Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

3 DEFINISI Rahn secara etimologis berarti tsubut (tetap) dan dawam (kekal,
terus menerus).Adapun Rahn secara terminologis adalah menjadikan harta benda sebagai jaminan
hutang agar hutang itu dilunasi ( dikembalikan) atau dibayarkan harganya jika tidak dapat
mengemballikannya.Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan 4 madhab hal 174

4 HUKUM SYAR’I DAN DASARNYA


1. Dasar dari al Qu’an :‫ضة‬ َ ‫َان َم ْقبُو‬
ٌ ‫“وِإ ْن ُك ْنتُ ْم َعلَى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِجدُوا كَاتِبًا فَ ِره‬
َ Jika kalian dalam perjalanan (dan
bermuamalah tidak secara tunai) sedang kalian tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaknya
ada barang tanggungan yang dipegang.” (Al- baqarah : 283 )2. Dasar dari hadits : ‫أن رسول هللا صلى هللا عليه‬
‫ “وسلم اشترى من يهودي طعاما و رهنه درعه‬sesungguhnya Rasulullah SAW membeli makanan dari orang
yahudi dan beliau menggadaikan baju besinya kepadanya.” ( HR. Bukharindan Muslim )

5 3. Dasar ijma’kaum muslimin sepakat di bolehkannya rahn secara syari’at ketika berpergian dan
ketika dirumah4. Landasan hukum positif :A. Dalam pasal 19 ayat (1) huruf q Undang – Undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah disebutkan bahwa kegiatan usaha bank umum syariah
antara lain melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang social
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

6 B. Sejak tahun 2002 atas dasar Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002,
Tertanggal 26 Juni 2002 dinyatakan bahwa pinjaman dengan menggunakan barang sebagai jaminan
dalam bentuk Gadai Syariah (Rahn) diperbolehkan, yaitu suatu bentuk penyerahan harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Rahn dikembangkan melalui Bank
Syariah dan lembaga keuangan bukan bank yaitu Pegadaian Syariah.

7 C. Dalam UU No. 10 tahun 1998 terdapat pada Pasal 8 dan penjelasanya, Pasal 8 ayat (1) serta Pasal
12 A ayat (1) .“...Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syari’ah, Bank
umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan
kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan
dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan” (Pasal 8 Ayat (1))

8 Lanjutan …“Bank Umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan
maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau
berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam Nasabah Debitur tidak
memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan
secepatnya.(Pasal 12 A Ayat (1))

9 D. Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/7/PBI/2003.


Dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/7/PBI/2003 tentang kaualitas Aktiva Produktif Bagi Bank
Syari’ah Pasal 2 (ayat 1) dan penjelasannya, dan pada PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah
Indonesia) tahun 2003 Bank Indonesia:Penanaman dana Bank Syariah pada Aktiva Produktif wajib
dilaksanakan berdasarkan prinsip kehati-hatian. (Pasal 2 (ayat 1))

10 Lanjutan …“Pada prinsipnya dalam pembiaayaan mudharabah tidak dipersyaratkan adanya


jaminan, namun agar tidak terjadi moral hazard berupa penyimpangan oleh pengelola dana, pemilik
dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat
dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah
disepakati bersama dalam akad” (PAPSI 2003, hal. 58)

11 E. Dalam KUH Perdata Pasal 1131 dan Pasal 1132 berikut ini:
“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada
maupun yang baru ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya
perseorangan.” (Pasal 1131)

12 Lanjutan …Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
mengutangkan padanya; pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi bagi menurut keseimbangan
yaitu menurut besar-kecilnya piutang masing-masing kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada
alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. (Pasal 1132)

13 RUKUN – RUKUN RAHN Maayoritas ulama berpendapat ada empat sebagai berikut :1. Barang yang
digadaikan2. Modal hasil gadaian3. Shighoh ( ijab qabul)4. ‘aqidainHanafiyyah berpendapat bahwa
rukun rahn (gadai) hanya satu, yaitu :shighah ( karena ia sebagai hakikat transaksi). Ensiklopedi Fiqh
Muamalah dalam pandangan 4 madhab hal 175

14   SYARAT –SYARAT RAHNSyarat-syarat rahn ( gadai ) adalah sebagai berikut :1. Masing- masing dari
al- ‘aqidain termasuk orang yang boleh membelanjakan harta. Yaitu baliq, berakal sehat, dan pandai
( dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk ).2. Gadaian dilakukan dengan hutang yang
wajib.3. Barang yang digadaikan dapat dinilai dengan uang sehingga dapat digunakan untuk
membayar hutang atau dapat dijual untuk membayar hutangnya jika ia tidak dapat membayar.4.
Barang yang digadaikan milik penggadai atau ia mendapat izin menggadaikannya.

