Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Pengertian Gadai Syariah (Rahn)

Bank adalah lembaga perantara keuangan atau biasa disebut financial

intermediary adapun maksudnya adalah bank sebagai perantara bagi orang

kelebihan dana dan kekurangan dana, yang mana orang yang kelebihan

dana akan menitipkan uangnya kepada bank dan bank menyalurkan dana

tersebut kepada orang memerlukan. Artinya, lembaga bank adalah lembaga

yang dalam aktivitasnya berkaitan dengan masalah uang. Oleh karena itu,

usaha bank akan selalu dikaitkan dengan maslaah uang yang merupakan

alat pelancar terjadinya perdagangan yang utama.kegiatan dan usaha yang

akan selalu terkait dengan komoditas, antara lain: (1) Memindahkan uang;

(2) Menerima dan membayar kembali uang nasabah; (3) Membeli dan

menjual surat-surat berharga; dan (4) Memberi jaminan bank (Muhammad,

2016).

Produk yang termasuk dalam pelayanan jasa ini menjadi salah satu

produk yang banyak diminati masyarakat pada akhir-akhir ini. Hal tersebut

dikarenakan emas merupakan produk yang mengalami kenaikan setiap

7
8

tahunnya. Bahkan masyarakat cenderung menggunakan gadai emas

menjadi suatu bentuk investasi. Gadai emas Syariah ini dapat dimanfaatkan

oleh nasabah yang membutuhkan dana jangka pendek dan keperluan yang

mendesak. Misalnya menjelang tahun ajaran baru, hari raya, kebutuhan

modal kerja jangka pendek dan sebagainya. Sistem gadai emas juga sangat

bermanfaat bagi sebagian orang yang senang memanfaatkan momentum

tren sebuah bisnis. Sistem gadai lebih menguntungkan dari pada menjual

emas tersebut. Gadai emas bisa dilakukan di berbagai macam tempat, tetapi

yang paling umum ditemukan di Indonesia adalah melalui pegadaian

syariah dan bank syariah. Pembiayaan adalah salah satu kegiatan yang

dilakukan oleh bank syariah. Pembiayaan gadai emas syariah adalah

penggadaian atau penyerahan hak penguasa secara fisik atas harta/barang

berharga (berupa emas) dari nasabah (rahin) kepada bank (Murtahin) untuk

dikelola dengan prinsip ar-rahn yaitu sebagai jaminan (Marhun) atas

pinjaman/utang (Marhun bih) yang diberikan kepada nasabah/ peminjaman

tersebut (Sari, 2017).

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh oleh orang yang berpiutang

atas suatu barang bergerak yang diserahkan oleh orang yang berpiutang

sebagai jaminan utangnya dan barang tersebut dapat dijual oleh orang yang

berpiutang bila yang berutang tidak dapat melunasi kewajiban pada saat

jatuh tempo (Sutedi, 2011).


9

Gadai (Rahn) dalam Fiqh adalah perjanjian suatu barang sebagai

tanggungan utang atau menjadikan suatu benda bernilai menurut

pandangan syara’ sebagai tanggungan pinjaman (marhun bih), sehingga

dengan adanya tanggungan utang ini seluruh atau sebagian utang dapat

diterima. (Apriani, 2010)

Pembiayaan gadai syariah membutuhkan kerangka akuntansi yang

menyeluruh yang dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat

dan sesuai sehingga dapat mengkomunikasikan informasi akuntansi secara

tepat waktu dengan kualitas yang dapat diandalkan serta mengurangi

adanya perbedaan perlakuan akuntansi antara bank syariah yang satu

dengan yang lain. Pada penerapan sistem syariah, tentu mempunyai sistem

perlakuan akuntansi yang berbeda dengan perlakuan akuntansi

konvensional pada umumnya. Kebutuhan dalam menetapkan metode

pengukuran akuntansi, terutama pembiayaan gadai syariah harus

disesuaikan dengan peraturan perbankan dan ketentuan-ketentuan syariah

yang telah diatur.

Sedangkan pengertian gadai yang dalam Pasal 1150 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdataan (KUHD) adalah suatu hak yang

diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak

tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh orang yang

mempunyai utang. Oleh karena itu, makna gadai (rahn) dalam bahasa
10

hukum perundang-undang disebut sebagai barang jaminan atau agunan

(Sutedi, 2011).

Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterima. Barang yang ditahan tersebut

memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan

memperboleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau

sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah

semacam jaminan utang atas gadai. manfaat yang langsung yang didapat

dari produk gadai emas (rahn) untuk bank adalah biaya-biaya konkret yang

harus dibayar oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset

tersebut. Jika penahanan aset berdasarkan fidusia (penahanan barang

bergerak sebagai manfaat yang langsung yang didapat dari produk gadai

emas (rahn) untuk bank adalah biaya-biaya konkret yang harus dibayar

oleh nasabah untuk pemeliharaan dan keamanan aset tersebut. Jika

penahanan aset berdasarkan fidusia (penahanan barang bergerak sebagai

jaminan) (Antonio, 2005). Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn

adalah semacam jaminan utang atau gadai.

Ar Rahn merupakan akad penyerahan barang dari nasabah kepada

bank/pegadaian sebagai jaminan sebagian atau seluruhnya atas hutang

yang dimiliki nasabah. Transaksi di atas merupakan


11

kombinasi/penggabungan dari beberapa transaksi atau akad yang

merupakan satu rangkaian yang tidak terpisahkan meliputi:

a. Pemberian pinjaman dengan menggunakan transaksi/akad Qardh.

b. Penitipan barang jaminan berdasarkan transaksai/akad Rahn

c. Penetapan sewa tempat khasanah (tempat penyimpanan barang) atas

penitipan tersebut di atas melalui transaksi/akad ijaroh (Apriani, 2010).

Akad qardh adalah akad dana kepada nasabah dengan ketentuan

bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu

yang telah disepakati. Pinjaman qardh meliputi pembiayaan dengan akad

hawalah dan rahn. Akad hawalah adalah akad pengalihan utang dari pihak

yag berutang (nasabah) kepada pihak lain (bank) yang wajib menanggung

atau membayar. Atas transaksi ini Bank mendapatkan imbalan (ujrah) dan

diakui sebagai pendapatan pada saat diterima. Rahn merupakan transaksi

gadai barang atau harta dari nasabah kepada bank dengan uang sebagai

gantinya. Barang atau harta yang digadaikan tersebut dinilai sesuai harga

pasar dikurangi persentase tertentu. Atas transaksi ini Bank mendapatkan

imbalan (ujrah) dan diakui selama periode akad (Mandiri, 2016).

Secara umum transaksi yang digunakan dalam gadai syariah,

misalnya dipegadaian syariah adalah transaksi yang menggunakan dua

akad yaitu (a) akad rahn dan (b) akad ijarah. Meskipun, secara konsep
12

kedua akad dimaksud, sesungguhnya mempunyai perbedaan. Namun,

dalam teknis pelaksanaannya. maka nasabah (rahin) tidak perlu

mengadakan akad dua kali.

a. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si

peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya,

pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk mengambil

kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Dengan akad ini,

lembaga keuangan syariah menahan barang bergerak sebagai

jaminan atas uang nasabah.

b. Akad Ijarah. Dalam gadai syariah dengan akad ijarah, penerima

gadai dapat menyewakan tempat penyimpanan barang kepada

nasabahnya. Berarti nasabah (rahin) memberikan murtahin

ketika masa kontrak berakhir dan murtahin mengembalikan

marhun kepada rahin (Indriani, 2013).

Berdasarkan beberapa pengertian, dapat diartikan gadai (rahn) harta

yang untuk dijaminkan oleh pemiliknya sebagai jaminan utang dan

kepercayaan hutang.

