Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER


JUAL BELI

Oleh :

MUHAMMAD IMADA AZIS ZAIN

AKUNTANSI SYARI’AH

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG

2017

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah menolong hamba-Nya menyelesaikan makalah
ini dengan penuh kemudahan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin penyusun tidak akan
sanggup menyelesaikan dengan baik.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang, “Jual Beli”.
Makalah ini di susun oleh penyusun dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari
diri penyusun maupun yang datang dari luar. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari ALLAH akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Makalah ini memuat
tentang “Jual Beli”. Makalah ini mungkin kurang sempurna tapi juga memiliki detail yang
cukup jelas bagi pembaca.
Semoga Makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun Makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyusun mohon untuk saran
dan kritiknya. Terima kasih.

Semarang, 22 Desember 2017

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam merupakan agama yang fleksibel artinya dalam hukumnya disebutkan secara
umum dalam Al-quran. dalam hadist nabi memperjelas hukum yang umum tersebut
kemudian dijabarkan agar dapat dimengerti oleh umat. Namun tidak semua hukum dapat
dijabarkan dengan hadist. Hukum-hukum tersebut kemudian akan dicari jalan keluarnya
dengan musyawarah para alim ulama dan akhirnya didapatlah sebuah keputusan yang disebut
dengan Ijma’. Ijma’ dalm hal ini tentunya membhas tentng hukum-hukum yang tidak ada
dalilnya dalm al-quran dan hadist, artinya keputussan yang didapat dalam Ijma’ merupakan
sebuah hukum baru yang ada karena perkembangan zaman yang semakin maju. Hukum –
hukum tersebut biasanya disebut sebagai hukum kontemporer artinya hukum baru yang
terjadi karena perkembangan zaman.

Hukum kontemporer ini mencakup pada hukum muamalah yaitu hukum yang
menyangkut hubungan manusia dengan manusia. Artinya dalam muamalah ini hanya
membahas sisi sosial masyarakat, termasuk hukum jual beli. Sebenarnya dalm al-quran pun
sudah megatur bagaima hukum jual beli yag diantara nya adalah larangan riba yang terdpat
dalam beberapa ayat dalam al-qurana. Dalm kehidupan sekarang prinsip riba itulah ynag
masih dipegang dan diterapkan. Namun seiring berkembangnya zaman, applikasi jual beli
tidak hanya dilakukan secar langsung nmaun sudah merambah keduania maya seperti jual
beli online atau yang sering dsebut online shop. Tentunya hal tersebut adalah hal baru yang
tidak ada pada zamn dahulu ketika hukum jual beli masih dilakukan secra langsung. Oleh
karena itu dalam penulisan ini akn membahas hukum-hukum tersebut.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah sebagi berikut.
1. Apakah jual beli itu ?
2. Apasaja dalil dan husar hukum jual beli ?
3. Apa rukun dan syarat jual beli ?
4. Apa Ruang Lingkup Jual Beli ?
5. Apa jual beli kontemporer ?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli

Secara bahasa dari kata ‫ باع – يبيع‬menukar sesuatu dengan sesuatu ( ‫) مقابلة شئ بشئ‬.
Sedangkan Secara istilah, diartikan sebagai akad pertukaran harta yang memberikan
kemanfaatan bagi orang yang memiliki.

(‫)عقد معاوضة مالية تفيد ملك عين أو منفعة على التأ بيد‬

Perkataan jual beli menunjukan adanaya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu
satu pihak menjual dan pihak lain membeli, maka dalam peristiwa ini terjadilah peristiwa
hukum jual beli. Dari ungkapan diatas terlihat bahwa dalam perjanjian jula beli terlibat dua
pihak yang menukar dan melakukan pertukaran. Menurut pengertian syariat yang dimaksut
jual beli adalah pertukaran harta atas dasar rela atau memindahkan hak milik dengan ganti
yang dapat dibenarkan ( yaitu menggunakan alat tukar yamg sah.) (Sabiq, Fiqih As-Sunnah).
Dalam konsep ulama‟ fiqh, jual beli dikemas dalam kerangka formalistik hukum. Sisi
dhahir nampak lebih dominan dibandingkan sisi bathin (Fathoni, Konsep Jual Beli Dalam
DSN-MUI, 2013). Jual beli dikemas menjadi akad. Jual beli dirumuskan dalam tatanan syarat,
rukun, syah, batal, hak dan kewajiban. Ada model jual beli yang dilarang dan ada jual beli
yang diperkenankan. Konsep jual beli dalam fiqh merujuk kepada nash (al-Qur‟an dan
Hadits) dan menerima adat (dinamika) masyarakat. Ada akad musammah, yaitu transaksi
yang telah ada namanya terutama terjadi pada masa Nabi dan akad ghairu musammah, yaitu
akad yang belum ada namanya karena termasuk fenomena atau kebutuhan baru

