Anda di halaman 1dari 11

TUGAS KELOMPOK 2

LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH


“PEGADAIAN SYARIAH / RAHN”

Nama :

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MERCU BUANA
TAHUN 2019
Kemaslahatan merupakan salah satu tujuan dari syariah Islam. Atas dasar itu pula Islam
menganjurkan kepada umatnya untuk saling membantu. Saling membantu dapat diwujudkan
dalam bentuk yang berbeda-beda, baik berupa pemberian tanpa ada pengembalian, seperti zakat,
infak dan shadaqah, maupun berupa pinjaman yang harus dikembalikan kepada pemberi
pinjaman. Berbicara mengenai pinjam meminjam, Islam membolehkannya baik melalui individu
maupun lembaga keuangan seperti bank, asuransi, dan sebagainya. Namun tidak boleh meminta
kelebihan dari pokok pinjaman karena termasuk riba. Salah satu bentuk muamalah yang
diperbolehkan oleh Rasulullah saw adalah gadai.

A. PENGERTIAN PEGADAIAN SYARIAH (RAHN)

Gadai diistilahkan dengan Rahn dan dapat juga dinamai Al-Habsu (Pasaribu, 1996). Secara
etimologis, pengertian Rahn adalah tetap, kekal dan jaminan, sedangkan Al-Habsu berarti
penahanan terhadap suatu barang tersebut (Syafei, 1987). Sedangkan menurut Sabiq (1987),
Rahn adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’
sebagai jaminan hutang (marhun bih), hingga orang yang bersangkutan boleh mengambil
sebagian (manfaat) barangnya itu. Pinjaman dengan menggadaikan marhun sebagai jaminan
marhun bih dalam bentuk rahn itu diperbolehkan, dengan ketentuan bahwa murtahin, dalam
hal ini pegadaian syariah, mempunyai hak menahan marhun sampai semua marhun bih
dilunasi.

Beberapa pengertian Gadai (Rahn) berdasarkan ahli hukum Islam diantaranya sebagai
berikut :
a. Dari Ulama Syafi’iyah, Hanafi dan Malikiyah.
- Menurut Ulama Syafi’iyah, Rahn adalah menjadikan materi (barang) sebagai
jaminan utang yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang
tidak bisa membayar utangnya.
- Menurut Ulama Hanafi, Rahn yaitu menjadikan suatu barang sebagai jaminan
terhadap hak piutang yang mungkin dijadikan pembayar utang apabila orang yang
berutang tidak bisa membayar hutangnya.

Lembaga Keuangan Syariah | 2


- Menurut Ulama Malikiyah mendefinisikan bahwa Rahn adalah sesuatu yang bernilai
harta (mutamawwal) yang diambil dari pemiliknya untuk dijadikan pengikat atas
utang yang tetap (mengikat), menurutnya harta tersebut bukan saja berupa materi,
namun juga berupa manfaat.
b. Menurut Imam Abu Zakariyah Al-Anshari, Rahn adalah menjadikan benda yang bersifat
harta untuk kepercayaan dari suatu marhun bih yang dapat dibayarkan dari harga benda
marhun itu apabila marhun bih tidak dibayar.

B. DASAR HUKUM RAHN DAN FATWA DSN MUI

 Ayat Al-Qur’an yang dapat dijadikan dasar hukum perjanjian gadai adalah QS. Al-
Baqarah ayat 282 dan 283 yang berbunyi :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan
menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan
hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun
daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah
(keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur”. (QS. Al-Baqarah ayat 282)

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah
yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian dan barangsiapa yang
menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Baqarah ayat 283)

Lembaga Keuangan Syariah | 3


Syaikh Muhammad ‘Ali As-Sayis berpendapat, bahwa ayat al-Qur’an diatas adalah petunjuk
untuk menerapkan prinsip kehati-hatian bila seseorang hendak melakukan transaksi utang piutang
yang memakai jangka waktu dengan orang lain, dengan cara menjaminkan sebuah barang kepada
orang yang berpiutang (Rahn).

 Dasar hukum lainnya adalah Sunnah Rasul, khususnya yang meriwayatkan Nabi Muhammad
s.a.w. Pernah membeli makanan dari seorang Yahudi dengan harga yang diutang dengan jaminan
berupa baju besinya.

Diriwayatkan oleh Bukhari dari Aisyah r. a., berkata :


“ Rasullulah SAW pernah membeli makanan dari orang Yahudi dan beliau meggadaikan
kepadanya baju besi beliau “.