2. Gadai Emas

Gadai emas syariah saat ini tengah menjadi primadona bagi

masyarakat yang memerlukan dana segar dengan cepat. Masyarakat juga

memiliki pilihan tempat untuk melakukan gadai emas syariah karena selain
13

di Pegadaian Syariah, yang bekerjasama dengan Bank Muamalat, kini

banyak bank-bank syariah yang membuka unit gadai syariah, seperti Bank

Syariah Mandiri, Bank Danamon Syariah, BNI Syariah, Bank BRI Syariah,

dan Bank Jabar Syariah. Gadai emas di pegadaian syariah atau bank syariah

memiliki kelebihan, seperti persyaratan mudah, proses cepat dan

mudah, jaminan keamanan standar bank, pencairan dana cepat, dan jangka

waktu peminjaman yang dapat diperbarui. Segala kelebihan di atas menjadi

pendorong bagi masyarakat atau wirausahawan untuk melakukan gadai

emas syariah.

Bagi lembaga keuangan syariah, khususnya bank syariah,

produk gadai emas juga memiliki beberapa keuntungan. Menurut Direktur

Utama Karim Business Consulting, Adiwarman A. Karim, ada tiga

keuntungan yang diperoleh bank syariah dari produk gadai emas, yaitu 1.)

profitabilitas tinggi, margin tebal karena masyarakat kecil mau bayar

mahal, 2.) bagi bank aman karena ini ibarat seperti Kredit Tanpa Agunan

(KTA), tapi kalau KTA tidak ada jaminan, ini ada jaminan dan likuid, 3.)

tidak ada penyisihan penghapusan aktiva produktif. Keuntungan dan

kelebihan yang dapat diberikan oleh gadai emas syariah baik bagi

masyarakat maupun bank syariah menjadikan produk pembiayaan ini

memiliki prospek yang bagus untuk mendorong partisipasi masyarakat


14

dalam aktivitas ekonomi Islam dan ikut serta dalam memperluas penerapan

ekonomi Islam di Indonesia.

Sistem gadai emas syariah yang saat ini sedang booming di

pegadaian syariah dan bank syariah ini tentu perlu untuk diketahui landasan

syariah dan fiqh muamalahnya agar masyarakat mendapat informasi dan

edukasi yang cukup tentang sistem ini. Selain itu, agar masyarakat

mengetahui dan memahaminya sehingga ekonomi Islam menjadi semakin

akrab di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

3. Dasar Hukum Gadai Syariah (Rahn)

Adapun yang menjadi landasan dalam gadai syariah bersumber dari

Al Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW yakni :

a. Al – Qur’an

1) QS. Al- Baqarah: 283 :

Artinya: “ jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak


secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis,
maka hendaklah ada barang tanggung yang dipegang. Tetapi jika
sebagaimana kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya)
dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Rabbnya. Dan janganlah
kamu menyembunyikan kesaksian, karena barang siapa
menyembunyikan, sesungguh , hatinya kotor (berdosa). Allah maha
mengatahui apa yang kamu kerjakan. QS Al-baqarah 283

Ayat ini menerangkan dalam hal muamalah yang tidak

tunai, yang dilakukan dalam perjalanan dan tidak ada seorang juru
15

tulis yang akan menuliskannya, maka hendaklah ada barang

tanggungan (jaminan) yang dipegang oleh pihak yang berpiutang,

kecuali jika masing-masing percaya mempercayai dan

menyerahkan/berserah diri kepada Allah, maka muamalah itu

boleh dilakukan tanpa adanya barang tanggungan.

2) QS. Al- Maidah : 2 :

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar


syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-
bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya,
dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu
orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka
mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu
telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan
janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum
karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil haram,
mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-
menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
b. Hadits

1) Hadits menurut HR Al Bukhari no 2513 dan Muslim no. 1603

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli dari

seorang yahudi bahan makanan dengan cara hutang dan

menggadaikan baju besinya”


16

2) Hadist menurut HR Syafi’I dan Daruqutni

“Barang yang digadaikan itu tidak boleh ditutup dari pemilik yang

menggadaikannya baginya adalah keuntungan dan tanggung

jawabnyalah bila ada kerugian (biaya).