15 MANFAAT RAHN Pemilik gadai berhak mengambil manfaat dan pengembangannya karena barang
itu miliknya. Orang lain tidak boleh mengambil manfaatnya tanpa seizinnya.Kalangan Hanabilah
berpendapat, jika barang gadai berupa kendaraan atau hewan perahan, maka pemegang gadai boleh
mengendarainya dan memerahnya sesuai dengan biaya perawatan yang dikeluarkan tanpa izin
pegadaiAdapun mayoritas fuqoha’ dari kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Syafi’iyyah berpendapat
bahwa pemegang gadai tidak boleh mengambil manfaat barang gadaian karena manfaatnya tetap
menjadi hak penggadaiMenurut Imam Ahmad pemegang gadai boleh memanfaatkan sesuatu yang
digadaikan dengan dikendarai atau diperah sesuai dengan biaya perawatan yang
dikeluarkanEnsiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan 4 madhab hal 179

16 BARANG TERGADAI YANG RUSAK


Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa kekuasaan orang yang menerima gadai adalah
kekuasaan kepercayaan sehingga ia tidak menaggung kerusakan barang gadai kecuali disebabkan oleh
kesalahannya.Hanafiyyah berpendapat bahwa kekuasaan pemegang gadai adalah kekuasaan
menanggung sehingga ia menanggung barang gadai yang rusakKalangan Malikiyyah membedakan
antara barang yang dapat disembunyikan, seperti perhiasan, dan barang yang tidak dapat
disembunyikan, seperti hewan dan pekarangan. Pemegang gadai menaggung pada barang pertama
dan tidak menanggung pada barang kedua kecuali karena ketelodorannya.Pendapat yang rojih
( valid )adalah barang gadai merupakan amanat di tangan pemegang gadai, Maksudnya, penggadai
mempunyai hak manfaat atau hasil barang yang ia gadaikan. Dan ia juga menaggung kerugian dan
kerusakannya. Penggadai telah rela menyerahkan amanah kepada pemegang gadai sehingga ia
seperti orang yang menitipkan barang.

17 HAK MENJUAL BARANG GADAI


Barang gadai adalah hak pegadai dan masih menjadi miliknyaJika penggadai tidak mau menjual
barangnya maka hakim menahannya dan memaksa untuk menjual barangnya. Jika ia tetap tidak
melaksanakan maka hakim yang menjual dan membayarkan hutangnya, demikian ini pendapat
Syafi’iyah, dan Hanabilah.Malikiyyah berpendapat bahwa hakim menjual barang yang digadaikan,
membayarkan hutang penggadai, tatapi tidak menahannyaHanafiyyah berpendapat bahwa pemegang
gadai berhak menuntut penggadai untuk melunasi hutangnya, dan meminta hakim menahannya jika
jelas-jelas menunda membayar hutangnya. Hakim tidak boleh menjual barang gadaian karena terkena
hajr ( ditahan membelanjakan hartanya ), akan tetapi ia ditahan sampai menjualnya karena
mengantisipasi adanya kezhaliman

18 Pendapat yang valid adalah hakim boleh menjual barang gadai dan menggunakannya untuk
membayar hutang penggadai tanpa menahannya karena tujuannya adalah untuk melunasi hutang.
Jika harga barang dapat menutupi jumlah hutangnya maka telah selesai urusan hutang piutang. Jika
tidak cukup maka penggadai harus melunasi kekurangannya.

