………... 4
D. Menyebutkan Jenis Barang yang Diperjualbelikan ………………………….. 6

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN ……..………………………………………………………... 9

DAFTAR PUSTAKA ………….……………………………………………………….. 8

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sepanjang sejarah manusia jual beli akan terjadi di belah bumi manapun. Hal
itu dapat dipahami karena manusia selalu ingin memenuhi kebutuhan hidupnya, khusunya
di bidang materi. Manusia termasuk makhluk yang serba ingin memiliki, semua yang
dilihat dan dimiliki oleh orang lain ingin dimilikinya. Namun dalam kenyataannya,
ternyata tidak semua dapat dimiliki dengan berbuat sendiri. Ada juga benda yang bisa
dimiliki setelah barter, atau setelah dipinta, boleh juga orang lain dengan kerelaanya
memberikan. Namun tidak sedikit juga untuk memiliki dengan cara memaksa orang lain.
Dengan cara memaksa untuk memiliki tentu akan melahirkan keresahan dalam
kehidupan. Di sini perlu aturan dalam memiliki sesuatu yang diinginkan, karenanya Islam
mengatur kehidupan sosial (muamalah) manusia, agar satu dengan yang lain terjalin
keharmonisan, termasuk di dalalamnya cara memiliki, yakni jual beli. Pada awalnya jual
beli dilakukan dengan barter, seiring dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan
manusia, jual beli pun ikut berubah. Manusia berusaha menciptakan alat yang disepakati
dan sah digunakan untuk jual beli.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian Jual Beli dalam Islam ?

2. Jelaskan Dasar Hukum Jual Beli !

3.Sebutkan Syarat Barang yang Diperjual belikan !

4. Bagaimana Jenis Barang yang Diperjualbelikan ?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli dalam Islam

Jual beli merupakan suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang memiliki
nilai secara sukarela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan
pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau peraturan yang telah dibenarkan
syara’ dan disepakati. Jual-beli atau perdagangan dalam istilah disebut al - ba’i yang
menurut etimologi berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily mengartikan secara
bahasa dengan “menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain”. Kata al-ba’i dalam Arab
terkadang digunakan untuk pengertian lawanya, yaitu kata al-syira’ (beli). Dengan
demikian, kata al-ba’i berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli. Syarif Alwi dan Addys
Aldizar menyatakan bahwa jual-beli menurut bahasa adalah kepemilikian suatu harta
dengan cara ditukar dengan harta lainnya, atau penukaran suatu harta yang berharga
dengan harta berharga lain. 1

Imron Abu Amar mengartikan jual-beli adalah suatu bentuk akad penyerahan sesuatu
dengan sesuatu yang lain. Karena itu akad ini memasukkan juga segala sesuatu yang tidak
hanya alat tukarnya yaitu berupa uang saja, seperti tuak dan lain-lain. Akan tetapi secara
terminologi, terdapat beberapa definisi jual-beli yang dikemukakan para ulama fiqh,
sekalipun substansi dan tujuan masing-masing definisinya sama. Abdul Rahman Ghazaly
mengutip dari buku Sayyid Sabiq, yang mendefinisikannya jual-beli ialah “pertukaran
harta dengan harta atas saling merelakan” atau “Memindahkan milik dengan ganti yang
dapat dibenarkan.”

Dalam definisi di atas terdapat kata “harta”, “milik”, “dengan”, “ganti”, dan “dapat
dibenarkan” (al-ma’dzun fih). Yang dimaksud harta dalam definisi di atas yaitu segala
yang dimiliki dan bermanfaat, maka dikecualikan yang bukan milik dan tidak bermanfaat;
yang dimaksud milik agar dapat dibedakan dengan yang bukan milik; yang dimaksud

1
Ahmad Faroh Hasan, Akad Muamalah dari Klasik hingga Kontemporer ( Malang : UIN-Maliki Malang : 2018 )
hlm :30
2
dengan ganti agar dapat dibedakan dengan hibah (pemberian); sedangkan yang dimaksud
dapat dibenarkan (al-ma’dzun fih) agar dapat dibedakan dengan jual-beli yang terlarang.

Dari pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa jual-beli menurut bahasa adalah
tukar-menukar apa saja, baik antara barang dengan barang, barang dengan uang, atau uang
dengan uang.

