Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kafalah
Al-Kafalah secara etimologi berarti ‫( الضمان‬jaminan), ‫( الحمالة‬beban), dan
‫( الزعامة‬tanggungan).
Secara terminologi, sebagaimana yang dinyatakan para ulama fikih selain
Hanafi, bahwa kafalah adalah, "Menggabungkan dua tanggungan dalam
permintaan dan hutang”. Definisi lain adalah, "Jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga yaitu pihak yang memberikan
hutang/kreditor (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua yaitu
pihak yang berhutang/debitoratau yang ditanggung (makful ‘anhu, ashil)”.
Dr Muhammad Tahir Mansuri menyebutkan defenisi kafalah dalam buku
‘Islamic Law of Contracts and business Transaction’, “as merging of one
liability with another in respcct of and for performance of an obligation”.
Dalam buku “Ekonomi Syariah Versi Salaf “ Kafalah memilki definisi secara
lebih terssusun dan jelas sebagai kesanggupan untuk memenuhi hak yang telah
menjadi kewajiban orang lain , kesanggupan untuk mendatangkan barang yang
ditanggung atau untuk menghadirkan orang yang mempunyai kewajiban
terhadap orang lain . dalam dalam buku Ekonomi Syariah Versi Salaf itu juga
kembali disimpulkan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk
menngganti atau menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang
tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannnya.
2. kafalah sebagai akad yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan
seseorang untuk menanggung hukuman yang seharuasnya diberikan kepada
sang terhukum dengan menghadirkan dirinya atau disebut juga sebagai kafalah
An Nafs.

1
3. kafalah yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan seseorang dalam
mengembalikan ‘ain madhmunah peda orang yang berhak.

B. Dasar-dasar Hukum Kafalah


1. Al-Qur’an
Dasar hukum untuk akad memberi kepercayaan ini dapat dipelajari dalam al-
Qur’an pada bagian yang mengisahkan Nabi Yusuf, yaitu firman Allah SWT :
Artinya : “Ya’kub berkata : sekali-sekali aku tidak akan melepaskannya
(pergi) bersama-sama kamu sebelum kamu memberikan janji yang
teguh kepadaku atas nama Allah bahwa kamu pasti kembali
kepadaku” (QS Yusuf : 66)7
Ayat al-Qur’an di atas memberikan penjelasan bahwa dalam jaminan atau
tanggungan (al kafalah) harus terkandung suatu perjanjian akad yang kokoh
antara para pihak serta harus berlandaskan rasa saling percaya atas nama Allah,
agar semata-mata akad itu terjadi karena keyakinan seorang muslim.
2. Hadits
Jabir bin Abdullah ra. Berkata:
‫سو َل هَّللَا ِ صلى‬ ُ ‫ ثُ َّم َأتَ ْينَا بِ ِه َر‬,ُ‫ َو َكفَّنَّاه‬,ُ‫ َو َحنَّ ْطنَاه‬,ُ‫س ْلنَاه‬
َّ ‫ فَ َغ‬,‫ ( تُ ُوفِّ َي َر ُج ٌل ِمنَّا‬:‫َوعَنْ َجابِ ٍر رضي هللا عنه قَا َل‬
‫ فَت ََح َّملَ ُه َما‬, َ‫ص َرف‬َ ‫ فَا ْن‬،‫ان‬ ِ ‫ار‬ َ َ‫ ِدين‬:‫ َأ َعلَ ْي ِه َديْنٌ ? قُ ْلنَا‬:‫ ثُ َّم قَا َل‬,‫طى‬ ً ‫طا ُخ‬ َ ‫صلِّي َعلَ ْي ِه? فَ َخ‬
َ ُ‫ ت‬:‫هللا عليه وسلم َفقُ ْلنَا‬
َّ ‫سو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم ُأ ِح‬
‫ق اَ ْل َغ ِري ُم‬ ُ ‫ فَقَا َل َر‬،‫ارا ِن َعلَ َّي‬َ َ‫ اَلدِّين‬:َ‫ فَقَا َل َأبُو قَتَا َدة‬,ُ‫ فََأتَ ْينَاه‬،َ‫َأبُو قَتَا َدة‬
, َ‫ص َّح َحهُ اِبْنُ ِحبَّان‬ َ َّ‫ َوالن‬,َ‫ َوَأبُو دَا ُود‬,ُ‫صلَّى َعلَ ْي ِه ) َر َواهُ َأ ْح َمد‬
َ ‫ َو‬,‫ساِئ ُّي‬ َ َ‫ ف‬,‫ نَ َع ْم‬:‫َوبَ ِرَئ ِم ْن ُه َما اَ ْل َميِّتُ ? قَا َل‬
‫َوا ْل َحا ِك ُم‬
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Ada seorang laki-laki di antara kami
meninggal dunia, lalu kami memandikannya, menutupinya dengan kapas, dan
mengkafaninya. Kemudian kami mendatangi Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa
Sallam dan kami tanyakan: Apakah baginda akan menyolatkannya?. Beliau
melangkan beberapa langkah kemudian bertanya: "Apakah ia mempunyai
hutang?". Kami menjawab: Dua dinar. Lalu beliau kembali.Maka Abu Qotadah
menanggung hutang tersebut. Ketika kami mendatanginya; Abu Qotadah

