Anda di halaman 1dari 7

GADAI ( RAHN )

Dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi ada bermacam


macam cara untuk mencari uang, salah satunya dengan cara rahn atau
gadai.

Para ulama berpendapat Bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk
riba apabila memenuhi syarat dan rukunnya.

Akan tetapi,
Masih banyak sekali orang yang melalaikan masalah syarat dan rukun dari
gadai, sehingga tidak sedikit dari mereka melakukan gadai asal asalan
tanpa mngetahui hukum dasar dari gadai tersebut.

Dalam kehidupan bisnis masalah penggadaian tentu tidak terlepas dari


masalah perekonomian. Selain itu keinginan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya cenderung membuat mereka untuk saling bertransaksi
walaupun dengan berbagai kendala, misalnya saja seperti kekurangan
modal , tenaga dan sebagainya.

Maka dari itu dalam islam diberlakukan syariat gadai atau rahn

Istilah yang digunakan untuk gadai adalah rahn

Secara Bahasa kata Ar- Rahn berarti “ Tetap”, “kekal”, atau “lestari”.

Secara istilah ,
Rahn adalah menjadikan suatu benda sebagai jaminan hutang yang dapat
dijadikan pembayaran Ketika berhalangan dalam membayar hutang.

Dasar Hukum Rahn

Dasar hukum Rahn sebagau kegiatan muamalah dapat merujuk pada dalil
– dalil yang didasarkan pada 4 dasar utama, yaitu :
1. Gambar Al Qur’an
2. Gambar Buku ( Hadist )
3. Gambar orang SHolat ( Ijma )
4. Fatwa DSN – MUI ( Gambar Kertas )

1. Al Quran :
- Dalam Al Quran, sedikitnya terdapat tiga kata yang seakar dengan
kata Rahn, yaitu :
- “Rahin” dalam QS. At-Tuur ( 52 ): 21
- “Rahina” dalam QS. At-Muddatsir ( 74 ) : 38
- “Farihan” dalam QS. Al- Baqarah ( 2 ) : 283
- Ketiga kata tersebut, digunakan untuk menjelaskan bahwa Rahn
merupakan konsekuensi dari sesuatu yang telah dijanjikan atau
dilakukan.
2. Hadist :
- Salah satu hadist yang secara jelas menggambarkan fakta sejarah
bahwa pada zaman Rasulullah SAW, gadai telah dipraktikkan
secara luas ialah sebagai berikut
- “ Sesungguhnya, Nabi SAW membeli bahan makanan dari seorang
yahudi dengan cara berhutang, dan beliau menggadaikan bau
besinya.” ( HR. Al-Bukhori no. 2513 dan Muslim no. 1603 )
3. Ijma ;
- “Para Ulama sepakat membolehkan Akad Rahn.” ( Al-Zuhaili, Al-
Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V : 181 ).
4. Fatwa DSN-MUI
- Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 25/DSN-MUI/III/2022
- “Menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan brang
sebagai jaminan htang dalam bentuk Rahn dibolehkan.”
Bagaimana terjadiya Rahn ;

Rahn akan terjadi apabila telah memenuhi rukun dan syarat – syarat
tertentu dari Rahn.

Rukun Rahn

Dalam fikih empat mazhab ( fiqh Al-Madzahib Al-arb’ah ) diungkapkan 2


rukun Rahn. Yaitu ;
1. Aqid ( orang yang berakad )
2. Ma’qud’alaih ( Barang yang diakadkan )

Aqid meliputi 2 arah , yaitu :


a. Murtahin ( Orang yang berpiutang dan menerima barang gadai )
b. Rahin ( Orang yang menggadaikan barangnya )

Ma’qud’alaih, meiputi 2 hal yaitu :


a. Marhun ( Barang yang digadaikan )
b. Marhunbihi ( Hutang yang karenanya diadakan Rahn )

Syarat Syarat Rahn


Selain rukun yang harus terpenuhi dalam transaksi gadai, maka adapula
ketentuan lain berupa syarat syarat Rahn yang dimaksud , terdiri atas :
1. Shighat
Ucapan berupa ijab Qabul, yaitu serah terima antara pihak penggadai
dengan penerima gadai.
2. Pihak- pihak yang berakad cakap menurut hukum
Mempunyai pengertian bahwa pihak Rahim dan murtahin cakap
melakukan perbuatan hukum, yang ditandai dengan aqil baligh,
berakal sehat, dan mampu melakukan akad.
3. Marhun bih / hutang
4. Marhun
Harta yang dipegang oleh murtahin atau wakilnya, sebagai jaminan
utang .

Jumhur ulama fikih, selain ulama mazhab hambali, berpendapat bahwa


pemegang barang gadai tidak boleh memanfaatkan barang tersebut, karena
barang itu bukan miliknya secara penuh .

Jumhur ulama berpendapat seperti ini didasari oleh sabda Rasulullah SAW
yang artinya :
“Tidak tertutup gadai demi pemiliknya baik hasil maupun resiko ( yang
timbul dari barang tersebut) menjadi tanggung jawabnya. ( HR. Al hakim, Al
baihaqi, dan ibnu hibban )
Maka dari itu, harta gadai tetap menjadi milik mutlak si pihak penggadai
(rahin). Adapun jika murtahun ingin menggunakannya, maka harus dengan
seizin rahin.

Bagaimana jika terjadi resiko kerusakan marhun ?

Mengenai hal ini, kalangan ulama memiliki perbedaaan pendapat.


Menurut syfi’ah, murtahun menanggung resiko kehilangan atau kerusakan
marhun bila marhun itu rusak atau hilang karena disia siakan murtahin

Sedangkan , ulama syafi’ah dan hanabilah berpendapat bahwa murtahin


tidak bertanggung jawab atas rusaknya barang gadi jika disengaja.

Lantas, bagaimana penyelesaiaan rahn ?

Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, maka dalam gadai
tidak boleh diadakan syarat syarat.
Misalkan Ketika akad gadai diucapkan seperti, Apabila rahin tidak mampu
melunasi hutangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka marhun
menjadi milik murtahin sebagi pembayar hutang.

Syarat berupa ucapan seperti itu sangat dilarang sebab ada


kemungkinanbahwa pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk
membayar hutng, harga marhun akan lebih kecil darpada hutang rahn
yang harus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin.

Sebaliknya, ada kemungkinan juga bahwa harga pada waktu pembayaran


yang ditentukan akan lebih besar jumlahnya daripada hutang yang harus
dibayar, yang akibatnya akan merugikan pihak rahin.

Gadai berbeda dengan pinjaman uang di bank


Konsep gadai adalah barang
Karena konsep gadai adalah barang, maka barangnya secara fisik dan
disimpan sebagai JAMINAN
Cukup dengan menyerahkan kartu identitas berupa KTP
15 menit pinjaman cair
Mudsah, cepat , aman

Jangka waktu gadai


4 bln dan bisa diperpanjang
Selama 4 bln anda tidak dikenakan biaya apapun tapi Ketika jatuh
tempo harus melunasi pokok pinjaman dan bunga

Gadai di pegadaian sangat fleksibel, anda bisa kurangi pokok


pinjaman kapan saja dengan niminal berapapun jika pokok pinjaman
berkurang , maka bunga yang harus dibayar juga akan berkurang

Kalau gagal dibayar, maka barang akan dijual dan jika ada kelebihan
dari penjualan akan dikembalikan

Produk dan jasa dipegadaian


1. Gadai konvensional
2. Gadai Syariah
3. Kredit multiguna
4. Krasida
5. Kreasi
6. Amanah
7. Arum
Aneka jasa
1. Kucica
2. Multi pembayaran online
3. Pegadaian Mobile
4. Persewaan Gedung
5. Jasa sertifikat batu mulia
6. Jasa Taksiran
7. Jasa Titipan

Pengertian Gadai ( Rahn )

Dalam istilah Bahasa arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat
juga dinamai Al-habsu, secara etimologi, arti rahn adalah tetap dan
lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadapa suatu
barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran
dari barang tersebut.

Dasar Hukum sewa gadai ( Rahn )

- QS AL BAQARAH ayat 283, yang artinya :


Jika kamu dalam perjalanan ( dan bermu’amalah tidak secara
tunai ) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yag dipegang ( oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika Sebagian kamu mempercayai
Sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangny) dan hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah Rabbnya; dan janganlah kamu (para saksi)
menyembunyikan persaksian. Dan siapa yang
menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS.2:283)
- Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW membeli dari seorang
yahudi bahan makanan dengan cara hutang dan menggadaikan
baju besinya. (HR. Al Bukhori no 2513 dan Muslim no. 1603)
- Al Rahn ( Gadai ) ditunggangi dengan sebab nafkahnya, apabila
digadaikan dan susu hewan menyusui diminum dengan sebab
nafkah apabila digadaikan dan wajib bagi menugganginya dan
meminumnya nafkah. (HR. Al BUkhori no. 2512)

Rukun Rahn
- Adanya Ar-Rahin “yang menggadaikan”
- Adanya Al-Murtahin “penerimaan gadai”
- Adanya Al-Marhun “barang yang digadaikan”
- Adanya Al-Marhun Bih “utang”
- Adanya Sighat, Ijab, Qabul “kesepakatan antara rahin dan
murtahin dalam melakukan transaksi gadai”

 Syarat Rahn
Syarat -syarat rahn antara lain yaitu Ada nya Rahin dan Murtahin,
rahin dan murtahin itu adalah pemberi daan penerima gadai, pemberi
dan penerima gadai haruslah orang yang sudah baligh, sudah cakap
untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan
ketentuan syariat islam.

Jadi Kesimpulan yang dapat kita ambil , Rahn ( gadai ) :


Menjadikan suatu barang sebagi jaminan atas hutang dengan ketentuan
bahwa apabila terjadi kesulitan dalam pembayarannya maka untung
tersebut bisa dibayar dari hasil penjualan barang yang dijadikan jaminan .

Mungkin hanya itu yang bisa kami sampaikan kami berharap presentasi
yang kami berikan bisa bermanfaat bagi teman teman semuanya jika kami
ada kesalahan dan kekurangan dalam penyampaian materi kami minta
maaf karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Jumhur ulama fikih, selain ulama mazhab hambali, berpendapat bahwa
pemegang barang gadai tidak boleh memanfaatkan barang tersebut, karena
barang itu bukan miliknya secara penuh .

Jumhur ulama berpendapat seperti ini didasari oleh sabda Rasulullah SAW
yang artinya :
“Tidak tertutup gadai demi pemiliknya baik hasil maupun resiko ( yang
timbul dari barang tersebut) menjadi tanggung jawabnya. ( HR. Al hakim, Al
baihaqi, dan ibnu hibban )
Maka dari itu, harta gadai tetap menjadi milik mutlak si pihak penggadai
(rahin). Adapun jika murtahun ingin menggunakannya, maka harus dengan
seizin rahin.

Bagaimana jika terjadi resiko kerusakan marhun ?

Mengenai hal ini, kalangan ulama memiliki perbedaaan pendapat.


Menurut syfi’ah, murtahun menanggung resiko kehilangan atau kerusakan
marhun bila marhun itu rusak atau hilang karena disia siakan murtahin

Sedangkan , ulama syafi’ah dan hanabilah berpendapat bahwa murtahin


tidak bertanggung jawab atas rusaknya barang gadi jika disengaja.

Lantas, bagaimana penyelesaiaan rahn ?

Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, maka dalam gadai
tidak boleh diadakan syarat syarat.

Misalkan Ketika akad gadai diucapkan seperti, Apabila rahin tidak mampu
melunasi hutangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka marhun
menjadi milik murtahin sebagi pembayar hutang.

Syarat berupa ucapan seperti itu sangat dilarang sebab ada


kemungkinanbahwa pada waktu pembayaran yang telah ditentukan untuk
membayar hutng, harga marhun akan lebih kecil darpada hutang rahn
yang harus dibayar, yang mengakibatkan ruginya pihak murtahin.

Sebaliknya, ada kemungkinan juga bahwa harga pada waktu pembayaran


yang ditentukan akan lebih besar jumlahnya daripada hutang yang harus
dibayar, yang akibatnya akan merugikan pihak rahin.

Anda mungkin juga menyukai