Anda di halaman 1dari 61

Pertemuan IX

Capaian Pembelajaran Indikator


Mahasiswa memahami 1. Menjelaskan pengertian dan dasar hukum rahn
ketentuan fikih tentang rahn 2. Menjelaskan rukun dan syarat akad rahn
dan kafalah 3. Menjelaskan pengertian, rukun dan syarat kafalah

Materi 1
RAHN

A. Pengertian
Menurut bahasa kata ar-rahn ُ‫ ال َّر ْهه‬berarti ‫( الثبىت‬as\-s\ubu>t: tetap), ‫الدوام‬
(ad-dawa>m: kekal), dan ‫( الحبس‬al-h}abs: penahanan). Dalam bahasa Indonesia,
biasa disebut gadai. Terkadang disebut juga dengan jaminan atau rungguhan. 1
Bahkan ada yang menyebutnya dengan istilah asing, yaitu borg. Menurut
istilah, rahn adalah2:
‫ي ََلَا قِْي َمةٌ َمالِيَةٌ ِِف نَظْ ِر الش َّْرِع َوثِْي َقةً بِ َديْ ٍن‬
ٍ ْ ‫َج ْعل َع‬
ُ
Menjadikan suatu barang berharga menurut syara’ sebagai penguat kepercayaan (jaminan)
dalam utang-piutang
Apabila seseorang berutang dan menyerahkan suatu barang atau tanah
atau yang lain diserahkan kepada yang menghutangi tadi, dan akan
diambilnya apabila ia telah melunasi utang tersebut maka hal ini disebut rahn
(gadai). Diharapkan utang tersebut dapat dilunasi dan barang yang dijaminkan
tersebut dapat diambil kembali.
Ada beberapa istilah yang mirip tapi berbeda maknanya sehingga perlu
dicermati terkait istilah gadai, yaitu:
 Penggadaian/pergadaian: proses, cara, perbuatan menggadaikan
 Pegadaian: tempat aktivitas gadai
 Pegadai: orang yang bergadai, yang menerima barang gadaian
 Penggadai: orang yang menggadaikan barang untuk ditukarkan dengan
uang atau barang berharga lainnya.
B. Dasar Hukum
1. Al Baqarah [2]: 283, ayat ini menyatakan kebolehan rahn terhadap utang
ketika dalam safar3

1
Lihat Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994), 309.
2
Sayyid as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah, jilid III (Beirut: Da>r Al-Fikr, 1403), 187.
3
Abu> Ish}a>q Ibra>hi>m bin ’Aliy bin Yusuf al-Syi>ra>zi, al-Muhaz\z\ab fi Fiqh al-Ima>m al-Sya>fi’i,
juz II (t.tp.: Dar al-Kutub ’Ilmiyyah, t.th.), 86.
71
72

            

           

            
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan
persaksian, dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah
orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2. Hadis muttafaqun ‘alaih yang menyatakan Nabi saw. melakukan rahn:
‫َج ٍل َوَرَىنَوُ ِد ْر ًعا ِم ْن َح ِديْ ٍد‬ ِ‫َن النَِِّب اشت رى طَعاما ِمن ي هوِدي ا‬
.
َ ‫أ‬ ‫َل‬
َ ٍّ ْ ُ َ ْ ً َ َ َ ْ َّ َّ ‫أ‬
"Sesungguhnya Nabi SAW membeli makanan dari seorang Yahudi secara bertempo dan
beliau SAW menggadaikan baju perangnya yang terbuat dari besi." (Muttafaqun 'alaih). 4

C. Rukun dan Syarat


1. ‫ اَلرَّا ِهه‬: Rahin, yaitu pemilik barang yang digadaikan yang merupakan orang
yang berhutang
2. ‫ اَ ْلمرْ تَ ِهه‬: Murtahin, yaitu orang yang mengambil barang gadaian yang
merupakan orang yang menghutangi. Syarat rahin dan murtahin adalah
cakap hukum dan baligh
3. ‫اَ ْل َمرْ هىْ ن‬/‫ اَل ِّره َان‬: Rihan/Marhun, yaitu barang yang digadaikan. Syarat-
syaratnya adalah:
a. Milik sendiri
b. Berharga dan dapat dijual
c. Harus bernilai dan dapat dimanfaatkan
d. Harus jelas dan dapat ditentukan secara spesifik
e. Tidak terkait dengan orang lain, merupakan harta yang utuh dan harus
dapat diserahkan kepada pihak lain baik materinya maupun manfaatnya
(penerima gadai dapat mengambil manfaat).
f. Tidak termasuk yang boleh dijual. Contoh barang yang tidak boleh
dijual adalah benda yang diwakafkan.5

4
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Islam; Dari Teori Ke Praktik (Jakarta: Gema Insani-
STIEI Tazkia, 2009), 129.
5
al-Syi>ra>zi, al-Muhaz\z\ab fi Fiqh al-Ima>m al-Sya>fi’i, 90.
73
Apabila barang yang digadaikan tersebut rusak ketika berada pada
orang yang menghutangi, maka ia tidak wajib memperbaiki/menggantinya,
kecuali kerusakan tersebut karena kelalaiannya.
4. ‫اَ ْل َمرْ هىْ نُ ِبه\اَل َّديْه‬: Marhun bih/Dayn, yaitu utang, harus jelas nilai utangnya,
demikian juga tanggal jatuh temponya
5. ‫ اَ ْ ِْل ْي َجابُ َو ْالقَبىْ ل‬: Ijab dan qabul, berisi pernyataan dan ekspresi saling ridha/rela
diantara pihak pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis,
melalui korespondensi atau menggunakan cara komunikasi moderen
Ulama Hanafiah berpendapat bahwa rukun rahn hanya ijab dan qabul.
Disamping itu, untuk sempurna dan mengikatnya akad rahn, maka diperlukan
adanya penguasaan barang oleh pemberi utang. Sedangkan lainnya menurut
Hanafiah termasuk syarat, bukan rukun.
D. Memanfaatkan Barang yang Digadaikan
Orang yang memegang barang yang digadaikan boleh mengambil manfaat
barang tersebut sekadar ganti kerugiannya untuk menjaga barang tersebut. Hal ini
berdasarkan Hadis berikut:
ِ َ َّ‫ضل ِمن الل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫َب بَ ْع َد‬ ْ ‫ب الْ ُم ْرَُت ُن م ْن لَّبَن َها بَِق ْد ِر عْلف َها فَِإن‬
َ َ َ ‫استَ ْف‬ َ ‫إ َذا ْارُُت َن َشاةٌ َش ِر‬
ٙ
)‫ف فَ ُه َو ِربًا (رواه البخاري عن محاد بن سلمة‬ ِ ‫ََثَ ِن الْعْل‬
َ
Apabila seekor kambing digadaikan, maka yang menerimanya boleh meminum susunya sekadar
banyak makanan yang diberikan pada kambing itu. Maka jika dilebihkannya dari kadar
tersebut, maka itu adalah riba.

Materi 2
KAFALAH

A. Definisi dan Dasar Hukum Kafalah


Menurut bahasa, kafalah artinya mengumpulkan. Contoh penggunaan
makna ini ada dalam Surah Ali ‘Imran [3]: 37, yang berbunyi:

 ...    ...


... dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya...
Kafalah menurut istilah ulama Hanafiyah adalah sebuah ungkapan
menggabungkan tanggung jawab kafil (orang yang menanggung) kepada
tanggung jawab asil (orang yang berutang pertama) dalam menuntut jiwa atau
bayar utang, benda ataupun pekerjaan. Menurut para imam yang lain, kafalah

6
Abu> ’Abdir-Rah}ma>n Muh}ammad Na>s}irud-Di>na Al-Albani, Mukhtas}ar S}ah}i>h} Ima>m Al-
Bukha>ri, cet. I, juz II (Riyad: Maktabah al-Ma’a>rif, 2002), 167. Menurut al-Albani, riwayat ini
memiliki catatan tentang kesahihannya.
74
adalah penggabungan dua tanggung jawab dalam menuntut pembayaran dan
utang. Istilah lain dari kafalah adalah hamalah, damanah dan za’amah.7
Kafalah disyariatkan oleh Al-Qur‘an, Sunah dan ijma>’. Allah swt.
berfirman dalam Surah Yu>suf [12]: 72

            
Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala Raja, dan siapa yang dapat
mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin
terhadapnya".
Suatu riwayat dari Abu Umamah menyatakan bahwa Rasulullas saw.
bersabda, ‚az-za’i>m adalah orang yang berutang‛ (HR. Abu Daud dan at-
Turmuz\i dan ia nyatakan kualitasnya hasan. Ibnu Hibban menyatakan Hadis
tersebut sahih. Makna az-Za’i>m adalah al-ka>fil, dan al-gari>m adalah yang ad}-
d}a>min (yang menjamin). Ulama sepakat bahwa hukumnya boleh.8
B. Macam-macam Kafalah
1. Kafalah bin-nafs
Kafalah bin-nafs adalah kewajiban bagi kafil untuk menghadirkan
orang yang dijamin kepada pemberi utang.
2. Kafalah bil-mal
Yaitu kewajiban terhadap penjamin dengan jaminan harta. Ini ada
tiga macam:
a. Kafalah bid-dain (jaminan terhadap utang). Syarat utangnya adalah
jelas ada utangnya, diketahui,
b. Kafalah bil-‘ain (jaminan terhadap benda). Yaitu kewajiban
menyerahkan barang yang ada di tangan orang lain.
c. Kafalah bid-dark (jaminan terhadap apa yang didapati)
C. Rukun dan Syarat Kafalah
Rukun kafalah adalah:
1. ka>fil, yaitu orang yang terikat membayar kepada makful bih. Syaratnya
adalah akil dan balig, rida/bersedia melakukan kafalah
2. as}i>l atau makful ‘anhu, yaitu orang yang berutang. Tidak disyaratkan akil-
balig, jadi boleh kafalah terhadap remaja, orang gila. Selain itu tidak
disyaratkan kehadirannya dalam akad dan keridaannya.
3. makfu>l lah
4. makfu>l bih
D. Problematika Kafalah

7
as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah, 195.
8
as-Sa>biq, 195.
75
1. Apabila orang yang dijamin utangnya itu tidak ada atau hilang, maka kafil
harus menjamin utangnya.
2. Termasuk hak orang yang dijamin utangnya adalah membatalkan akad
kafalah walaupun kafil (penjamin) tidak meridainya.
PERTEMUAN X

Capaian Pembelajaran Indikator


1. Menjelaskan pengertian dan dasar hukum wakalah
Memahami ketentuan fikih
2. Menjelaskan rukun dan syarat akad wakalah
tentang wakalah
3. Menjelaskan macam-macam wakalah

WAKALAH

A. Pengertian Wakalah
Menurut bahasa, waka>lah adalah al-tafwi>d}: penyerahan, pendelegasian atau
pemberian mandat. Istilah waka>lah mengandung makna: tafwi>d} (pelimpahan),
hifz} (pemeliharaan), kifa>yah (kondisi terpenuhinya sesuatu/cukup), d}ammah
(penggabungan).9 Menurut Imam an-Nawawi, kata waka>lah terambil dari kata:
ِ‫وَكل ي ِكل ْاْلَمر إِلَيو‬
ْ َْ ُ َ َ َ
Ia mewakilkan urusan itu kepadanya
Hal tersebut apabila ia menggantikannya dan bersandar kepadanya karena
tidak bisa mengurus urusan tersebut atau karena ingin berlapang diri.10
Menurut istilah, waka>lah adalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak
kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.11
Menurut Hanafiyah, waka>lah adalah:
ِ ْ‫ أ َْو تَ ْف ِوي‬،‫ف َجائٍِز َم ْعلُ ْوٍم‬
‫ض‬ ٍ ‫ان َغي ره م َقام نَ ْف ِس ِو ِِف تَصُّر‬
َ َ َ َُ ْ ‫اْلنْ َس‬
ِ ِْ ‫ِعبارةٌ عن إِقَام ِة‬
َ َْ ََ
‫الِْف ِ إَِل الْ َوكِْي ِل‬ ِ ‫التَّصُّر‬
ْ ‫ف َو‬ َ
Ungkapan tentang pelaksanaan perbuatan oleh seseorang atas nama orang lain dalam aktivitas
mengerdarkan harta yang dibolehkan dan diketahui. Atau penyerahan aktivitas mengedarkan
harga atau menjaganya kepada orang yang menjadi wakil.
B. Dasar Hukum
1. Surah An-Nisa>‘ [4]: 35 menyebutkan adanya penyerahan urusan dalam masalah
pernikahan. Bunyi ayat tersebut adalah sebagai berikut:

          

9
Helmi Karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993), 20.
10
Abu> Zakaria> Muh}yiddi>n Yah}ya> bin Syaraf an-Nawa>wi, al-Majmu>’ Syarh} al-Muhaz\z\ab,
juz XIV (t.tp.: Da>rul-Fikr, t.th.), 92.
11
Lihat Sayyid Sabiq, Fiqh Al-Sunnah, terjemah oleh H. Kamaluddin A. Marzuki dengan
judul Fikih Sunnah, jilid 12, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1987), h. 226
76
77

            
Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang
hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan.
Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi
taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

2. Surah al-Kahf [18]: 19

          

            

        

        


Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka
sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: sudah berapa lamakah kamu berada
(disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata
(yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini).
Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang
perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia
membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah-lembut dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.‛

3. Surah Yusuf (12): 55

         


Yusuf berkata: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir), sesungguhnya aku adalah
orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan".

4. Hadis riwayat Al-Bukha>ri dari Abu Hurayrah12


ِ ٍ ِِ ِ
َ ‫ ِب ْف َزَكاة َرَم‬ ‫َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة قَ َال َوَّكلَِِن َر ُس ْو ُل اهلل‬
ُّ ِ‫ضا َن َوأ َْعطَى الن‬
 ‫َِّب‬
)‫ص َحابَتِ ِو (رواه البخارى‬ ِ ِ
َ ‫ُع ْقبَةَ بْ ِن َعام ٍر َغنَ ًما يَ ْقس ُم َها َعلَى‬
Dari Abu Hurairah ra.berkata : ‚Nabi SAW telah mewakilkan kepadaku untuk
memelihara zakat fitrah dan beliau telah memberi ‘Uqbah bin ‘Amr seekor kambing agar
dibagikan kepada sahabat beliau‛ (HR. Al-Bukha>ri).

12
Lihat hadis lain dari Jabir riwayat Abu Dawud dan ia nyatakan sahih dalam as}-S}an’a>ni,
Subul al-Sala>m, jilid III (Bandung: Maktabah Dahlan, .t.th), 65.
78
C. Rukun dan Syarat
1. Pelaku, yaitu pihak pemberi kuasa/pihak yang meminta diwakilkan, syarat-
syaratnya adalah:
a. Pemilik sah yang dapat bertindak atas yang diwakilkan
b. Orang mukalaf atau anak mumayyiz dalam batas tertentu
2. Pihak penerima kuasa (wakil), syarat-syaratnya adalah:
a. Cakap hukum
b. Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya
3. Obyek yang dikuasakan/diwakilkan, syarat-syaratnya adalah:
a. Diketahui dengan jelas oleh orang yang mewakili
b. Tidak bertentangan dengan syariat Islam
c. Dapat diwakilkan menurut syariat Islam.
d. Manfaat barang atau jasa harus bisa dinilai
e. Kontrak dapat dilaksanakan.
4. Ijab-kabul
Ijab-kabul merupakan pernyataan dan ekspresi saling ridha atau saling rela
antara pihak-pihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis,
melalui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunikasi modern.
D. Perbedaannya dengan Wakalah, Samsarah, Ijarah dan Pemesanan Makanan
Online
Wakalah adalah pendelegasian tas}arruf kepada orang lain dengan
mengatasnamakan orang yang mendelegasikan tugas. Berbeda dengan ijarah,
wakalah tidak mensyaratkan adanya upah. Bisa saja ada upah kalau yang
mewakilkan menginginkannya dengan sukarela. Apabila ada pensyaratan upah
atas suatu pekerjaan, maka akadnya tergolong kepada ijarah.
Ada lagi jenis bentuk yang mirip, yaitu samsarah. Samsarah dalam
bahasa Indonesia adalah makelar atau broker, yaitu orang yang
mempromosikan dan menjualkan barang orang lain. Upah yang ia dapat
berbeda dengan ijarah, yaitu bisa menentukan sendiri besar harganya.
Misalnya seseorang berkata bahwa ia minta jualkan barangnya dengan harga
Rp1.000.000. Apabila makelar mampua mencari pembeli dengan harga
Rp1.200.000, maka Rp200.000 itu adalah upah bagi makelar.
Pada masa sekarang ini terdapat jasa pembelian barang, misalnya
makanan. Dalam pemesanan makanan, pembayaran ditalangi dulu oleh
pengendara (driver) transportasi online. Setelah barangnya diantar, barulah
dibayar pemesan. Biaya ini ditambah dengan biaya pengantarannya.
Ada beberapa pandangan dalam masalah ini. Sebagian ulama
kontemporer menyatakan hukumnya termasuk penggabungan akad, dan itu
dilarang. Hal ini karena ada penggabungan akad jual-beli dengan akad utang-
piutang. Sebagian pendapat menyatakan hal ini dilarang karena adanya bunga
79
dari utang. Bunga utang itu ada karena harga pembelian ditalangi atau
diutangi oleh pengemudi, dan harga tersebut adalah harga yang dinaikkan dari
harga kalau membeli sendiri.13
Sebagian lagi berpendapat, dalam akad muamalah kontemporer, tujuan
akad menjadi bahan pertimbangan yang kuat dalam menentukan hukum.
Tujuan dari akad tersebut adalah pembelian makanan, sedangkan utang itu
ada karena tujuan jual-beli. Artinya, utang-piutang yang ada dalam
pemesanan makanan melalui jasa transportasi online ini bukan tujuan, karena
tujuannya adalah jual-beli. Dengan demikian, artinya boleh. 14
Tentang kenaikan harga, hal ini dapat dikategorikan akad jual-beli.
Artinya pengemudi membeli dari pedagang, lalu dijual lagi kepada pemesan.
Jual-beli termasuk akad yang boleh mengambil keuntungan finansial. Bisa
pula menjadi upah karena telah membelikan, bukan upah karena utang.
E. Berakhirnya Akad
Akad berakhir apabila terjadi salah satu kondisi berikut:
1. salah seorang pelaku meninggal dunia atau hilang akal, karena jika ini
terjadi salah satu syarat waka>lah tidak terpenuhi
2. pekerjaan yang diwakilkan sudah selesai
3. pemutusan oleh orang yang mewakilkan
4. wakil mengundurkan diri
5. orang yang mewakilkan sudah tidak memiliki status kepemilikan atas
sesuatu yang diwakilkan.