 Dasar hukum lainnya adalah Ijtihad Ulama. Perjanjian gadai yang diajarkan dalam Al-Qur’an dan
Hadits itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad,
dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah
mempertentangkan kebolehannya. Demikian juga dengan landasan hukumnya. Namun demikian,
perlu dilakukan pengkajian ulang yang lebih mendalam bagaimana seharusnya pegadaian
menurut landasan hukumnya.

 Dalam hal ini, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga
menjadi salah satu rujukan yang berkenaan gadai syariah, diantaranya dikemukakan sebagai
berikut :
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 25/DSN-MUI/III/2002, tentang
rahn,
b. Fatwa Dewan Syariah NasionalMajelis Ulama Indonesia No: 26/DSN-MUI/III/2002, tentang
Rahn Emas,
c. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang
pembiayaan Ijarah,
d. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang
wakalah,
e. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 43/DSN-MUI/VIII/2004
tentang Ganti Rugi.

Lembaga Keuangan Syariah | 4


C. RUKUN DAN SYARAT PERJANJIAN GADAI SYARIAH

Sebelum dilakukan rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad menurut Mustafa Az-Zarqa’
adalah ikatan secara hukum yang dilakukan oleh 2 (dua) pihak atau beberapa pihak yang
berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi
dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan keinginan masing-masing diungkapkan dalam suatu
akad. Sedangkan menurut Syamsul Anwar dalam bukunya hukum perjanjian syariah menuliskan
bahwa akad adalah pertemuan ijab dan qabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih
untuk melahirkan suatu akibat hukum pada objeknya.

Rukun Akad Gadai Syariah yaitu :

1. Adanya Ar-Rahin (yang menggadaikan atau pemberi gadai)


2. Adanya Al-Murtahin (Penerima Gadai)
3. Adanya Al-Marhun (Barang yang Digadaikan)
4. Adanya Al-Marhun Bih (Utang)
5. Adanya Sighat, Ijab, Qabul (Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan
transaksi gadai)

Sedangkan syarat-syarat terkait dengan rukun-rukun diatas, diantaranya adalah:

1. Shigat
Syarat shigat adalah tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan masa yang akan
datang. Misalnya, rahin mensyaratkan apabila tenggang waktu marhun bih habis dan marhun
bih belum terbayar, maka rahn dapat diperpanjang satu bulan. Kecuali jika syarat itu
mendukung kelancaran akad maka diperbolehkan. Sebagai contohnya adalah pihak penerima
gadai meminta supaya akad itu disaksikan oleh dua orang saksi.

2. Pihak-pihak yang berakad cakap menurut hukum, maksudnya orang-orang yang bertransaksi
gadai yaitu rahin (pemberi gadai) dan murtahin (penerima gadai) adalah bahwa kedua-duanya
harus telah dewasa, berakal sehat, dan atas keinginan sendiri secara bebas.

Lembaga Keuangan Syariah | 5


3. Utang (marhun bih), syaratnya adalah :

- Harus merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin


- Merupakan barang yang dapat dimanfaatkan, jika tidak dapat dimanfaatkan, maka tidak
sah
- Barang tersebut dapat dihitung jumlahnya

4. Marhun (barang yang digadaikan), syarat marhun menurut pakar fiqh adalah :
- Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih,
- Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal)
- Marhun itu jelas dan tertentu
- Marhun itu milik sah rahin
- Marhun tidak terkait dengan hak orang lain
- Marhun merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat
- Marhun tidak boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.

D. ASPEK PENDIRIAN PEGADAIAN SYARIAH


Dalam mewujudkan sebuah pegadaian yang ideal dibutuhkan beberapa aspek pendirian.
Adapun aspek – aspek pendirian pegadaian syariah adalah :
1. Aspek legalitas
Mendirikan lembaga gadai syariah dalam bentuk perusahaan memerlukan iziN
pemerintah. Aspek ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1990 tentang
berdirinya lembaga gadai yang berubah dari bentuk Perusahaan Jawatan Pegadaian
menjadi Perusahaan Umum Pegadaian.

