Anda di halaman 1dari 18

DASAR HUKUM GADAI SYARIAH (AL-QUR’AN DAN FATWA)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah

PEGADAIAN SYARIAH

Dosen Pembimbing:
Resi Atna Sari Siregar, M.S.I
NIP. 199110252019032014

Oleh:
RANI HANDAYANI

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI

MANDAILING NATAL

2022
A. PENDAHULUAN

Sampai saat ini masih ada kesan dalam masyarakat, kalau seseorang pergi
ke pegadaian untuk menjamin sejumlah uang dengan cara menggadaikan barnag,
adalah aib dan seolah kehidupan orang tersebut sudah sangat menderita. Karena
itu banyak diantara masyarakat yang malu menggunakan fasilitas pengadaian.
Lain halnya jika kita pergi ke sebuah Bank, di sana akan terlihat lebih prestisius,
walaupun dalam prosesnya memerlukan waktu yang relatif lebih lama dengan
persyaratan yang cukup rumit.
Bersamaan dengan berdirinya dan berkembangnya bank, BMT, dan
asuransi yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia, maka hal yang
mengilhami dibentuknya pegadaian syariah atau rahn lebih dikenal sebagai
produk yang ditawarkan oleh Bank syariah, dimana Bank menawarkan kepada
masyarakat dalam bentuk penjaminan barang guna mendapatkan pembiayaan.
Oleh karena itu dibentuklah lembaga keungan yang mandiri yang
berdasarkan prinsip syariah. Adapun pada makalah yang kami bahas ini isinya
pengertianPegadaian Syariah secara lebih rinci mulai dari pengertian pegadaian
syariah, Dasar hukum yang digunakan di pegadaian syariah, Sejarah berdirinya
pegadaian syariah, tujuan didirikannya pegadaian syariah, rukun yang digunakan
di pegadaian syariah, jasa dan produk yang ditemui di pegadaian syariah,
perbedaan pegadaian syariah dan pegadaian konvensional dan terakhir mekanisme
kerja yang diterapkan dipegadaian syariah.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Gadai Syariah
Pengertian gadai menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal
1150 disebutkan: “Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang yang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang
berpiutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan
kekuasaaan kepada orang berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan daripada orang yang berpiutang lainnya; dengan
pengecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah
dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya
mana harus didahulukan.”
Landasan hukum yang membolehkan adanya praktek gadai adalah firman
Allah Subhanahu Wa Ta’ala dalam QS Al-Baqarah ayat 283 :
‫ة َف ِإۡن َأِم َن َبۡع ُض ُك م َبۡع ٗض ا َفۡل ُي َؤ ِّد ٱَّل ِذ ي ٱۡؤ ُتِم َن‬ٞۖ ‫ن َّم ۡق ُبوَض‬ٞ ‫۞َو ِإن ُك نُتۡم َع َلٰى َس َفٖر َو َلۡم َتِج ُدوْا َك اِتٗب ا َفِر َٰه‬
‫م َقۡل ۗۥ‬ٞ‫َّبُه َو اَل َتۡك ُتُم وْا ٱلَّش َٰه َد َۚة َو َم ن َيۡك ُتۡم َها َفِإَّن ٓۥُه َء اِث‬
٢٨٣ ‫م‬ٞ‫ُبُه َو ٱُهَّلل ِبَم ا َتۡع َم ُلوَن َع ِلي‬ ‫َأَٰم َنَت ۥُه َو ۡل َيَّتِق ٱَهَّلل َر ۗۥ‬
283. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu´amalah tidak secara tunai)
sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang
berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.1
Secara umum usaha gadai adalah kegiatan menjaminkan barangbarang
berharga kepada pihak tertentu, guna memperoleh sejumlah uang dan barang yang
dijaminkan akan ditebus kembali sesuai dengan perjanjian antara nasabah dengan
lembaga pegadaian. Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut ar-rahn. Ar-