Pengertian ini diambil dari firman Allah Swt. dalam surat Al-Baqarah ayat 16: َ
ٰۤ ُ
‫ارتُهُ ْم َو َما كَانُوْ ا‬ ْ ‫ك الَّ ِذ ْينَ ا ْشت ََر ُوا الض َّٰللَةَ بِ ْاله ُٰد ۖى فَ َما َربِ َح‬
َ ‫ت تِّ َج‬ َ pِ‫ول ِٕٕى‬ ‫ا‬
َ‫ُم ْهتَ ِد ْين‬

Artinya: “Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka
tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.”

Dalam ayat ini kesesatan ditukar dengan petunjuk. Sedangkan menurut syara’,
pengertian jual-beli adalah memiliki sesuatu harta dengan mengganti sesuatu atas dasar
izin syara’, atau sekedar memiliki manfaatnya saja yang diperbolehkan syara’.

B. Dasar Hukum Jual Beli

Pada hakikatnya, Islam tidak melarang segala bentuk jual beli apapun selama tidak
merugikan salah satu pihak dan selama tidak melanggar aturan-aturan yang telah
ditetapkan dandiserukan agar tetap memelihara ukhwah Islamiyah.Jual beli sebagai sarana
tolong-menolong antara sesama umat manusia juga mempunyai landasan yang sangat kuat.

1. Al-Qur’an

Adapun dasar hukum memperbolehkan jual beli, didalam Al-Qur’an yakni:

‫‌واَ َح َّل هّٰللا ُ ۡالبَ ۡي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰبوا‬


َ ؕ

Artinya : Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah
ayat: 275)

‫ْس َعلَ ْي ُك ْم ُجنَا ٌح اَ ْن تَ ْبتَ ُغوْ ا فَضْ اًل ِّم ْن َّربِّ ُك ْم‬
َ ‫ۗ لَي‬

Artinya : :Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu. (QS. Al-Baqarah ayat: 198).

3
‫اض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم ۗ اِ َّن هّٰللا َ َكانَ ِب ُك ْم َر ِح ْي ًما‬ ِ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَأْ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
َ ‫اط ِل آِاَّل اَ ْن تَ ُكوْ نَ تِ َج‬
ٍ ‫ارةً ع َْن ت ََر‬

Artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah maha penyayang kepadamu.(Qs. An Nisa’ ayat:29).

2. Al-Sunnah

Yakni segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW dalam bentuk
ucapan, perbuatan, dan penetapan yang baik menurut hukum syar’i.Dasar hukum jual
beli yang berdasarkan Sunnah Rasulullah :

Diterima dari Abdullah bin umar ra., berkata, ‚seorang laki-laki bercerita kepada
Rasulullah SAW. Bahawa dia ditipu orang dalam hal jual beli. Maka beliau bersabda,
Apabila engkau berjual beli, maka katakanlah,‛tidak boleh ada tipuan.

Diterima dari Ibnu Umar ra. Mengatakan, ‚pada masa Rasulullah SAW, saya
melihat orang-orang yang meperjual belikan makanan dengan kira-kira tanpa ditimbang
atau digantang, mereka dipukul, karena menjualnya hingga mereka pindahkan ke tempat
mereka.

Dari Ibnu Abbas ra. Mengatakan, ‚sesungguhnya Rasulullah SAW, melarang


orang menjual makanan hingga disempurnakannya, (jual beli itu).‛ Orang bertanya
kepada Abbas, ‚kenapa demikian?‛ jawabnya, dirham dengan dirham dan makanan
dibelakang.

C. Syarat-syarat barang yang diperjual-belikan (ma’qud ‘alaih)

Syarat yang terkait dengan barang yang diperjual-belikan sebagai berikut: barang
dalam Jual Beli barang jual beli terdiri dari benda yang berwujud dan benda yang tidak
berwujud, yang bergerak maupun benda yang tidak bergerak, dan yang terdaftar maupun
yang tidak terdaftar.
4
Syarat barang yang diperjualbelikan adalah sebagai berikut:

1. Barang yang diperjualbelikan harus ada (Maujud).

Oleh karena itu, tidak sah jual-beli barang yang tidak ada (ma’dum) atau yang
dikhawatirkan tidak ada. Seperti halnya jual-beli anak sapi yang masih dalam
kandungan, atau jualbeli yang jual-beli buah-buahan yang masih belum berbentuk.b.
Barang yang diperjualbelikan harus dapat diserahkan.