2. Aspek permodalan
Apabila umat Islam memilih mendirikan suatu lembaga gadai dalam bentuk
perusahaan yang dioperasikan sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam, aspek
penting lainnya yang perlu dipikirkan adalah permodalan. Modal untuk menjalankan
perusahaan gadai cukup besar karena selain diperlukan dana untuk dipinjamkan
kepada nasabah juga diperlukan investasi untuk tempat penyimpanan barang
gadaian. Permodalan gadai syariah bias diperoleh dengan system bagi hasil, seperti
mengumpulkan dana dari bebrapa orang ( musyarakah ), atau dengan mencari sumber

Lembaga Keuangan Syariah | 6


dana (shahibul mal ), seperti bank atau perorangan untuk mengelola perusahaan gadai
syariah (mudharabah).

3. Aspek sumber daya manusia


Keberlangsungan pegadaian syariah sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya
manusia ( SDM ) nya. SDM pegadaian syariah harus memahami filosofis gadai dan
system operasionalisasi gadai syariah. SDM selain mampu menangani masalah
taksiran barang gadai, penentuan instrument pembagian rugi laba atau jual beli,
menangani masalah – masalah yang dihadapi nasabah yang berhubungan penggunaan
uang gadai, juga berperan aktif dalam syiar islam di mana pegadaian itu berada.

4. Aspek kelembagaan
Sifat kelembagaan mempengaruhi keefektifan ssebuah perusahaan gadai dapat
bertahan. Sebagai lembaga yang relative belum banyak dikenal masyarakat,
pegadaian syariah perlu mensosialisasikan posisinya sebagai lembaga yang berbeda
dengan gadai konvensional. Hal ini guna memperteguh keberadaannya sebagai
lembaga yang berdiri untuk memberikan ke maslahatan bagi masyarakat.

5. Aspek sistem dan prosedur


Sistem dan prosedur gadai syariah harus sesuai dengan prinsip – prinsip syariah yang
keberadaannya menekankan akan pentingnya gadai syariah. Oleh karena itu gadai
syariah merupakan representasi dari suatu masyarakat di mana gadai itu berada, maka
system dan prosedural gadai syariah berlaku fleksibel dan sesuai dengan prinsip gadai
syariah.

6. Aspek pengawasan
Untuk menjaga jangan sampai gadai syariah menyalahi prinsip syariah maka gadai
syariah harus diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah. Dewan Pengawas Syariah
bertugas mengawasi operasional gadai syariah supaya sesuai dengan prinsip – prinsip
syariah.

Lembaga Keuangan Syariah | 7


E. AKAD PERJANJIAN GADAI
Sesuai dengan landasan tersebut, pada dasarnya pegadaian syariah berjalan dengan
melalui akad – akad. Adapun akad – akad dalam pegadaian syariah adalah :

1. Akad al – Qardul Hasan


Akad ini dilakukan pada kasus nasabah yang menggadaikan barangnya untuk
keperluan konsumtif. Dengan demikian, nasabah ( rahin ) akan memberikan biaya upah
atau fee kepada pegadaian ( murtahin ) yang telah menjaga atau merawat barang
gadaian ( marhun ).
Apabila pilihan seorang peminjam adalah pinjaman gadai dalam bentukqardhul
hassan, maka biasanya peminjam adalah pengusaha pemula yang baru mencoba
membuka usaha. Pengusaha lamapun bisa memilih pinjaman gadai dalam bentuk qardhul
hassan apabila usahanya sedang lesu dan ingin dibangkitkan lagi.

Perjanjian hutang piutang dengan gadai dalam bentuk al-qardhul hassan adalah
perjanjian yang terhormat, oleh karena itu para pihak yang terlibat harus memperlakukan
satu sama lain secara terhormat pula. Pada saat jatuh tempo semua hak dan kewajiban
diselesaikan dan apabila terjadi peminjam tidak mampu melunasi hutangnya perjanjian
yang lama dapat diperbaharui tanpa harus mengembalikan seluruh barang gadaiannya.
Apabila terjadi perbedan pendapat, maka perbedaan pendapat itu dapat diselesaikan
melalui arbitrasi atau pengadilan.

Biaya yang harus ditanggung peminjam meliputi biaya – biaya yang nyata–nyata
diperlukan untuk sahnya perjanjian hutang piutang, seperti : bea materai, dan biaya akte
notaris. Selain itu untuk keutuhan dan pengamanan barang gadai mungkin ada biaya
pemeliharaan dan sewa tempat penyimpanan harta (save deposit box) dibank atau
ditempat lainnya. Biaya bunga uang apapun namanya dilarang dikenakan.