13
Baca juga ‚Go-Food Dalam Tinjauan Syariat Islam (Lanjutan) Sekolah Muamalah,‛
diakses 5 April 2019, sekolahmuamalah.com.
14
Selanjutnya baca NU Online, ‚Hukum Transaksi Pemesanan via Aplikasi Online Ala Go-
Food,‛ NU Online, diakses 5 April 2019, www.nu.or.id. Baca juga ‚Benarkah Go-Food Haram? |
rumahfiqih.com,‛ diakses 5 April 2019, www.rumahfiqih.com. Baca juga Ustadz Ammi Nur Baits,
‚Hukum Go Food Dan Riba | Konsultasi Agama Dan Tanya Jawab Pendidikan Islam,‛ diakses 5
April 2019, konsultasisyariah.com.
Pertemuan XI

Capaian Pembelajaran Indikator


Mahasiswa memahami 1. menjelaskan pengertian dan rukun syirkah
ketentuan fikih tentang 2. menjelaskan macam-macam syirkah
syirkah 3. menjelaskan dalil syirkah

SYIRKAH

A. Pengertian
Dalam bahasa Indonesia, syirkah adalah kerjasama, kongsi, serikat.
Menurut bahasa syirkah artinya: persekutuan, kerjasama atau bersama-sama.
Menurut istilah syirkah adalah suatu akad dalam bentuk kerjasama antara dua
orang atau lebih dalam bidang modal atau jasa, untuk mendapatkan
keuntungan.
Syirkah atau kerjasama ini sangat baik kita lakukan karena sangat
banyak manfaatnya, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan bersama.
Kerjasama itu ada yang sifatnya antar pribadi, antar grup bahkan antar negara.
Dalam kehidupan masyarakat, senantiasa terjadi kerjasama, didorong
oleh keinginan untuk saling tolong menolong dalam hal kebaikan
dan keuntungan bersama.
Secara etimologi al-syirkah berarti al-ikhtilath15 (percampuran) dan
persekutuan, yaitu percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya, sehingga
sulit dibedakan. Secara terminologi, menurut ulama Malikiah :
‫إذن ِف التصرف َلما مع أنفسهما ِف مال َلما‬
Izin untuk bertindak dalam mengedarkan harta bagi dua orang yang bekerjasama terhadap harta
mereka.
Menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah:
‫ثبوت الق ِف شي ْلثني ف كثر على جهة الشرع‬
Penetapan hak bertindak hukum bagi dua orang atau lebih pada sesuatu yang
mereka sepakati.
Menurut ulama Hanafiah16 :
‫عقد بي املتشاركي ِف رأس املال والربح‬
Akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.

15
as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah, 202.
16
as-Sa>biq, 202.
80
81
Beberapa definisi di atas menyiratkan bahwa syirkah adalah kerjasama
antara dua orang atau lebih dalam sebuah usaha dengan konsekuensi
keuntungan dan kerugiannya ditanggung secara bersama.

B. Macam-Macam Syirkah
Secara garis besar syirkah dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Syirkah amlak, yaitu bersama-sama dalam hal kepemilikan. Syirkah amlak
ini terwujud karena suatu kondisi yang menyebabkan kepemilikan suatu
aset oleh dua orang atau lebih.
As-Sayyid Sa>biq17 menyatakan bahwa syirkah al-amlak adalah bila lebih
dari satu orang memiliki suatu jenis barang tanpa adanya akad.
Syirkah ini ada dua macam, yaitu:
a. Jabari
Secara bahasa, jabari artinya terjadinya bukan karena keinginan,
bisa pula diartikan dengan paksaan. Secara istilah jabari adalah hak
kepemilikan bersama terhadap suatu harta yang didapatkan tanpa
usaha, misalnya mendapatkan hak kepemilikan terhadap harta warisan
bresama dengan ahli waris yang lain. Contoh lain adalah harta yang
didapatkan dari wasiat.
b. Syirkah amlak ikhtiyari
Secara bahasa ikhtiyari adalah dengan usaha. Secara istilah,
ikhtiyari adalah hak kepemilikan bersama terhadap suatu harta yang
didapatkan dengan usaha, misalnya membeli rumah bersama saudara
atau bersama kawan.
2. Syirkah uqud, yaitu bersama-sama dalam akad. Syirkah uqud ini terjadi
karena kesepakatan dua orang atau lebih kerjasama dalam syarikat modal
untuk usaha, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama. Syirkah uqud
dibedakan menjadi empat macam:
a. Syirkah ‘inan
Syirkah ‘inan adalah perserikatan dalam modal (harta) antara dua
orang atau lebih, yang tidak harus sama jumlahnya. Keuntungan dan
kerugian dibagi dua sesuai prosentase yang telah disepakati. Sedangkan
kerugian menjadi tanggung jawab orang-orang yang berserikat sesuai
dengan prosentase penyertaan modal/saham masing-masing. Para ulama
sepakat, hukumnya boleh. Dalam mazhab Syafi’i, hanya syirkah ‘inan
ini saja yang sah.18
b. Syirkah a’mal/ syirkah ‘abdan (serikat kerja)

17
as-Sa>biq, 202.
18
al-Syi>ra>zi, al-Muhaz\z\ab fi Fiqh al-Ima>m al-Sya>fi’i, 156.
82
Syirkah abdan/a’mal adalah perserikatan yang dilakukan oleh dua
pihak untuk menerima suatu pekerjaan, seperti kerjasama seprofesi
antara dua orang arsitek atau tukang kayu dan pandai besi untuk
menggarap sebuah proyek. Hasil atau imbalan yang diterima dibagi
bersama sesuai kesepakatan.
Menurut ulama Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah dan Zaidiyah
hukumnya boleh. Ulama Malikiyah mengajukan syarat, yaitu bahwa
kerja yang dilakukan harus sejenis, satu tempat, serta hasil yang
diperoleh dibagi menurut kuantitas kerja masing-masing. Menurut
ulama Syafi’iyah, Syi’ah Imamiyah, perserikatan seperti ini hukumnya
tidak sah, karena yang menjadi obyek perserikatan adalah harta/modal,
bukan kerja, disamping pula, kerja seperti ini tidak dapat diukur,
sehingga dapat menimbulkan penipuan yang membawa kepada
perselisihan. Al-Syi>ra>zi dalam kitabnya al-Muhaz\z\ab19 menyatakan
kerjasama jenis ini tidak sah berdasarkan hadis dari A‘isyah ra. Riwayat
Ahmad bahwa Nabi saw. bersabda:
ِ‫اب اهلل‬
ِ َ‫ " ُك ُّل َشر ٍط لَْيس ِِف كِت‬: ِ‫ول اهلل‬ ُ ‫ قَ َال َر ُس‬:‫ت‬ ِ
َ ْ ْ َ‫ قَال‬،َ‫َع ْن َعائ َشة‬
ٍٕٓ
‫ َوإِ ْن ا ْشتَ َرطُوا ِمائَةَ َمَّرة‬،‫ود‬
ٌ ‫ فَ ُه َو َم ْرُد‬،‫َعَّز َو َج َّل‬
Setiap syarat yang tidak terdapat dalam kitab Allah (Al-Qur‘an) maka tidak sah.
Syarat syirkah abdan tidak terdapat dalam Al-Qur‘an maka tidak sah.
Selain itu pekerjaan seseorang itu dikhususkan untuk dia sendiri, tidak
bisa untuk orang lain.
Pada masa sekarang syirkah a’mal adalah suatu bentuk kerjasama
dua orang atau lebih yang bergerak dalam bidang jasa atau pelayanan
pekerjaan dan keuntungan dibagi menurut kesepakatan. Contohnya
adalah CV, firma, koperasi.
c. Syirkah muwafadah
Syirkah mufa>wad}ah adalah perserikatan dua orang atau lebih
pada suatu obyek, dengan syarat masing-masing pihak memasukkan
modal yang sama jumlahnya , serta melakukan tindakan hukum (kerja)
yang sama pula. Jika mendapat keuntungan dibagi rata, dan jika
berbeda tidak sah. Masing-masing pihak hanya boleh melakukan
transaksi jika mendapat persetujuan dari pihak lain (sebagai wakilnya),
jika tidak, maka transaksi itu tidak sah.

19
al-Syi>ra>zi, 157.
20
Abu> Dau>d as-Sijista>ni, Sunan Abi> Dau>d, juz 42 (Beirut: al-Maktabah al-‘As}riyyah, t.th.),
317.
83
Ulama Hanafiah dan Zaidiyah menyatakan bentuk perserikatan
seperti ini dibolehkan. Sedangkan ulama Syafi’iyah21 dan Hanabilah
menyatakan tidak boleh, karena sulit untuk menentukan prinsip
kesamaan modal, kerja dan keuntungan dalam perserikatan itu,
disamping tidak ada satu dalilpun yang shahih yang bisa dijadikan dasar
hukum. Tetapi mereka membolehkan mufa>wad}ah seperti pandangan
Malikiyah, yaitu boleh mufa>wad}ah jika masing-masing pihak yang
berserikat dapat bertindak hukum secara mutlak dan mandiri terhadap
modal kerja, tanpa minta izin dan musyawarah dengan mitra serikatnya.
Syirkah muwafadah adalah kontrak kerjasama dua orang atau
lebih, dengan syarat kesamaan modal, kerja, tanggung jawab, beban
hutang dan kesamaan laba yang didapat.
d. Syirkah wuju>h (syirkah keahlian)
Syirkah wuju>h adalah serikat yang dilakukan dua orang atau lebih
yang tidak punya modal sama sekali, dan mereka melakukan suatu
pembelian dengan kredit serta menjualnya dengan harga tunai;
sedangkan keuntungannya dibagi bersama. Mirip seperti kerja makelar
barang, bukan makelar kasus (markus). Ulama Hanafiah, Hanabilah dan
Zaidiyah menyatakan hukumnya boleh, karena masing-masing pihak
bertindak sebagai wakil dari pihak lain, sehingga pihak lain itupun
terikat pada transaksi yang dilakukan mitra serikatnya. Sedangkan
ulama Malikiyah, Syafi’iyah menyatakan tidak sah dan tidak
dibolehkan, karena modal dan kerja dalam perserikatan ini tidak jelas.
Syirkah wuju>h adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang
memiliki reputasi baik serta ahli dalam bisnis.

Jenis Syirkah Maliki Syafi’i Hanafi Hanbali


1. Syirkah al-milk sah sah sah sah
2. Syirkah al-‘aqd :
a. ‘ina>n sah sah sah sah
b. mufa>wad}ah sah tidak sah sah tidak sah
c. a’ma>l/abda>n sah tidak sah sah sah
d. wuju>h sah tidak sah sah sah

21
Misalnya lihat al-Syi>ra>zi, al-Muhaz\z\ab fi Fiqh al-Ima>m al-Sya>fi’i, 158.
84
C. Istilah Musyarakah
Istilah musyarakah berkonotasi lebih terbatas daripada istilah syirkah.
Istilah ini tidak banyak digunakan dalam fikih, tetapi sering dipakai dalam
skim pembiayaan syariah.
Musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih pengusaha
pemilik dana/modal bekerjasama sebagai mitra usaha, membiayai investasi
usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal berhak ikut
serta dalam manajemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan keharusan.
Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai
kesepakatan, dan mereka juga dapat meminta gaji untuk tenaga dan keahlian
yang mereka curahkan untuk usaha tersebut.
Proporsi keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang ditentukan
sebelumnya dalam akad, sesuai proporsi modal yang disertakan (pendapat
Imam Malik dan Imam Syafi’i), atau dapat pula berbeda dari proporsi modal
yang mereka sertakan (pendapat Imam Ahmad). Sementara Imam Abu
Hanifah berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi
modal pada kondisi normal. Namun demikian, mitra yang memutuskan
menjadi sleeping partner (mitra yang pasif), proporsi keuntungannya tidak
boleh melebihi proporsi modal. Jika terjadi kerugian, maka ditanggung
bersama sesuai dengan proporsi penyertaan modal masing-masing
Dalam musyarakah, keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan para
pihak, sedangkan kerugian ditanggung bersama sesuai dengan proporsi
penyertaan modal masing-masing pihak.
D. Hukum dan Dasarnya
Pada prinsipnya bahwa hukum syirkah adalah mubah. Berikut beberapa
dalil tentang syirkah:
1. Firman Allah SWT dalam Surah Al-Ma‘idah [5]: 2 memerintahkan untuk
saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.

            …

       


… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
Tolong menolong merupakan prinsip dasar dalam kerjasama
termasuk syirkah.
2. Al-Nisa’ [3]: 12
85

 …      …


… Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, …
3. QS. S{a>d [38]: 24

           

         

 …   


Daud berkata: "Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta
kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. dan Sesungguhnya kebanyakan
dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian
yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat
sedikitlah mereka ini"...
4. Hadis riwayat Abu Dawud dari Abu Hurairah:
ِ ْ ‫الش ِريْ َك‬ ِ ِ
‫ي َماملَْ ََيُ ْن اَ َح ُد ُُهَا‬ َّ ‫ث‬ُ ‫ ا َّن اهللَ يَ ُق ْو ُل اَنَا ثَال‬:‫ َرفَ َعوُ قَ َال‬،َ‫َع ْن أَِب ُىَريْ َرة‬
ٕٕ
)‫ت ِم ْن بَْينِ ِه َما (رواه ابو داود‬ ِ ِ
ُ ‫صاحبَوُ فَاذَا َخانَوُ َخَر ْج‬ َ
Rasulullah SAW. bersabda : Firman Allah SWT.: ‚Aku adalah pihak ketiga dari dua orang
yang berserikat selama seorang diantaranya tidak mengkhianati yang lain. Maka apabila
berkhianat salah seorang diantara keduanya, saya keluar dari perserikatannya itu‛ (HR. Abu
Daud Kitab al-Buyu’, Bab 26).

E. Rukun dan Syarat Syirkah


Menurut ulama Hanafiah, rukun syirkah hanya ijab dan qabul atau serah
terima. Sedangkan orang yang berakad dan obyek akad bukan termasuk rukun,
tapi syarat .
Menurut jumhur ulama, rukun syirkah adalah sebagai berikut:
1. Anggota yang berserikat, dengan syarat:
a. balig
b. berakal sehat
c. atas kehendak sendiri
d. mengetahui pokok-pokok perjanjian23.

22
as-Sijista>ni, Sunan Abi> Dau>d, juz III, 256.
23
asy-Syira>zi menyebut syarat kedua beliah pihak adalah cakap hukum dalam masalah
harta, karena syirkah adalah akad kerjasama dalam masalah harta. Lihat al-Syi>ra>zi, al-Muhaz\z\ab fi
Fiqh al-Ima>m al-Sya>fi’i, 156.
86
24
Dalam kitab al-Muhaz\z\ab disebutkan bahwa makruh bila muslim
melakukan syirkah dengan orang kafir, berdasarkan riwayat dari Abu
Hamzah dari Ibnu ‘Abbas ra, bahwa ia berkata:
‚Jangan melakukan syirkah dengan orang Yahudi, Nasrani dan juga Majusi. Ibnu ‘Abbas
bertanya, mengapa? Ia berkata karena mereka melakukan riba, sedangkan riba itu tidak halal.
2. Obyek akad, yaitu:
a. barang yang dikerjasamakan
b. pokok-pokok perjanjian.
Syarat kedua obyek akad tersebut adalah:
a. Modal pokok yang dioperasikan harus jelas.
b. Ada ketentuan-ketentuan tentang kerjasama yang jelas.
c. Tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syari’at Islam.
3. Sighat, yang memuat ijab dan qabul dengan syarat dapat dimengerti dan
kerjasama harus jelas.
Syarat khusus dalam syirkah al-’uqud adalah modal perserikatan itu
jelas dan tunai, bukan berbentuk utang dan bukan pula berbentuk barang.
Syarat khusus untuk syirkah al-mufa>wad}ah, menurut ulama Hanafiah:
Kedua belah pihak cakap dijadikan wakil. Modal yang diberikan masing-
masing pihak harus sama, kerja yang dilakukan juga sama, keuntungan yang
diterima semua pihak kuantitasnya juga harus sama. Semua pihak berhak
untuk bertindak hukum dalam seluruh obyek perserikatan itu. Lafaz yang
digunakan dalam akad adalah lafaz al-mufa>wad}ah. Jika salah satu syarat tidak
terpenuhi, maka akad syirkah mufa>wad}ahnya tidak terjadi, dan berubah
menjadi syirkah al-’inan.\
F. Prinsip Dasar Syirkah
1. Prinsip keterwakilan
Syirkah itu merupakan transaksi yang boleh diwakilkan, sehingga apabila
salah satu pihak jika bertindak hukum terhadap obyek syirkah itu, dengan
izin pihak lain, dianggap sebagai wakil seluruh pihak yang berserikat.
2. Prinsip kepercayaan
Syirkah dapat dilaksankan apabila ada saling percaya di antara para
anggota. Apabila tidak ada saling percaya, maka kerjasama tidak bisa
dijalankan.
3. Prinsip bagi hasil
Prosentase pembagian keuntungan untuk masing-masing pihak yang
berserikat dijelaskan ketika akad berlangsung. Keuntungan diambil dari
hasil laba harta perserikatan, bukan dari harta lain.

