Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH FIQIH

GADAI

Disusun oleh:
-Dhika damar M.
-Ahmad mujahidin
-Rafel akbar
-Naufal asrori
-Revan avriansyah

PENDIDIKAN TSANAWIYAH KELAS IX


PENGERTIAN GADAI
Gadai adalah suatu hak yang diperoleh atas suatu benda
bergerak, yang digunakan sebagai jaminan atas pinjaman yang
diberikan oleh penerima gadai. Yang dimaksud dengan benda
bergerak dalam gadai ialah benda yang dapat dipindahkan,
bukan benda tetap seperti tanah atau bangunan.

SECARA ISLAM
Pengertian gadai (rahn) secara bahasa seperti diungkapkan di
atas adalah tetap, kekal dan jaminan, sedangkan dalam
pengertian istilah adalah menyandera sejumlah harta yang
diserahkan sebagai jaminan secara hak dan dapat diambil
kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.

PENGERTIAN LAIN
Pengertian hukum gadai adalah kewajiban calon peminjam
untuk menyerahkan harta geraknya (sebagai agunan) kepada
kantor cabang pegadaian, disertai dengan pemberian hak
kepada pegadaian untuk melakukan penjualan (lelang)
misalnya perhiasan, barang elektonika, sepeda motor, kain,
dan sebagainya.
HUKUM GADAI
Hak jaminan gadai diatur dalam Buku II KUHPerdata, yaitu
dalam Bab kedua puluh dari pasal 1150 sampai dengan pasal
1160 KUHPerdata. Pasal-pasal mana mengatur perihal
pengertian, objek, tata cara menggadaikan, dan hal lainnya
berkenaan dengan hak jaminan gadai.

MENURUT ISLAM
Al-quran QS. Al-Baqarah (2) ayat 283 yang digunakan sebagai
dasar dalam membangun konsep gadai adalah sebagai berikut.
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu‟amalah
tidak secra tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang
penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang
dipegang (oleh yang berpiutang).

HUKUM LAIN
Umat Muslim pun tak perlu khawatir melakukan gadai karena
hukumnya diperbolehkan. Salah satu dasar hukumnya adalah
Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 282-283.
Menurut Abdul Ghofur Anshori dalam buku Hukum Perjanjian
Islam di Indonesia, dalam ayat 282 Allah berfirman, “Hai
orang-orang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya…”
Sementara pada surat Al-Baqarah ayat 283, terdapat kalimat
yang menjelaskan lebih lanjut soal gadai. Bunyi penggalan
ayat tersebut adalah:
“Jika kamu dalam perjalanan sedang kau tidak memperoleh
seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan
yang dipegang (oleh yang berpiutang).
Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya).”
Dasar hukum gadai dalam Islam juga bisa ditemukan dalam
beberapa hadits Rasulullah SAW. Salah satunya hadis yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim berikut ini.
ADVERTISEMENT

Dari Aisyah ra berkata, "Rasulullah SAW pernah membeli


makanan dari orang yahudi dan beliau menggadaikan
kepadanya baju besinya."
Dalam hadits lain dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda:
“Apabila ada ternak digadaikan, maka punggungnya boleh
dinaiki (oleh yang menerima gadai), karena ia telah
mengeluarkan biaya (menjaga)-nya.
Apabila ternak itu digadaikan, maka air susunya yang deras
boleh diminum (oleh orang yang menerima gadai) karena ia
telah mengeluarkan biaya (menjaga)-nya. Kepada orang yang
naik dan minum, maka ia harus mengeluarkan biaya
(perawatan)-nya.”

