Anda di halaman 1dari 10

PEGADAIAN SYARIAH

Dosen Pembimbing:
Astriyanthi Rangkuti, S.E.Ak.

Disusun oleh:
Gebrilia Shakira (200603094)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


UIN AR-RANIRY
BANDA ACEH 2022/2023
PENDAHULUAN

Perkembangan lembaga keuangan berbasis syariah, seperti asuransi syariah, pasar modal
syariah, leasing syariah, baitul mal wat tanwil, koperasi syariah, pegadaian syariah, dan
berbagai bentuk bisnis syariah lainnya mengalami perkembangan yang sangat pesat di
indonesia. Hadirnya lembaga keuangan berbasis syariah di Indonesia merupakan fenomena
baru dan menarik dalam bisnis keuangan modern. 1

Dalam Islam, sumber prinsip ekonomi adalah syariah. Syariah adalah prinsip yang menjadi
acuan prinsip ekonomi Islam dan merupakan keunikan dan perbedaan yang ada dalam standar
ekonomi konvensional. 2

Gadai adalah praktik transaksi keuangan yang telah lama menjadi bagian dari sejarah
peradaban manusia. Perum Pegadaian sudah seratus tahun lebih hadir di dalam kancah
keuangan Indonesia. Masyarakat di Indonesia pada umumnya sudah tahu dan Perum
Pegadaian. Perum Pegadaian hadir sebagai lembaga yang menjadi pendanaan jangka pendek
dengan persyaratan dan sistem yang sederhana. Oleh karena itu, bila seseorang membutuhkan
dana di pegadaian, maka hanya membawa jaminan dalam bentuk berupa benda bernilai
ekonomis yang dilengkapi dengan surat kepemilikan serta identitas diri, maka seseorang bisa
mendapatkan pinjaman sesuai dengan nilai taksiran terhadap barang tersebut.3 Berdasarkan
pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, gadai dapat diartikan sebagai berikut:

“Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak,
yang diserahkan kepadanya oleh seseorang yang berutang atau oleh orang lain atas namanya
yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang
tersebut secara didahulukan daripada orang-orang yang berpiutang lainnya dengan
kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang dikeluarkan untuk
menyelamatkan setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan”

1
Ismanto, Kuat, 2009, Manajemen Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 1
2
Muhamad, 2003, Metodologi Penelitian Pemikiran Ekonomi Islam, Yogyakarta: Ekonisia, hal. 72
3
Ali, Zainuddin, 2008, Hukum Gadai Syariah, Jakarta: Sinar Grafika, hal. 9

1
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pegadaian Syariah

Ar-rahn menurut bahasa berarti al-tsubut dan al-habs yaitu penetapan dan penahanan. Dan
ada pula yang menjelaskan bahwa rahn adalah terkurung atau terjerat, di samping itu rahn
diartikan pula secara bahasa dengan tetap, kekal, dan jaminan. Sedangkan dalam pengertian
istilah adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, dan
dapat diambil kembali sejumlah harta dimaksud sesudah ditebus.

Gadai dalam fikih disebut rahn. Sedangkan maksud rahn yaitu menjadikan barang yang
boleh dijual sebagai kepercayaan hutang di mana akan dibayar dari padanya jika terpaksa tidak
bisa melunasi hutang tersebut. Ada beberapa definisi yang dikemukakan para ulama fikih
mengenai rahn. Ulama mazhab Maliki mendefinisikan rahn sebagai “harta yang dijadikan
pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat”. Ulama mazhab Hanafi
mendefinisikan rahn dengan, “menjadikan sesuatu (barang) sebagai jaminan terhadap hak
(piutang) yang mungkin dijadikan sebagai pembayar hak (piutang) tersebut, baik seluruhnya
maupun sebagiannya.” Sementara itu, ulama mzhab Syafi’I dan mazhab Hanbali
mendefinisikan rahn dengan, “menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat
dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak dapat membayar utangnya itu.”4

Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara
resmi memiliki izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan
dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 di atas. Tugas utamanya adalah memberikan
pinjaman masyarakat atas dasar undang-undang gadai bahwa masyarakat tidak akan dirugikan
oleh lembaga keuangan informal yang cenderung mencari keuntungan kebutuhan mendesak
dana masyarakat.5

Muhammad Syafi'i Antonio mendefinisikan rahn sebagai memegang salah satu aset klien
sebagai jaminan untuk utang/pinjaman yang diterima. Marhun tersebut memiliki nilai

4
Sutan Remi Sjahdeini, Perbankan Syariah: Produk-Produk Dan Aspek-Aspek hukumnya (Kencana
Prenadamedia Group, 2014), hal 364.
5
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta: Ekonista, 2012),
hal 171.

2
ekonomis. Dengan demikian, pemegang atau penerima gadai dapat mengambil alih seluruh
atau sebagian dari piutang. 6

B. Rukun dan Syarat Gadai Syariah 7

Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah.
Rukun gadai tersebut antara lain:

1.Ar-Rahin (yang menggadaikan)


Syaratnya yaitu: orang yang telah dewasa, berakal, bisa dipercaya, cakap bertindak hukum
dan memiliki barang yang akan digadaikan.

2. Al-Murtahin (yang menerima gadai)

Syaratnya yaitu: orang, bank, atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk mendapatkan
modal dengan jaminan barang.

3. Al-Marhun/ Rahn (barang yang digadaikan)

Syaratnya yaitu: barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam mendapatkan
uang. Marhun itu harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

• Harus diperjualbelikan.

• Harus berupa harta yang bernilai.

• Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah

• Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah untuk digadaikan harus berupa
barang yang diterima secara langsung.

• Harus dimiliki oleh rahin setidaknya harus seizing pemiliknya.

6
Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 3.
7
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, hal 175.

3
4. Al-Marhun bih (utang)

Yaitu sejumlah dana yang diberikan murtahin kepada rahin atas dasar besarnya tafsiran
marhun. Al-Marhun bih itu harus memenuhi beberapa syarat, yaitu:

• Harus merupakan hak yang wajib diberikan/ diserahkan kepada pemiliknya.

• Memungkinkan pemanfaatan.

• Harus dikuantifikasi atau dapat dihitung jumlahnya.

5. Sighat (Ijab dan Qabul)

Yaitu kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam melakukan transaksi gadai. Sighat tidak
boleh terikat dengan syarat tertentu dan dengan waktu-waktu pada masa depan.

C. Akad Perjanjian Gadai

Dalam transaksi gadai terdapat empat akad untuk mempermudah mekanisme


perjanjiannya, yaitu sebagai berikut:

1. Qard al-Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif. Oleh karena itu, nasabah
dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadain kepada pegadaian. Ketentuan
transaksi pada akad qard al-hasan, yaitu:
•Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual
•Karena bersifat sosial, tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenankan
untuk mengenakan biaya administrasi kepada rahin.
2. Mudharabah
Akad ini diberikan bagi nasabah yang ingin meperbesar modal usahanya atau untuk
pembiayaan lain yang bersifat produktif. Ketentuan transaksi pada akad mudharabah
ialah:
• Barang gadai dapat berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak, seperti: emas,
elektronik, kendaraan bermotor, tanah, rumah, bangunan, dan lain-lain.
• Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun.

4
3. Ba’i Muqayyadah
Akad ini diberikan bagi nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif, seperti
pembelian alat kantor dan modal kerja. Dalam hal ini, murtahin juga dapat
menggunakan akad jual-beli untuk barang atau modal kerja yang diinginkan oleh rahin.
Barang gadai adalah barang yang dapat dimanfaatkan oleh rahin dan murtahin.
4. Ijarah
Objek dari akad ini adalah pertukaran manfaat tertentu. Bentuknya adalah murtahin
menyewakan tempat penyimpanan barang.

D. Operasional Pegadaian Syariah

Operasi pegadaian syariah menggambarkan hubungan di antara nasabah dan pegadaian.


Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut:

1. Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan.


Kemudian pegadaian menaksir barang jaminan untuk dijadikan dasar dalam memberikan
pembiayaan.

2. Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai; akad ini mengenai berbagai hal,
seperti kesepakatan biaya administrasi, tarif jasa simpan, pelunasan dan sebagainya.

3. Pegadaian syariah menerima biaya administrasi dibayar diawal transaksi, sedangkan untuk
jasa simpan disaat pelunasan utang.

4. Nasabah melunasi barang yang digadaikan menurut akad; pelunasan penuh, ulang gadai,
angsuran, atau tebus sebagian.

5
E. Ketentuan Umum Pelaksanaan Gadai dalam Islam

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya antara lain adalah:

a. Kedudukan Barang Gadai

Selama ada di tangan pemegang gadai, maka kedudukan barang gadai hanya merupakan
suatu amanat yang dipercayakan kepadanya oleh pihak penggadai.

b. Pemanfaatan Barang Gadai

Pada dasarnya barang gadai tidak boleh diambil manfaatnya baik oleh pemiliknya maupun
oleh penerima gadai. Hal ini disebabkan status barang tersebut hanya sebagai jaminan utang
dan sebagai amanat bagi penerimanya. Apabila mendapat izin dari masing-masing pihak yang
bersangkutan, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan. Oleh karena itu agar di dalam
perjanjian gadai itu tercantum ketentuan jika penggadai atau penerima gadai meminta izin
untuk memanfaatkan barang gadai, maka hasilnya menjadi milik bersama. Ketentuan ini
dimaksudkan untuk menghindari harta benda tidak berfungsi atau mubazir .

c. Resiko Atas Kerusakan Barang Gadai

Ada beberapa pendapat mengenai kerusakan barang gadai yang di sebabkan tanpa
kesengajaan murtahin. Ulama mazhab Syafi‟i dan Hambali berpendapat bahwa murtahin
(penerima gadai) tidak menanggung resiko sebesar harga barang yang minimum. Penghitungan
di mulai pada saat diserahkannya barang gadai kepada murtahin sampai hari rusak atau hilang.

d. Pemeliharaan Barang Gadai

Para ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah berpendapat bahwa biaya pemeliharaan barang gadai
menjadi tanggungan penggadai dengan alasan bahwa barang tersebut berasal dari penggadai
dan tetap merupakan miliknya. Sedangkan para ulama Hanafiyah berpendapat lain, biaya yang
diperlukan untuk menyimpan dan memelihara keselamatan barang gadai menjadi tanggungan
penerima gadai dalam kedudukanya sebagai orang yang menerima amanat.

e. Kategori Barang Gadai

Jenis barang yang biasa digadaikan sebagai jaminan adalah semua barang bergerak dan tak
bergerak yang memenuhi syarat sebagai berikut:

• Benda bernilai menurut hukum syara

6
• Benda berwujud pada waktu perjanjian terjadi

• Benda diserahkan seketika kepada murtahin.

f. Pembayaran atau Pelunasan Utang Gadai

Apabila sampai pada waktu yang sudah di tentukan, rahin belum juga membayar kembali
utangnya, maka rahin dapat dipaksa oleh marhun untuk menjual barang gadaianya dan
kemudian digunakan untuk melunasi hutangnya.

g. Prosedur Pelelangan Gadai

Jumhur fukaha berpendapat bahwa orang yang menggadaikan tidak boleh menjual atau
menghibahkan barang gadai, sedangkan bagi penerima gadai dibolehkan menjual barang
tersebut dengan syarat pada saat jatuh tempo pihak penggadai tidak dapat melunasi
kewajibanya. 8

F. Tujuan dan Manfaat Pegadaian Syariah

Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan


masyarakat umum dan sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang
baik. Oleh karena itu pegadaian bertujuan sebagai berikut:

• Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah di


bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melalui penyaluran uang
pembiayaan/ pinjaman atas dasar hukum gadai.

• Pencegahan praktik ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.

• Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jaring pengaman sosial
karena masyarakat yang butuh dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman/ pembiayaan berbasis
bunga.

• Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah.

Adapun manfaat pegadaian, antara lain sebagai berikut:

8
Muhammad dan Sholikhul Hadi, Pengadaian Syari’ah (Jakarta: Salembadiniyah, 2003), 54.

7
1. Bagi nasabah

Tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih
cepat dibandingkan dengan pembiayaan/ kredit perbankan. Di samping itu, nasabah juga
mendapat manfaat penaksiran nilai barang bergerak secara professional. Mendapatkan fasilitas
penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.

2. Bagi perusahaan pegadaian

• Penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana.

• Penghasilan yang bersumber dari ongkos yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa
tertentu. Bank syariah yang mengeluarkan produk gadai syariah mendapat keuntungan dari
pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.

• Pelaksanaan misi pegadaian sebagai BUMN yang bergerak di bidang pembiayaan berupa
pemberian bantuan kepada masyarakat yang memerlukan dana dengan prosedur yang relatif
sederhana.

• Berdasarkan PP No. 10 tahun 1990, laba yang diperoleh digunakan untuk:

a. Dana pembangunan semesta (55 %)

b. Cadangan umum (20%)

c. Cadangan tujuan (5%)

d. Dana sosial (20%)

8
G. Perbedaan Pegadaian Syariah Dan Pegadaian Konvensional 9

KESIMPULAN
Pegadaian Syariah adalah lembaga keuangan non bank milik pemerintah yang berhak
memberikan pembiayaan kepada masyarakat atas dasar hukum gadai yang terdapat dalam Al-
Qur’an dan Hadis serta Peraturan Perundang-Undangan yang berhubungan dengan Pegadaian
Syariah. Dan juga Keberadaan Pegadaian Syariah di Indoesia ini tidak dapat dipisahkan dari
keinginan masyarakat untuk melaksanakan transaksi akad gadai berdasarkan prinsip syariah
dan kebijakan pemerintah dalam pengembangan praktik ekonomi dan lembaga keuangan yang
sesuai dengan nilai dan prinsip hukum islam.

9
Heri Sudarsono, Bank & Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, hal 197.

Anda mungkin juga menyukai