1
Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Cet ke-4, Rajawali Pers, Jakarta, 2014.
Hal. 50
rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai
tanggungan utang.
Secara etimologis, kata rahn berarti ketetapan dan kekekalan, sebagaimana
juga berarti penahanan; Dalam istilah hukum positif disebut dengan barang
jaminan, agunan dan rungguhan; Sedangkan secara terminologi Ar-rahn adalah
menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya, dan barang tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian,
pihak yang menahan memperolah jaminan untuk dapat mengambil kembali
seluruh atau sebagian piutangnya.2
Jadi ar-Rahn adalah semacam jaminan utang atau lebih dikenal dengan
istilah gadai; Dalam bahasa arab, gadai diistilahkan dengan rahn dan juga dapat
dinamai al-habsu, sedangkan al-hasbu berarti penahanan terhadap suatu barang
dengan hak sehingga dapat dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut.
Berdasarkan hukum Islam, pegadaian merupakan suatu tanggungan atas
utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibannya dan
semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan
jaminan.Barang jaminan itu baru boleh dijual/dihargai apabila dalam waktu yang
disetujui kedua belah pihak, utang tidak dapat dilunasi oleh pihak yang berutang.
Oleh sebab itu, hak pemberi piutang hanya terkait dengan barang jaminan, apabila
orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya.3
Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya, barang yang ditahan tersebut memiliki
nilai ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya, secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai;
Dalam Islam Ar-rahn merupakan sarana saling tolong menolong (ta‟awun) bagi
umat Islam dengan tanpa adanya imbalan jasa.