B. Dalil dan Dasar Hukum Jual Beli


Hukum jual beli adalah jaiz atau mubah ( boleh ). Hal ini didasarkan pada dalil Al-
Quran, sunnah dan ijma. Dalil dalam Al-Quran yang menyangkut jual beli yaitu terdapat
dalam QS. An-Nisa : 29.

ۚ ‫ارةً ع َْن ت َ َراض ِم ْن ُك ْم‬


َ ‫ُون تِ َج‬ ِ َ‫ِين آ َمنُوا ََل تَأ ْ ُكلُوا أ َ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِا ْلب‬
َ ‫اط ِل إِ ََّل أ َ ْن تَك‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الَّذ‬
َ ‫َّللاَ ك‬
‫َان بِ ُك ْم َر ِحي ًم‬ َ ُ‫َو ََل ت َ ْقتُلُوا أ َ ْنف‬
َّ ‫س ُك ْم ۚ إِ َّن‬
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-

4
suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa : 29)
Ayat diatas menjelaskan bahwa dalam beniaga (bermuamalah) haruslah menggunakan
sikap rasa saling suka, artinya bahwa dalam seglaa kegiatan yang berkaitan dengan niaga atau
bisa dikatakan transaksi haruslah ada rasa ridho antar dua belah pihak yang tujuannnya
adalah agar tidak menimbulkan rasa menyesal setelah keduanya melakukan suatu perjanjian.
Ayat ini menjelaskan muamalah dalam islam :

ْ‫طانُ ِم َن ا ْل َم ِس ذَ ِلكَ بِأَنَّ ُه ْم قَالُوا‬


َ ‫ش ْي‬ ُ َّ‫ون إَِلَّ َك َما يَقُو ُم الَّذِي َيت َ َخب‬
َّ ‫طهُ ال‬ َ ‫الربَا َلَ يَقُو ُم‬ ِ ‫ون‬َ ُ‫ِين يَأ ْ ُكل‬ َ ‫الَّذ‬
‫ظةٌ ِمن َّر ِب ِه فَانت َ َه َى فَ َلهُ َما‬ َ ‫الربَا َف َمن َجاءهُ َم ْو ِع‬ ِ ‫الربَا َوأ َ َح َّل َّللاُ ا ْلبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
ِ ‫إِنَّ َما ا ْل َب ْي ُع ِمثْ ُل‬
َ ‫اب النَّ ِار ُه ْم فِي َها َخا ِلد‬
‫ُون‬ ْ َ ‫ف َوأ َ ْم ُرهُ إِلَى َّللاِ َو َم ْن عَا َدفَأ ُ ْولَـئِكَ أ‬
ُ ‫ص َح‬ َ َ‫سل‬
َ
Artinya : “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka
yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli
itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba),
maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS Al-
Baqarah : 275)
Sedangkan dalam hadist jual beli terdapat dalam hadist :

‫ عن أفضل الكسب فقا ل بيع مبروروعمل الر جل بي‬-‫ صلى هللا عليه وسلم‬-‫سئل النبي‬

Hadist yang diriwayatkan oleh Rifa’ah ibn Rafi’ : “Rasulullah saw, ditanya salah seorang
sahabat mengenai pekerjaan apa yang paling baik. Rasulullah saw, menjawab usaha tangan
manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati.”(HR Al-Bazzar dan Al-Hakim).

Menurut Sulaiman Rasjid, hukum jual beli dapat berubah yaitu (Rasjid, 2015) :

1. Mubah (boleh), merupakan hukum asal jual beli.


2. Wajib, seumpama orang menjual hartanya lantaran utangnya lebih banyak daripada
hartanya.

5
3. Sunah, misalnya jual beli pada sahabat atau sanak saudara yang dikasihi, dan kepada
orang yang sangat membutujhkan barang tersebut.
4. Haram, apabila terdapat hal-hal yang dilarang dalam hukum jual beli seperti khiyar,
riba dan lain-lain.

