(jaminan), ( الحمالةbeban), dan الزعامة (tanggungan).
Secara terminologi, kafalah adalah
menggabungkan dua tanggungan dalam permintaan dan hutang. Menurut istilah syara’ para ulama’:
- Hasby ash-shiddiqie: menggambungkan dzimmah
(tanggung jawab) kepada dzimmah yang lain dalam penagihan.
- Mazhab syafii: akad yang menetapkan hak pada
tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.
- Hanafiyah: proses penggambungan tanggungan kafiil
menjadi tanggungan ashiil dalam tuntutan atau permintaan dengan materi atau utang atau barang atau pekerjaan DASAR HUKUM KAFALAH Al- Qur'an Surah Yusuf ayat 66:
melepaskannya (pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh”. Tatkala mereka memberikan janji mereka, maka Ya’qub berkata, “Allah adalah saksi terhadap apa yang kita ucapkan (ini)”. (Q.S Yusuf/12 : 66) Hadits Rasulullah:
seorang laki-laki untuk dishalatkan)… Rasulullah saw. bertanya “apakah dia mempunyai warisan? Para sahabat menjawab, “tidak”. Rasulullah bertanya lagi,”apakah dia mempunyai utang?” sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar.” Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya (tetapi beliau sendiri tidak). Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin utangnya, ya Rasulullah.” Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR. Bukhari no. 2127, kitab al-Hawalah) Ijma' ulama‘
Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah.
Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan madharat bagi orang- orang yang berhutang. Para ulama sepakat dengan bolehnya kafalah karena sangat dibutuhkan dalam mu’amalah masyarakat. Dan agar pihak yang berpiutang tidak dirugikan dengan ketidakmampuan orang yang berutang. RUKUN DAN SYARAT KAFALAH
Dhamin kafil yaitu orang yang menjamin dimana ia
disyaratkan sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya (mahjur) dan dilakukan dengan sekehendak sendiri. Madmun lah yaitu orang yang berpiutang, syaratnya ialah bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Madmun ‘anhu adalah orang yang berutang
Makful bih adalah utang, disyaratkan pada makful
bih dapat diketahui dan tetap keadaannya. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu menjamin atau pasti. JENIS-JENIS KAFALAH DAN CONTOH KONTEMPORER
1. Kafalah bi an-nafs : merupakan akad
memberikan jaminan atas (personal guarantee).
Contoh Rahmat meminjam uang ke Bank Muamalat, tetapi
Rahmat tidak punya Assets untuk sebagai boroh, akhirnya pak lurah menjamin Rahmat, supaya Bank merasa yakin. Dengan akad saya yang menjamin Rahmat.. 2. Kafalah bil-mal : jaminan pembayaran barang atau pelunas hutang. Contoh Bu Irma mempunyai utang 500.000,- di Toko Jaya Abadi, utang ini akan dibayar 2 bulan yang akan datang, tetapi belum sempat 2 bln beliau sakit, akhirnya meninggal, disini anaknya menjamin utang tersebut.
3. Kafalah bit Taslim : biasa dilakukan untuk menjamin
atas barang yang disewa pada masa akhir sewa. Jenis jaminan dilaksanakan oleh bank berupa deposito atau tabungan dan bank memperoleh fee dari nasabah. 4. Kafalah al-munjazah : jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu. Salah satu pemberian jaminan dalam bentuk performance bonds.
5. Kafalah al-muallaqah : yaitu jaminan dibatasi
jangka waktu tertentu. FATWA DSN MUI NO: 11/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG KAFALAH
Pertama ketentuan umum tentang kafalah yaitu:
Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad). Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak. Kedua : Rukun dan Syarat Kafalah yaitu: Pihak Penjamin (Kafiil) - Baligh (dewasa) dan berakal sehat. -Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut. Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu) -Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin. -Dikenal oleh penjamin. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu) -Diketahui identitasnya. -Dapat hadir pada waktu akad/memberikan kuasa. -Berakal sehat. Obyek Penjaminan (Makful Bihi) -Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik berupa uang, benda, maupun pekerjaan. -Bisa dilaksanakan oleh penjamin. -Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan. -Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya. -Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).
Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan
kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. TERIMA KASIH