2
Hosen M Nadratuzzaman dan Ali Hasan. Khutbah Juma’at Ekonomi Syari’ah, PIKES
(Pasat Komunikusi Ekonomi Syari’ah ). 2008. Hal. 38
3
Majalah info Bank “Analisis Strategi Perbankan dan Keuangan syaria’ah”. Hal. 90
Dalam kitab Fiqh Sunnah Sayyid Sabiq para ulama mendefenisikan
penggadaian ialah: Penetapan sebuah barang yang memiliki nilai finansial dalam
pandangan syari‟at sebagai jaminan bagi utang-utang, dimana utang tersebut atau
sebagian darinya dapat dibayar dengannya. Apabila seseorang berutang kepada
orang lain dan sebagai kompensasinya dia menyerahkan kepada orang itu sebuah
rumah atau seekor binatang yang terikat, misalnya sampai dia melunasi utangnya
maka ini penggadaian secara syar‟i.
Menurut pandangan fiqh rahn (gadai) ialah menjadikan barang menjadi
jaminan atas utang, artinya menjadikan barang sebagai garansi yang akan dijual
untuk dipakai pembayaran ketika gagal membayar hutang tersebut.
Implementasi operasi Pegadaian Syariah hampir bermiripan dengan
Pegadaian konvensional. Seperti halnya Pegadaian konvensional, Pegadaian
Syariah juga menyalurkan uang pinjaman dengan jaminan barang bergerak.
Prosedur untuk memperoleh kredit gadai syariah sangat sederhana, masyarakat
hanya menunjukkan bukti identitas diri dan barang bergerak sebagai jaminan,
uang pinjaman dapat diperoleh dalam waktu yang tidak relatif lama (kurang lebih
15 menit saja). Begitupun untuk melunasi pinjaman, nasabah cukup dengan
menyerahkan sejumlah uang dan surat bukti Rahn saja dengan waktu proses yang
juga singkat.
Di samping beberapa kemiripan dari beberapa segi, jika ditinjau dari aspek
landasan konsep; teknik transaksi; dan pendanaan, Pegadaian Syariah memilki ciri
tersendiri yang implementasinya sangat berbeda dengan Pegadaian konvensional.
Mekanisme operasional pegadaian syariah merupakan implementasi dari
konsep dasar Rahn yang telah ditetapkan oleh para ulama fiqh.
Menurut pandangan fiqh rahn (gadai) ialah menjadikan barang menjadi
jaminan atas utang, artinya menjadikan barang sebagai garansi yang akan dijual
untuk dipakai pembayaran ketika gagal membayar hutang tersebut. Dalam fiqh,
dikenal dua istilah rahn (gadai) yaitu: 1. Rahn Ju’li: ialah aqad gadai yang
menjadikan barang rahn sebagai jaminan atas utang; 2. Rahn Syar’i: ialah rahn
yang berkaitan dengan harta warisan, seperti orang meninggal yang meninggalkan
utang yang belum dibayar, maka harta warisan orang tersebut secara hukum
menjadi jaminan untuk melunasi utang-utangnya, sehingga ahli waris tidak
diperbolehkan mempergunakan untuk kepentingan lain termasuk untuk
membaginya.
Gadai Syariah (Ar-Rahn) merupakan aqad perjanjian antara pihak pemberi
pinjaman dengan pihak yang meminjam uang. Hal ini dimaksudkan
untukmemberikan ketenangan bagi pemilik uang atau jaminan keamanan uang
yang dipinjam. Oleh karena itu, gadai pada prinsipnya merupakan suatu kegiatan
utang piutang yang murni dan berfungsi sosial, sehingga dalam berbagai literatur
fikih muamalah akad ini merupakan akad tabarru‟ (aqad derma) yang tidak
mewajibkan imbalan. Praktik gadai ini telah ada sejak zaman Rasulullah Saw. dan
beliau sendiri pun pernah melakukannya.
2. Mekanisme Operasional yang mengatur Pegadaian Syariah (Fatwa DN-
MUI)
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor
25/DSN-MUI/VI/2002, tanggal 26 Juni 2002 Masehi/15 Rabiul Akhir 1423
Hijriyah, tentang pegadaian syariah (rahn) sebagai salah satu upaya untuk
mengakomodasi kebutuhan masyarakat muslim dalam bidang jasa keuangan
lembaga non bank. pegadaian syariah (rahn) ini dipandang sebagai salah satu
bentuk pelayanan yang bisa dioperasikan berdasarkan prinsip-prinsip syariah,
dalam segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi, ada bermacam-macam cara
untuk mendapatkan uang salah satunya dengan cara gadai/rahn (‫)الرهن‬.4
Para ulama berpendapat bahwa gadai boleh dilakukan dan tidak termasuk
riba apabila memenuhi syarat dan rukunnya, akan tetapi banyak sekali orang yang
melalaikan masalah tersebut, sehingga tidak sedikit dari mereka yang melakukan
gadai asal-asalan tanpa mengetahui hukum dasar gadai tersebut.
Dalam syari‟at bermuamalah, seseorang tidaklah selamanya mampu
melaksanakan syari‟at tersebut secara tunai dan lancar sesuai dengan syari‟at
yang ditentukan, ada kalanya suatu misal ketika sedang dalam perjalanan jauh
seseorang kehabisan bekal sedangkan orang tersebut tidaklah mungkin kembali ke
tempat tinggalnya untuk mengambil perbekalan demi perjalanan selanjutnya,

4
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Gema insani, Jakarta, 1999. Hal. 172
maka orang tersebut mengadaikan barang yang dimilikinya untuk memenuhi
kebutuhannya tersebut. Praktek semacam ini dalam khazanah fiqh disebut dengan
praktek rahn/gadai, dalam kehidupan bisnis baik klasik dan modern, masalah
pegadaian tidak terlepas dari masalah perekonomian.
Selain alasan keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhannya, juga
dikarenakan kecenderungan membuat mereka untuk saling bertransaksi walaupun
dengan berbagai kendala, misalnya saja kekurangan modal, tenaga dan
sebagainya, oleh karena itu, dalam Islam diberlakukan syari‟at gadai.
Dalam praktik, yang biasanya diserahkan secara Rahn adalah benda-benda
bergerak, khususnya emas dan kendaraan bermotor. Rahn dalam Bank syariah
juga biasanya diberikan sebagai jaminan atas qardh atau pembiayaan yang
diberikan oleh Bank Syariah kepada Nasabah. Rahn juga dapat diperuntukkan
bagi pembiayaan yang bersifat konsumtif seperti pembayaran uang sekolah,
modal usaha dalam jangka pendek, untuk biaya pulang kampung pada waktu
lebaran dan lain sebagainya. Jangka waktu yang pendek (biasanya 2 bulan) dan
dapat diperpanjang atas permintaan nasabah.5
Sebagai contoh: Putri sudah merencanakan untuk memasukkan anaknya ke
Universitas yang bermutu pada tahun ajaran baru ini. Namun demikian, ternyata
anaknya hanya bisa diterima melalui jalur khusus. Uang pangkal untuk masuk ke
jurusan favorit anaknya adalah sebesar Rp. 30 juta, sedangkan Putri hanya
memiliki uang tunai sebesar Rp. 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah), untuk
mengatasi masalah tersebut, Putri mencari alternative dengan cara menggadaikan
perhiasan emasnya ke Bank Syariah terdekat. Emasnya sebesar 50gram dan untuk
itu, Putri berhak untuk mendapatkan pembiayaan sebesar Rp. 15 juta. Karena
Putri merasa hanya membutuhkan uang sebesar Rp. 10 juta, maka Putri juga bisa
hanya mengambil dana tunai sebesar Rp. 10 juta saja.
Oleh Pegadaian Syari‟ah/Bank Syari‟ah, dibuatkan Aqad Qardh untuk
memberikan uang tunai kepada Putri, dan selanjutnya dibuatkan arad Rahn untuk
menjamin pembayaran kembali dana yang dierima oleh Putri. Sebagai uang sewa
5
Sodriyatun. Penerapan Fatwa Dsn-Mui Nomor 25 Dan 26 Tahun 2002 Di Pegadaian
Syari’ah Kusumanegara Yogyakarta. Al-Mawarid, Vol. XI, No. 1, Agustus 2010. Hal. 13
tempat untuk menyimpan emas tersebut pada tempat penitipan di Pegadaian
Syari‟ah/Bank Syari‟ah sekaligus biaya asuransi kehilangan emas dimaksud,
Pegadaian Syari‟ah/Bank Syari‟ah berhak untuk meminta ujrah (uang jasa), yang
besarnya ditetapkan berdasarkan pertimbangan Pegadaian Syari‟ah/Bank
Syari‟ah. Misalnya Rp.3.500,- per hari. Dengan demikian, jika Putri baru bisa
mengembalikan uang tunai yang diterimanya pada hari ke 30 (1 bulan), maka
uang sewa sekaligus asuransi yang harus dibayar oleh Putri adalah sebesar Rp.
3.500,- x 30 hari = Rp. 105.000,- Jadi, pada saat pengembalian dana yang diterima
olehnya, Niken harus membayar uang sebesar Rp.10.000.000,- (Sepuluh juta
rupiah) ditambah Rp. 105.000,- (Seratus lima ribu ruiah) = Rp. 10.105.000,-
(Sepuluh juta seratus lima ribu rupiah).6
Bagaimana kalau ternyata dalam waktu 2 bulan Putri belum bisa
mengembalikan dana tersebut? Jika demikian, maka Putri dapat mengajukan
perpanjangan jangka waktu gadai kepada Pegadaian Syari‟ah/Bank Syari‟ah yang
berkenaan. Perpanjangan tersebut dapat dilakukan secara lisan, dengan
mengajukan pemberitahuan kepada Pegadaian Syari‟ah/Bank Syari‟ah tersebut,
begitu pula sebaliknya, jika baru 1 minggu Putri sudah bisa mengembalikan dana
yang diterimanya, maka Putri tinggal menghubungi Pegadaian Syari‟ah/Bank
Syari‟ah dimaksud, dan membayar biaya sewa tempat sekaligus asuransi tersebut
selama 1 minggu saja.

6
Sigit Triandanu dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2, (Jakarta: Salemba
Empat), 2008. Hal. 71
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA NOMOR
10 TAHUN 1990
TENTANG
PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN)
PEGADAIAN MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN

PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa sesuai dengan perkembangan ekonomi dan moneter dewasa ini
dipandang perlu untuk lebih meningkatkan peranan lembaga kredit atas dasar
hukum gadai yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat;

b. bahwa untuk lebih meningkatkan efisiensi dan produktivitas pengelolaan


Perusahaan Jawatan (PERJAN) Pegadaian, yang didirikan dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 7 Tahun 1969 dipandang perlu mengalihkan bentuknya
menjadi Perusahaan Umum (PERUM) sebagaimana dimaksud dalam Undang-
undang Nomor 9 Tahun 1969;

c. bahwa pengalihan bentuk sebagaimana dimaksud dalam huruf (b), perlu


ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Pandhuis Reglement (Aturan Dasar Pegadaian) (Staatsblad Tahun 1928


Nomor 81);

3. Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara


(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1989);

4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan


Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang
Bentuk-bentuk Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2890) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara
Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan


dan Pengawasan Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum
(PERUM) dan Perusahaan Perseroan (PERSERO) (Lembaran Negar

Tahun 1983 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3246)


sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1983 (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 37);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


TENTANG PENGALIHAN BENTUK PERUSAHAAN JAWATAN (PERJAN)
PEGADAIAN MENJADI PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PEGADAIAN.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia;


2. Presiden adalah Presiden Republik Indonesia;
3. Menteri adalah Menteri Keuangan;
4. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal yang ditunjuk oleh Menteri
untuk melakukan tugas-tugas pembinaan perusahaan;
5. Dewan Pengawas adalah Dewab Pengawas Perusahaan Umum (PERUM)
Pegadaian;
6. Perusahaan adalah Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian;
7. Direksi adalah Direksi Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian;
8. Direktur Utama adalah Direktur Utama Perusahaan Umum (PERUM)
Pegadaian;
9. Pegawai adalah pegawai pada Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian;
10. Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman bagi Perusahaan
dalam perencanaan, pengoperasian, pelaksanaan, dan pengendalian
dengan maksud agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas dan
fungsinya secara berdaya guna dan berhasil guna serta dapat berkembang
dengan baik;
11. Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap
Perusahaan dengan tujuan agar Perusahaan dapat melaksanakan
fungsinya dengan baik, dan berhasil mencapai tujuan yang telah
ditetapkan;
12. Pemeriksaan adalah kegiatan untuk menilai Perusahaan dengan cara
membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang
seharusnya dilakukan, baik dalam bidang keuangan maupun dalam
bidang teknis operasional;
13. Pengelolaan Perusahaan adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian Perusahaan sesuai dengan pembinaan
yang digariskan oleh Menteri.
PERATURAN PEMERINTAH
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 103 TAHUN 2000
TENTANG
PERUSAHAAN UMUM
(PERUM) PEGADAIAN

PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA,

Menimbang :
a. bahwa dengan diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998
tentang Perusahaan Umum (PERUM) yang mencabut berlakunya Peraturan
Pemerintah Nomor 3 Tahun 1983 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan
Perusahaan Jawatan (PERJAN), Perusahaan Umum (PERUM), dan Perusahaan
Perseroan (PERSERO), maka peraturan tentang Perusahaan Umum (PERUM)
Pegadaian perlu disesuaikan;
b. bahwa berhubung dengan hal tersebut dalam huruf a, maka dipandang perlu
untuk mengatur kembali peraturan tentang Perusahaan Umum (PERUM)
Pegadaian dengan Peraturan Pemerintah;

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana
telah diubah dengan Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945;
2. Pandhuis Reglement (Aturan Dasar Pegadaian) Staatsblad Tahun 1928
Nomor 81;
3. Undang-undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
(Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 1989);
4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran
Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor
2890) tentag Bentuk-bentuk Usaha Negara menjadi Undang-undang
(Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2904);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum
(PERUM) (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3732);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUSAHAAN


UMUM (PERUM) PEGADAIAN

BAB I KETENTUAN UMUM


Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :


1. Perusahaan Umum (PERUM) Pegadaian, yang selanjutnya dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut Perusahaan, adalah Badan Usaha
Milik Negara sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 9
Tahun 1969, yang bidang usahanya berada dalam lingkup tugas dan
kewenangan Menteri Keuangan, dimana seluruh modalnya dimiliki
Negara berupa kekayaan Negara yang dipisahkan dan tidak terbagi atas
saham.
2. Pembinaan adalah kegiatan untuk memberikan pedoman bagi
Perusahaan dalam perencanaan pelaksanaan dan pengendalian dengan
maksud agar Perushaan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara
berdaya guna dan berhasil guna serta berkembang dengan baik.
3. Pengawasan adalah seluruh proses kegiatan penilaian terhadap
Perusahaan dengan tujuan agar Perusahaan dapat melaksanakan tugas
dan fungsinya dengan baik dan berhasil mencapai tujuannya yang telah
ditetapkan.
4. Pemeriksaan adalah kegiatan untuk menilai Perusahaan dengan cara
membandingkan antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang
seharusnya dilakukan, baik dalam bidang keuangan maupun dalam
bidang teknis operasional.
5. Kepengurusan adalah kegiatan pengelolaan Perusahaan dalam upaya
mencapai tujuan Perusahaan, sesuai dengan kebijakan pengembangan
usaha dan pedoman kegiatan operasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan.
6. Menteri Keuangan adalah Menteri yang mewakili Pemerintah dalam
setiap penyertaan kekayaan Negara yang dipisahkan untuk dimasukkan
ke dalam Perusahaan dana yang bertanggungjawab dalam pembinaan
sehari-hari Perusahaan.
7. Direksi adalah organ Perusahaan yang bertanggungjawab atas
kepengurusan Perusahaan untuk kepentingan dan tujuan Peusahaan serta
mewakili Perusahaan baik di dalam maupun di luar pengadilan.
8. Dewan Pengawas adalah organ Perusahaan yang bertugas dan
memberikan nasihat kepada Direksi dalam menjalankan kegiatan
kepengurusan Perusahaan.