C. Rukun dan Syarat Jual Beli


Rukun jual beli menurut kompilasi hukum ekonomi syariah , yaitu :
a. Pihak-pihak (penjual dan pembeli ). Adapun syarat sahnya:
 Berakal, untuk menghindari dari kejahatan seperti penipuan;
 Kehendak sendiri (tidak paksaan);
 Keduanya tidak mubazir;
 Baligh.
b. Objek; dan syarat sahnya sebagai berikut :
Menurut Sayid Saiq, dalam bukunya menjelaskan bahwa objek jual harus memenuhi
beberapa hal berikut :
 Benda tersebut suci dan halal (tidak boleh menjual barang yang diharamkan,
sepeti miras, bangkai, babi, dan patung).
 Benda tersebut dpat dimanfaatkan (tidak boleh melakuka jual beli ular dan
anjing kecuali yang sudah terlatih yang digunakan untuk berburu).
 Benda tersebut milik yang melakukan akad jual beli (dilarang menjual barang
yang bukan miliknya walupu itu milik istrinya sendiri). Dalam ilmu fiqih hal
ini disebut ba’i al-fudhuli.
 Benda tersebut dapat diserahkan. ( tidak boleh menjual barang yang tidak
dapat diserahkan, seperti menjual ikan yang masih di air). Hal ini didasarkan
pada hadist rasulullah, yang artinya : “ Dari ibnu mas,ud r.a rasulullah saw
bersabda : janganlah kalian membeli ikan yang masih ada di air, karena hal itu
mengandung gharar”
 Benda tersebut sudah diterima oleh pembeli.

c. Kesepakatan(ijab kabul)
Dalam kompilasi hukum islam kesepakatan dijelaskan dalam pasal 59 yaitu, ayat (1)
kesepakatan dapat dilakukan denagn tulisan, lisan dan isyarat (2) kesepakatan yang
sebagaimana yang diamksud dalam ayat (1) memiliki makna hukum yang sama (Sabiq, Fiqih
Sunnah, 1998).

6
D. Ruang Lingkup Jual Beli
Jual beli dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu:

 Ditinjau dari segi bendanya dapat dibedakan menjadi:


1) Jual beli benda yang kelihatan, yaitu jual beli yang pada waktu akad, barangnya ada di
hadapan penjual dan pembeli.
2) Jual beli salam (pesanan) yaitu jual beli yang harus disebutkan sifat-sifat barang dan
harga harus dipegang ditempat akad berlangsung.
3) Jual beli benda yang tidak ada, Jual beli seperti ini tidak diperbolehkan dalam agama
Islam

 Ditinjau dari segi pelaku atau subjek jual beli:


1) Dengan lisan, akad yang dilakukan dengan lisan atau perkataan. Bagi orang bisu
dapat diganti dengan isyarat.
2) Dengan perantara, misalnya dengan tulisan atau surat menyurat. Jual beli ini
dilakukan oleh penjual dan pembeli, tidak dalam satu majlis akad, dan ini dibolehkan
menurut syara’.
3) Jual beli dengan perbuatan, yaitu mengambil dan memberikan barang tanpa ijab
kabul. Misalnya seseorang mengambil mie instan yang sudah bertuliskan label
harganya. Menurut sebagian ulama syafiiyah hal ini dilarang karena ijab kabul adalah
rukun dan syarat jual beli, namun sebagian syafiiyah lainnya seperti Imam Nawawi
membolehkannya.

 Ditinjau dari segi hukumnya :


Jual beli dinyatakan sah atau tidak sah bergantung pada pemenuhan syarat dan rukun jual beli
yang telah dijelaskan di atas.

 Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut :
a. Jual beli atas barang yang tidak ada ( bai’ al-ma’dum ), seperti jual beli janin di dalam
perut ibu dan jual beli buah yang tidak tampak. Rasululah SAW bersabda :

) ‫م نهى عن بيع حبل الحبلة (رواه بخا ري و مسلم‬.‫ض ان رسو ل هللا ص‬.‫عن ابن عمر ر‬

7
“Dari Ibnu Umar r.s Rasulullah saw telah melarang penjualan sesuatu yang masih
dalam kandungan induknya” (H.R Bukhari dan Muslim).
b. Jual beli barang yang zatnya haram dan najis, seperti babi, anjing, bangkai dan khamr.
Rasululah SAW bersabda :

‫م قا ل أن هللا و ر سو له حر م بيع ا لخمر و الميتة و الخنزير و َلصنا م (رواه‬.‫عن جا بررضي هللا ا ن رسو ل هللا ص‬
) ‫بخا ري و مسلم‬