3) Hadist menurut Shahih riwayat At-Tirmidzi

“Hewan yang dikendarai dinaiki apabila digadaikan dan susu (dari

hewan) diminum apabila hewannya digadaikan. Wajib bagi yang

mengendarainya dan yang minum, (untuk) memberi nafkahnya.”

4) Hadist Nabi riwayat al-Syafi'i, al-Daraquthni dan Ibnu Majah dari

Abu Hurairah, Nabi s.a.w. bersabda:

"Tidak terlepas kepemilikan barang gadai dari pemilik yang

menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung

resikonya."

4. Rukun-Rukun Syarat Gadai Syariah

a. Rukun-rukun Gadai Syariah

Muljono (2015: 236) menyebutkan rukun gadai syariah (rahn)

dapat dijabarkan sebagai berikut.


17

1) Rahin (yang menggadaikan)

Orang yang dewasa, berakal, bisa dipercaya, dan memiliki barang

yang digadaikan.

2) Murtahin (yang menerima gadai)

Orang, bank atau lembaga yang dipercaya oleh rahin untuk

mendapatkan modal dengan jaminan barang (gadai).

3) Marhun (barang yang digadai)

Barang yang digunakan rahin untuk dijadikan jaminan dalam

mendapatkan utang.

4) Marhun bih (utang)

Sejumlah dana yang memberikan murtahin kepada rahin atas dasar

besar taksiran marhun.

5) Sighat

Kesepakatan antara rahin dan murtahin dalam transaksi gadai

syariah.

b. Syarat Gadai Syariah (rahn)

1) Rahin dan Murtahin

Pihak-pihak yang melakukan perjanjian rahn, yakni rahin dan murtahin

harus mengikuti syarat-syarat berikut kemampuan, yaitu berakal sehat.

Kemampuan juga berarti kelayakan seseorang untuk melakukan

transaksi.
18

2) Sighat

a) Sighat tidak boleh terikat dengan syarat tertentu dan juga dengan

suatu waktu di masa depan.

b) Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberi utang

seperti halnya akad jual beli. Maka tidak boleh diikat dengan

syarat tertentu atau dengan suatu waktu di masa depan.

3) Marhun bih (utang)

a) Harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada

pemiliknya.

b) Memungkinkan pemanfaatan, bila sesuatu menjadi utang tidak

bisa dimanfaatkan, maka tidak sah.

c) Dapat dihitung jumlahnya, bila tidak dapat diukur maka gadai

tidak sah.

4) Marhun (barang)

Secara umum barang gadai harus memenuhi beberapa syarat,

antara lain:

a) Harus diperjualbelikan.

b) Harus berupa harta yang bernilai.

c) Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah.

d) Harus diketahui keadaan fisiknya,maka piutang tidak sah untuk

digadaikan, harus berupa barang yang diterima secara langsung.


19

e) Harus dimiliki oleh rahin (pegadai) setidaknya harus seizin

pemiliknya.

B. Landasan Operasional Gadai Syariah (Rahn)

1. Perlakuan Akuntansi Gadai Syariah (Rahn)

Untuk mengetahui kesesuaian perlakuan akuntansi atas pembiayaan

gadai syariah dengan SAK Syariah 59(akad qardh) . SAK Syariah 59 yang

mengatur yaitu sebagai berikut :

Dalam Rahn emas penentuan biaya dan pendapatan sewa (Ijarah) atau

penyimpanan dilakukan berdasarkan akad pendamping dari gadai syariah

yaitu akad qardh (SAK 59) yang terkait dimana pengakuan dan pengukuran

serta pengungkapan dan penyajiannya (IAI, 2017)

a. Pengakuan dan Pengukuran Qardh

139. Pinjaman qardh adalah menyediakan dan atau tagihan

dapat dipersembahkan dengan itu berdasarkan persetujuan atau

kesepekatan antara peminjam dan pihak yang meminjam yang

mewajibkan peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu

tertentu. Pihak yang meminjam dapat menerima imbalan namun

tidak diperkenankan untuk dipersyaratkan di dalam perjanjin.