RUKUN DAN SYARAT GADAI


Praktik gadai tidak boleh dilakukan sembarangan agar tidak
terjerumus dalam riba. Oleh sebab itu menurut Al Ikhlas, Lc.,
M.A. dalam buku Pendidikan Agama Islam, ada rukun dan
syarat gadai dalam melakukan transaksi gadai.
ADVERTISEMENT

Para ulama menyatakan, ada empat rukun yang harus dipenuhi


dalam gadai, yaitu barang yang digadaikan, utang, akad, dan
adanya dua pihak yang bertransaksi.
Maksud dari pihak yang bertransaksi itu adalah rahin dan
murtahin. Rahin adalah penggadai, sedangkan murtahin
adalah penerima gadai.
Dalam sumber yang sama juga dijelaskan ada empat syarat
yang harus dipenuhi dalam transaksi gadai. Pertama, transaksi
berdasarkan utang yang wajib dibayar.
Kedua, barang gadai diperbolehkan dalam jual-beli. Artinya,
barang-barang yang diharamkan dalam jual-beli tidak boleh
digunakan sebagai transaksi gadai, misalnya babi, barang
wakaf, atau barang yang bukan miliknya.
Ketiga, rahin semestinya orang yang boleh mempergunakan
jaminannya baik karena miliknya atau diizinkan
mempergunakan secara syariat. Contohnya saat orang
menggadaikan BPKB kendaraan, namun kendaraannya masih
ada di tangan pemilik aslinya.
ADVERTISEMENT

Keempat, barang yang digunakan dalam transaksi harus


diketahui kadar, sifat dan jenisnya. Sehingga, kedua belah
pihak sama-sama mengetahui dengan jelas informasi barang
yang digunakan dalam transaksi tersebut.

Rukun dan Syarat


Gadai LAIN
Rukun Gadai ada 5, yaitu:

1. Yang menggadaikan (ar-Rahin). Orang yang telah


dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang
yang akan digadaikan.
2. Penerima gadai (al-murtahin). Orang, bank, atau lembaga
yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan modal
dengan jaminan barang (gadai).
3. Barang Jaminan (al-marhun). Barang yang digunakan
rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan utang.
4. Utang (marhun bihi). Sejumlah dana yang diberikan
murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran
marhun.
5. Sighat, ijab, dan qabul. Kesepakatan antara rahin dan
murtahin dalam melakukan transaksi gadai.

Dalam setiap akad, unsur dan rukunnya harus memenuhi syarat.


Berkaitan dengan rahn, syarat bagi para pihak yang berakad sama
dengan syarat dalam akad lainnya. Syarat tersebut adalah :

1. Para pihak harus berakal


2. Sudah baligh
3. Tidak dalam paksaan atau terpaksa

Ketentuan
Umum dalam
Gadai
Ada beberapa ketentuan umum dalam muamalah gadai setelah
terjadinya serah terima barang gadai, yakni:

Barang yang dapat digadaikan


Barang yang dapat digadaikan adalah barang yang memiliki nilai
ekonomi, agar dapat menjadi jaminan bagi pemilik uang. Dengan
demikian, barang yang tidak dapat diperjualbelikan karena tidak
ada harganya atau haram untuk diperjualbelikan termasuk
tergolong barang yang tidak dapat digadaikan. Hal yang demikian
itu dikarenakan tujuan utama disyariatkannya pegadaian tidak
dapat dicapai dengan barang yang haram atau tidak dapat
diperjualbelikan.

Barang Gadai adalah

Barang gadai bukanlah sesuatu yang harus ada dalam hutang


piutang, itu hanya diadakan dengan kesepakatan kedua belah
pihak. Misalnya jika pemilik uang khawatir uangnya sulit atau tidak
dapat dikembalikan. Jadi, barang gadai itu hanya sebagai penegas
dan penjamin bahwa peminjam akan mengembalikan uang yang
akan dia pinjam. Oleh karena itu, jika dia telah membayar
hutangnya maka barang tersebut kembali ke tangannya.

Barang Gadai dipegang pemberi hutang

Barang gadai tersebut berada di tangan pemberi hutang selama


masa perjanjian gadai, sebagaimana firman Allah Swt. “Jika kamu
dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS.
Al-Baqarah [2]: 283).

Pemanfaatan
Barang Gadai.
Pihak pemberi hutang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan
barang gadai. Sebab, sebelum dan setelah digadaikan, barang
gadai adalah milik orang yang berhutang, sehingga
pemanfaatannya menjadi milik pihak yang berhutang sepenuhnya.
Adapun pemberi hutang, maka ia hanya berhak untuk menahan
barang tersebut, sebagai jaminan atas uangnya yang dipinjam
sebagai hutang oleh pemilik barang.