24
al-Syi>ra>zi, 156.
87
G. Hikmah Syirkah
1. Memudahkan pemenuhan kebutuhan hidup
2. Dapat meningkatkan daya saing produksi, karena ada tambahan modal
yang besar.
3. Dapat meningkatkan hubungan kerja sama antar kelompok sosial bahkan
hubungan bilateral antar negara.
4. Dapat memberi kesempatan kepada pihak yang lemah ekonominya untuk
bekerjasama dengan pihak ekonomi yang lebih kuat
5. Dapat menampung tenaga kerja, sehingga akan dapat mengurangi
pengangguran.
6. Menjauhkan egoisme, menumbuhkan saling percaya dan menyadari
kelebihan dan kelemahan masing-masing anggota.
Pertemuan XII

Capaian Pembelajaran Indikator


Mahasiswa memahami 1. Menjelaska pengertian dan rukun mudarabah
ketentuan fikih tentang 2. Menjelaskan macam-macam mudarabah
mudarabah 3. Menjelaskan dalil tentang mudarabah

MUDARABAH

Ulama Hanabilah menganggap mudarabah termasuk salah satu bentuk


syirkah/perserikatan. Tapi jumhur ulama (Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah,
Zaidiyah, Imamiyah) tidak memasukkan mudarabah sebagai salah satu bentuk
syirkah. Mudarabah menurut jumhur merupakan akad tersendiri. Dalam kitab al-
Majmu>’ dijelaskan, bahwa istilah mudarabah adalah istilah dari orang-orang
‘Iraq, sedangkan orang Hijaz menyebutnya dengan qira>d.} 25
A. Definisi
Mud}a>rabah biasa juga disebut qira>d}, yang secara bahasa artinya al-
qath’u (potongan). Menurut etimologi, kata addarb fil ardhi berarti bepergian
untuk urusan dagang. Sebagaimana termuat dalam Surah Al-Muzzammil [73]:
20:

           …

 …     


… dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-
orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, …
Menurut terminologi, mudharabah adalah:
‫عقد بي اثني يتضمن أن يدفع احدُها لآلخر ماْلً ميلكو ليتجر فيو جبزء‬
‫شائع معلوم من الربح كالنصف أو الثلث أو حنوُها خمصوصة‬
Akad antara dua orang berupa penyerahan harta dari salah satu pihak kepada
pihak lainnya untuk menjadi modal usaha dengan pembagian keuntungan yang
ditentukan, misalnya dibagi dua (1/2) atau dibagi tiga (salah satu pihak
mendapat 1/3, pihak yang satunya mendapat 2/3, sesuai kesepakatan), atau
pembagian lainnya secara khusus.26

25
an-Nawa>wi, al-Majmu>’ Syarh} al-Muhaz\z\ab, 357.
26
’Abdurrah}ma>n al-Ja>ziri, al-Fiqh ’alal-Maz\a>hibil-Arba’ah>, juz III (Beirut: Da>rul-Kutubil-
‘Ilmiyyah, 2003), 34. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, jilid III (Beirut: Darul-Fikr, 1983),
dan T. M. Hasby ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalat (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 90.
88
89
Salah satu pihak menyediakan seluruh modal (100%), sedang pihak lain
menjadi pengelola. Pemilik dana hanya menyediakan modal dan tidak ikut
campur dalam manajemen usaha yang dibiayainya. Pengelola tidak ikut
menyertakan modal, tetapi memberikan konstribusi tenaga dan keahliannya.
Keuntungan usaha mudarabah dibagi menurut kesepakatan, kerugian
ditanggung oleh pemodal selama kerugian tidak akibat kelalaian pengelola.
Jika terjadi kerugian karena proses normal dari usaha, dan bukan karena
kelalaian atau kecurangan pengelola (mud}a>rib), maka kerugian modal
ditanggung sepenuhnya oleh pemodal (s}a>h}ibul-ma>l), sedangkan pengelola
telah kehilangan tenaga, pikiran dan keahlian yang telah dicurahkan saat
menjalankan usaha. Jika kerugian itu disebabkan kelalaian atau kecurangan
pengelola, maka pengelola bertanggung jawab sepenuhnya.
Mengenai pembagian keuntungan, Islam tidak memberikan ketentuan
yang mengikat atau kaku. Islam memberikan kelonggaran, apakah bagi rata
antara kedua pihak atau dibagi tidak rata. Misalnya si pemilik modal tidak
ingin mengambil banyak keuntungan, dia lebih ingin membantu orang yang
tidak memiliki modal tapi mampu melakukan bisnis sesuai kesepakatan. Hal
ini diserahkan kepada kedua belah pihak. Dasarnya adalah kerelaan dari kedua
belah pihak.27
B. Macam-macam
1. Mudarabah Muthlaqah
Mudarabah jenis ini untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik
dana.
2. Mudarabah Muqayyadah
Mudaharabah jenis ini untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh
spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik
dana.28
3. Mudarabah Musytarakah
Dalam mudarabah jenis, pengelola dana turut menyertakan modal atau
dananya dalam kerjasama investasi.
Diawal kerjasama, akad yang disepakati adalah akad mudarabah dengan
modal 100% dari pemilik dana, setelah berjalannya operasi usaha dengan
pertimbangan tertentu dan kesepakatan dengan pemilik dana, pengelola
dana ikut menanamkan modalnya dalam usaha tersebut dan akadnya
disebut mudarabah musytarakah (merupakan perpaduan antara akad
mudarabah dan akad musyarakah).

27
Karim, Fiqh Muamalah, 15–16.
28
Lihat Antonio, Bank Islam; Dari Teori Ke Praktik, 97.
90
C. Dasar Hukum
Sebuah Hadis dari Ibnu ‘Abba>s menyebutkan secara khusus tentang
mudarabah ini, yaitu sebagai berikut29:

َ ‫ب إِ َذا َدفَ َع َم ًاْل ُم‬


ً‫ض َاربَة‬ ِ ِ‫ " َكا َن الْ َعبَّاس بْن َعْب ِد الْمطَّل‬:‫اس قَ َال‬ ٍ َّ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
ُ ُ ُ
‫ي بِِو‬ ِ ِ ِِ ِ ِِ َ ُ‫احبِ ِو أَ ْن َْل يسل‬
ِ ‫ا ْشت ر َط علَى ص‬
َ ‫ َوَْل يَ ْش ََت‬،‫ َوَْل يَْنزَل بو َواديًا‬،‫ك بو َِْبًرا‬ َْ َ َ ََ
ِ ِ ِ ‫ فَِإ ْن فَعل فَهو‬،‫ذَات َكبِ ٍد رطْب ٍة‬
ُ‫صلَّى اهلل‬ َ ‫ فَ َرفَ َع َش ْرطَوُ إِ ََل َر ُسول اهلل‬،‫ضام ٌن‬َ َُ َ َ َ َ َ
ِ
َ َ‫ ف‬،‫َعلَْيو َو َسلَّ َم‬
ٖٓ
‫َج َازُه‬
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a. bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika
memberikan dana ke mitra usahanya secara mudarabah ia mensyaratkan agar dananya tidak
dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya atau membeli ternak. Jika
dilanggar, maka penerima dana harus bertanggung jawab. Disampaikanlah syarat-syarat
tersebut kepada Rasulullah SAW dan beliau pun membolehkannya. (HR. al-Baihaqi)

Hadis di atas secara terang menjelaskan adanya praktik mudarabah,


khususnya jenis mudarabah yang dilakukan oleh paman Rasulullah SAW,
yaitu ‘Abbas bin ‘Abdul-Mut}a>lib RA., dan hal tersebut dibolehkan oleh
Rasulullah SAW.
Dari S{a>lih bin Syu’aib ra. bahwa Rasulullah saw bersabda, ‚tiga hal yang didalamnya terdapat
keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudarabah), dan mencampadukkan dengan
tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.‛ (HR. Ibnu Ma>jah)

D. Hikmah
Mudarabah dapat memberi manfaat dan keringanan kepada manusia.
Karena ada sebagian orang yang memiliki harta, tetapi tidak mampu untuk
membuatnya menjadi produktif. Ada pula orang yang tidak memiliki harta
tetapi ia mempunyai kemampuan untuk memproduktifkan nya. Dengan
demikian, dapat tercipta kerjasama antara modal dan kerja demi
kemashlahatan dan kesejahteraan umat manusia.
E. Rukun dan Syarat/Ketentuan
4. Pelaku, syaratnya adalah:
a. minimal dua pelaku atau dua pihak. Pihak pertama bertindak sebagai
pemilik dana, sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pengelola dana
b. keduanya harus cakap hukum, baligh dan memiliki kemampuan untuk
diwakilkan dan mewakilkan.
c. pelaku akad mudarabah tidak hanya antara muslim dengan muslim
29
Lihat Antonio, 96.
30
Abu> Bakr Al-Baihaqi, As-Sunanul-Kubra, cet. III, juz VI (Beirut: Da>rul-Kutubil-
’Ilmiyyah, 2003), 184.
91
5. Obyek, yang terdiri dari modal dan kerja, dengan syarat masing-masing
adalah:
a. Modal
1) Modal yang diserahkan dapat berbentuk kas atau aset non kas yang
harus jelas jumlah dan jenisnya
2) Tunai dan tidak hutang.
3) Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat
dibedakan dari keuntungan
4) Pengelola dana tidak diperkenankan untuk memudarabahkan
kembali modal mudarabah
5) Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal
kepada orang lain
6) Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut
kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri
b. Kerja
1) Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan,
selling skill, management skill.
2) Kerja adalah hak pengelola dana dan tidak boleh diintervensi oleh
pemilik dana
3) Dalam bekerja tidak melanggar ketentuan syariah
4) Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam
kontrak
5) Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima
modal dan sudah bekerja maka pengelola dana berhak mendapatkan
imbalan/ganti rugi/upah.
3. Ijab kabul, syaratnya adalah:
a. Ijab Kabul merupakan ekspresi kesepakatan antara pemilik dana dan
pengelola dana yang dilakukan sama-sama rela. Pemilik dana setuju
atas perannya dalam kontribusi dana, sementara pengelola dana setuju
atas perannya dalam kontribusi kerja.
b. Akad dapat dituangkan secara lisan, tertulis, melalui korespodensi ,
atau menggunakan cara cara komunikasi modern.
c. Akad tidak boleh dikaitkan dengan suatu kejadian dimasa depan yang
belum pasti.
4. Nisbah keuntungan
a. nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan.
Pengelola dana mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik
dana mendapat imbalan atas penyertaan modalnya.
92
b. nisbah keuntungan harus diketahui dengan jelas oleh kedua pihak. Jika
dalam akad tidak dijelaskan maka pembagiannya menjadi 50% dan
50%.
c. apabila rugi, maka kerugian ditanggung oleh pemilik dana kecuali ada
misconduct, negligence atau violation. Cara menyelesaikan apabila
terjadi kerugian adalah:
1) diambil terlebih dahulu dari keuntungan karena keuntungan
merupakan pelindung modal.
2) bila kerugian melebihi keuntungan, maka baru diambil dari pokok
modal.
F. Berakhirnya Akad
1. Dalam hal mudarabah tersebut dibatasi waktunya, maka mudarabah
berakhir pada waktu yang telah ditentukan.
2. salah satu pihak memutuskan mengundurkan diri
3. Salah satu pihak meninggal dunia atau hilang akal
4. Pengelola dana tidak menjalankan amanahnya sebagai pengelola usaha
untuk mencapai tujuan sebagaimana dituangkan dalam akad. Sebagai
pihak yang mengemban amanah ia harus beritikad baik dan hati hati.
5. Modal sudah tidak ada
Pertemuan XIII

Capaian Pembelajaran Indikator


1. Menjelaskan pengertian, dan dalil muzara’ah dan mukhabarah
Mahasiswa memahami
2. Menjelaskan perbedaan antara musaqah, muzara’ah dan
ketentuan fikih tentang
mukhabarah
akad-akad kerjasama
3. Menjelaskan pengertian dan dalil musaqah, serta bedanya
dalam lahan pertanian
dengan muzara’ah dan mukhabarah

KERJASAMA DALAM LAHAN PERTANIAN

A. Pengertian Muzara’ah dan Mukhabarah


Menurut bahasa, muzara’ah artinya penanaman lahan. Menurut istilah,
muzara’ah adalah suatu usaha kerjasama antara pemilik sawah atau ladang
dengan petani penggarap yang hasilnya dibagi menurut kesepakatan, dan
benih tanaman dari si pemilik tanah. Adapun zakat dari hasil kerja sama
ditanggung oleh pemilik tanan atau ladang.
Mukhabarah adalah kerjasama antara pemilik sawah atau ladang dengan
petani penggarap yang hasilnya akan dibagi menurut kesepakatan kedua belah
pihak, dimana benih tanaman dari petani penggarap. Adapun zakat dari hasil
usaha tersebut ditanggung oleh penggarap.
Muzara’ah dan mukhabarah termasuk salah satu jenis tolong-menolong
antara pekerja dengan pemilik lahan. Kadang pekerja pandai bercocok tanam
sedangkan ia tak memiliki lahan, sementara pemilik lahan tidak mampu
menggarap lahannya. Lalu Islam mensyariatkan jenis akad ini sebagai upaya
untuk mempertemukan keduanya. Muzara’ah dilakukan oleh Nabi Muhammad
saw., juga oleh para Sahabat Beliau saw.31
‫ َع َام َل أ َْى َل َخْيبَ َر بِ َش ْر ِط َما ََيُْر ُج‬ ‫َِّب‬ َّ ‫َع ِن ابْ ِن ُع َمَر َر ِضي اهللُ َعْن ُه َما أ‬
َّ ِ‫َن الن‬ َ
ٖٕ
)‫ِمْن َها ِم ْن ََثٍَر أ َْو َزْرٍع (متفق عليو‬
Dari Ibnu Umar ra. ‚Bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah mempekerjakan penduduk
Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang
keluar dari lahan tersebut‛ (HR. Muttafaq Alaih).

B. Rukun dan Syarat Muzara’ah dan Mukhabarah


1. Rukun muzara’ah dan mukhabarah
a. pemilik dan penggarap sawah
b. lahan (sawah atau ladang)

31
as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah, 134.
32
Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin Asad Asy-Syaiba>ni,
Musnad Ah}mad bin Hanbal, cet. I, juz VIII (t.tp.: Mu‘assasah ar-Risa>lah, 2001), 289.
93
94
c. jenis pekerjaan yang harus dilakukan
d. kesepakatan dalam pembagian hasil (upah)
e. akad (s}i>gah ijab qabul).
2. Syarat muzara’ah dan mukhabarah
a. pada muzara’ah benih dari pemilik tanah, sedangkan pada mukhabarah
benih dari penggarap
b. waktu pelaksanaan muzara’ah dan mukhabarah jelas
c. akad muzara’ah dan mukhabarah hendaknya dilakukan sebelum
pelaksanaan pekerjaan
d. pembagian hasil disebutkan secara jelas.
C. Hikmah Muzara’ah dan Mukhabarah
1. Terwujudnya kerja sama yang saling menguntungkan antara pemilik tanah
dengan petani penggarap.
2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat.
3. Tertanggulanginya kemiskinan.
4. Terbukanya lapangan pekerjaan, terutama bagi petani yang memiliki
kemampuan bertani tetapi tidak memiliki tanah garapan.
D. Definisi Musa>qah
Menurut bahasa, musaqah berasal dari kata as-saqyu yang artinya
penyiraman33. Menurut istilah, musaqah adalah kerjasama antara pemilik
lahan/kebun/tanah dengan penggarap, yang hasilnya dibagi berdasarkan
kesepakatan.
E. Hukum dan Dalil Musa>qah
Musaqah disyariatkan oleh Sunah. Para ulama sepakat menyatakan
boleh karena adanya keperluan terhadap jenis akad ini, kecuali Abu Hanifah,
beliau menyatakan tidak boleh34. hukumnya jaiz (boleh), hal ini berdasarkan
Hadis Nabi Muhammad SAW berikut:
‫ َع َام َل أ َْى َل َخْيبَ َر بِ َش ْر ِط َما ََيُْر ُج‬ ‫َِّب‬ َّ ‫َع ِن ابْ ِن ُع َمَر َر ِضي اهللُ َعْن ُه َما أ‬
َّ ِ‫َن الن‬ َ
)‫ِمْن َها ِم ْن ََثٍَر أ َْو َزْرٍع (متفق عليو‬
Dari ibnu Umar ra. ‚Bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah mempekerjakan penduduk
Khaibar dengan syarat akan diberi upah separuh dari hasil tanaman atau buah-buahan yang
keluar dari lahan tersebut‛ (HR. Muttafaq Alaih).
F. Rukun dan Syarat Musa>qah
1. Pemilik kebun dan petani penggarap, syaratnya adalah cakap hukum

33
as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah, 198.
34
as-Sa>biq, 198.
95
2. Pohon atau tanaman dan kebun yang dirawat, syaratnya harus jelas dan
dapat dilihat
3. Pekerjaan yang dilaksanakan baik waktu, jenis dan sifat pekerjaannya.
Syaratnya semua kriteria tersebut, yaitu waktu, jenis dan sifat
pekerjaannya harus jelas
4. Pembagian hasil tanaman atau pohon harus jelas, dan jelas pula seberapa
besar bagian pekerja
5. Akad, baik secara lisan atau tertulis maupun dengan isyarat, syaratnya
mampu dipahami.
6. Akad dilaksanakan sebelum nampak baiknya hasil dari tanaman tersebut.
karena kalau sudah tampak baiknya hasil, maka tidak memerlukan
penyiraman lagi. Sebagian ulama yang lain tetap membolehkan walaupun
akadnya sesudah nampak baiknya hasil tanaman tersebut. 35
G. Masa berakhirnya Musa>qah
1. Telah habis batas waktu yang telah disepakati bersama
2. Petani penggarap tidak sanggup lagi bekerja
3. Meninggalnya salah satu dari yang melakukan akad.
H. Hikmah Musa>qah
1. Dapat terpenuhinya kemakmuran yang merata.
2. Terciptanya saling memberi manfaat antara kedua belah pihak (si pemilik
tanah dan petani penggarap).
3. Bagi pemilik tanah merasa terbantu karena kebunnya dapat terawat dan
menghasilkan. Disamping itu kesuburan tanahnya juga dapat
dipertahankan.

35
as-Sa>biq, 199.
Pertemuan XIV

Capaian Pembelajaran Indikator


Mahasiswa memahami 1. Menjelaskan prinsip-prinsip konsumsi harta dalam Islam
ketentuan Islam tentang 2. Menjelaskan ketentuan Islam tentang makanan
makanan dan pakaian 3. Menjelaskan ketentuan Islam tentang pakaian

MAKANAN DAN MINUMAN


Makanan dan minuman merupakan kebutuhan primer manusia. Apabila
tidak makan sampai waktu tertentu maka seseorang akan mengalami gangguan,
baik fisik maupun psikisnya. Bahkan bisa hingga membawa kepada kematian.
Makanan dan minuman yang dikonsumsi juga memengaruhi karakter seseorang.
Ada pepatah berbahasa Inggris yang menyatakan bahwa you are what you eat,
maksudnya adalah makanan seseorang menggambarkan jati diri orang tersebut.
Perhatian Islam terhadap makanan dapat dilihat dalam Al-Qur‘an.
Perhatian Al-Qur‘an terhadap makanan sedemikian besar, sampai-sampai
menurut pakar tafsir Ibrahim bin Umar Al-Biqa>'i, "Telah menjadi kebiasaan
Allah dalam Al-Qur‘an bahwa Dia menyebut diri-Nya sebagai Yang Maha Esa,
serta membuktikan hal tersebut melalui uraian tentang ciptaan-Nya, kemudian
memerintahkan untuk makan (atau menyebut makanan)." Lebih jauh dapat
dikatakan bahwa Al-Qur‘an menjadikan kecukupan pangan serta terciptanya
stabilitas keamanan sebagai dua sebab utama kewajaran beribadah kepada Allah.
Begitu antara lain kandungan firman-Nya dalam Surah Quraisy (106): 3-4,36

         

          
(1) Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (2) (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim
dingin dan musim panas. (3) maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini
(Ka'bah). (4) yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan
mengamankan mereka dari ketakutan.
A. Pensyariatan Makan
Kata ‚makan‛ di sini berarti kata kerja. Kata ini dalam bahasa Al-Qur‘an
disebut dengan akala dalam berbagai bentuk. Tetapi kata tersebut tidak
digunakannya semata-mata dalam arti "memasukkan sesuatu ke tenggorokan",
tetapi ia berarti juga segala aktivitas dan usaha. Perhatikan misalnya surat Al-Nisa
[4]: 4:

36
M. Quraish Shihab, Wawasan Alquran; Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 2007), 181.
96
97

            

  


Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan[267]. kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin
itu dengan senang hati, Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang
sedap lagi baik akibatnya.
Diketahui oleh semua pihak bahwa mas kawin tidak harus bahkan tidak
lazim berupa makanan, namun demikian ayat ini menggunakan kata
"makan" untuk penggunaan mas kawin tersebut. Firman Allah dalam surat
Al-An'a>m (61: 121)

 ...        
Dan janganlah kamu memakan binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika
menyembelihnya. Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.
Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah
kamu; dan jika kamu menuruti mereka, Sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang
musyrik.
Menurut Syaikh ‘Abdul-H{ali>m Mah}mu>d, mantan Syaikh Universitas
Al-Azhar, merupaka larangan untuk melakukan aktivitas apa pun yang
tidak disertai nama Allah. Ini disebabkan karena kata "makan" di sini
dipahami dalam arti luas yakni "segala bentuk aktivitas". Penggunaan kata
tersebut untuk arti aktivitas, seakan-akan menyatakan bahwa aktivitas
membutuhkan kalori, dan kalori diperoleh melalui makanan.
Boleh jadi menarik juga untuk dikemukakan bahwa semua ayat yang
didahului oleh panggilan mesra Allah untuk ajakan makan, baik yang ditujukan
kepada seluruh manusia: Ya ayyuhan nas, kepada Rasul: Ya ayyuhar Rasul,
maupun kepada orang-orang mukmin: ya ayyuhal ladzina amanu, selalu
dirangkaikan dengan kata halal atau dan thayyibah (baik). Ini menunjukkan
bahwa makanan yang terbaik adalah yang memenuhi kedua sifat tersebut.
Selanjutnya ditemukan bahwa dari sembilan ayat yang memerintahkan orang-
orang Mukmin untuk makan, lima di antaranya dirangkaikan dengan kedua
kata tersebut. Dua dirangkaikan dengan pesan mengingat Allah dan
membagikan makanan kepada orang melarat dan butuh, sekali dalam konteks
memakan sembelihan yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, dan
sekali dalam konteks berbuka puasa.
Mengingat Allah dan menyebut nama-Nya --baik ketika berbuka
puasa maupun selainnya-- dapat mengantar sang Mukmin mengingat pesan-
pesan-Nya.
98
B. Kriteria Makanan Yang Halal
Makanan yang halal adalah makanan yang:
1. halal zatnya (tidak berbahaya, tidak memabukkan dan bukan najis)
2. halal cara mendapatkan atau memperolehnya (bukan hasil curian,
penipuan dan sebagainya)
3. halal cara mengolahnya (disembelih sesuai syariat)
4. tidak ada dalil yang melarangnya
5. bukan dipersembahkan untuk selain Allah (misalnya untuk sesajen)
Berikut dijelaskan satu-persatu kriteria tersebut.
1. Halal Zatnya
Artinya, makanan-minuman itu memang tidak dilarang oleh hukum
syara’, seperti nasi, susu, telor, dan lain-lain. Termasuk yang halal adalah
disebutkan beberapa hadis berikut:
ٍ ‫ سبع َغزو‬ ‫ول اَللَّ ِو‬
‫ نَْ ُك ُل‬,‫ات‬ ِ ‫ ( َغزونَا مع رس‬:‫و َع ِن اب ِن أَِب أَو َِف قَ َال‬
ََ َ ْ َ ُ َ َ َ َْ ْ ْ َ
ٖٚ
‫اَ ْْلََر َاد ) رواه مسلم‬
Ibnu Abu Aufa RA. berkata: Kami berperang bersama Rasulullah SAW sebanyak tujuh kali,
kami selalu makan belalang. (HR. Muslim)
ِ ‫ث بِوِركِها وفَ ِخ َذي ها إِ ََل رس‬
‫ول‬ ُ َ َ ْ َ َ َ َ ‫ فَبَ َع‬:‫ ( قَ َال‬- ‫ب‬ َّ ِ‫ ِِف ق‬- ‫س‬
ِ َ‫ص ِة اَْْل َْرن‬ ٍ َ‫َو َع ْن أَن‬
‫ فَ َقبِلَوُ) رواه مسلم‬ ِ‫ول اهلل‬ َ ‫ت ِِبَا َر ُس‬ ِ
ٖٛ
ُ ‫ فََتَْي‬، ‫اهلل‬
Dari Anas RA tentang kisah kelinci, ia berkata: Ia menyembelihnya dan mengirimkan
pangkal pahanya kepada Rasulullah SAW dan beliau menerimanya. (HR. Muslim)
Kriteria halal zatnya adalah:
a. tidak membahayakan bagi kehidupan manusia baik membahayakan dari
segi jasmani, akal, jiwa maupun aqidah.
b. tidak memabukkan walaupun sebelumnya telah memabukkan seperti
arak yang telah berubah menjadi cuka.
c. bukan berupa benda najis atau benda suci yang terkena najis.
Termasuk najis adalah:
1) Bangkai binatang darat yang berdarah. Termasuk bangkai adalah
bagian tubuh binatang yang terpotong dari binatang yang masih
hidup.
‫َوِى َي‬ ‫ َما قُ ِط َع ِم َن الْبَ ِهْي َم ِة‬ ِ‫َع ْن أَِِب َواقِ ٍد اللَّْيثِي فَ َق َال َر ُس ْو ُل اهلل‬
37
Muslim bin al-H{ajja>j Abul-H{asan al-Qusyairi an-Naisa>bu>ri, Al-Musnadus}-S{ah}i>h}, juz III
(Beirut: Da>r Ihya>‘ At-Tura>s\ Al-‘Arabi, t.th.), 1546.
38
an-Naisa>bu>ri, juz III, 1547.
99
ٖٜ
)‫َحيَّةٌ فَ ُه َو َمْيتَةٌ (رواه أمحد‬
Daging yang dipotong dari binatang yang masih hidup, maka yang terpotong itu
termasuk bangkai. (HR. Ahmad dan Al-Turmudzi)
Sedangkan bangkai yang dihalalkan adalah sebagaimana
ditunjukkan terjemah hadis berikut:
ٗٓ
)‫ك َوالْ َج َر ُاد (رواه الشافعى‬
ُ ‫الس َم‬ ِ َ‫أ ُِحلَّت لَنَا ميتَت‬
َّ ‫ان‬ َْ ْ
Dari Ibnu Umar berkata: ‛Dihalalkan untuk kita dua bangkai, yaitu ikan dan
belalang.‛ (HR. asy-Sya>fi’i)
Rasululah saw. juga pernah ditanya tentang air laut, maka
beliau bersabda:
ٗٔ
)‫اَلطُّ ُه ْوُر َم ُاؤهُ الْ ِح ُّل َميّتَتُوُ (رواه مالك‬
Laut itu suci airnya dan halal bangkainya. (Riwayat Malik dan yang lainnya)
2) Darah
3) Nanah
4) Benda yang keluar dari qubul (alat kelamin) dan dubur
5) Babi
6) Minuman keras (dinyatakan sebagaia najis oleh sebagian ulama)
2. Halal Cara Mendapatkannya
Artinya sesuatu yang halal itu harus diperoleh dengan cara yang
halal pula. Sesuatu yang halal tetapi cara medapatkannya tidak sesuatu
dengan hukum syara’ maka menjadi haram, seperti mencuri, menipu, dan
lain-lain.
3. Halal Karena Proses/Cara Pengolahannya
Artinya selain sesuatu yang halal itu harus diperoleh dengan cara
yang halal pula. Cara atau proses pengolahannya juga harus benar. Hewan,
seperti kambing, ayam, sapi, jika disembelih dengan cara yang tidak sesuai
dengan hukum Islam maka dagingnya menjadi haram. Hewan yang mati
karena diterkam binatang buas dan tidak sempat disembelih maka
hukumnya haram. Kalau sempat disembelih sebelum mati, maka halal.
4. Tidak Ada Dalil yang Melarangnya
Selama tidak ada dalil yang melarangnya, maka halal dikonsumsi.
Dalil tersebut bisa secara umum maupun secara khusus. Apabila
bertentangan antara dalil yang umum dengan dalil yang khusus, maka dalil

39
Asy-Syaiba>ni, Musnad Ah}mad bin Hanbal, juz 36, 235.
40
Abu> ’Abdulla>h Muh}ammad bin Idri>s Asy-Sya>fi’i, Al-Musnad (Beirut: Da>rul-Kutubil-
’Ilmiyyah, 1400), 340.
41
Ma>lik bin Anas bin Malik bin ’A<mir Al-Madani, Al-Muwat}t}a`, cet. I (Abu Dhabi:
Mu’assasah Zaid bin Sultan, 2004), 29.
100
yang khususlah yang diamalkan.
Berikut ayat-ayat yang memuat kriteria makanan/minuman yang
terlarang:
a) Surah Al A’raf [7]: 33

           

           

     


Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak
ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan
yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak
menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa
yang tidak kamu ketahui." (Surah Al A’raf [7]: 33)

b) Al-Mā’idah [5]: 3

          

        

          

           

        

            

 
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah42, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang

42
Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam ayat
145.
101
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya43,
dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga)
mengundi nasib dengan anak panah44, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah
kefasikan. pada hari ini45 orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan)
agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada
hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa
terpaksa46 karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
Menurut ayat tersebut, termasuk yang dilarang untuk dikonsumsi
adalah:
a. bangkai
b. darah
c. daging babi
d. (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah
e. yang matinya karena tercekik
f. yang matinya karena terpukul
g. yang matinya karena jatuh
h. yang matinya karena ditanduk
i. matinya karena diterkam binatang buas
j. yang disembelih untuk berhala
c) Al-An’am [6]: 145

            

          

             

43
Maksudnya Ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk dan
yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih sebelum mati.
44
Al Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah
menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan apakah mereka akan
melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya ialah: mereka ambil tiga buah anak panah yang
belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing yaitu dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang
yang ketiga tidak ditulis apa-apa, diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila
mereka hendak melakukan sesuatu maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil
sebuah anak panah itu. Terserahlah nanti apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan
sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil anak panah yang
tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.
45
Yang dimaksud dengan hari Ialah: masa, yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
46
Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika terpaksa.
102

  


Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaKu, sesuatu
yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi - karena Sesungguhnya semua itu
kotor - atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam
keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,
maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Ayat diatas memuat bahwa jenis makanan yang diharamkan
adalah:
a) Bangkai
b) Darah
c) Daging hewan yang disembelih ata nama selain Allah SWT
Selain ditunjukkan oleh ayat-ayat di atas, terdapat sejumlah hadis
yang menyebutkan kriteria makanan/ minuman yang haram, yaitu:
a. binatang buas bertaring
Hal ini berdasarkan hadis dari Abu Hurairah yang terjemahnya :
ٍ َ‫ ( ُك ِّل ِذي ن‬:‫ قَ َال‬ ‫َِّب‬
‫اب ِم ْن‬ ِّ ِ‫َع ْن أَِب ُىَريْ َرةَ رضي اهلل عنو َع ْن اَلن‬
ٗٚ ِ
‫ فََ َكلَوُ َحَر ٌام) َرَواهُ ُم ْسل ٌم‬,‫لسبَ ِاع‬
ِّ َ‫ا‬
‚Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan‛ (HR. Muslim no. 1933)
b. burung yang berkuku tajam
‫َع ْن ُك ِّل‬‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ «نَهى رس‬:‫ قَ َال‬،‫اس‬
َ ‫ول اهلل‬ َُ َ ٍ َّ‫َع ِن ابْ ِن َعب‬
ٗٛ ِ
‫ َرَواهُ ُم ْسل ٌم‬.‫ب ِم َن الطَِّْي‬ ٍ َ‫ و َع ْن ُك ِّل ِذي ِ ْخمل‬،‫السبَ ِاع‬ ِ ٍ ِ
َ ِّ ‫ذي نَاب م َن‬
Muslim juga meriwayatkan dari hadits Ibnu Abbas r.a. dengan lafaz -melarang-, dan
ditambah: "Dan setiap burung yang mempunyai kaki penerkam."
Hal ini berdasarkan hadis dari Ibnu Abbas yang terjemahnya:
‚Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam‛ (HR
Muslim no. 1934)
c. keledai jinak (himar ahliyyah)
Hal ini berdasarkan hadis dari Jabir yang berbunyi:

47
an-Naisa>bu>ri, Al-Musnadus}-S{ah}i>h}, juz III, 1534.
48
an-Naisa>bu>ri, juz III, 1534.
103

‫ يَ ْوَم َخْيبَ َر َع ْن ُلُ ِوم‬ ‫ول اَللَّ ِو‬


ُ ‫ (نَ َهى َر ُس‬:‫َو َع ْن َجابِ ٍر رضي اهلل عنو قَ َال‬
ٜٗ
‫ص ِِف ُلُ ِوم اَ ْْلَْي ِل) رواه البخاري‬ ِِ
َ ‫ َوَر َّخ‬,‫اَ ْلُ ُم ِر اَْْل َْىليَّة‬
Jabir r.a. berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pada waktu perang Khaibar
melarang makan daging keledai negeri dan membolehkan daging kuda. Muttafaq Alaihi.
Menurut riwayat Bukhari: Memberikan keringanan.
Dalam Hadis di atas terdapat dua masalah :
1) haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari
kalangan sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan
hadis-hadis shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar,
maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama.
2) halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i,
Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritas ulama salaf berdasarkan
hadis-hadis sahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan
dengan sanadnya yang sesuai syarat Al-Bukhari dan Muslim dari
Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij:
‛Salafmu biasa memakannya (daging kuda)‛. Ibnu Juraij berkata: ‚Apakah
sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya.50
d. al-jalla>lah
Hal ini berdasarkan hadis:
ِ‫ عن اَ ْْل ََّّللَة‬ ‫ول اَللَّ ِو‬
ُ ‫ (نَ َهى َر ُس‬:‫َو َع ِن ابْ ِن ُع َمَر َر ِض َي اَللَّوُ َعْن ُه َما قَ َال‬
َ َْ
٘ٔ
‫ب ِم ْن أَلْبَ ِاِنَا) رواه ابو داود‬ ِِ ِ
َ ‫ أَ ْن يُْرَك‬:‫ِف ْاْلب ِل‬
َ ‫ أ َْو يُ ْشَر‬،‫ب َعلَْي َها‬
Dari Ibnu ‘Umar RA, ia berkata: ‚Rasulullah melarang dari memakan jallalah pada
unta, menunggangnya dan meminum susunya.‛ (HR. Abu Daud).
‚Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki.
(HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).
‚Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah
melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya‛(HR Ahmad
(2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
Maksud al-jallalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat
maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran
seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya52. Ibnu Abi Syaiban

49
Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdulla>h al-Ja’fi al-Bukha>ri, al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h, juz V (t.tp.:
Da>r T{uruq al-Naja>h, 1422), 136.
50
Lihat as}-S}an’a>ni, Subul al-Sala>m, jilid IV (Bandung: Maktabah Dahlan, t.th.), 146–147.
51
as-Sijista>ni, Sunan Abi> Dau>d, juz III, 351.
52
Fahul Bari 9/648
104
53
dalam Al-Mushannaf meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau
mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari54.
e. Hewan yang diperintahkan agama supaya dibunuh
‚Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya
dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ‛55
Imam ibnu Hazm mengatakan: ‚Setiap binatang yang
diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada
sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan
harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan‛56.
‚Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh
tokek/cecak‛ (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr
berkata:57 ‚Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya‛.
f. Hewan yang dilarang untuk dibunuh

‫ َع ْن قَْت ِل‬ ‫ول اَللَّ ِو‬ ُ ‫ نَ َهى َر ُس‬:‫اس َر ِض َي اَللَّوُ َعْن ُه َما قَ َال‬ ٍ َّ‫َو َع ْن ابْ ِن َعب‬
٘ٛ
.(‫َمحَ ُد‬
ْ ‫الصَرُد ) َرَواهُ أ‬
ُّ ‫ َو‬,‫ َوا َْلُْد ُى ُد‬,ُ‫َّحلَة‬ ِ
ْ ‫ َوالن‬,ُ‫ اَلن َّْملَة‬:‫اب‬
ِّ ‫َّو‬
َ ‫أ َْربَ ِع م ْن اَلد‬
‚Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon,
burung hud-hud dan burung surad. ‛.
Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: ‚Setiap hewan
yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya
boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.‛59
Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas
ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut,
nampaknya disepakati keharamannya.60
Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam
Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari
madzab Syafi’i. Adapun dalil haramnya memakan katak adalah hadis,

53
Juz 5, hlm. 147, hadis nomor 24598
54
Sanadnya sahih sebagaimana dikatakan Al-Hafiz dalam Fathul Bari 9/648)
55
(HR. Muslim nomor 1198 dan al-Bukhari nomor 1829 dengan lafadz ‚kalajengking: gantinya
‚ular‛ )
56
Al-Muhalla (6/73-74) Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan an-
Nawawi, ’Al-Majmu, jilid IX (t.tp.: Da>rul-Fikr, t.th.), 23.
57
At-Tamhid (6/129)
58
Asy-Syaiba>ni, Musnad Ah}mad bin Hanbal, juz V, 192.
59
Lihat an-Nawa>wi, al-Majmu>’ Syarh} al-Muhaz\z\ab, 23.
60
Lihat as}-S}an’a>ni, Subul al-Sala>m, .t.th, 156. Juga Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul
Qadir 6/414 oleh Al-Munawi.
105
ٍ ِ
ُّ ِ‫ َع ْن ض ْف َد ٍع ََْي َعلُ َها ِِف َد َواء فَنَ َهاهُ الن‬ ‫َِّب‬
‫ َع ْن‬ ‫َِّب‬ َّ ِ‫َن طَبِيبًا َس ََل الن‬
َّ ‫أ‬
ٙٔ ِ
.‫قَْتل َها‬
‚Ada seorang tabib menanyakan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai
katak, apakah boleh dijadikan obat. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
melarang untuk membunuh katak.‛ (HR. Abu Daud).
5. Bukan Dipersembahkan Untuk yang Selain Allah
Salah satu jenis binatang yang halal adalah bukan dipersembahkan
untuk yang selain Allah. Surah Al Ma’idah [5]: 3 menyatakan apabila
dipersembahkan untuk selain Allah maka haram.

 …           
Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah, …62

Materi II
PAKAIAN

A. Syariat dan Tujuan Berpakaian


Islam memperkenankan kepada setiap muslim, bahkan menyuruh
supaya geraknya baik, elok dipandang dan hidupnya teratur dengan rapi untuk
menikmati perhiasan dan pakaian yang telah dicipta Allah.
Adapun tujuan pakaian dalam pandangan Islam ada dua macam; yaitu,
guna menutup aurat dan berhias. Ini adalah merupakan pemberian Allah
kepada umat manusia seluruhnya, di mana Allah telah menyediakan pakaian
dan perhiasan, kiranya mereka mau mengaturnya sendiri.
Maka berfirmanlah Allah s.w.t.:

          

          
26. Hai anak Adam63, Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa64 Itulah yang paling
baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, Mudah-mudahan
mereka selalu ingat. (al-A'raf [7]: 26)

61
as-Sijista>ni, Sunan Abi> Dau>d, juz II, 504.
62
Shihab, Wawasan Alquran; Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat, 182–204.
63
Maksudnya Ialah: umat manusia.
64
Maksudnya Ialah: selalu bertakwa kepada Allah.
106

           

     


31. Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid65, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan66. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang berlebih-lebihan.

‫اهلل َما نَِِْت ِم ْن‬


ِ ‫ول‬ ِ ِ ِ
َ ‫ يَا َر ُس‬:‫ت‬ ُ ‫ قُْل‬:‫ قَ َال‬،‫ َع ْن َجدِّه‬،‫ َع ْن أَبِيو‬،‫َع ْن بَ ْه ِز بْ ِن َحكي ٍم‬
‫ت‬ ِ ِ‫ علَيك عورتك إَِّْل ِمن زوجت‬، ْ ‫ «احف‬:‫ ف ق َال‬،‫عوراتِنا ِِمَّا ن َذر؟‬
ْ ‫ك َوِمَّا َملَ َك‬َ َ َْ ْ َ ََ ْ َ َ ْ َ َ ْ ََ ُ َ َ ََْ
‫ «إِ ِن‬:‫ قَ َال‬،‫ض؟‬ ِ َ ‫ يا رس‬:‫ قُْلت‬:‫ك» قَ َال‬ َ ُ‫َميِين‬
ٍ ‫ضا ِِف بَ ْع‬ ً ‫ول اهلل فَِإ َذا َكا َن بَ ْع‬ َُ َ ُ
‫َح ُدنَا َخالِيًا‬ ِ
َ ‫ إ ْن َكا َن أ‬:‫ فَ َقالُوا‬، »‫َح ٌد فَافْ َع ْل‬ َ‫ك أ‬ َ َ‫ت أَ ْن َْل يََرى َع ْوَرت‬ َ ‫استَطَ ْع‬
ْ
ٙٚ ِ ِ ِ
‫ض َع يَ َدهُ َعلَى فَ ْرجو‬
َ ‫ َوَو‬، »ُ‫َح ُّق أَ ْن يُ ْستَ ْح ََي مْنو‬
َ ‫ « َواهللُ أ‬:‫ قَ َال‬،‫َو ْح َدهُ؟‬
Bahaz bin Hakim dari ayahnya dari datuknya menceriterakan, kata kakeknya:
"Ya, Rasulullah! Untuk aurat kami, apa yang harus kami pakai, dan apa yang harus kami
tinggalkan? Jawab Nabi. 'Jagalah auratmu itu kecuali terhadap isterimu atau hamba sahayamu.'
Aku bertanya lagi: 'Ya, Rasulullah! Bagaimana kalau suatu kaum itu bergaul satu sama lain?'
Jawab Nabi, 'Kalau kamu dapat supaya tidak seorang pun yang melihatnya, maka janganlah dia
melihat.' Aku bertanya lagi: 'Bagaimana kalau kami sendirian?' Jawab Nabi, 'Allah lebih berhak
(seseorang) malu kepadaNya." (Riwayat Ahmad, Abu Daud, Tarmizi, Ibnu Majah, Hakim dan
Baihaqi)
B. Hikmah Berpakaian
1. Mencerminkan identitas sebagai muslim yang bertakwa
2. Memperindah diri
3. Menunjukkan akhlah dan harga diri
4. Memelihara diri, baik dari cuaca maupun dari gangguan orang lain
5. Memelihara diri dari dosa
6. Menghindari rangsangan seksual kepada orang lain.

65
Maksudnya: tiap-tiap akan mengerjakan sembahyang atau thawaf keliling ka'bah atau
ibadat-ibadat yang lain.
66
Maksudnya: janganlah melampaui batas yang dibutuhkan oleh tubuh dan jangan pula
melampaui batas-batas makanan yang dihalalkan.
67
Abu>l-Qa>sim Sulaima>n bin Ah}mad bin Ayyu>b bin Mat}i>r al-Lakhami asy-Sya>mi At}-
T{abra>ni, Al-Mu’jamul-Kabi>r, juz XIX, cet. II (Kairo: Maktabah Ibnu Taimiyyah, 1994), 412.
107
C. Batasan Aurat
Ulama sepakat wajib menutup aurat. Perbedaan pendapat terjadi
batasan aurat. Untuk wanita sebagai berikut:
1. Menurut salah satu riwayat golongan Syafiiah dan golongan Hanabilah
berpendapat bahwa aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya. Dalam
keadaan darurat, misalnya dalam peminangan, persaksian di pengadilan
ataupun transaksi muamalah, maka boleh dibuka. kecuali muka dan dua
tapak tangan. Kedua jenis anggota tubuh ini darurat karena tidak mungkin
tertutup.
2. Golongan Hanafiah dan salah satu pendapat Syafiiah serta golongan
Malikiah mengatakan bahwa seluruh bagian tubuh wanita adalah aurat,
kecuali muka dan dua tapak tangan. Oleh sebab itu wanita boleh membuka
keduanya asalkan aman dari fitnah.
Untuk laki-laki:
1. Menurut Hanafiah, aurat laki-laki adalah seluruh anggota badan antara
pusar dan lutut. Lutut termasuk aurat, sedangkan pusar mereka berbeda
pendapat.
2. Menurut Syafi’iah, aurat laki-laki adalah seluruh anggota badan antara
pusar dan lutut. Lutut termasuk aurat, sedangkan pusar dan lutut bukan
aurat. Pendapat yang sama disampaikan oleh ulama Hanabilah.
3. Menurut Malikiah, membagi aurat itu kepada dua macam, yaitu:
a. aurat besar/berat (mughallazhah), yaitu qubul (kemaluan) dan dubur.
b. aurat kecil/ringan (mukhaffafah), yaitu anggota badan antara pusar dan
lutut.68
Perbedaan pendapat dalam masalah aurat ini menyiratkan bahwa laki-
laki wajib menutup auratnya, sebagaimana wanita juga wajib menutupnya.
Dasar aurat laki-laki adalah Hadis riwayat oleh Abu Daud, yang menyatakan:
ِ‫الرْكبة‬ ُّ ‫فَ ََّل يَْنظُُر إَِّْل َما ُد ْو َن‬
َ ُّ ‫السَّرةِ َوفَ ْو َق‬
ٜٙ

Maka janganlah dilihat kecuali anggota tubuh antara pusar dan atas lutut.

D. Emas dan Sutera Asli Haram Untuk Orang Laki-Laki


Kalau Islam telah memberikan perkenan bahkan menyerukan kepada
umatnya supaya berhias dan menentang keras kepada siapa yang
mengharamkannya, yaitu seperti yang dikatakan Allah dalam al-Quran:

ُ ُُُُ...ُُُُُُُُُُُُ

68
Lihat al-Ja>ziri, al-Fiqh ’alal-Maz\a>hibil-Arba’ah>, juz I, 171–175.
69
as-Sijista>ni, Sunan Abi> Dau>d, juz I, 133.
108
32. Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?"
Maka dibalik itu Islam telah mengharamkan kepada orang laki-laki dua
macam perhiasan, di mana kedua perhiasan tersebut justru paling manis buat
kaum wanita. Dua macam perhiasan itu ialah:
1. berhias dengan emas
2. memakai kain sutera asli.
Ali bin Abu Talib r.a. berkata:
"Rasulullah s.a.w. mengambil sutera, ia letakkan di sebelah kanannya,
dan ia mengambil emas kemudian diletakkan di sebelah kirinya, lantas ia
berkata: Kedua ini haram buat orang laki-laki dari umatku." (Riwayat Ahmad,
Abu Daud, Nasa'i, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah)
Tentang masalah pakaian sutera, sebuah riwayat menyatakan:
ٍ ِ‫ ََِسعت أَنَس بن مال‬:‫ قَ َال‬،‫ب‬ ٍ ‫ص َهْي‬
:ُ‫ قَ َال ُش ْعبَة‬،‫ك‬ َ َْ َ ُ ْ ُ ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد ا َلع ِزي ِز بْ ُن‬
ِ
ُ‫صلَّى اهلل‬ َ ‫َِّب‬ ً ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم؟ فَ َق َال َشد‬
ِّ ِ‫ َع ِن الن‬:‫يدا‬ ِّ ِ‫َع ِن الن‬
َ ‫َِّب‬ َ ‫ أ‬:‫ت‬ ُ ‫فَ ُقْل‬
ٚٓ ِ ِ
‫س الَ ِر َير ِِف الدُّنْيَا فَلَ ْن يَْلبَ َسوُ ِِف اآلخَرة‬ ِ َّ ِ
َ ‫ « َم ْن لَب‬:‫َعلَْيو َو َسل َم فَ َق َال‬
‘Abdul-‘Azis bin Suhaib berkata: Aku mendengar Anas bin Malik: Syu’bah berkata, lalu aku
katakan: Apakah ini riwayat dari Nabi saw? Ia berkata dengan sungguh-sungguh: Dari Nabi
saw, beliau bersabda: "Barangsiapa memakai sutera di dunia maka ia tidak akan memakainya di
akhirt" (Riwayat Bukhari)
Tentang masalah emas, Nabi s.a.w. pernah melihat seorang laki-laki
memakai cincin emas di tangannya, kemudian oleh Nabi dicabutnya cincin itu
dan dibuang ke tanah. Kemudian beliau bersabda: "Salah seorang diantara kamu
ini sengaja mengambil bara api kemudian ia letakkan di tangannya. Setelah
Rasulullah pergi, kepada si laki-laki tersebut dikatakan: 'Ambillah cincinmu itu
dan manfaatkanlah.' Maka jawabnya: 'Tidak! Demi Allah, saya tidak mengambil
cincin yang telah dibuang oleh Rasulullah.'" (Riwayat Muslim)
Dan seperti cincin, menurut apa yang kami saksikan di kalangan orang-
orang kaya, yaitu mereka memakai pena emas, jam emas, gelang emas, rokok
emas, gigi emas dan seterusnya. Adapun memakai cincin perak, buat orang
laki-laki jelas telah dihalalkan oleh Rasulullah s.a.w., sebagaimana tersebut
dalam hadis riwayat Bukhari, bahwa Rasulullah sendiri memakai cicin perak,
yang kemudian cincin itu pindah ke tangan Abubakar, kemudian pindah ke
tangan Umar dan terakhir pindah ke tangan Usman sehingga akhirnya jatuh ke
sumur Aris (di Quba').71

70
al-Bukha>ri, al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h, juz VII, 150.
71
Lihat Bukhari Bab Pakaian.
109
Tentang logam-logam yang lain seperti besi dan sebagainya tidak ada
satupun nas yang mengharamkannya, bahkan yang ada adalah sebaliknya,
yaitu Rasulullah s.a.w. pernah menyuruh kepada seorang laki-laki yang
hendak kawin dengan sabdanya:
"Berilah (si perempuan itu) mas kawin, walaupun dengan satu cincin
dari besi." (Riwayat Bukhari)
Dari hadis inilah, maka Imam Bukhari beristidlal untuk menetapkan
halalnya memakai cincin besi.
Memakai pakaian sutera dapat diberikan keringanan (rukhshah) apabila
ada suatu keperluan yang berhubungan dengan masalah kesehatan, yaitu
sebagaimana Rasulullah pernah mengizinkan Abdur-Rahman bin 'Auf dan az-
Zubair bin Awwam untuk memakai sutera karena ada luka di bagian
badannya.72
E. Hikmah Diharamkannya Emas dan Sutera Terhadap Laki-Laki
Di haramkannya dua perkara tersebut terhadap laki-laki, Islam
bermaksud kepada suatu tujuan pendidikan moral yang tinggi; sebab Islam
sebagai agama perjuangan dan kekuatan, harus selalu melindungi sifat
keperwiraan laki-laki dari segala macam bentuk kelemahan, kejatuhan dan
kemerosotan. Seorang laki-laki yang oleh Allah telah diberi keistimewaan
susunan anggotanya yang tidak seperti susunan keanggotaan wanita, tidak
layak kalau dia meniru wanita-wanita ayu yang melebihkan pakaiannya
sampai ke tanah dan suka bermegah-megah dengan perhiasan dan pakaian.
Dibalik itu ada suatu tujuan sosial. Yakni, bahwa diharamkannya emas
dan sutera bagi laki-laki adalah salah satu bagian daripada program Islam
dalam rangka memberantas hidup bermewah-mewahan. Hidup bermewah-
mewahan dalam pandangan al-Quran adalah sama dengan suatu kemerosotan
yang akan menghancurkan sesuatu umat. Hidup bermewah-mewahan adalah
merupakan manifestasi kejahatan sosial, dimana segolongan kecil bermewah-
mewahan dengan cincin emas atas biaya golongan banyak yang hidup miskin
lagi papa. Sesudah itu dilanjutkan dengan suatu sikap permusuhan terhadap
setiap ajakan yang baik dan memperbaiki.
Dalam hat ini al-Quran telah menyatakan:
"Dan apabila kami hendak menghancurkan suatu desa, maka kami
perbanyak orang-orang yang bergelimang dalam kemewahan, kemudian
mereka itu berbuat fasik di desa tersebut, maka akan terbuktilah atas desa
tersebut suatu ketetapan, kemudian kami hancurkan desa tersebut dengan
sehancur-hancurnya." (al-Isra': 16)
Dan firman Allah pula:

72
Hadis Riwayat Bukhari.
110
"Kami tidak mengutus di suatu desa, seorang pun utusan (Nabi)
melainkan akan berkatalah orang-orang yang bergelimang dalam kemewahan
itu. Sesungguhnya kami tidak percaya terhadap kerasulanmu itu." (Saba': 34)
Untuk menerapkan jiwa al-Quran ini, maka Nabi Muhammad s.a.w.
telah mengharamkan seluruh bentuk kemewahan dengan segala macam
manifestasinya dalam kehidupan seorang muslim.
Sebagaimana diharamkannya emas dan sutera terhadap laki-laki, maka
begitu juga diharamkan untuk semua laki-laki dan perempuan menggunakan
bejana emas dan perak. Sebagaimana akan tersebut nanti.
Di balik itu semua, dapat pula ditinjau dari segi ekonomi, bahwa emas
adalah standard uang internasional. Oleh karena itu tidak patut kalau bejana
atau perhiasan buat orang laki-laki.
F. Hikmah Dibolehkannya Untuk Wanita
Dikecualikannya kaum wanita dari hukum ini adalah untuk memenuhi
perasaan, sesuai dengan tuntutan sifat kewanitaannya dan kecenderungan
fitrahnya kepada suka berhias; tetapi dengan syarat tidak boleh berhias yang
dapat menarik kaum pria dan membangkitkan syahwat. Untuk itu, maka
dalam hadis Nabi diterangkan: "Siapa saja perempuan yang memakai uangi-
uangian kemudian melewati suatu kaum supaya mereka itu mencium baunya,
maka perempuan tersebut dianggap berzina, dan tiap-tiap mata ada zinanya."
(Riwayat Nasai, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban). Dan firman Allah yang
menyatakan: "Janganlah perempuan-perempuan itu memukul-mukulkan
kakinya di tanah, supaya diketahui apa yang mereka sembunyikan dari
perhiasannya." (an-Nur: 31)
Pertemuan XV
Capaian Pembelajaran Indikator
Mahasiswa memahami 1. Menjelaskan pengertian zakat, infak dan sedekah
ketentuan fikih tentang 2. Menjelaskan ketentuan fikih tentang zakat, infak dan sedekah
zakat, infak dan sedekah 3. Membedakan antara zakat, infak dan sedekah

KEDERMAWANAN DALAM ISLAM


A. Pengertian Zakat
Zakat dari secara bahasa berarti berkembang dan tumbuh. Sedangkan
menurut istilah adalah hak yang wajib (dikeluarkan) dari harta, ketika sudah
mencapai nishab73 dan haul74 kepada orang yang berhak menerimanya
(mustahiq). Orang yang berzakat disebut muzakki.75
Menurut Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan
Zakat, pengertian zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang
muslim atau badan yang dimiliki orang orang muslim sesuai dengan ketentuan
agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya.76
B. Pensyariatan Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima. Kewajibannya
dimulai pada tahun bulan tahun II Hijriah. Sebagai ibadah yang dimaksudkan
untuk penyucian harta dan jiwa orang-orang yang berdosa, maka menurut
Ijma>’ ulama zakat tidak ditaklifkan kepada para Nabi karena kemaksuman
mereka. Selain itu para Nabi mengemban titipan Allah dan juga tidak diwarisi
Al-Qur‘an menggandengkan zakat dengan salat pada delapan puluh dua
tempat. Hal ini menunjukkan hubungan keduanya yang sangat erat.77
Misalnya dalam firman Allah swt:

       


Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'78. (Al-
Baqarah: 43)
Ayat yang lain menyatakan:

73
Batas jumlah yang diwajibkan zakat
74
1 tahun. Haul ditetapkan bagi selain barang tambang dan pertanian.
75
Lihat Wahbah az-Zuh}aili, Fiqh Zakat dalam Dunia Modern, terjemah oleh A. Aziz
Masyhuri (Surabaya: Bintang, 2001), 2–3.
76
Undang-undang RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
77
Lihat az-Zuh}aili, Fiqh Zakat dalam Dunia Modern, 6.
78
Yang dimaksud Ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada
perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
71
72

           

      


Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan79 dan
mensucikan80 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui. (Al-
Taubah: 103)
Selain ayat Al-Qur‘an banyak pula hadis yang menyatakan kewajiban
zakat termasuk cara pengambilannya. Misalnya dalam sabda Rasulullah saw:
‫ص َدقَةً تُ ْؤ َخ ُذ ِم ْن أَ ْغنِيَآئِ ِه ْم فَتُ َرُّد َعلَى‬ ِِ َّ ‫اَ ْعلِ ْم ُه ْم أ‬
َ ‫ض َعلَْي ِه ْم ِِف أ َْم َواَل ْم‬
َ ‫َن اهللَ افْ تَ َر‬
‫اك َوَكَرآئِ َم أ َْم َواَلِِ ْم َوات َِّق َد ْع َوةَ الْ َمظْلُ ْوِم فَِإنَّو‬
َ َّ‫ك فَِإي‬ ِِ
َ ‫اع ْو َك لذل‬ ِ
ُ َ‫فُ َقَرآئ ِه ْم فَِإ ْن أَط‬
‫اب‬ ِ ِ ‫لَيس ب ي نَ ها وب‬
ٌ ‫ي اهلل ح َج‬ َ ْ َ َ َ َْ َ ْ
‚Beritahukanlah kepada mereka, Allah swt telah mewajibkan pada sebagian harta-harta mereka
untuk disedekahkan. Diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada mereka yang fakir.
Apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, maka peliharalah akan kedermawanan harta mereka,
dan takutlah akan doa orang yang teraniaya. Sungguh tidak ada penghalang antara doa mereka
itu dengan Allah swt. (Riwayat Jama’ah dari Ibnu ‘Abbas).81
C. Rukun dan Syarat Zakat
Adapun rukun zakat adalah mengeluarkan sebagian dari nishab dengan
melepaskan kepemilikan daripadanya dan menjadikannya sebagai milik
mustahiq serta menyerahkannya kepadanya atau kepada walinya, yaitu imam
atau petugas/penarik zakat82
Menurut kesepakatan para ulama syarat wajib zakat adalah:
1. Merdeka, bukan budak.
2. Muslim
Imam Syafi’i tetap mewajibkan zakat orang murtad yang ketika
masih muslim sudah sampai nishab dan haul hartanya. Jadi riddah tidak
bisa menggugurkan kewajiban zakat. Berbeda halnya dengan pandangan

79
Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-
lebihan kepada harta benda
80
Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.
81
Yusuf al-Qardhawi, Hukum Zakat, (Bandung: Mizan – Jakarta: Pustaka Litera
AntarNusa, 1999), h. 735 sebagaimana dari Shahih Bukhari: Kitab Zakat, Bab Mengambil Sedekah
dari Orang Kaya untuk Diberikan kepada Mereka yang Fakir, di Mana Mereka Berada.
82
az-Zuh}aili, Fiqh Zakat dalam Dunia Modern, 12–13.
73
Abu Hanifah yang menyatakan murtad itu sama dengan kafir maka tidak
ada kewajiban lagi.
3. Baligh dan berakal
Ini adalah syarat menurut mazhab Hanafi, sehingga tidak ada beban
zakat bagi anak kecil dan orang gila. Akan tetapi menurut jumhur ulama
baligh dan berakal bukanlah syarat wajib zakat. Zakat tentang dikeluarkan
tetapi yang melaksanakannya adalah walinya
4. Harta yang dimiliki termasuk yang wajib zakat
Ada lima jenis harta yang wajib dizakati, yaitu: mata uang, emas
perak, barang tambang, barang temuan, barang dagangan, hasil tanaman,
buah-buahan, dan menurut jumhur binatang ternak yang mencari rumput
sendiri dan menurut Maliki binatang yang diberi makan oleh pemiliknya.
5. Mencapai nisab atau senilai dengannya
6. Kepemilikan penuh terhadap harta yang dizakati
7. Mencapai satu tahun menurut tahun qamariyah (haul), maka tidak boleh
kalau berzakat ketika haulnya belum sampai.
Sedangkan syarat sah zakat adalah niat yang menyertai pelaksanaan
zakat dan tamlik (penyerahan hak milik kepada penerimanya).83
D. Mustahik Zakat
Mustahik zakat adalah orang-orang yang berhak menerima zakat.
Mustahik zakat itu termuat dalam At-Taubah [9]: 60

        

          

     


Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin,
pengurus-pengurus zakat, para mualaf (yang dibujuk) hatinya, untuk (memerdekakan) budak,
orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam
perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi
Maha Bijaksana.
Menurut ayat di atas, mustahik (orang yang berhak menerima zakat)
ialah:
1. faqir, yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta
dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya

83
Lihataz-Zuh}aili, 12–13.
74
2. miskin, yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam Keadaan
kekurangan
3. pengurus zakat, yaitu orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan
membagikan zakat
4. muallaf, yaitu orang kafir yang diharapkan masuk Islam dan orang yang
baru masuk Islam tapi imannya masih lemah
5. fir-riqab, yaitu budak yang dijanjikan akan dimerdekakan oleh tuannya
apabila dapat menebus sejumlah harta yang disyaratkan. Istilah ini juga
mencakup untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. garimin, yaitu orang yang berhutang karena untuk keperluan yang bukan
maksiat dan tidak sanggup membayarnya.
7. fi sabilillah, yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin.
Di antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa istilah itu juga
mencakup kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah,
rumah sakit dan lain-lain.
8. ibnu sabil, yaiut orang yang sedang dalam perjalanan yang tujuannya
bukan untuk maksiat kemudian mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
Selain menyebutkan para mustahik zakat, Surah At-Tawbah [9]: 60
juga memuat kata perintah untuk mengambil zakat dari orang-orang yang
diwajibkan berzakat. Hal ini memberikan isyarat bahwa seharusnya amil
mendatangi orang kaya untuk mengambil zakat, bukan dengan cara para
mustahik dipanggil ke rumah orang kaya untuk mengambil zakat. Hal inilah
yang sering menimbulkan kericuhan pembagian zakat bahkan sampai
mengakibatkan ada yang meninggal dunia karena berebutan serta berdesakan.
E. Macam-Macam Zakat
Secara garis besar zakat di bagi menjadi dua, yaitu:
1. Zakat fitrah/jiwa
Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan pada setiap jiwa/orang
Islam tanpa terkecuali dan dibayar sebelum salat idul fitri. Jadi anak yang
lahir pada malam Idul Fitri pun wajib dibayarkan zakatnya oleh orang
tuanya/walinya.
2. Zakat harta
Zakat harta adalah zakat yang diwajibkan pada harta-harta tertentu,
yaitu emas, perak, ternak, hasil tanaman, hasil perniagaan dan hasil
temuan.
F. Harta Wajib Dizakatkan dan Besar Zakatnya
Hadis yang menunjukkan hal ini adalah84:

84
Hadis riwayat al-Bukhari dalam Kitab ke-24 al-Zakah Bab 4
75

،ٌ‫ص َدقَة‬ ٍ ِ َْ‫ لَيس فِيما دو َن َخ‬: ‫ قَ َال النَِِّب‬:‫ قَ َال‬، ‫يد‬ ٍ ِ‫حديث أَِب سع‬
َ ‫س أََواق‬ ُ َ َ ْ ُّ َ
ِ ‫ ولَي‬،ٌ‫س ذَوٍد صدقَة‬ ِ ‫ولَي‬
َ ‫س أ َْو ُس ٍق‬
ٌ‫ص َدقَة‬ ِ َْ‫يما ُدو َن َخ‬
َ ‫سف‬ ِ
َ ْ َ َ َ ْ َْ‫يما ُدو َن َخ‬ َ ‫سف‬
َ َْ
Abu Saied Alkhudri r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Tidak wajib zakat emas perak yang
kurang dari lima ugiyah (20 mitsqal), dan tidak wajib zakat onta yang kurang dari lima ekor,
dan tidak wajib zakat padi, gandum dan kurma yang kurang dari lima wasag. (Bukhari,
Muslim).
1 Wasaq = 60 Sha. 1 Sha' = 2 1/2 kg. 1 Sha' = 4 Mud. 1 Mud = 6 ons. Berarti
5 Wasaq - 300 Sha'.
5 Uqiyah = 20 Mitsqal = kurang lebih/kira-kira 12 paund (12 dinar ukon) kira-
kira antara 85 sampai 96 gram emas. Perak juga 20 mitsqal - 200 dirham.
4. Emas, yang wajib dizakatkan adalah emas murni yang sudah mencapai
nisab 20 dinar (para ulama berbeda pendapat tentang jumlah gram emas,
antara 85 gram sampai 96) dan sudah mencapai haul (satu tahun), zakatnya
sebanyak 2,5%.
5. Perak, jika seseorang telah memiliki perak seberat 595 gram dan telah
mencapai masa satu tahun maka ia wajib mengeluarkan zakat sebanyak
2,5%.
Syarat emas dan perak untuk dizakatkan adalah tidak digunakan
sebagai perhiasan, tetapi disimpan.
Intan, permata, mutiara dan sejenisnya tidak disyariatkan zakatnya.
Apabila menjadi barang perniagaan, maka wajib dikeluarkan zakatnya
sebagai barang perniagaan.
3. Binatang ternak. Seperti unta, kambing, sapi dan kerbau apabila jumlah
binatang ternaknya mencapai nisab, maka binatang ternaknya wajib
dizakatkan.
Hewan seperti ayam, ikan dan sejenisnya tidak disyariatkan
zakatnya. Apabila menjadi barang perniagaan, maka wajib dikeluarkan
zakatnya sebagai zakat perniagaan, bukan sebagai binatang ternak. Rincian
nisab unta, sapi/kerbau dan kambing adalah sebagai berikut:

No. Nisab Yang Wajib Dizakatkan Keterangan


1 5–9 1 ekor syaah syaah = kambing betina
2 10 – 14 2 ekor syaah bintu makhadh = unta
3 15 – 19 3 ekor syaah betina genap berusia 1 tahun
4 20 – 24 4 ekor syaah masuk tahun ke-2.
5 25 – 35 1 ekor bintu makhadh bintu labun = unta betina
6 36 – 45 1 ekor bintu labun genap berusia 2 tahun
7 46 – 60 1 ekor hiqqah masuk tahun ke-3
76
8 61 – 75 1 ekor jaza'ah hiqqah = unta betina genap
9 76 – 90 2 ekor bintu labun berusia 3 tahun masuk tahun
10 91 – 120 3 hiqqah ke-4
11 121 – 129 3 banat labun / 2 hiqqah + 1 jaza'ah = unta betina genap
ekor syah (Hanafi) berusia 4 tahun masuk tahun
12 130 – 134 2 hiqqah dan 2 syaah ke-5
(Hanafi)
13 135 – 139 2 hiqqah dan 3 syaah
(Hanafi)
14 140 – 144 2 hiqqah dan 4 syaah
(Hanafi)

No. Nisab
Yang Wajib Dizakatkan Keterangan
Sapi/Kerbau
1 30 - 39 1 ekor tabii' Tabii': sapi betina atau jantan
2 40 - 59 1 ekor musinnah yang sudah genap berusia 1
3 60 - 69 2 ekor tabii' tahun dan masuk tahun ke-2.
4 70 - 79 1 ekor tabii' dan 1 ekor
musinnah Musinnah: sapi betina yang
5 80 - 89 2 ekor musinnah sudah genap berusia 2 tahun
6 90 - 99 3 tabii' dan masuk tahun ke-3.
7 100 - 109 1 ekor musinnah dan 2
tabii'
8 110 - 119 2 ekor musinnah dan 1
ekor tabii'
9 120 - ... 3 ekor musinnah atau 4
ekor tabii'

No. Nisab Yang Wajib


Keterangan
Kambing Dizakatkan
1 40 - 120 1 ekor kambing betina Demikian seterusnya, setiap
2 121 - 200 2 ekor kambing betina bertambah 100 ekor ada
3 201 - 399 3 ekor kambing betina kewajiban zakat berupa 1 ekor
4 400 - 499 4 ekor kambing betina kambing
5 500 - 599 5 ekor kambing betina
4. Hasil tanaman, jika kita memiliki tanah atau yang disewakan
menghasilkan nilai yang berekonomis, maka nisab tanaman tersebut adalah
lima wasaq (520 kg).
Jenis tanaman yang wajib dizakati ada dua jenis, yaitu buah dan biji-
bijian. Jenis buah-buahan yang wajib dizakati adalah anggur, kurma dan kismis.
Jenis biji-bijian yang wajib dizakati adalah gandum, jelai, beras dan jagung.
Waktu mengeluarkan zakatnya adalah pada saat panen.
77
Apabila diari, maka zakatnya 5%, sedangkan apabila tidak diairi
maka zakatnya 10%
5. Hasil Perniagaan, adapun nisab zakat emas yakni 85 gram dan sudah
mencapai haul maka zakatnya 25%
6. Barang tambang (ma’din) dan harta temuan dalam tanah (rikaz atau
penemuan barang berharga peninggalan orang kafir masa lalu). Nisabnya
setara 85 gram emas, wajib dizakati 20%, waktunya adalah pada saat
ditemukan.
G. Zakat yang Diperselisihkan tentang Kewajiban Zakatnya
a. Zakat tanah yang disewakan
b. Zakat investasi gedung
c. Zakat penghasilan (profesi)
Para ulama yang menyatakan bahwa zakat profesi itu wajib
mendasarkan pendapatnya pada QS.Al-Baqarah/2:267. Zakat ini dikiaskan
kepada zakat perniagaan, karena adanya persamaan pada sisi jual belinya
yakni memperdagangkan jasa. Dengan ssdemikian besar zakat yang harus
di keluarkan adalah 2,5% yang di ambil dari kelebihan harta setelah di
kurangi pengeluaran pokok selama 1 tahun.
d. Zakat piutang (harta yang diutangkan kepada orang lain)
Menurut ulama Syafi’iyyah, tetap wajib dikeluarkan zakatnya
karena merupakan milik sendiri. Menurut Yusuf Al-Qaradawiy, tidak wajib
zakat, hartanya tidak dikuasai. Menurut Nashiruddin Al-Albani,
tergantung yang berutang; apabila yang berutang tersebut mampu bayar
maka wajib zakat, namun apabila tidak mampu bayar atau sulit
ditagih/enggan membayar, maka tidak wajib dikeluarkan zakatnya.
H. Hikmah Zakat
1. Menghilangkan sifat kikir dan ketergantungan terhadap aspek materi yang
sering membelenggu jiwa seseorang
2. Menciptakan ketenangan dan ketenteraman baik pada muzaki-nya maupun
pada mustahiknya
3. Mengembangkan segala hal yang baik tidak hanya secara ekonomi
individual tetapi juga secara spritual dan secara sosial.
4. Membebaskan diri muzakki dari murka Allah swt yang membawa kepada
neraka.
I. Pengertian Sedekah
S{adaqah dalam bahasa Indonesia dilafalkan dengan sedekah. Sedekah
adalah salah satu jenis pemberian dalam Islam, yang tidak terikat kepada
jumlah, waktu, jenis dan kondisi tertentu, selama harta tersebut milik sendiri
dan orang yang bersedekah cakap hukum secara syar’i.
Sedekah bisa dilakukan dengan harta dan bisa pula dilakukan dengan
78
perbuatan.
ٍ ِ ِ ِ
ِّ ِ‫ َع ِن الن‬،‫ َرض َي اللَّوُ َعْن ُه َما‬،‫َع ْن َجابِِر بْ ِن َعْبد اللَّو‬
ٛ٘
ٌ‫ص َدقَة‬
َ ‫ ُك ُّل َم ْعُرْوف‬:‫ قَ َال‬ ‫َِّب‬
Setiap perbuatan baik itu adalah sedekah. (H.R. Al-Bukha>ri).
J. Pensyariatan Sedekah
Surah Al-Baqarah [2]: 261

           

              
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir
seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha mengetahui.
Pengertian menafkahkan harta di jalan Allah meliputi belanja untuk
kepentingan jihad, pembangunan perguruan, rumah sakit, usaha penyelidikan
ilmiah dan lain-lain.
‫َّار َولَْو‬ ُ ‫ يَ ُق‬ ِ‫ول اهلل‬ ِ ِِ ‫ي بْ ِن َح‬
ِّ ‫حديث َع ِد‬
َ ‫ ات َُّقوا الن‬:‫ول‬ َ ‫ت َر ُس‬
ُ ‫ ََس ْع‬:‫ قَ َال‬، ‫اِت‬
ٛٙ
)‫بَ ِش ِّق َتََْرةٍ (رواىالبخاري‬
Adiy bin Hatim r.a. berkata: Saya telah mendengar Rasul lah saw. bersabda: Jagalah dirimu dari
api neraka walaupun hanya sedekah dengan separuh dari sebiji kurma. (Al-Bukha>ri Muslim)

‫ص َّدقُوا فَِإنَّوُ يَ ِِت‬ ِ ٍ ‫حديث َحا ِرثَةَ بْ ِن و ْى‬


َ َ‫ ت‬:‫ول‬ ُ ‫ يَ ُق‬ ‫َِّب‬ َّ ِ‫ت الن‬ ُ ‫ ََس ْع‬:‫ قَ َال‬،‫ب‬ َ
ِ ُ ‫ يَ ُق‬،‫ص َدقَتِ ِو فََّلَ ََِي ُد َم ْن يَ ْقبَ لُ َها‬ َّ ‫َعلَْي ُك ْم َزَما ٌن ميَْ ِشي‬
‫ت‬
َ ‫الر ُج ُل لَْو جْئ‬ َّ ‫ول‬ َ ِ‫الر ُج ُل ب‬
ٛٚ
)‫اجةَ ِِل ِِبَا (رواه البخاري‬ ِ ِ ‫ِِبَا بِاْل َْم‬
َ ‫ فَ ََّما الْيَ ْوَم فََّلَ َح‬،‫س لََقبْلتُ َها‬
Haritsah bin Wahb r.a. berkata: Saya telah mendengar Nabi saw. bersabda: Bersedekahlah
kalian, sebab akan datang suatu masa, di mana seorang keluar membawa sedekahnya dan tidak
ada yang menerimanya, orang berkata: Andaikan anda datang kemarin niscaya aku terima
adapun ini hari maka aku tidak berhajat lagi. (Al-Bukha>ri, Muslim)
K. Pengertian Waqf
Waqf yang berasal dari bahasa Arab dilafalkan dengan wakaf dalam
bahasa Indonesia. Menurut bahasa, kata waqf berasal dari kata ‚waqafa‛ yang
berarti menahan. Menurut istilah, wakaf berarti menahan hartanya dan
85
al-Bukha>ri, al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h, juz VIII, 11.
86
al-Bukha>ri, juz I, 227.
87
al-Bukha>ri, juz II, 108.
79
88
memberikan manfaatnya di jalan Allah.
, dan benda tersebut menjadi milik Allah. Maksud menjadi milik Allah
SWT adalah ia bukan milik pewakaf dan juga bukan milik penerima wakaf.
Dengan demikian harta wakaf tidak dapat dijual, dihibahkan, diwariskan atau
apapun yang dapat menghilangkan kewakafannya.
Sebuah hadis dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW menyebutkan
pengertian wakaf sebagai berikut:
ٜٛ
‫ت ِِبَا‬
َ ْ‫ص َّدق‬
َ َ‫َصلَ َها َوت‬
ْ ‫تأ‬
َ ‫ت َحبَّ ْس‬
ِ
َ ‫إِ ْن شْئ‬
Jika anda suka wakafkan tanahnya sedang hasilnya untuk sedekah
L. Sejarah Wakaf
1. Pada masa Rasulullah
Orang Muhajirin mengatakan bahwa wakaf pertama dalam Islam adalah
wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansar mengatakan adalah wakaf
Rasulullah SAW.
2. Masa Dinasti Islam
a. Dinasti Umayyah didirikan lembaga wakaf khususnya administrasi
wakaf pertama kali di Mesir dibawah pengawasan hakim.
b. Dinasti Abbasiyah: administrasi pengelolaan wakaf dilakukan oleh
lembaga independen disebut dengan ‛shadr al-wuquf‛
c. Dinasti Ayubbiyah: mewakafkan tanah-tanah bayt al-ma>l bagi
kemaslahatan umat
d. Masa Dinasti Al Mamlu>k
Sistem pendidikan dan pembangunan perpustakaan umum meningkat
pesat karena peranan wakaf.
e. Dinasti Us}mani
Pencatatan wakaf, sertifikasi wakaf, cara pengelolaan wakaf, upaya
mencapai tujuan wakaf dan melembagakan wakaf dalam upaya realisasi
wakaf dari sisi adminstrasi dan perundang-perundangan.
M. Pensyariatan Wakaf90
Wakaf tidak dikenal pada masa jahiliah.
1. Surah Ali ‘Imran [3]: 92

            

88
as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah.
89
al-Bukha>ri, al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h, juz IV, 350.
90
as-Sa>biq, jilid III, 259.
80

   


Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan maka
sesungguhnya Allah mengetahuinya.
Ayat tersebut menyatakan bahwa derajat kebajikan yang sempurna
hanya bisa dicapai dengan menginfakkan sebagian harta yang dicintai.
Apabila kita menginfakkan sebagian harta yang tidak kita cintai, maka
belum termasuk kategori ayat di atas.
Salah satu cara menginfakkan harta di jalan Allah adalah dengan
cara berwakaf.
2. Surah Al-Baqarah [2]: 261

           

              
Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di
jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-
tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki,
dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.
Ayat tersebut menyatakan betapa besar pahala bagi orang yang
membelanjakan hartanya di jalan Allah. Perumpamaan yang disebut ayat di
atas menegaskan bahwa 1 kebaikan membelanjakan harta di jalan Allah
akan dibalas dengan 700 kebaikan oleh Allah SWT. Bahkan masih
mungkin ditambah berlipat ganda apabila Allah menghendaki.
3. Hadis Muslim dari Abu Hurayrah RA
‫ات ابْ ُن َأد َم انْ َقطَ َع َعْنوُ َع َملُوُ إَِّْل‬
َ ‫ إِذَا َم‬:‫ قَ َال‬ ‫َِّب‬ َّ ‫ أ‬ َ‫َع ْن أَِب ُىَريْ َرة‬
َّ ِ‫َن الن‬
‫ (رواه‬.ُ‫صالِ ٍح يَ ْد ُع ْو لَو‬ ٍ ِ ِ ٍ ٍ
َ ‫ أ َْو َولَد‬،‫ أ َْو عْل ٍم يُْنتَ َف ُع بِو‬،‫ص َدقَة َجا ِريَة‬
ٍ
َ :‫م ْن ثَََّلث‬
ِ
ٜٔ
)‫مسلم‬
Dari Abu Hurayrah r.a., bahwasanya Rasulullah saw. bersabda: ‚Apabila telah meninggal
seorang manusia, terputuslah amalnya, kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariah (wakaf), ilmu
yang bermanfaat dan anak saleh yang mendoakannya (HR. Muslim).
4. Hadis dari Ibnu Umar RA, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dan
at-Turmuz\i92

91
Lihatas}-S}an’a>ni, Subul al-Sala>m, jilid 87–89.
92
as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah, jilid III, 261.
81
ِ ‫اب أَصاب أَر‬
ً ْ َ َ ِ َّ‫اْلَط‬
َّ ِ‫ فََتَى الن‬،‫ضا ِبَْيبَ َر‬
 ‫َِّب‬ َّ ‫ أ‬،‫حديث ابْ ِن ُع َمَر‬
ْ ‫َن ُع َمَر بْ َن‬
‫ب َماْلً قَ ُّط‬ ِ ِ ‫اهلل إِ ِِّّن أَصبت أَر‬
ْ ‫ضا ِبَْيبَ َر ملْ أُص‬ ً ْ ُ َْ
ِ ‫ول‬ َ ‫ يَا َر ُس‬:‫ فَ َق َال‬،‫يَ ْستَ ِْم ُرهُ فِ َيها‬
ِ ِ ِ ِ ِ ‫أَنْ َف‬
‫ت‬ َ ْ‫ص َّدق‬
َ َ‫َصلَ َها َوت‬ْ‫تأ‬ َ ‫ت َحبَّ ْس‬ َ ‫ إِ ْن شْئ‬:‫ فَ َما تَ ُام ُر بِو قَ َال‬،ُ‫س عْندي مْنو‬ َ
‫َّق ِِبَا ِِف‬
َ ‫صد‬ َ َ‫ َوت‬،‫ث‬ ُ ‫ب َوْلَ يُ َور‬ ُ ‫وى‬
ِ َ ‫ فَتصد‬:‫ِِبا قَ َال‬
َ ُ‫َّق ِبَا ُع َم ُر أَنَّوُ ْلَ يُبَاعُ َوْلَ ي‬ ََ َ
ِ ‫السبِ ِيل والضَّْي‬ ِ ِ ِ ِ ِّ ‫الْ ُف َقر ِاء وِِف الْ ُقرِب وِِف‬
َ‫ ْل‬،‫ف‬ َ َّ ‫الرقَاب َوِف َسب ِيل اهلل َوابْ ِن‬ َ َْ َ َ
‫قَ َال‬. ‫ َغْي َر ُمتَ َم ِّوٍل‬،‫وف َويُطْعِ َم‬ ِ ‫جناح علَى من ولِي ها أَ ْن ي ُكل ِمْن ها بِالْمعر‬
ُْ َ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ َ َُ
ً‫ َغْي َر ُمتَ َثِّ ٍل َماْل‬:‫ فَ َق َال‬،‫ين‬ ِ ِ ِِ ُ ْ‫ فَ َح َّدث‬:)‫(الرا ِوي‬
َ ‫ت بو ابْن سي‬ َّ
Ibn Umar r.a. berkata: Umar bin Al Khat}t}a>b r.a. mendapat bagian kebun di Khaybar, maka
ia datang kepada Nabi saw. bertanya: Ya Rasulullah, aku mendapat bagian tanah kebun di
Khaybar yang sangat berharga bagiku, maka kini apakah anjuranmu kepadaku? Jawab Nabi
saw.: Jika anda suka wakafkan tanahnya sedang hasilnya untuk sedekah.
Maka ditetapkan wakaf yang tidak boleh dijual atau diwarisi atau diberikan, lalu
hasilnya disedekahkan kepada fakir miskin dari kerabat, untuk memerdekakan budak
mukatab, dan orang rantau dan tamu, tidak dosa bagi yang merawatnya untuk makan dari
padanya secara yang layak atau memberi makan asalkan tidak untuk menghimpun
kekayaan. (Bukha>ri, Muslim).
Yang meriwayatkan berkata: Ketika aku terangkan hadis ini pada lbn Sirin, dia berkata:
Bukan mutamawwil, tetapi mutaas\s\il ma>lan (artinya menghimpun harta kekayaan).
Hadis tersebut menyatakan definisi wakaf, yaitu menahan objeknya dan
memberikan hasilnya/manfaatnya. Hadis tersebut juga menyatakan bahwa
objek wakaf tidak boleh dijual, tidak boleh diberikan ataupun diwariskan.
N. Rukun dan Syarat Wakaf
1. Pelaku, terdiri dari wa>qif dan naz}i>r.
a. Wa>qif, yaitu orang yang mewakafkan harta (pewakaf).
b. Naz}ir, pihak yang memiliki peranan penting walaupun diluar rukun
wakaf yaitu pihak yang diberi wakaf/diamanahkan untuk mengelola
wakaf
2. Barang atau harta yang diwakafkan (mawqu>f bih)
3. Peruntukan wakaf (mawqu>f ’alayh). Disyaratkan harus jelas dan
disebutkan dalam ikrar wakaf. Kalau tidak dijelaskan maka tidak sah.
4. Shighat (pernyataan atau ikrar sebagai suatu kehendak untuk mewakafkan
sebagian harta bendanya termasuk penetapan jangka waktu dan
peruntukan)
Naz}i>r bertugas melakukan pengelolaan dan pemeliharaan barang yang
82
diwakafkan dan melaksanakan syarat dari pewakaf. Syarat dari pewakaf boleh
dilanggar jika adanya maslahat menurut syara’ atau atas putusan hakim.
Selain itu pengelola wakaf juga bertugas membela dan mempertahankan
kepentingan harta wakaf, serta menunaikan hak-hak mustahi} q dari harta
wakaf, tanpa menundanya, kecuali terjadi sesuatu yang mengakibatkan
pembagian tersebut tertunda.
O. Jenis Wakaf
1. Berdasarkan Peruntukan
a. Wakaf ahli (waqf z}urri/waqf ’ala al awla>d) yaitu wakaf yang
diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan
keluarga, dan lingkungan kerabat sendiri.
b. Wakaf khairi (kebajikan) adalah wakaf yang secara tegas untuk
kepentingan agama (keagamaan) atau kemasyarakatan (kebajikan
umum).93
2. Berdasarkan Jenis Harta
a. benda tidak bergerak:
1) Hak atas tanah : hak milik, Hak Guna Bangunan (HGB)/Hak Guna
Usaha (HGU)/Hak Pakai (HP)
2) Bangunan atau bagian bangunan atau satuan rumah susun
3) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
4) Benda tidak bergerak lain
b. benda bergerak, yang terbagi dua, yaitu:
1) benda bergerak selain uang, terdiri dari benda dapat berpindah,
benda yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat dihabiskan, air
dan bahan bakar minyak, benda bergerak karena sifatnya yang dapat
diwakafkan, surat berharga, hak atas kekayaan intelektual, hak atas
benda bergerak lainnya.
2) benda bergerak berupa uang (wakaf tunai/cash waqf)
3. Berdasarkan Waktu:
a. muabbad , wakaf yang diberikan untuk selamanya
b. mu’aqqat, wakaf yang diberikan dalam jangka waktu tertentu
4. Berdasarkan penggunaan harta yang diwakafkan
a. muba>syir/dza>ti; harta wakaf yang menghasilkan pelayanan masyarakat
dan bisa digunakan secara langsung seperti madrasah dan rumah sakit) .
b. istis\ma>ry, yaitu harta wakaf yang ditujukan untuk penanaman modal
dalam produksi barang-barang dan pelayanan yang dibolehkan syara’
dalam bentuk apapun kemudian hasilnya diwakafkan sesuai keinginan
pewakaf.

93
as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah.
83
P. Penjualan Tanah Wakaf yang Tidak Lagi Berfungsi
Hukum asal menjual tanah wakaf adalah terlarang, sebagaimana
terlarang juga menghibahkan dan mewariskannya. Hal ini ditegaskan oleh
Hadis ‘Umar RA pada halaman terdahulu. Bagaimana kalau objek wakaf
ternyata di kemudian hari tidak berfungsi lagi; manfaatnya menjadi hilang
atau sangat minim. Bolehkah dijual?
Menurut mazhab Ahmad bin Hanbal, Umar bin Khattab pernah
mengganti lokasi Masjid Kufah lama dengan masjid yang baru. Tanah masjid
lama pun diubah menjadi pasar. Dengan dasar ini, boleh menjual tanah wakaf
apabila kondisinya membuat tujuan wakaf tidak tercapai. Hal ini dibolehkan
agar manfaat dan maslahat yang ingin dicapai oleh wakaf.
Ibnu Taimiyah94 menyatakan bahwa yang menjadi pokok masalah
adalah menjaga kemaslahatan. Allah mengutus para utusan-Nya guna
menyempurnakan kemaslahatan dan menghilangkan kerusakan atau yang
membahayakan.
Firman Allah SWT dalam Surah Al-A’raf: [7]: 142:

           …

  


Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: "Gantikanlah aku dalam (memimpin)
kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat
kerusakan".

 …         …


…Aku tidak bermaksud kecuali (mendatangkan) perbaikan selama aku masih berkesanggupan.
(Hud [11]: 88)

           …
…Maka barangsiapa yang bertakwa dan mengadakan perbaikan, tidaklah ada kekhawatiran
terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Al-A’raf [7]: 35
Q. Perbedaan Waqf dengan S}adaqah
Berikut tabel perbedaan antara wakaf dengan sedekah:
ASPEK WAKAF SEDEKAH
Hak milik atas barang Hak milik atas barang diberikan
PEMILIK OBJEK
dikembalikan kepada Allah kepada penerima sedekah
PEMINDAH- Obyek wakaf tidak boleh Obyek sedekah/hibah boleh
TANGANAN diberikan atau dijual diberikan atau dijual kepada

94
Abdul Hamid Hakim, Mu’inul Mubin
84
kepada pihak lain pihak lain
Manfaat barang biasanya
YANG Manfaat barang dinikmati oleh
dinikmati untuk
MENIKMATI penerima sedekah/hibah
kepentingan sosial
Obyek wakaf biasanya Obyek sedekah/hibah tidak harus
SIFAT ZATNYA
kekal zatnya kekal zatnya
Pengelolaan obyek wakaf
Pengelolaan obyek sedekah/
diserahkan kepada
PENGELOLA hibah diserahkan kepada si
administratur yang disebut
penerima
naz}ir> /mutawalli

HIBAH
A. Pengertian hibah
Makna asal dari kata ini adalah lewat. Kalau dihubungkan dengan
maknanya secara istilah, dipahami bahwa hibah adalah lewatnya sesuatu dari
satu tangan ke tangan yang lain.95
Makna ringkas dari kata ini adalah pemberian, yang dalam Bahasa Arab
fi’il mud}a>ri’ adalah wahaba, yang contohnya termuat dalam Surah Ali ‘Imran
[3]: 38:

              ...
Ia berkata: "Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya
Engkau Maha Pendengar doa.
Maknanya secara istilah adalah penyerahan harta dari seseorang kepada
orang lain tanpa mengharapkan imbalan materi ataupun finansial.
B. Rukun hibah
Adapun rukun hibah menurut jumhur ulama hampir sama dengan rukun
jual beli, bedanya dalam jual beli subjeknya seorang penjual dan pembeli
sedangkan dalam hibah subjeknya adalah pemberi dan penerima.
Rukun hibah ada empat yaitu, pemberi, penerima, barang hibah dan
akad, yang dijelaskan sebagai berikut: [10]96
Pemberi hibah, adalah pemilik sah barang yang akan dihibahkan, para
ulama sepakat bahwa seorang diperbolehkan berhibah, apabila barang yang
akan dihibah merupakan miliknya secara sah dan sempurna. Kemudian
disyaratkan harus berakal, baligh, sehat jasmani rohani dan cakap dalam
bertransaksi.

95
Lihat as-Sa>biq, Fiqh Al-Sunnah, jilid III, 266. Lihat juga Abdul Aziz Muhammad Azzam,
Fiqih Muamalat; Sistem Transaksi dalam Fiqih Islam (Jakarta: Amanah, 2010), 435.
96
Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), 138.
85
Penerima hibah, adalah setiap orang baik perorangan maupun badan
hukum yang layak menerima barang hibah. Hibah boleh diberikan kepada ahli
waris maupun bukan ahli waris, muslim maupun non muslim, karena dalam
Islam tidak ada batasan untuk saling memberi (hibah). Tapi Seorang penerima
hibah juga diharuskan seperti pemberi hibah, yaitu harus berakal, baligh, dan
cakap bertransaksi. Jika penerima hibah belum cukup umur atau belum cakap
bertindak ketika melaksanakan transaksi maka anak tersebut dapat diwakilkan
oleh walinya.97
Barang atau harta hibah, segala sesuatu yang sah milik seseorang baik
yang bergerak maupun tidak bergerak. Bahkan dalam hibah diperbolehkan
menghibahkan manfaat, hasil suatu barang dan hutang. Adapun syarat-syarat
dari barang hibah adalah: 1) barang hibah harus milik dari pihak pemberi
secara sah dan sempurna. 2) barang yang dihibahkan harus sudah wujud (ada).
3) diwajibkan berupa barang yang boleh dimiliki oleh agama serta tidak
membawa kemadharatan.
Akad (Ijab Kabul), dalam hibah akad boleh dilakukan dengan cara lisan,
tertulis atau isyarat asalkan semuanya mengandung arti beralihnya
kepemilikan harta secara cuma-cuma.
C. Hukum hibah
Dalam Al-Qur’an, Hadis Nabi dan ijma>’ sudah sangat jelas bahwa
hukum dari hibah adalah sunah, karena Allah menganjurkan para hambanya
untuk saling memberi seperti yang telah dijelaskan dalam fiman Allah surat
Al-Baqarah ayat 177:

          ...

 ...   


...dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, ...
Dalam surat ini sudah jelas bahwa Allah telah menganjurkan untuk
memberi atau hibah, jadi hukum dari hibah adalah sunah. Tetapi diharamkan
bagi seorang pemberi menarik kembali barang atau harta hibah yang telah
diberikan kepada orang lain, kecuali penarikan hibah dari seorang ayah kepada
anaknya hal ini sesuai denga Hadis Nabi saw. yaitu:

97
Karim, Fiqh Muamalah, 77.
86

‫ب ِىبَةً فَيَ ْرِج ُع فِْي َها إَِّْل الْ َوالِ ُد فِْي َما يُ ْع ِطى‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َْل ََ ُّل لَر ُج ٍل أَ ْن يُّ ْعط َي َعطيَّةً أَْو يَ َه‬
ُ‫َولَ َده‬
Artinya: ‚tidak halal bagi seseorang memberikan suatu pemberian itu, kecuali seorang ayah
terhadap apa yang diberikan kepada anaknya‛
Hadis ini menunjukkan bahwa haram hukumnya menarik kembali
pemberian, kecuali pembrian seorang ayah terhadap anaknya. Baginya
diperbolehkan meminta kembali apa-apa yang pernah diberikan kepada
anaknya. [12]98
D. Hikmah
Hibah memiliki beberapa hikmah, diantaranya adalah:
1. Menghidupkan semangat kebersamaan dan tolong menolong.
2. Menumbuhkan sikap dermawan dan mengikis sifat bakhil.
3. Menimbulkan sifat terpuji seperti saling menyayangi dan menghilangkan
sifat tercela seperti rakus dan lainnya.
4. Pemerataan pendapatan sehingga menciptakan stabilitas sosial yang baik.
5. Tercapainya keadilan dan kemakmuran yang merata.

HADIAH
A. Pengertian Hadiah
Hadiah berasal dari kata hada Maknanya berkisar pada dua hal.
Pertama, tampil ke depan memberi petunjuk. Dari sini lahir kata Hadi yang
bermakna penunjuk jalan, karena dia tampil di depan. Kedua, menyampaikan
dengan lemah lembut. Dari sini lahir kata hida>yah yang merupakan
penyampaian sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati.99
Hadiah berasal dari bahasa Arab Hadiyah yang bermakna penyampaian
sesuatu dengan lemah lembut guna menunjukkan simpati, sedangkan menurut
KBBI hadiah merupakan pemberian (kenang-kenangan, penghargaan,
penghormatan). Menurut istilah fikih, hadiah merupakan pemindahan
kepemilikan atas suatu harta bukan hanya manfaatnya, kalau yang diberikan
adalah manfaatnya sementara zatnya tidak maka itu merupakan pinjaman.
Penyerahan hadiah harus dilakukan semasa masih hidup karena jika
sudah mati maka merupakan wasiat.
Hadiah merupakan pemindahan pemilikan atas suatu harta dan bukan
hanya manfaatnya. Kalau yang diberikan adalah

98
Asmuni, Ringkasan Fikih Lengkap (Jakarta: Darul Falah, 2005), 697.
99
Sahabuddin et. al., Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata (Jakarta: Lentera Hati,
2007), 261.
87
manfaatnya sementara zatnya tidak maka itu merupakan pinjaman
(i’a>rah). Karenanya hadiah haruslah merupakan pemindahan/penyerahan
pemilikan atas suatu harta kepada pihak lain. Penyerahan pemilikan itu harus
dilakukan semasa masih hidup karena jika sesudah mati maka merupakan
wasiat. Di samping itu penyerahan pemilikan yang merupakan hadiah itu
harus tanpa kompensasi, karena jika dengan kompensasi maka bukan hadiah
melainkan jual-beli (al-bay’).
B. Dasar hukum
Dalil-dalil yang menjadi dasar disyariatkan hadiah dapat dilihat dalam
beberapa ayat Al-Qur’an, Hadis Nabi serta ijma>’ ulama, adapun dasar dari Al-
Qur’an adalah surat An-Nisa’ ayat 4
Artinya: ‚Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu
nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati,
Maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi
baik akibatnya.‛ (QS. an-Nisa’ [4]: 4)
Dalil dari Hadis berupa riwayat dari Abu Hurairah, dari Nabi saw. Beliau
bersabda:

‫ا‬
‚Hendaklah kalian saling memberi hadiah, agar kalian saling mencintai.
Baik ayat maupun Hadis di atas, menurut jumhur ulama menunjukkan
(hukum) anjuran untuk saling membantu antar sesame manusia. Oleh sebab
itu, Islam sangat menganjurkan seseorang yang mempunyai kelebihan harta
untuk menghibahkannya kepada yang memerlukannya.100
C. Syarat dan Rukun hadiah
Rukun dan syarat yang terkandung dalam hadiah dan harus dipenuhi
adalah sebagai berikut:
1. adanya kedua pihak, yaitu pihak pemberi hadiah (al-muhdi) dan pihak yang
diberi hadiah (al-muhda> ilaih). Al-muhdi haruslah orang yang layak
melakukan tasa} rruf, pemilik harta yang dihadiahkan dan tidak dipaksa. al-
Muhda> ilaih disyaratkan harus benar-benar ada saat akad. Ia tidak harus
orang yang layak melakukan tas}arruf saat akad hadiah itu. Jika al-muhda>
ilaih masih kecil atau gila maka penerimaan hadiah diwakili oleh wali.
2. adanya ijab dan qabul. Hanya saja, dalam hal ini tidak harus dalam bentuk
lafaz, tapi bisa berupa serah-terima. Hal itu karena pada masa Nabi saw.,
hadiah dikirimkan kepada Beliau dan Beliau menerimanya, juga Beliau

100
Wahbah az-Zuh}aili, Fiqh Imam Syafi’i (Jakarta: Almahira, 2000), 324.
88
mengirimkan hadiah tanpa lafaz. Fakta seperti itu menjadi fakta umum
pada masa itu dan setelahnya.
3. harta yang dihadiahkan (al-muhda>). Al-muhda> (barang yang dihadiahkan)
disyaratkan harus jelas/diketahui, harus milik al-muhdi> (pemberi hadiah),
halal diperjualbelikan dan berada di tangan al-muhdi> atau bisa ia serah
terimakan saat akad. Untuk barang yang standarnya dengan dihitung,
ditakar atau ditimbang maka zat barang itu sendiri yang harus
diserahterimakan. Harta selain ketiga jenis tersebut seperti pakaian,
hewan, kendaraan, barang elektronik, dan sebagainya maka yang penting
ada penyerahan pemilikan atas barang itu kepada al-muhda> ilaih dan serah
terimanya cukup dengan menggesernya atau jika hewan dengan
melangkahkannya, atau semisalnya.
Menurut Imam Syafi’i dan banyak ulama Syafi’iyah, barang itu haruslah
barang bergerak, yaitu harus bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat
yang lain. Hal itu karena seperti itulah yang berlangsung pada masa Nabi
saw, disamping tidak ada riwayat yang menjelaskan adanya hadiah berupa
rumah, tanah, dan lain-lain itu pada masa Nabi saw. dan para Sahabat.
Di samping ketiga rukun itu ada syarat yang harus terpenuhi sehingga
hadiah itu sempurna, yaitu harus terlaksana serah terimanya.
XVI Ujian Akhir Semester
REFERENSI

71
REFERENSI

Al-Albani, Abu> ’Abdir-Rah}ma>n Muh}ammad Na>s}irud-Di>na. Mukhtas}ar S}ah}i>h}


Ima>m Al-Bukha>ri. Cet. I. juz II. Riyad: Maktabah al-Ma’a>rif, 2002.
Al-Baihaqi, Abu> Bakr. As-Sunanul-Kubra. Cet. III. juz VI. Beirut: Da>rul-
Kutubil-’Ilmiyyah, 2003.
Ali, Zainudin. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.
Al-Madani, Ma>lik bin Anas bin Malik bin ’A<mir. Al-Muwat}t}a`. Cet. I. Abu
Dhabi: Mu’assasah Zaid bin Sultan, 2004.
an-Nawawi. ’Al-Majmu. jilid IX. t.tp.: Da>rul-Fikr, t.th.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Islam; Dari Teori Ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani-STIEI Tazkia, 2009.
Asmuni. Ringkasan Fikih Lengkap. Jakarta: Darul Falah, 2005.
as}-S}an’a>ni. Subul al-Sala>m. Jilid III. Bandung: Maktabah Dahlan, .t.th.
———. Subul al-Sala>m. jilid IV. Bandung: Maktabah Dahlan, t.th.
Asy-Sya>fi’i, Abu> ’Abdulla>h Muh}ammad bin Idri>s. Al-Musnad. Beirut: Da>rul-
Kutubil-’Ilmiyyah, 1400.
Asy-Syaiba>ni, Abu> ‘Abdilla>h Ah}mad bin Muh}ammad bin H{anbal bin Hila>l bin
Asad. Musnad Ah}mad bin Hanbal. Cet. I. juz VI. t.tp.: Mu‘assasah ar-
Risa>lah, 2001.
At}-T{abra>ni, Abu>l-Qa>sim Sulaima>n bin Ah}mad bin Ayyu>b bin Mat}i>r al-Lakhami
asy-Sya>mi. Al-Mu’jamul-Kabi>r. Cet. II. Kairo: Maktabah Ibnu
Taimiyyah, 1994.
Azzam, Abdul Aziz Muhammad. Fiqih Muamalat; Sistem Transaksi dalam Fiqih
Islam. Jakarta: Amanah, 2010.
Baits, Ustadz Ammi Nur. "Hukum Go Food Dan Riba | Konsultasi Agama Dan
Tanya Jawab Pendidikan Islam", akses 5 April 2019. https://
konsultasisyariah.com/28865-hukum-go-food-dan-riba.html.
"Benarkah Go-Food Haram? | rumahfiqih.com", akses 5 April 2019. https://www.
rumahfiqih.com/fikrah-518-benarkah-go-food-haram.html.
Bukha>ri, Muh}ammad bin Isma>’i>l Abu> ‘Abdulla>h al-Ja’fi al-. al-Ja>mi’ al-S{ah}i>h. juz
III. t.tp.: Da>r T{uruq al-Naja>h, 1422.

72
73
"Go-Food Dalam Tinjauan Syariat Islam (Lanjutan) | Sekolah Muamalah", akses
5 April 2019. https://sekolahmuamalah.com/go-food-dalam-tinjauan-
syariat-islam-lanjutan/.
Ja>ziri, ’Abdurrah}ma>n al-. al-Fiqh ’alal-Maz\a>hibil-Arba’ah>. juz III. Beirut: Da>rul-
Kutubil-‘Ilmiyyah, 2003.
Karim, Helmi. Fiqh Muamalah. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1993.
Naisa>bu>ri, Muslim bin al-H{ajja>j Abul-H{asan al-Qusyairi an-. Al-Musnadus}-
S{ah}i>h}. Beirut: Da>r Ihya>‘ At-Tura>s\ Al-‘Arabi, t.th.
Nawa>wi, Abu> Zakaria> Muh}yiddi>n Yah}ya> bin Syaraf an-. al-Majmu>’ Syarh} al-
Muhaz\z\ab. juz XIV. t.tp.: Da>rul-Fikr, t.th.
Online, N. U. "Hukum Transaksi Pemesanan via Aplikasi Online Ala Go-Food".
NU Online, akses 5 April 2019. http://www.nu.or.id/post/read/85314/
hukum-transaksi-pemesanan-via-aplikasi-online-ala-go-food.
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Sa>biq, Sayyid as-. Fiqh Al-Sunnah. jilid III. Beirut: Da>r Al-Fikr, 1403.
Sahabuddin et. al. Ensiklopedia Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata. Jakarta: Lentera
Hati, 2007.
Shiddieqy, T. M. Hasby ash-. Pengantar Fiqh Mu’amalat. Jakarta: Bulan Bintang,
1974.
Shihab, M. Quraish. Wawasan Alquran; Tafsir Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan
Umat. Bandung: Mizan, 2007.
Sijista>ni, Abu> Dau>d as-. Sunan Abi> Dau>d. juz III. Beirut: al-Maktabah al-
‘As}riyyah, t.th.
Syi>ra>zi, Abu> Ish}a>q Ibra>hi>m bin ’Aliy bin Yusuf al-. al-Muhaz\z\ab fi Fiqh al-Ima>m
al-Sya>fi’i. juz II. t.tp.: Dar al-Kutub ’Ilmiyyah, t.th.
Zuh}aili, Wahbah az-. Fiqh Imam Syafi’i. Jakarta: Almahira, 2000.
———. Fiqh Zakat dalam Dunia Modern. terjemah oleh A. Aziz Masyhuri.
Surabaya: Bintang, 2001.

Anda mungkin juga menyukai