2. Harus berupa barang yang memiliki nilai/harga tertentu.

3. Barang yang diperjualbelikan harus halal.

4. Barang yang diperjualbelikan harus diketahui oleh pembeli.

5. Kekhususan barang yang diperjualbelikan harus diketahui.

6. Penunjukan dianggap memenuhi syarat langsung oleh pembeli tidak memerlukan


penjelasan lebih lanjut.

7. Barang yang di jual harus ditentukan secara pasti pada waktu akad.

8. Milik seseorang.

Barang yang sifatnya belum dimiliki seseorang tidak boleh diperjual-belikan,


seperti memperjual-belikan ikan di laut atau emas dalam tanah, karena ikan dan emas ini
belum dimiliki penjual.

Syarat lain yang harus dipenuhi berkenaan dengan obyek transaksi (barang dan/atau
uang) adalah sebagai berikut:

1. Barang yang diperjual-belikan mestilah bersih materinya. Ketentuan ini didasarkan


pada ayat al-Quran dalam surat al-A’raf ayat 157.

2. Barang yang diperjual-belikan adalah sesuatu yang bermanfaat.

Alasannya adalah bahwa yang hendak diperoleh dari transaksi ini adalah
manfaat itu sendiri. Apabila barang tersebut tidak ada manfaatnya, bahkan dapat
merusak seperti ular atau kalajengking maka tidak dapat dijadikan obyek transaksi
hadits Nabi yang melarangmemperjual-belikan patung, karena dalam pandangan Islam
patung tersebut sesuatu yang tidak berguna.

3. Milik Seseorang.
5
Baik barang atau uang yang dijadikan obyek transaksi itu betul-betul telah
menjadi milik orang yang melakukan transaksi. Hal ini mengandung arti tidak boleh
menjual barang orang lain atau membelanjakan uang orang lain, kecuali ada izin atau
kuasa dari orang yang memilikinya. Persyaratan ini sesuai dengan arti transaksi itu
sendiri yaitu pengalihan pemilikan, baru itu akan terjadi bila yang dialihkan itu telah
menjadi miliknya.

4. Barang dan/atau uang yang telah menjadi miliknya itu haruslah telah berada di
tangannya atau dalam kekuasaannya dan dapat diserahkan sewaktu terjadi transaksi,
dan tidak mesti berada dalam majlis akad, misalnya tersimpan di gudang penyimpanan
yang berjauhan letaknya.

5. Barang atau uang dijadikan obyek transaksi itu mestilah sesuatu yang diketahui secara
transparan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Apabila dalam bentuk sesuatu yang
ditimbang harus jelas timbangannya dan apabila sesuatu yang ditakar juga harus jelas
takarannya. Tidak boleh memperjual-belikan sesuatu yang tidak diketahui kualitas
maupun kuantitasnya seperti ikan dalam air.

Kelima persyaratan yang berkenaan dengan obyek transaksi tersebut di atas bersifat
kumulatif dengan arti keseluruhannya mesti dipenuhi untuk sahnya suatu transaksi.
Kelimanya telah sejalan dengan prinsip ‘an tara>dhin yang merupakan syarat utama dalam
suatu transaksi. Apabila ada yang tidak terpenuhi, jelas akan menyebabkan pihak-pihak
yang terlibat dalam transaksi akan tidak merasa suka. Akibatnya akan termakan harta
orang lain secara tidak hak. Namun apabila salah satu di antara syarat tersebut belum
dipenuhi, tetapi sudah menjadi muamalah umum dalam suatu tempat sehingga
menghasilkan prinsip ‘an tara>dhin maka transaksi tersebut diterima oleh kebanyakan
ulama kesahan-nya. Bentuk pertama umpamanya dalam suatu transaksi uang sudah dpada
waktu sesudahnya. Muamalah dalam bentuk ini disebut jual beli salam.

D. Jenis Barang Jual Beli

Jenis barang yang diperjualbelikan adalah segala jenis barang yang telah memnuhi
syarat jual beli dan bermanfaat bagi si pembeli. Contohnya seperti bahan pokok sandang,
pangan dan papan dan berbagai barang yang dapat menunjang kelangsungan hidup
manusia lainnya.

6
Dalam Islam tidak semua barang dapat diperjual belikan. Ada beberapa keriteri
yang harus diperhatikan; pertama ada manfaatnya, kedua suci. Dengan demikian, secara
umum barang yang tidak ada manfaat dan najis, atau salah satunya dihukumi tidak sah
diperjual belikan.2
Para ulama agak sedikit bervariasi ketika menetapkan tentang boleh tidaknya
benda najis diperjual-belikan. Di antara mereka ada yang mengharamkan secara. Berikut
ini adalah contoh dari barang tersebut :

1. Kotoran Hewan
Dalam pandangan mazhab Al-Hanafiyah pada dasarnya benda najis itu haram
untuk diperjual-belikan, namun bila bisa diambil manfaatnya, hukumnya
boleh.Kotoran hewan adalah benda najis, maka haram diperjual-belikan. Namun bila
yang diperjual-belikan adalah tanah, namun tercampur kotoran hewan, dalam
pandangan mazhab ini hukumnya boleh. Karena yang dilihat bukan kotoran
hewannya, melainkan tanahnya.Artinya, kalau semata-mata yang diperjual-belikan
adalah kotoran hewan, hukumnya masih haram. Tetapi kalau kotoran hewan itu sudah
dicampur dengan tanah sedemikian rupa, meski pada hakikatnya masih mengandung
najis, namun mereka tidak melihat kepada najisnya, melainkan melihat ke sisi
tanahnya yang bermanfaat buat pupuk. Sedangkan mazhab Asy-syafi’iyah secara
umum tetap mengharamkan jual-beli kotoran hewan, walaupun sudah dicampur tanah
dan untuk pupuk.

2. Darah
Darah termasuk benda najis, oleh karena itu haram hukumnya diperjual-belikan
dengan transaksi jual-beli. Namun bila diberikan begitu saja tanpa imbalan, seperti
donor darah, maka hukumnya diperbolehkan. Dan hal itulah yang pada hakikatnya
dilakukan oleh Palang Merah Indonesia (PMI). Institusi itu tidak melakukan jual-beli
darah, meski para pendonor diberi semacam imbalan, berupa makan dan minum.
Namun pada hakikatnya yang terjadi bukan jual-beli darah, melainkan donor
darah.Dan hukum mendonorkan darah termasuk hal yang mulia bila dipandang dari
sisi syariah. Alasanya karena untuk menolong orang sakit yang sangat membutuhkan
transfusi darah.

2
Apipudin, Konsep Jual Beli dalam Islam 2016, hlm.80
7
3. Kulit Bangkai
Kulit bangkai hukumnya najis, karena itu juga menjadi haram untuk diperjual-
belikan. Namun bila kulit itu sudah disamak, sehingga hukumnya menjadi suci
kembali, hukumnya menjadi boleh untuk diperjual-belikan. Namun ada juga pendapat
ulama yang tetap menajiskan kulit bangkai, meski telah disamak, yaitu sebagian ulama
di kalangan mazhab Al-Malikiyah. Sehingga dalam pandangan mereka, jual-beli kulit
bangkai pun tetap diharamkan. Di antara yang berpendapat demikian adalah Al-
Kharasyi dan Ibnu Rusydi Al-Hafid. Ibnu Rusydi menyebutkan bahwa penyamakan
tidak ada pengaruhnya pada kesucian kulit bangkai, baik secara zhahir atau pun
batin.Mazhab Asy-Syafi’iyah juga melarang jual-beli kulit bangkai, karena hukumnya
najis dalam pandangan mereka.

4. Hewan Najis dan Buas


Meski termasuk hewan najis, namun karena bisa bermanfaat, dalam pandangan
mazhab ini, boleh hukumnya untuk memperjual-belikan anjing, macan atau hewan-
hewan buas lainnya, bila memang jelas ada manfaatnya.Di antara manfaat dari hewan
buas ini adalah untuk berburu, dimana Allah SWT memang membolehkan umat Islam
berburu dengan memanfaatkan hewan buas. (Dihalalkan bagimu buruan yang
ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk
berburu, kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu,
maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas
binatang buas itu (waktu melepasnya).(QS. Al-Maidah : 4) Sedangkan anjing hitam
atau sering diistilahkan dengan al-kalbul-‘aqur (‫ور‬pp‫) الكلب العق‬, ada nash hadits yang
secara tegas melarang kita untuk memperjual-belikannya, bahkan ada perintah buat
kita untuk membunuhnya. Dari Aisyah radhiyallahuanha bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Lima macam hewan yang hendaklah kamu bunuh dalam masjid, yaitu
tikus, kalajengking, elang, gagak dan anjing hitam. (HR. Bukhari Muslim) Namun
dalam pandangan mazhab Asy-Syafi’iyah, hewan-hewan yang buas itu tetap haram
untuk diperjual-belikan, meski bermanfaat untuk digunakan dalam berburu.

5. Khamar

8
Termasuk yang dilarang untuk diperjual-belikan karena kenajisannya adalah
khamar, dimana umumnya para ulama memasukkan khamar ke dalam benda najis.
Dan memang ada dalil yang secara tegas mengharamkan kita meminum serta
memperjual-belikannya. Yang telah Allah haramkan untuk memi-numnya, maka Allah
juga mengharamkan untuk menjualnya. (HR. Muslim). Maka membuka warung atau
minimarket yang menjual minuman keras haram hukumnya. Selain karena menjadi
sumber dosa dan kemaksiatan, secara hukum syariah, jual-beli khamar itu termasuk
transaksi yang tidak sah. Para ulama juga menyebutkan bahwa seorang muslim
diharamkan memiliki khamar, sehingga bila seorang muslim merusak khamar atau
menumpahkan khamar yang dimiliki oleh seorang muslim juga, maka yang
bersangkutan tidak diwajibkan untuk menggantinya.

6. Daging Babi.
Termasuk juga ikut ke dalam keumuman larangan dalam hadits ini adalah
daging babi. Daging babi itu haram dimakan, maka otomatis hukumnya juga haram
untuk diperjual-belikan. Maka secara hukum syariah, bila umat Islam melakukan jual-
beli daging babi meski legal namun hukumnya tidak sah.3

3
Ahmad Sarwat, Fiqih Jual Beli ( Jakarta Selatan : Rumah Fiqih Publishing 2018 ) hlm.19-24
9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Manusia yang sejak penciptaanya diragukan oleh para malaikat tentang


kredibilitasnya hidup di bumi ini. Di antara sifat manusia yang diragukan para malaikat
adalah serakah, kikir, membuat kerusakan, menjadi homohomoni lupus. Hal ini tentu
akan mendorong manusia melakukan semena-mena dalam melakukan jual beli, sekalipun
sudah diciptakan alat yang sah untuk jual beli. Untuk itu Islam dengan dengan segala
perangkatnya membuat aturan-aturan khusunya dibidang jual beli, agar tercipta
kemaslahatan di antara manusia. Seperangkat aturan yang ditawarkan oleh Islam kepada
manusi dalam jual beli meliputi prinsip dasar jual beli, orientasi jual beli, syarat dan
rukun jual beli, hukum jual beli, barang yang diperjual belikan, dan akad dalam jual beli.
Prinsip dasar jual beli dalam Islam saling menguntungkan, baik pembeli maupun penjual.
Kedua belah pihak, yakni penjual dan pembeli dalam transaksi harus berorientasi pada
prinsip dasar tersebut.

Ayat Alqur’an tentang jual beli sangatlah sedikit, berjumlah hanya 3 ayat, yaitu
terdapat dalam dua surah, yaitu pada surah al-Baqarah dan surah al-Nisa. Sementara
urusan jual beli sangatlah konplek. Hal ini tentu sangat menguras para pemikir Islam
untuk menangkap pesan ayat, baik secara tekstual maupun kontekstual. Mufasir baik
mufasir klasik, mapun kontemporer, berusaha untuk menafsirkan ayat tersebut dengan
berbagai pendekatan. Sementara fuqaha berusaha untuk menangkap pesan hukum di balik
teks tersebut..

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad sarwat, L. (2018). Fiqih Jual Beli. Jakarta Selatan: Rumah Fiqih Publishing.
Apipudin. (2016). Konsep Jual beli dalam Islam. islaminomic , 11.
A'sadulah. (2018). BAB II Jual Beli. Retrieved 3 3, 2020, from repo.iain-tulungagung:
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://repo.iain-
tulungagung.ac.id/8673/5/BAB%2520II.pdf&ved=2ahUKEwiI3u3-
3r7vAhVayDgGHYEcCDUQFjABegQIAxAG&usg=AOvVaw1LmS4Ff55oWUC2CMxfZ
8HQ
M.SI, A. F. (2018). Fiqih Muamalah dari Klasik Hingga Kontemporer. Malang: UIN-Malang
Press.
Zubairi, M. A. (2020). Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Jual Beli Bedak. 113.

11

Anda mungkin juga menyukai