19 Aplikasi dalam perbankan


kontrak rahn dipakai dalam perbankan dalam dua hal sebagai berikut :1. Sebagai produk
pelengkapRahn dipakai sebagai produk pelengkap, artinya sebagai akad tambahann( jaminan/
collateral ) terhadap prodak lain seperti dalam pembiayaan bai’ al murabahah. Bank dapat menahan
barang nasabah sebagai konsekuensi akad tersebut.2. Sebagai produk tersendiriDi beberapa Negara
seperti Malaysia, akad rahn telah dipakai sebagai alternative dari pegadaian konvensional. Bedanya
dengan pegadaian biasa adalah nasabah tidak dikenakan bunga, yang di pungut dari nasabah adalah
biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama adalah dari sifat bunga
yang bisa berakumulasi dan berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan
dimuka.Muhammad syafi’I Antonio, Bank Islam Dari Teori Ke Praktik, hal : 130

20 TEKNIS PERBANKAN
1. Melalui bank, nasabah dapat menggunakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak
mengurangi nilai dan tidak merusak barang yang digadai. Apabila barang yang digadaikan rusak atau
cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab
.2. Apabila nasabah wanptestasi, bank dapat melakukan penjualan barang yang digadaikan atas
perintah hakim.
3. Nasabah mempunyai hak untuk menjual barang tersebut dengan seizin bank. Apabila hasil
penjualan melebihi kewajibannya, maka kelebihan tersebut menjadi milik nasah.
4. Bila hasil penjualan tersebut lebih kecil dari kewajibannya, nasabah wajib menutupi
kekuranganya.Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi.

21 Manfaat yang dapat diambil oleh bank dari prinsip ar- rahn adalah sebagai berikut :
1. Menjaga kemungkinan nasabah untuk lalai atau bermain-main dengan fasilitas pembiayaan yang
diberikan bank.
2. Memberikan keamanan bagi semua penabung dan pemegang deposito bahwa dananya tidak akan
hilang begitu saja jika nasabah peminjam ingkar janji karena ada suatu asset atau barang ( marhun )
yang dipegang oleh bank.3. Jika rahn ditetapkan dalam sistem pegadaian, sudah barang tentu akan
sangat membantu saudara kita yang kesulitan dana, terutama di daerah-daerah.Muhammad syafi’I
Antonio, Bank Islam Dari Teori Ke Praktik, hal : 130

22 Adapun resiko yang mungkin terdapat pada rahn apabila diterapkan sebagai produk adalah :
1. Risiko tak terbayarnya hutang nasabah ( wanprestasi )
2. Risiko penurunan nilai aset yang ditahan atau rusak.Muhammad syafi’I Antonio, Bank Islam Dari
Teori Ke Praktik, hal : 131

23 (2) Permohonan Pembiayaan Marhun Bih ( Pembiayaan )


Secara umum, penerapan gadai yang dikombinasikan dengan pembiayaan di perbankan syariah,
dapat digambarkan sebagai berikut :  (2) Permohonan PembiayaanMarhun
Bih( Pembiayaan )Rahin( Nasabah )(3) Akad PembiayaanMurtahin( Bank )(4)Utang + Mark
upMarhun( Jaminan )(1)Titipan/ Gadai pembiayaan

24 Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No:26/DSNMUI/III/2002 tentang Rahn Emas.


1). Rahn Emas dibolehkan berdasarkan prinsip Rahn (lihat Fatwa DSN nomor: 25/DSN-MUI/ III/2002
tentang Rahn).2). Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai
(rahin).3). Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin).4).
Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad Ijarah.Kodifikasi Produk Perbankan
Syariah, BI (Internet )

KESIMPULAN

termasuk dalam salah satu jenis akad pelengkap, sedangkan dalam kontek perusahaan umum
pegadaian rahn merupakan produk utama. Perbedaan rahn dengan pegadaian biasa adalah nasabah
tidak dikenakan bunga, yang di pungut dari nasabah hanyalah biaya penitipan, pemeliharaan,
penjagaan, serta penaksiran. Perbedaan utama adalah dari sifat bunga yang bisa berakumulasi dan
berlipat ganda, sedangkan biaya rahn hanya sekali dan ditetapkan dimuka.

DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Safi’I, 2007, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktik, Gema Insani, Jakarta.Ath-
Thayyar, Abdullah bin Muhammad., Al- Muthlaq, Abdullah bin Muhammad dan Muhammad bin
Ibrahim, 2009, Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam pandangan 4 madzhab, Maktabah Al Hanif,
Jakarta.Anshari, Abdul Ghofur, 2009, Perbankan syariah di Indonesia, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.Sudarsono, Heri, 2008, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,
Ekonisia, Yogyakarta.Zuhdi, Masjfuk, 1997, Masail Fiqhiyah, Toko Gunung Agung, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai