Anda di halaman 1dari 5

KAIDAH FIKIH EKONOMI

ANALISIS FATWA MUI NO 11

Oleh,

NOVI VITRIANI
211002053
Kelas A

PROGRAMSTUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERITAS SILIWANGI
KOTA TASIKMALAYA
2022
ANALISIS FATWA MUI NO 11
KAFALAH

A. Ayat Al-Qur’an

1. QS Yusuf ayat 72
َ ُ‫ِإنَّا َأ ْن َز ْلنَاهُ قُرْ آنًا َع َربِيًّا لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْعقِل‬
‫ون‬
“Penyeru-penyeru itu berseru: ‘Kami kehilangan piala Raja; dan barang siapa
yang dapat mengembalikannya, akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban
unta, dan aku menjamin terhadapnya.”

2. QS Al-Maidah ayat 2
َ ‫ ْد‬Lَ‫ َرا َم َواَل ْاله‬L‫ه َْر ْال َح‬L‫الش‬
‫ي َواَل‬ َّ ‫ َعاِئ َر هَّللا ِ َواَل‬L‫ين آ َمنُوا اَل تُ ِحلُّوا َش‬َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
ْ ‫اًل ِم ْن َربِّ ِه ْم َو ِر‬LL‫ض‬
‫ َوانًا ۚ َوِإ َذا‬LL‫ض‬ َ ‫ َرا َم يَ ْبتَ ُغ‬LL‫ْت ْال َح‬
ْ َ‫ون ف‬LL َ ‫ين ْالبَي‬
َ ‫ْالقَاَل ِئ َد َواَل آ ِّم‬
‫ْج ِد ْال َح َر ِام‬ ِ ‫ص ُّدو ُك ْم َع ِن ْال َمس‬َ ‫آن قَ ْو ٍم َأ ْن‬
ُ َ‫َحلَ ْلتُ ْم فَاصْ طَا ُدوا ۚ َواَل يَجْ ِر َمنَّ ُك ْم َشن‬
ۚ ‫اونُوا َعلَى اِإْل ْث ِم َو ْال ُع ْد َوا ِن‬ َ ‫َأ ْن تَ ْعتَ ُدوا ۘ َوتَ َعا َونُوا َعلَى ْالبِرِّ َوالتَّ ْق َو ٰى ۖ َواَل تَ َع‬
ِ ‫َواتَّقُوا هَّللا َ ۖ ِإ َّن هَّللا َ َش ِدي ُد ْال ِعقَا‬
‫ب‬

“Dan tolong-menolonglah dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan


janganlah tolong-menolong dalam (mengerjakan) dosa dan pelanggaran.”

B. Hadist
1. Hadist Riwayat Bukhari

َ ُ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َوآلِ ِه َو َسلَّ َم ُأتِ َي ِب َجنَا َز ٍة لِي‬


‫صلِّ َي‬ َّ ِ‫عن سلمة بن األكوع َأ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
،‫ ثُ َّم ُأتِ َي بِ َجنَا َز ٍة ُأ ْخ َرى‬،‫صلَّى َعلَ ْي ِه‬ َ َ‫ ف‬،َ‫ هَلْ َعلَ ْي ِه ِم ْن َدي ٍْن؟ قَالُ ْوا ال‬:‫ال‬
َ َ‫ فَق‬،‫َعلَ ْيهَا‬
‫ قَا َل َأب ُْو‬،‫صا ِحبِ ُك ْم‬
َ ‫صلُّ ْوا َعلَى‬
َ :‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫ نَ َع ْم‬:‫ هَلْ َعلَ ْي ِه ِم ْن َدي ٍْن؟ قَالُ ْوا‬:‫ال‬ َ َ‫فَق‬
‫صلَّى َعلَ ْي ِه‬َ َ‫ ف‬،ِ‫ارس ُْو َل هللا‬ َ َ‫ي َد ْينُهُ ي‬ َّ َ‫ َعل‬:َ‫قَتَا َدة‬.
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk
disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat
menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi jenazah
lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab,
‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri tidak mau
mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin utangnya, ya
Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.” (HR. Bukhari dari
Salamah bin Akwa’).

C. Kaidah Fiqih

‫احةُ اِاَّل َٔا ْن يَ ُد َّل َدلِي ٌل َعلَى تَحْ ِر ْي ِمهَا‬


َ َ‫اَاْل َصْ ل في ال ُم َعا َماَل ت إِاْل ب‬
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”

‫الضرر يزال‬
“Bahaya (beban berat) harus dihilangkan.”

D. Putusan
Menetapkan : FATWA TENTANG KAFALAH
Pertama : Ketentuan Umum Kafalah
1. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk
menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak
(akad).
2. Dalam akad kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee)
sepanjang tidak memberatkan.
3. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak.
Kedua : Rukun dan Syarat Kafalah
1. Pihak Penjamin (Kafiil)
a. Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b. Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam
urusan hartanya dan rela (ridha) dengan tanggungan
kafalah tersebut.
2. Pihak Orang yang berutang (Ashiil, Makfuul ‘anhu)
a. Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada
penjamin.
b. Dikenal oleh penjamin.
3. Pihak Orang yang Berpiutang (Makfuul Lahu)
a. Diketahui identitasnya.
b. Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c. Berakal sehat.
4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi)
a. Merupakan tanggungan pihak/orang yang berutang, baik
berupa uang, benda, maupun pekerjaan.
b. Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c. Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak
mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
d. Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e. Tidak bertentangan dengan syari’ah (diharamkan).
Ketiga : Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi
perselisihan di antara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan
melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.

E. Kesimpulan
Dari fatwa diatas dapat disimpulkan bahwa kafalah merupakan penjaminan
utang seseorang (Ashiil) kepada pihak pemberi utang (Makful Lahu) oleh pihak ketiga
sebagai penjamin (Kafil). Pihak ketiga tersebut harus mampu menjamin utang Ashill
ketika Ashiil mekakukan cedera janji. Adapun mekanisme penjaminanna yaitu dimulai
dari akad yag harus dihadiri oleh ketiga pihak tersebut (Ashiil, Makful Lahu, Kafil) yang
sudah memenuhi syarat tertentu. Kafil menyatakan kerelaannya untuk menangung utang
Ashiil. Makful Lahu memberikan utang kepada Ashiil, dan Ashiil memberikan objek
penjamin (Makful Bihi) kepada Kafil baik berupa benda, uang ataupun pekerjaan. Kafil
berhak mendapatkan fee dari Ashiil selama tidak memberatkan.
Tujuan dari kafalah ini seperti yang dijelaskan dalam surat Al-Maidah ayat 2
sebagai landasan dari fatwa tersebut yaitu untuk tolong menolong antar sesama manusia
(Makful Lahu) menolong Ashiil yang sedang membutuhkan dengan memberikan
pinjaman atau utang kepada Ashiil. Selain untuk tolong menolong kafalah juga dapat
menghilangkan bahaya (bahaya harus dihilangkan) yang dimaksud bahaya disini adalah
ketika Ashiil cedera janji maka Mkaful Lahu tidak akan mendapatkan uang yang
dipinjamkannya kembali. Jika tidak ada penjamin maka hal ini akan menimbulkan
perselisihan akibat kerugian Makful Lahu, dan ini merupakan masalah atau bahaya yang
harus dihilangkan. Selain itu, jika terjadi cedera janji yang tidak dapat dihindari (seperti
kematian Ashiil) maka Kafil menanggung utang Ashiil tersebut sehingga Makful Lahu
tidak mengalami kerugian dan Ashiil tidak meninggal dalam keadaan berhutang karena
sudah ada penanggungnya. Bahkan dalam hadist, Rasulullah saw tidak mengsholatkan
jenazah yang berhutang tetapi ketika sudah ada penanggung dari utang tersebut
Rasulullah saw mau mengsholatkannya.
Setiap perkara sosial tidak akan terhindar dari adanya risiko perselisihan atau
bahkan persengketaan. Dalam fatwa ini telah diatur jika terdapat perselisihan maka dapat
dilakukan penyelesaian dengan cara musyawarah dan jika tidak tercapai maka dilakukan
arbitrasi syariah.

Anda mungkin juga menyukai