Sebagaimana keputusan ulama dalam Muktamar Nahdlatul Ulama


ke-2 di Surabaya tanggal 29 Oktober 1927 M, memutuskan haram
hukumnya untuk memanfaatkan barang jaminan. Misalnya
penerima barang gadai berupa sebidang sawah memanfaatkan
sawah tersebut untuk bercocok tanam tanpa syarat pada waktu
akad, baik yang sudah menjadi kebiasaan atau dengan syarat
maupun perjanjian tertulis, karena akad itu mengandung unsur
mengambil manfaat dari hutang (riba).

Namun di sana ada keadaan tertentu yang membolehkan pemberi


hutang memanfaatkan barang gadai, yaitu bila barang tersebut
berupa kendaraan atau hewan yang diperah air susunya, maka
boleh menggunakan dan memerah air susunya apabila ia
memberikan nafkah untuk pemeliharaan barang tersebut.
Pemanfaatan barang gadai tersebut, tentunya sesuai dengan
besarnya nafkah yang dikeluarkan dan memperhatikan keadilan.

Biaya Perawatan
Barang Gadai
Jika barang gadai butuh biaya perawatan misalnya hewan ternak
seperti sapi, kerbau, kambing ataupun kuda maka:
1. Jika barang itu dibiayai oleh pemiliknya maka pemilik
uang tetap tidak boleh menggunakan barang gadai
tersebut.
2. Jika dibiayai oleh pemilik uang maka dia boleh
menggunakan barang tersebut sesuai dengan biaya yang
telah dia keluarkan dan tidak boleh lebih.

Pelunasan
Hutang Dengan
Barang Gadai
Apabila pelunasan hutang telah jatuh tempo atau sesuai dengan
waktu yang disepakati kedua belah pihak, maka orang yang
berhutang berkewajiban melunasi hutangnya kepada pemberi
hutang. Bila telah lunas, maka barang gadai wajib dikembalikan
kepada pemiliknya. Namun, bila orang yang berhutang tidak
mampu melunasi hutangnya, maka pemberi hutang berhak
menjual barang gadai itu untuk menutup hutang tersebut. Apabila
ada sisa dari penjualan dari barang tersebut maka sisa uang
tersebut menjadi hak pemilik barang gadai. Sebaliknya, bila hasil
penjualan barang tersebut belum dapat melunasi utangnya, maka
orang yang menggadaikannya tersebut masih menanggung sisa
hutangnya. Misalnya B memiliki hutang kepada C sebesar
Rp.5.000.000,00. Lalu dia memberikan suatu barang yang nilainya
ditaksir sekitar Rp.10.000,000,00 sebagai jaminan hutangnya.
Kemudian sampai batas waktu yang telah dijanjikan, B tidak
mampu untuk melunasinya. Maka barang jaminan itu boleh dijual.
Jika barang itu terjual Rp. 8.000.000,00 maka C mengambil
Rp.5.000.000,00 sebagai pelunasan atas piutangnya, dan sisanya
Rp. 3.000.000,00 dikembalikan B. Namun jika hanya terjual
dengan harga Rp. 4.000.000,00 maka orang yang menggadaikan
masih menanggung sisa hutang Rp.1.000.000,00.

Hikmah Gadai.
Hikmah disyariatkan gadai disamping dapat memberikan manfaat
atas barang yang digadaikan juga dapat memberikan keamanan
bagi rahin (orang yang menggadaikan) dan murtahin (penerima
gadai), bahwa dananya tidak akan hilang. Karena jika rahin
(penggadai) ingkar janji dalam pembayaran hutang, maka masih
ada barang/aset yang dipegang oleh murtahin. Dari sisi rahin juga
dapat memanfaatkan dana dari hutangnya untuk usaha secara
maksimal sehingga membantu roda perekonomian menuju
kesejahteraan yang lebih baik.

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai