Para ulama berpendapat Bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk
riba apabila memenuhi syarat dan rukunnya.
Akan tetapi,
Masih banyak sekali orang yang melalaikan masalah syarat dan rukun dari
gadai, sehingga tidak sedikit dari mereka melakukan gadai asal asalan
tanpa mngetahui hukum dasar dari gadai tersebut.
Maka dari itu dalam islam diberlakukan syariat gadai atau rahn
Secara Bahasa kata Ar- Rahn berarti “ Tetap”, “kekal”, atau “lestari”.
Secara istilah ,
Rahn adalah menjadikan suatu benda sebagai jaminan hutang yang dapat
dijadikan pembayaran Ketika berhalangan dalam membayar hutang.
Dasar hukum Rahn sebagau kegiatan muamalah dapat merujuk pada dalil
– dalil yang didasarkan pada 4 dasar utama, yaitu :
1. Gambar Al Qur’an
2. Gambar Buku ( Hadist )
3. Gambar orang SHolat ( Ijma )
4. Fatwa DSN – MUI ( Gambar Kertas )
1. Al Quran :
- Dalam Al Quran, sedikitnya terdapat tiga kata yang seakar dengan
kata Rahn, yaitu :
- “Rahin” dalam QS. At-Tuur ( 52 ): 21
- “Rahina” dalam QS. At-Muddatsir ( 74 ) : 38
- “Farihan” dalam QS. Al- Baqarah ( 2 ) : 283
- Ketiga kata tersebut, digunakan untuk menjelaskan bahwa Rahn
merupakan konsekuensi dari sesuatu yang telah dijanjikan atau
dilakukan.
2. Hadist :
- Salah satu hadist yang secara jelas menggambarkan fakta sejarah
bahwa pada zaman Rasulullah SAW, gadai telah dipraktikkan
secara luas ialah sebagai berikut
- “ Sesungguhnya, Nabi SAW membeli bahan makanan dari seorang
yahudi dengan cara berhutang, dan beliau menggadaikan bau
besinya.” ( HR. Al-Bukhori no. 2513 dan Muslim no. 1603 )
3. Ijma ;
- “Para Ulama sepakat membolehkan Akad Rahn.” ( Al-Zuhaili, Al-
Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, 1985, V : 181 ).
4. Fatwa DSN-MUI
- Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor : 25/DSN-MUI/III/2022
- “Menyatakan bahwa pinjaman dengan menggadaikan brang
sebagai jaminan htang dalam bentuk Rahn dibolehkan.”
Bagaimana terjadiya Rahn ;
Rahn akan terjadi apabila telah memenuhi rukun dan syarat – syarat
tertentu dari Rahn.
Rukun Rahn
Jumhur ulama berpendapat seperti ini didasari oleh sabda Rasulullah SAW
yang artinya :
“Tidak tertutup gadai demi pemiliknya baik hasil maupun resiko ( yang
timbul dari barang tersebut) menjadi tanggung jawabnya. ( HR. Al hakim, Al
baihaqi, dan ibnu hibban )
Maka dari itu, harta gadai tetap menjadi milik mutlak si pihak penggadai
(rahin). Adapun jika murtahun ingin menggunakannya, maka harus dengan
seizin rahin.
Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, maka dalam gadai
tidak boleh diadakan syarat syarat.
Misalkan Ketika akad gadai diucapkan seperti, Apabila rahin tidak mampu
melunasi hutangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka marhun
menjadi milik murtahin sebagi pembayar hutang.
Kalau gagal dibayar, maka barang akan dijual dan jika ada kelebihan
dari penjualan akan dikembalikan
Dalam istilah Bahasa arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan dapat
juga dinamai Al-habsu, secara etimologi, arti rahn adalah tetap dan
lama, sedangkan al-habsu berarti penahanan terhadapa suatu
barang dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran
dari barang tersebut.
Rukun Rahn
- Adanya Ar-Rahin “yang menggadaikan”
- Adanya Al-Murtahin “penerimaan gadai”
- Adanya Al-Marhun “barang yang digadaikan”
- Adanya Al-Marhun Bih “utang”
- Adanya Sighat, Ijab, Qabul “kesepakatan antara rahin dan
murtahin dalam melakukan transaksi gadai”
Syarat Rahn
Syarat -syarat rahn antara lain yaitu Ada nya Rahin dan Murtahin,
rahin dan murtahin itu adalah pemberi daan penerima gadai, pemberi
dan penerima gadai haruslah orang yang sudah baligh, sudah cakap
untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum sesuai dengan
ketentuan syariat islam.
Mungkin hanya itu yang bisa kami sampaikan kami berharap presentasi
yang kami berikan bisa bermanfaat bagi teman teman semuanya jika kami
ada kesalahan dan kekurangan dalam penyampaian materi kami minta
maaf karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Jumhur ulama fikih, selain ulama mazhab hambali, berpendapat bahwa
pemegang barang gadai tidak boleh memanfaatkan barang tersebut, karena
barang itu bukan miliknya secara penuh .
Jumhur ulama berpendapat seperti ini didasari oleh sabda Rasulullah SAW
yang artinya :
“Tidak tertutup gadai demi pemiliknya baik hasil maupun resiko ( yang
timbul dari barang tersebut) menjadi tanggung jawabnya. ( HR. Al hakim, Al
baihaqi, dan ibnu hibban )
Maka dari itu, harta gadai tetap menjadi milik mutlak si pihak penggadai
(rahin). Adapun jika murtahun ingin menggunakannya, maka harus dengan
seizin rahin.
Untuk menjaga supaya tidak ada pihak yang dirugikan, maka dalam gadai
tidak boleh diadakan syarat syarat.
Misalkan Ketika akad gadai diucapkan seperti, Apabila rahin tidak mampu
melunasi hutangnya hingga waktu yang telah ditentukan, maka marhun
menjadi milik murtahin sebagi pembayar hutang.