3. Produk-produk Pegadaian Syariah

Untuk memperoleh manfaat dari pegadaian syariah ini, Anda dapat


menggunakan beberapa produk pegadaian syariah, yaitu Rahn, Arrum, produk
logam mulia, dan produk amanah. Berikut penjelasan mengenai masing-masing
produk.
a. Rahn
Singkatnya, produk pegadaian syariah ini memberikan skim
pinjaman dengan syarat penahanan agunan, yang bisa berupa emas,
perhiasan, berlian, elektronik, dan kendaraan bermotor.
Untuk penyimpanan barang selama digadai, nasabah harus
membayar sejumlah sewa yang telah disepakati bersama antara pihak
pegadaian dan nasabah.
Uang sewa ini mencakup biaya penyimpanan serta pemeliharaan
barang yang digadai. Proses pelunasan sewa ini dapat dibayar kapan saja
selama jangka waktu yang telah ditetapkan. Kalau tidak menyanggupi,
maka barang akan dilelang.7
b. Arrum
Seperti produk rahn, produk Arrum ini juga memberikan skim
pinjaman. Biasanya, pinjaman ini diberikan kepada pengusaha mikro dan
UKM dengan menjaminkan BPKB motor atau mobil, dengan kata lain,
barang bergerak.
Seperti halnya rahn, biaya gadai yang dibebankan kepada nasabah
merupakan biaya penyimpanan, perawatan, dan sejumlah proses kegiatan
penyimpanan lainnya, dengan jumlah yang telah disepakati antara
pegadaian dan nasabah. Meskipun demikian untuk jumlah pembayaran
tertentu, nasabah juga dapat mengagunkan emas sebagai jaminan
pinjaman.8
c. Program Amanah
Skim pinjaman dari program ini sama dengan produk Arrum, tapi
pinjaman ini biasanya difungsikan untuk nasabah yang ingin memiliki
kendaraan bermotor. Program amanah ini mensyaratkan uang muka yang
disepakati untuk kendaraan bermotor ini, biasanya berjumlah minimal
20%.
d. Program Produk Mulia
Berbeda dengan produk lainnya yang memberikan pinjaman
berjangka, program produk mulia merupakan produk yang berfungsi
untuk melayani investasi jangka panjang untuk nasabah.
Untuk program produk mulia, ada beberapa pelayanan yang
diberikan oleh pegadaian syariah. Nasabah dapat membeli emas batangan
7
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia). Hal. 51
8
Syarifuddin, 2001, Nilai Nilai Islam dalam Tradisi Gadai Pada Masyarakat Banjar di
Kota Banjarmasin, Yogyakarta : Uii.Press. Hal. 30
secara langsung di gerai-gerai pegadaian syariah atau menabungkan emas
yang dimiliki di pegadaian, dengan kata lain dititipkan dengan biaya
sewa yang ditentukan.
Tabungan emas ini bisa berupa saldo, bisa juga dicetak berbentuk
fisik dengan biayayang telah ditentukan. Selain itu, adapula konsinyasi
emas, yaitu layanan titip-jual. Anda menitipkan emas Anda kepada
pegadaian untuk dijual kembali oleh pegadaian.9
Hasil penjualan emas tersebut akan diberikan kepada nasabah
dengan prinsip bagi hasil (mudharabah) antara pegadaian dan nasabah.
Setelah itu, emas fisik yang dimiliki oleh nasabah akan dikembalikan
kembali kepada nasabah.

a. KESIMPULAN
Transaksi hukum gadai dalam fikih Islam disebut ar-rahn. Ar-rahn adalah
suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang.
Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di atas adalah tetap,

9
Muh. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani),
2001. Hal. 18
kekal dan jaminan; sedangkan dalam pengertian istilah adalah menyandera
sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan dapat diambil
kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.

DAFTAR PUSTAKA

Hosen M Nadratuzzaman dan Ali Hasan. Khutbah Juma’at Ekonomi Syari’ah,


PIKES (Pasat Komunikusi Ekonomi Syari’ah ). 2008.
Majalah info Bank “Analisis Strategi Perbankan dan Keuangan syaria’ah”.
Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
(Yogyakarta: Ekonisia)
Muh. Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani), 2001
Sigit Triandanu dkk, Bank dan Lembaga Keuangan Lain Edisi 2, (Jakarta:
Salemba Empat), 2008
Susilo, Y. Sri dkk., 2000, Bank dan Lembaga Keuangan Lain, Jakarta : Salemba
Empat.
Syahdeni,Sutan Remy, 2005, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata
Hukum Perbankan Indonesia, Jakarta : Pustaka Utama Grafity.
Syarifuddin, 2001, Nilai Nilai Islam dalam Tradisi Gadai Pada Masyarakat
Banjar di Kota Banjarmasin, Yogyakarta : Uii.Press.
Sodriyatun. Penerapan Fatwa Dsn-Mui Nomor 25 Dan 26 Tahun 2002 Di
Pegadaian Syari’ah Kusumanegara Yogyakarta. Al-Mawarid, Vol. XI,
No. 1, Agustus 2010
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Gema insani, Jakarta, 1999
Mardani, Ayat-ayat dan Hadis Ekonomi Syariah, Cet ke-4, Rajawali Pers, Jakarta,
2014

Anda mungkin juga menyukai