Dari Jahir r.a, Rasulullah Saw bersabda, “sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah
mengharamkan menjual arak,bangkai,babi,dan berhala” (H.R Bukhari dan Muslim).
c. Jual beli sperma (mani) hewan,seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan
betina agar dapat memperoleh turunan. Rasululah SAW bersabda :

)‫م عن عسب الفحل (رواه بخا ري‬.‫ض قا ل نهى رسو ل هللا ص‬.‫عن ابن عمر ر‬

“Dari Ibnu Umar r.a berkata Rasulullah saw bersabda telanh melarang menjual
mani binatang” (H.R Bukhari, No. 2284).
Memperjual belikan sperma jantan dan menyewakan pejantan itu haram karena
sperma jantan itu tidak bisa diukur, tidak diketahui, dan tidak bia
diserahterimakan.”
d. Jual beli yang menimbulkan kemudharatan, seperti jual beli patung, salib atau buku-
buku bacaan porno.
e. Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan penganiayaan hukumnya haram, seperti
menjual anak binatang yang masih bergantung pada induknya.
f. Jual belidengan mukhadarah ( ijon), yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas
untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hjau, mangga yang masih kecil,
dan lainlain. Haliini diarang karena barang tersebut mash samar, dalam artian
mungkin sajabuah trsebut jatuh tertiup angin kencangatau lainnysebelum diambil oleh
lainnya.
g. Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti
menjual padi kering dengan bayaran padi basah , sedangkan ukurannya dengan dkilo
sehingga akan merugikan si pemilik padi kering.

8
h. Jual beli gharar, yaitu jual eli yang samar sehingga adakemungkinan terjadinya
penipuan, seperyi penjualan ikan yang masih di didalam kolam atau menjual kacang
yang atasnya terlihat bagus namun dibawahnya ternyata jelek.

 Jual beli yang dilarang agama, tetapi sah hukumnya, tetapi orang yang melakukannya
mendapat dosa (Suhendi, 2008).
a. Menemui orang-orang desa sebelum mereka memasuk pasar untuk membeli hartanya
dengan harga yang murah tanpa sepengetahuan si orang desa tentang harga pasar.
Kemudian si pembeli menjual dagangannya dengan harga yang tinggi ketika ia
memasuki pasar. Namun bila si orang desa mengetahui harga pasaran maka hal ini
tidak dipermasalahkan.
b. Jual beli dengan najasyi, yaitu seorang menambah atau melebihi harga temannya
dengan maksut memancing orang itu mau membeli barang temannya.
c. Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika
harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
d. Menawar barang yang sedang ditawar orang lain.

E. Jual Beli Kontemporer


Sebelumnya sudah dibahas mengenai jual beli secara klasik, dalam artian jual beli
yang masih sewajarnya atau jual beli secara langsung. Dewasa ini seiring berkembangnya
zaman jual beli muali berkembang. Di dunia modern yang sudah bertaburan canggihnya
teknologi tentunya mmepengaruhi segala aspek kehidupan, tak terkecuali mengenai teknis
elaksanaan jula beli. Dulu jual beli dilakukan secara langsung (face to face), namun dizaman
sekarang jual beli dilakukan secara online, artinya penjual dan pembeli tidak harus bertemu
secar langsung, melainkan hanya dipertemukan dalm suatu wadah didunia maya yang
memugkinkan keduanya untuk berkomunikasi mengenai barang yang akan ditransaksikan.
Tentunya hal ini baru dalam dunia perdagangan yang tidak ada pada zaman dahulu karena
teknologi belum berkembang. Dengan cara baru tersebut tentunya akan dipertanyakan
bagaimana hukumnya dalam islam. apakah hal tersebut diperbolehkan ?
Di indonesia kita mempeunyai sebuah lembaga khusus yang fungsinya untuk
menangani persoalan tersebut. Ia adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dalm Mui banyak
devisi-devisi yang dibentuk salah satunya yaitu Dewan syariah Nasional atau yang lebih
dikenal dewan DSN-MUI. Didalamnya berisi sejumlah ulama yang berasal dari seluruh
bagian wilayah indonesia yang berkumpul untuk mendiskusikan suatu masalah dan

9
menetapkan keputusan tentang masalah tersebut yang disebut sebagi Fatwa SDN-MUI.
Dalam hal jual beli kontemporer MUI sudah mengeluarkan beberapa fatwa detail mengenai
hal ini. bebearapa diantaranya adalah mengenai salam, istisna, murabahah dan lain-lain.
Semua informasi tersebut bisa di akses melalui web resmi dari DSN-MUI.
Contoh :
Ketetapan DSN-MUI tentang Jual Beli Salam (DSN-MUI, 2000)

Memperhatikan : Pendapat peserta Rapat Pleno Dewan Syari'ah Nasional pada hari
Selasa, tanggal 29 Dzulhijjah 1420 H./4 April 2000.

MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG JUAL BELI SALAM

Pertama : Ketentuan tentang Pembayaran:


Jual Beli Salam, Dewan Syariah Nasional MUI

1. Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa uang, barang, atau
manfaat.
2. Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3. Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.

Kedua : Ketentuan tentang Barang:


1. Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2. Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3. Penyerahannya dilakukan kemudian.
4. Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan berdasarkan kesepakatan.
5. Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6. Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis sesuai kesepakatan.

Ketiga : Ketentuan tentang Salam Paralel ( :(‫ )الموازي السلم‬Dibolehkan melakukan salam
paralel dengan syarat, akad kedua terpisah dari, dan tidak berkaitan dengan akad pertama.
Keempat : Penyerahan Barang Sebelum atau pada Waktunya:
1. Penjual harus menyerahkan barang tepat pada waktunya dengan kualitas dan jumlah
yang telah disepakati.

10
2. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih tinggi, penjual tidak
boleh meminta tambahan harga.
3. Jika penjual menyerahkan barang dengan kualitas yang lebih rendah, dan pembeli rela
menerimanya, maka ia tidak boleh menuntut pengurangan harga (diskon).
4. Penjual dapat menyerahkan barang lebih cepat dari waktu yang disepakati dengan
syarat kualitas dan jumlah barang sesuai dengan kesepakatan, dan ia tidak boleh
menuntut tambahan harga.
5. Jika semua atau sebagian barang tidak tersedia pada waktu penyerahan, atau
kualitasnya lebih rendah dan pembeli tidak rela menerimanya, maka ia memiliki dua
pilihan:
a. membatalkan kontrak dan meminta kembali uangnya,
b. menunggu sampai barang tersedia.

Kelima : Pembatalan Kontrak:


Pada dasarnya pembatalan salam boleh dilakukan, selama tidak merugikan kedua
belah pihak.

Keenam : Perselisihan:
Jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka persoalannya diselesaikan
melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara bahasa dari kata ‫ باع – يبيع‬menukar sesuatu dengan sesuatu ( ‫) مقابلة شئ بشئ‬.
Sedangkan Secara istilah, diartikan sebagai akad pertukaran harta yang memberikan
kemanfaatan bagi orang yang memiliki. Jual beli hukumnya didasari atas suka sama suka dan
tidak diperbolehkan melakukan riba atas dasur hukum dari Al-quran dan hadist. Seiring
dengan perkembangan zaman jual beli apt dilakukna secara tidak langsung dengan
menggunakan kecanggihan teknologi. Dengan adanya sitem atau cara jual beli yang seperti
itu akn mempengaruhi pula hukum dalam islam. itulah yang disebut sebagai Muamalah
Kontemporer. Oleh karena itu lembaga Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan fatwa
mengenai persoaln tersebut agar mayarakat tidak salh jaln ketika akn melakukan transaksi.

12
Daftar Pustaka

DSN-MUI. (2000, April 04). JUal Beli Salam. DSN-MUI(05), 3. Dipetik October 04, 2017, dari
https://dsnmui.or.id/fatwa/jual-beli-salam/

Fathoni, N. (2013). Konsep Jual Beli Dalam Fatwa DSN-MUI. Economica: Jurnal Ekonomi Islam, 04(1),
3. doi:http://dx.doi.org/10.21580/economica.2013.4.1.773

Rasjid, S. (2015). Fiqih Islam (Vol. 4). Bandung, Jawa Barat, Indonesia: Sinar Baru Alesindo. Dipetik
October 03, 2017

Sabiq, S. (1998). Fiqih Sunnah (Vol. 2). Bandung, Jawa Barat , Indonesia: PT. Al-Ma'arif. Dipetik
October 03, 2017

Sabiq, S. (t.thn.). Fiqih As-Sunnah. Dar al-Fikr. Dipetik 10 03, 2017

Suhendi, H. (2008). Fiqih Muamalah. Jakarta, Jakarta, Indonesia: PT. Raja Grasindo Persada. Dipetik
October 03, 2017

13

Anda mungkin juga menyukai