Ketentuan umum biaya administrasi pada pinjaman adalah dengan cara :


- Harus dinyatakan dalam nominal, bukan presentase
- Sifatnya harus jelas

Mekanisme pelaksanaan Akad al – Qardul Hasan, yaitu :


- Barang gadai ( marhun ) berupa barang yang tidak dapat dimanfaatkan, kecuali
dengan menjualnya dan berupa bergerak saja, seperti : barang elektronik, mobil, dll.
- Tidak ada pembagian bagi hasil, karena akadnya bersifat sosial.

Lembaga Keuangan Syariah | 8


2. Akad al – Mudharabah
Akad dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannnya untuk
menambah modal usaha ( pembiayaan investasi dan modal kerja ). Dengan
demikian,rahin akan memberikan bagi hasil berdasarkan keuntungan
kepada murtahin sesuai dengan kesepakatan, sampai modal yang dipinjam terlunasi.

Biaya yang harus ditanggung peminjam selain meliputi biaya – biaya yang nyata – nyata
diperlukan untuk sahnya perjanjian hutang piutang, seperti : bea materai, dan biaya akte
notaris, juga biaya – biaya usaha yang layak selain itu untuk keutuhan dan pengamanan
barang gadai mungkin ada biaya pemeliharaan dan sewa tempat penyimpanan harta (save
deposit box) dibank atau ditempat lainnya. Biaya bunga uang apapun namanya juga
dilarang dikenakan.

Lembaga gadai syariah untuk hubungan antara pribadi dengan perusahaan (bank syariah)
khususnya gadai fidusia sebenarnya juga sudah operasional. Contoh yang dapat
dikemukakan disini ialah bank syariah yang memberikan pinjaman dengan agunan
sertifikat tanah, sertifikat saham, sertifikat deposito, atau Buku Pemilik Kendaraan
Bermotor (BPKB), dll.

Ketentuan akad mudharabah yaitu :


- Jenis barang dapat dimanfaatkan, baik barang bergerak maupun tidak.
- Keuntungan yang dibagikan kepada pemilik barang gadai adalah keuntungan setelah
dikurangi biaya pengelolaan.

3. Akad Ijarah
Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya
sendiri. Melalui akad ini dimungkinkan bagi pegadaian untuk menarik sewa atas
penyimpanan barang bergerak milik nasabah yang telah melakukan akad.[9]

Rukun dari akad transaksi tersebut meliputi :


- Orang yang berakad yaitu yang berhutang (rahin) dan yang berpiutang(murtahin).
- Sighat ( ijab qabul)
- Harta yang dirahnkan (marhun)
- Pinjaman (marhun bih)

Lembaga Keuangan Syariah | 9


F. MANFAAT PEGADAIAN SYARIAH

• Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas


pembiayaan yang diberikan tersebut.
• Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa
dananya tidak akan hilang begitu saja jika nasabah peminjam inkar janji karena ada
satu aset atau barang (marhun) yang dipegang oleh pegadaian.
• Jika rahn diterapkan dalam mekanisme pegadaian, sudah barang tentu akan sangat
membantu saudara kita yang kesulitan dalam dana terutama didaerah-daerah.
• Prosedur yang relatif sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat terutama apabila
dibandingkan dengan kredit perbankan.
• Disamping itu, mengingat jasa-jasa yang ditawarkan perum pegadaian maka
manfaat lain yang dapat diperoleh nasabah adalah :
- Penaksiran nilai suatu barang bergerak dari suatu institusi yang telah
berpengalaman dan dapat dipercaya.
- Penitipan suatu barang bergerak pada tempat yang aman dan dapar dipercaya.

G. PERBEDAAN GADAI SYARIAH DENGAN GADAI KONVENSIONAL

Lembaga Keuangan Syariah | 10


DAFTAR PUSTAKA

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta : Ekonisia, 2003

Nurahayati, Sri dan Wasilah, 2016, Akuntansi Syariah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta

Soemitro, Andri, 2016, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi Kedua, Kencana, Jakarta

Sudarsono, Heri, 2015, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah : Deskripsi dan Ilustrasi, Edisi
4, Ekonisia, Yogyakarta

https://www.kompasiana.com/merry89/552a57a1f17e619078d6249b/operasional-gadai-
syariah?page=all

https://www.kompasiana.com/adikurniasandy8065/5afd1cebdd0fa85d2c51be52/mengenal-akad-
ar-rahn-pengertian-dasar-hukum-rukun-dan-syarat?page=all

Lembaga Keuangan Syariah | 11

Anda mungkin juga menyukai