140. Bank Syariah di samping memberikan pinjaman qardh,

juga dapat menyarulkan pinjaman dalam bentuk qardhul hasan

adalah pinjaman tanpa imbalan yang memungkinkan peminjam


20

untuk menggunakan dana tersebut selama jangka waktu tertentu

dan mengembalikan dalam jumlah yang sama pada akhir

periode yang disepakati. Jika peminjam mengalami kerugian

bukan karena kelalaiannya maka kerugian tersebut dapat

mengurangi jumlah pinjaman. Pelaporan qardhul hasan

disajikan tersendiri dalam laporan sumber dan penggunaan dana

qardhul hasan karena danatersebut bukan aset bank yang

bersangkutan.

141. sumber dana qardhul hasan berasal dari eksternal dan

internal. Sumber dana ekternal meliputi dana qardhul hasan

yang diterima Bank Syariah dari pihak lain (misalnya dari

syariah dan sumbangan, infak, shadaqah, dan sebagainya) dana

yang disedikan oleh para pemilik Bank Syariah dan hasil

pendapatan nonhalal. Sumber dana internal meliputi hasil

tagihan pinjaman qardhul hasan.

b. Penyajian dan Pengungkapan

Berdasarkan penjelasan yang terdapat dalam PSAK Syariah 59,

penyajian dan pengungkapan meliputi:

142. pinjaman qardh diakui sebesar jumlah dana yang

dipinjamkan pada saat terjadinya. Kelebihan penerimaan dari

pinjaman atas qardh yang dilunasi diakui sebagai pendapatan

pada saat terjadinya.


21

143. dalam hal Bank bertindak sebagai pinjaman qardh,

kelebihan pelunasan pemberi pinjaman qardh diakui sebagai

beban.

2. PAPSI

a. Definisi

01 Pinjaman Qardh yang diberikan adalah penyediaan dana atau

tagihan yang dapat dipersama kan dengan itu berdasarkan persetujuan

atau kesepakatan antara peminjam dan pihak yang meminjamkan yang

mewajibkan peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu

tertentu.

b. Dasar Pengaturan

01. SAK Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik.

02. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan

Syariah.

c. Penjelasan

01.Pinjaman Qardh yang diberikan merupakan pinjaman yang tidak

mempersyaratkan adanya imbalan.

02.Akad Qardh dalam Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari dua

macam :

a) Akad Qardh yang berdiri sendiri untuk tujuan sosial semata

sebagaimana dimaksud dalam Fatwa DSN-MUI Nomor:

19/DSN-MUI/IV/2001 tentang al-Qardh, bukan sebagai


22

sarana atau kelengkapan bagi transaksi lain dalam produk

yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan;

b) Akad Qardh yang dilakukan sebagai sarana atau kelengkapan

bagi transaksi lain yang menggunakan akad-akad

mu’awadhah (pertukaran dan dapat bersifat komersial) dalam

produk yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Penggunaan dana dari pihak ketiga hanya diperbolehkan

untuk tujuan komersial antara lain seperti produk Rahn Emas,

Pembiayaan Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syariah,

Pengalihan Utang, dan Anjak Piutang.

03. Bank dapat meminta jaminan atas pemberian Qardh.

04. Bank hanya boleh mengenakan biaya administrasi atas pinjaman

Qardh.

05. Pendapatan yang berasal dari biaya Administrasi dalam pinjaman

Qardh yang dananya berasal dari dana pihak ketiga akan dibagi -

hasilkan, sedangkan untuk pinjaman Qardh yang dananya berasal

dari modal Bank tidak bagihasil.

06. Ujrah dari akad ijarah atau akad lain yang dilakukan bersamaan

denganpemberian pinjaman Qardh (untuk rahn, talangan haji, dan

pengalihan utang) yang dananya berasal dari dana pihak ketiga maka

pendapatan yang diperoleh akan dibagihasilkan, sedangkan apabila


23

dananya berasal selain dari dana pihak ketiga pendapatan yang

diperoleh tidak dibagihasilkan.

07. Dalam hal nasabah mengalami tunggakan pembayaran angsuran,

Bank membentuk Penyisihan Penghapusan Aset untuk pinjaman

Qardh sesuai dengan ketentuan yang diatur oleh otoritas pengawasan.

D. Perlakuan Akuntansi

D1. Pengakuan dan Pengukuran

01. Pinjaman Qardh diakui sebesar jumlah yang dipinjamkan pada saat

terjadinya.

02. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari modal

Bank diakui sebagai pendapatan operasional lainnya sebesar jumlah

yang diterima.

03. Biaya administrasi, bonus, ujrah yang dananya bersumber dari dana

pihak ketiga diakui sebagai pendapatan utama lain dan dibagihasilkan

sebesar jumlah yang diterima.

D2. Penyajian

01. Pinjaman Qardh yang bersumber dari modal Bank dan dana pihak

ketiga disajikan pada pos pinjaman Qardh.

02. Penyisihan Penghapusan Aset pinjaman Qardh disajikan sebagai pos

lawan (contra account) pinjaman Qardh.


24

Fatwa DSN-MUI yang merupakan hukum positif oleh Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah juga telah

mengatur Rahn. Fatwa yang mengatur yaitu sebagai berikut :

3. Fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002

Menurut fatwa DSN-MUI No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang gadai

syariah (Rahn) yang menetapkan hukum bahwa gadai syariah dibolehkan,

dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa.

Pertama : Hukum

Bahwa pinjam dengan mengadaikan barang sebagai jaminan

utang dalam bentuk rahn dibolehkan.

Kedua : Ketentuan Rahn

a. Murtahin (penerima barang) mempunyai hak untuk

menahan Marhun (barang) sampai semua utang Rahin

(yang menyerahkan barang) dilunasi.

b. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik rahin. Pada

prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh

Murtahin kecuali seizin Rahin,dengan tidak mengurangi

nilai marhun dan manfaatnya itu sekedar pengganti biaya

pemeliharaan dan perawatannya.

c. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya

menjadi kewajiban Rahin, namun dapat dilakukan juga


25

oleh Murtahin sedangkan biaya dan pemeliharaan

penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.

d. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak

boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

e. Penjual Marhun :

1) Apabila jatuh tempo, Murtahin harus

memperingatkan Rahin untuk segera melunasi

utangnya.

2) Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi utangnya,

maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui

lelang sesuai syariah.

3) Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi

utang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang

belum dibayar serta biaya penjualan.

4) Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan

kekurangannya menjadi ke wajiban Rahin.

4. Fatwa DSN-MUI No.26/DSN-MUI/III/2002

Menurut Fatwa DSN-MUI No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn

Emas yang menetapkan hukum bahwa gadai syariah dibolehkan, dengan

ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa.

Pertama : Ketentuan Khusus


26

a. Rahn emas dibolehkan berdasar prinsip Rahn (lihat Fatwa

DSN nomor : 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn)

b. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun)

ditanggung oleh penggadai (rahin)

c. Ongkos sebagaimana dimaksud ayat 2 besarnya

didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata

diperlukan.

d. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan

berdasarkan Akad Ijarah.

5. Fatwa DSN-MUI No.68/DSN-MUI/III/2008

Menurut Fatwa DSN-MUI No.68/DSN-MUI/III/2008 tentang Rahn

Tasjily yang menetapkan hukum bahwa gadai syariah dibolehkan, dengan

ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa.

Pertama : Ketentuan Umum

Rahn Tasjily disebut juga dengan Rahn Ta’mini, Rahn Rasmi,

atau Rahn Hukmi adalah jaminan dalam bentuk barang atas

utang, dengan kesepakatan bahwa yang diserahkan kepada

penerima jaminan (Murtahin) hanya bukti sah kepemilikannya,

sedangkan fisik barang jaminan tersebut (Marhun) tetap berada

dalam penguasaan dan pemanfaatan pemberi jaminan (Rahin).

Kedua : Ketentuan Khusus


27

Rahn Tasjily boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Rahin menyerahkan bukti sah kepemilikan atau seritifat

barang yang dijadikan jaminan (Marhun) kepada Murtahin;

b. Penyerahan barang jaminan dalam bentuk bukti sah

kepemilikan atau seritifikat tersebut tidak memindahkan

kepemilikan barang ke murtahin.

c. Rahin memberi wewenang (kuasa) kepada Murtahin untuk

melakukan penjualan Marhun, baik melalui lelang atau

dijual ke pihak lain sesuai prinsip syariah, apabila terjadi

wanprestasi atau tidak dapat melunasi utangnya;

d. Pemanfaatan barang marhun oleh rahin harus dalam batas

kewajaran sesuai kesepakatan;

e. Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan

penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah

kepemilikan seritifikat) yang ditangguhkan oleh Rahin,

berdasarkan akad Ijarah;

f. Besaran biaya sebagaimana dimaksud huruf (e) tersebut

tidak boleh dikaitkan dengan jumlah utang Rahin kepada

Murtahin;
28

g. Selain biaya pemeliharaan, Murtahin dapat pula

mengenakan biaya lain yng diperlukan pada pengeluaran

yang riil.

h. Biaya asuransi Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin.

Ketiga : Ketentuan Umum fatwa No.25/DSN-MUI/III/2002 tentang

Rahn terkait dengan pelaksaan akad Rahn Tasjily berlaku

pula pada fatwa ini.

Berdasarkan SAK 107 dalam rahn emas penentuan biaya dan pendapatan sewa

(ijarah) dilakukan berdasarkan akad pendamping dari gadai emas syariah yaitu akad

ijarah (SAK 107). Fatwa DSN-MUI No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn yaitu

menentukan gadai syariah. Fatwa DSN-MUI No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn

emas yang mengatur pembiayaan tentang rahn emas. Fatwa DSN-MUI No. 68/DSN-

MUI/III/2008 tentang rahn tasjily pengaturan penyerahan barang yang di gadaikan.

SAK 107 dalam rahn emas penentuan biaya dan pendapatan sewa (ijarah) dilakukan

berdasarkan akad pendamping dari gadai emas syariah yaitu akad qardh(SAK 59).
29

c. Hasil Penelitian Terdahulu

Identitas Peneliti/ Judul Intusi/ perusahaan Permaslahan Metode Hasil Penelitian


Aspek yang diteliti Penelitian

Ami Apriani Prosfek Bank Syariah 1.Bagaimana pratek gadai emas Data kualitatif 1. Perlakuan akuntansi rahn di Pegadaian
206046103804 Gadai Mandiri Cabang (rahn) Syariah Cabang Istiqlal Manado
Universitas Islam (Rahn) Bekasi 2.Bagaimana tingkat perkembangan menggunakan prinsip akuntansi yang
Negeri Syarif Emas di gadai emas berlaku umum seperti, Fatwa DSN-MUI
Hidayattullah Jakarta Perbankan No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn,
No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn
emas, serta No. 92/DSN-MUI/IV/2014
tentang pembiayaan yang disertai rahn. Hal
tersebut dilakukan karena belum adanya
standar akuntansi yang berlaku untuk
pembiayaan rahn.
2. Tingkat pengembalian keuntungan dari
pembiayaan gadai Syarih (rahn) untuk
tahun 2010 ke 2011 mengalami
peningkatan dengan persentase dari 0.31%,
begitupula untuk jumlah nominal dari
pembiayaan yang disalurkan ke masyarakat
juga terjadi peningkatan signifikan.
Nur Amaliah Analisis Bank BNI Syariah 1Apakah perlakuan akuntansi atas Data kualitatif 1. Perlakuan akuntansi pembiayaan
Ramadahani Perlakuan Cabang Makasar pembiayaan gadai syariah yang dan Data gadai syariah rahn pada BNI Syariah
A31107024 Akuntasi diterapkan Bank BNI Syariah telah kuantitatif cabang Makassar sudah sesuai PSAK
Universitas Hasanuddin pembiayaan sesuai dengan PSAK 107 (akad 107 (akad Ijarah) dengan uraian
Makasar Gadai ijarah )? yang meliputi:
Emas 2.Apakah gadai emas syariah di a. Pengakuan dan pengukuran
Bank BNI Syariah telah sesuai pembiayaan gadai syariah,
Fatwa DSN MUI No.26/DSN- Kejadian-kejadian yang penting (critical
MUI/III/2002? event) pada pembiayaan yaitu Pada
3.Bagaimanakah tingkat saat terjadinya akad pembiayaan:
pengembalian pendapatan Pengakuan tersebut
(keuntungan) pembiayaan gadai sesuai dengan PSAK No.107 part 1
syariah pada PT. Bank Negara yang menyatakan bahwa
30

Indonesia Syariah, Tbk. Cabang pembiayaan gadai emas dinilai


Makassar? sebesar jumlah yang dipinjamkan
pada saat terjadinya dan
menggunakan dasar kas (cash basis)
2.Pembiayaan gadai emas syariah
pada BNI Syariah telah sesuai dengan
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia No.26/DSNMUI/
III/2002.
3. Tingkat pengembalian keuntungan
dari pendapatan pembiayaan gadai
syariah (rahn) untuk tahun 2010 ke
tahun 2011 mengalami peningkatan
dengan persentase dari 0,31% menjadi
3,78%, begitupula untuk jumlah
nominal dari pembiayaan yang
disalurkan ke masyarakat juga terjadi
peningkatan yang signifikan.
Adisty Isini Evaluasi PT Pegadaian 1.Apakah perlakuan akuntansi atas Data Kualitatif 1. Penerapan akuntansi rahn di Pegadaian
Herman Karamoy Penerapan (Persero) Cabang pembiayaan gadai emas syariah Syariah Cabang Istiqlal Manado untuk
Universitas Sam Akuntasi Manado yang diterapkan Bank BJB Syariah transaksi mengenai sewa tempat (ujroh)
Ratulangi, Manado Gadai Kantor Cabang Pembantu sudah sesuai dengan PSAK 107 tentang
Syariah Karawang telah sesuai dengan ijarah. Serta untuk transaksi lainnya pihak
PSAK 107 (akad ijarah)? pegadaian menggunakan Fatwa Dewan
2.Apakah gadai emas syariah di Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
Bank BJB Sayriah Kantor Cabang sesuai dengan produk pembiayaan gadai
Pembantu Karawang telah sesuai syariah (rahn).
dengan Fatwa Dewan Syariah 2.
Nasional MUI No. 26/DSN- Perlakuan akuntansi rahn di Pegadaian
MUI/III/2002? Syariah Cabang Istiqlal Manado
menggunakan prinsip akuntansi yang
berlaku umum seperti, Fatwa DSN-MUI
No. 25/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn,
No. 26/DSN-MUI/III/2002 tentang rahn
emas, serta No. 92/DSN-MUI/IV/2014
tentang pembiayaan yang disertai rahn. Hal
tersebut dilakukan karena belum adanya
standar akuntansi yang berlaku untuk
pembiayaan rahn.
31

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu dari Ami Apriani tidak

menggunkan PSAK Syariah 59 penulis terdahulu ini cuma menggunakan Fatwa DSN

–MUI, Ami Apriani melakukan penelitian di pegadaian Syariah. Sedangkan Nur

Amaliah melakukan penelitian bukan di Bank Syariah Mandiri, penulis terdahulu ini

melakuakan penelitian terdahulu di Bank BNI Syariah.

Anda mungkin juga menyukai