2
berkata: Dua dinar itu menjadi tanggunganku. Lalu Rasulullah Shallallaahu
'alaihi wa Sallam bersabda: "Betul-betul engkau tanggung dan mayit itu
terbebas darinya." Ia menjawab: Ya. Maka beliau menyolatkannya. Riwayat
Ahmad, Abu Dawud, dan Nasa'i. Hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan
Hakim.
Imam Al-Bukhari meriwayatkan hadits ini dari Salamah bin al-Akwa’ dan
disebutkan bahwa utangnya tiga dinar.Di dalam riwayat Ibn Majah dari Abu
Qatadah, ia ketika itu berkata, “Wa anâ attakaffalu bihi (Aku yang
menanggungnya).” Di dalam riwayat al-Hakim dari Jabir di atas terdapat
tambahan sesudahnya: Nabi bersabda kepada Abu Qatadah, “Keduanya menjadi
kewajibanmu dan di dalam hartamu sedangkan mayit tersebut terbebas?” Abu
Qatadah menjawab, “Benar.” Lalu Nabi saw. menshalatkannya. Saat bertemu
Abu Qatadah Rasul saw. bertanya, “Apa yang telah dilakukan oleh dua dinar?”
Akhirnya Abu Qatadah berkata, “Aku telah membayar keduanya, ya
Rasulullah.” Nabi saw. bersabda, “Sekarang engkau telah mendinginkan
kulitnya.” (HR al-Hakim).
3. Ijma’ Ulama
Para ulama madzhab membolehkan akad kafalah ini. Orang-orang Islam
pada masa Nubuwwah mempraktekkan hal ini bahkan sampai saat ini, tanpa ada
sanggahan dari seorang ulama-pun. Kebolehan akad kafalah dalam Islam juga
didasarkan pada kebutuhkan manusia dan sekaligus untuk menegaskan
madharat bagi orang-orang yang berhutang .
Para ulama sepakat dengan bolehnya kafalah karena sangat dibutuhkan dalam
mu’amalah masyarakat. Dan agar pihak yang berpiutang tidak dirugikan dengan
ketidakmampuan orang yang berutang. Hanya saja, mereka berbeda pendapat
dalam beberapa hal. Perlu diketahui, kafalah yang dilakukan dengan niat yang
ikhlas mempunyai nilai ibadah yang berbuah pahala.

3
C. Rukun dan Syarat Kafalah
Seperti halnya amalan yang lain dalam muamalah, dalam kafalah pun
mempunyai rukun dan syarat, rukun kafalah adalah bagian-bagian yang harus
ada dalam praktek kafalah, sedangkan syarat kafalah adalah syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh semua pihak dan objek agar syah atau diterima oleh syariat
praktek kafalah tersebut. Adapun Rukun dan Syarat adalah sebagai berikut :
1. Rukun
ü Sighat Kafalah (ijab qabul), adalah kata atau ucapan yang harus diucapkan
dalam praktek kafalah
ü Makful bih (obyek tanggungan), adalah barang atau uang yang digunakan
sebagai tanggungan.
ü Kafil (penjamin/penanggung), adalah orang atau barang yang menjamin
dalam hutang atau uang sipeutang.
ü Makful’anhu (tertanggung), adalah Pihak atau Orang yang Berpiutang.
ü Makful lahu (Penerima tanggungan), adalah Pihak Orang yang berutang.

2. Syarat
ü Sighat diekspresikan secara konkrit dan jelas’
ü Makful bih (Obyek tanggungan) bersifat mengikat terhadap tertanggung dan
tdk bisa dibatalkan secara syar’i.
ü Kafil : seorang yang berjiwa filantropi (suka berbuat baik demi kemaslahatan
orang lain).
ü Makful’ :anhu ada kemampuan utk menerima obyek tanggungan baik atas
dirinya atau yang mewakilinya. Makful ‘anhu harus dikenal baik oleh kafil.
ü Makful lahu juga harus dikenal dengan baik oleh kafil.

4
D. Macam-macam Kafalah

1. Kafalah bil Mal : jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang.


Bentuk kafalah ini merupakan sarana yang paling luas bagi bank untuk
memberikan jaminan kepada para nasabahnya dengan imbalan/fee tertentu.
2. Kafalah bil Nafs : jaminan atas diri seseorang karena nama baik atau
ketokohannya. Dalam hal ini, bank dapat bertindak sebagai Juridical Personality
yang dapat memberikan jaminan untuk tujuan tertentu.
3. Kafalah bit Taslim : Jaminan pengembalian atas barang yang disewa, ketika
batas sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank
untuk keperluan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan,
leasing company. Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa
deposito/tabungan, dan pihak bank diperbolehkan memungut uang jasa/fee
kepada nasabah tersebut.
4. Kafalah al-Munjazah : jaminan mutlak yang tdk dibatasi oleh jangka waktu
dan utk kepentingan/tujuan tertentu, Dalam dunia perbankan, kafalah model ini
dikenal dengan bentuk performance bond (jaminan prestasi).
5. Kafalah al-Muallaqah : jaminan ini merupakan penyederhanaan dari
kafalah al-munjazah, di mana jaminan dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan
tujuan tertentu pula.

5
E. Obyek Tanggungan (Kafalah)
Mengenai obyek tanggungan, menurut sebagian besar ulama fikih, adalah
harta. Hal ini didasarkan kepada Hadis Nabi SAW: “Penanggung itu
menanggung kerugian.” Sehubungan dengan kewajiban yang harus dipenuhi
oleh penanggung adalah berupa harta, maka hal ini dikategorikan menjadi tiga
hal, sebagai berikut:
1. Tanggungan dengan hutang, yaitu kewajiban membayar hutang yang
menjadi tanggungan orang lain. Dalam masalah tanggungan hutang, disyaratkan
bahwa hendaknya nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi
tanggungan/jaminan dan bahwa barangnya diketahui, karena apabila tidak
diketahui, maka dikhawatirkan akan terjadi gharar.
2. Tanggungan dengan materi, yaitu kewajiban menyerahkan materi tertentu
yang berada di tangan orang lain. Jika berbentuk bukan jaminan seperti ariyah
(pinjaman) atau wadi’ah (titipan), maka kafalah tidak sah.
3. Kafalah dengan harta, yaitu jaminan yang diberikan oleh seorang penjual
kepada pembeli karena adanya risiko yang mungkin timbul dari barang yang
dijual- belikan.

F. Kebolehan dan Batas Tanggung Jawab Penanggung (Kafil)


Hukum Kafalah (menanggung seseorang) adalah boleh apabila orang
yang ditanggung memiliki tanggung jawab atas hak Adami (menyangkut hak
manusia). Misalnya menanggung orang yang mendapat hukuman Qishas.
Hukuman itu merupakan tanggung jawab yang hampir sama dengan tanggung
jawab atas harta benda. Maksud menanggung disini adalah, menanggung
orangnya agar tidak melarikan diri menghindari hukuman, bukan menanggung
hukuman atas orang itu.
Menanggung orang yang dihukum, akibat dosa terhadap hak Allah SWT yaitu
hudud tidaklah sah.Hudud adalah sanksi terhadap suatu kemaksiyatan yang
telah ditetapkan kadarnya oleh syara’ guna mencegah kemaksiyatan yang

6
serupa.Misalnya, dihukum karena berzina, homoseksual, menuduh berzina,
meminum khamar, murtad, pembegal, dan mencuri.Bahkan kita diperintahkan
untuk menghalangi perbuatan-perbuatan tersebut serta memberantasnya sekuat
tenaga. Nabi Saw., bersabda : “Tidak ada kafalah dalam had” (HR. Al-Baihaqi)
Jika orang yang ditanggung (yang akan dihukum) meninggal dunia, orang yang
menanggung tidak dikenai hukuman hudud , seperti apa yang sedianya akan
dijatuhkan kepada orang yang ditanggung. Ia tidak harus menggantikannya
sebagaimana kalau menanggung harta benda.

G. Pembayaran Kafil (Orang Yang Menjamin)


Apabila orang yang menjamin (dhamin/kafil) memenuhi kewajibannya
dengan membayar hutang orang yang ia jamin, dan pembayaran itu atas
perintah/izin makful ‘anhu. Maka ia boleh meminta kembali uang dengan
jumlah yang sama kepada orang yang ia jamin (makful ‘anhu). Dalam hal ini
keempat imam madzhab bersepakat.
Namun mereka berbeda pendapat, apabila penjamin (kafil) sudah membayar
hutang/beban orang yang ia jamin (makful ‘anhu) tanpa perintah/izin orang
yang dijamin. Menurut as-Syafi’i dan Abu Hanifah bahwa membayar hutang
orang yang dijamin tanpa izin darinya adalah sunnah, penjamin (kafil) tidak
punya hak untuk minta ganti rugi kepada orang yang dijamin (makful ‘anhu).
Contohnya seperti kasus Abu Qatadah ra.yang membayar hutang si mayit.
Menurut Mazhab Maliki, penjamin (kafil) berhak menagih kembali kepada
orang yang dijamin (makful ‘anhu).Ibnu Hazm berpendapat bahwa kafil/dhamin
tidak berhak menagih kembali kepada orang yang dijamin (makful ‘anhu) atas
apa yang telah dia bayarkan, baik dengan perintah/izin makful ‘anhu maupun
tidak. Kecuali orang yang dijamin meminta diqardhunkan (aqad hutang ke
penjamin). Dan itu berarti si penjamin boleh menagih kembali atas apa yang dia
bayarkan

7
H. Hikmah Kafalah

Kafalah ( jaminan) merupakan salah satu ajaran Islam. Jaminan pada hakikatnya
usaha untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi semua orang yang
melakukan sebuah transaksi. Untuk era sekarang ini kafalah adalah asuaransi.
Jaminan atau asuaransi telah disyariatkan oleh Islam ribuan tahun silam.
Ternyata, untuk masa sekarang ini kafalah (jaminan) sangat penting, tidak
pernah dilepaskan dalam bentuk transaksi seperti uang apalagi transaksi besar
seperti bank dan sebagainya. Hikmah yang dapat diambil adalah kafalah
mendatangkan sikap tolong menolong, keamanan, kenyamanan, dan kepastian
dalam bertransaksi. Wahbah Zuhaily mencatat hikmah tasry dari kafalah untuk
memperkuat hak, merealisasikan sifat tolong menolong, mempermudah
transaksi dalam pembayaran utang, harta dan pinjaman. Supaya orang yang
memiliki hak mendapatkan ketenangan terhadap hutang yang dipinjamkan
kepada orang lain atau benda yang dipinjam.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari makalah ini, dapat disimpulkan bahwa kafalah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga (yang menerima
jaminan) (makful lahu) untuk memenuhi kewajiban pihak kedua (pihak yang
dijamin) (makful ‘anhu, ashil). Akad ini berlandaskan dalil baik dari al-qur’an
maupun as-sunnah dan memiliki rukun-rukun yang harus dipenuhi.
Dengan adanya kafalah pihak yang dijamin/pengelola proyek (makful ‘anhu)
dapat menyelesaikan proyek dengan ditanggung pengerjaannya dan bisa selesai
dengan tepat waktu atau efisien dengan jaminan pihak ketiga (bank/kafil) yang
menjamin pengerjaannya. Sedangkan dengan adanya kafalah pihak yang
menerima jaminan/pemilik proyek (makful lahu) menerima jaminan dari
penjamin (dalam hal ini bank/kafil ) bahwa proyek yang diselesaikan oleh
nasabah pengelola proyek tadi dapat selesai dengan tepat waktunya dan sesuai
dengan jadwal yang telah ditentukan sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai