Anda di halaman 1dari 17

AKAD DAN PRODUK PENYEDIAAN JASA DI LEMBAGA KEUANGAN

SYARIAH (LKS)

(LETTER OF CREDIT [L/C], BANK GARANSI, PEMBIAYAAN QARD,


JUAL BELI MATA UANG [SHARF])

Kelompok 5

Anisya Ananda Putri 5554180031

Anton Suhartono 5554180037

Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produk penyediaan jasa di Lembaga


Keuangan Syariah (LKS) yaitu Letter of Credit (L/C), Bank Garansi, Pembiayaan
Qard, Jual Beli Mata Uang (Sharf). Letter of Credit yaitu surat pernyataan akan
membayar kepada yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan Importir/
Eksportir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah
L/C syariah. Bank Garansi yaitu jaminan pembayaran yang diberikan oleh bank
kepada satu pihak baik perorangan maupun perusahaan atau badan/lembaga
lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pembiayaan Qard adalah pemberian harta
kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Sharf adalah menjual mata uang
dengan mata uang (emas dengan emas).
A. PENDAHULUAN
Penyebab pertumbuhan ekonomi salah satunya didukung oleh sektor
keuangan, baik perbankan maupun nonbank. Pembangunan sektor perbankan
dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian membuktikan
bahwa pelayanan perbankan seperti pemberian kredit bisa meningkatkan
pertumbuhan ekonomi1. Hal ini mempengaruhi kebutuhan masyarakat akan
lembaga keuangan, akan tetapi lembaga keuangan yang sudah beredar
menggunakan sistem konvesional yaitu menggunakan sistem bunga yang
dimana hal ini dalam perspektif keuangan islam adalah haram 2.sedangkan
negara Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar didunia 3
hal ini lah yang menjadi salah satu alasan terlahirnya lembaga keuangan
syariah di Indonesia.
Lembaga Keuangan syariah memiliki potensi besar untuk memberikan
kontribusi pada perekonomian melalui dua aspek utama, yakni pertumbuhan
ekonomi yang lebih tinggi dan inklusif, serta stabilitas perekonomian dan
keuangan yang lebih baik. Sebagai contohnya, prinsip bagi hasil dan risiko
dalam keuangan syariah yang dipandang sangat sesuai dengan pembiayaan
sektor riil terutama Usaha Kecil Menengah (UKM) dapat mendukung
pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkualitas. Pada 2020 total aset
perbankan syariah mencapai Rp 561,84 triliun Realisasi itu tumbuh 14,56%
dari periode September 2019 sebesar Rp 490,41 triliun. Sementara itu, aset
industri asuransi syariah mencapai Rp 36,32 triliun. Pada periode yang sama,
nilai kapitalisasi saham yang tergolong efek syariah tercatat sebesar Rp 3.344
triliun. Sementara itu, nilai outstanding Sukuk Negara mencapai Rp 600
trilliun atau 17% dibanding total outstanding Surat Berharga Negara (SBN).
Data Pusat Kajian Strategis Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
menunjukan potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 217 triliun per tahun.

1
Marlina, L., & Rahmat, B. Z. (2018). Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam
Mengimplementasikan Keuangan Inklusif Bagi Pelaku UMKM Tasikmalaya. Jurnal
Ecodemica, 2(1), 125-135.
2
Rahmawaty, A., & Ag, M. (2013). Riba dalam Perspektif Keuangan Islam. Jurnal Hukum
Islam, 14(2).
3
Qomar, M. (2012). Fajar Baru Islam Indonesia.
Namun, saat ini yang terkumpul baru sekitar 0,2% atau Rp6 triliun pertahun.
Begitu pula halnya dengan wakaf, berdasarkan data Badan Wakaf Indonesia
(BWI), hingga Maret 2016 luas tanah wakaf mencapai 4,36 miliar meter
persegi tersebar di 435.768 lokasi. Tanah tersebut dapat dikembangkan secara
lebih produktif. Selain itu, terdapat potensi wakaf uang berkisar Rp2--3 triliun
pertahun. Secara lebih luas, sistem keuangan syariah juga mencakup sektor
industri halal (ekonomi riil) yang saat ini cukup gencar dikembangkan. Hal ini
mengingat Indonesia merupakan salah satu pasar terbesar kebutuhan halal
yang mencakup makanan, fashion, kosmetik, farmasi, dan pariwisata
syariah.Bank Indonesia mengungkapkan pada 2015, jumlah kebutuhan halal
mencapai sekitar Rp 3.000 triliun, dimana sekitar 70% dikontribusikan oleh
makanan halal.
Lembaga keuangan syariah memiliki banyak bentuk seperti Koperasi
Syariah atau Baitul Mal Wa Tamwil (BMT) dan Perbankan Syariah. Dalam
Undang-undang nomor 21 tahun 2008 pasal 1 dijelaskan bahwasannya
perbankan syariah adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank
syariah atau unit usaha syariah, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta
cara proses dalam melaksanakan kegiatannya. Perbankan syariah memiliki
peran sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan juga dapat menjalankan
fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitul mal, yaitu menerima dana yang
berasal dari zakat, infak, sedekah, hibah, atau dana sosial lainnya dan
menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat.4 Karna perbankan syariah
ini lebih fokus kepada pembiayaan sektor rill maka keuangannya pun lebih
aman saat diterpa krisis keuangan global. Sistem keuangan syariah yang tidak
mengenal bunga menjadikan bank syariah mampu bertahan dari fluktuasi
tingkat bunga yang disebabkan oleh turunnya nilai rupiah yang disebabkan
langkanya dolar di pasar. Selain itu, kinerja keuangan bank syariah
dibandingkan dengan bank konvensional menunjukkan kondisi keuangan yang
konsisten dan efisien5
4
www.ojk.go.id
5
Sudarsono, H. (2009). Dampak krisis keuangan global terhadap perbankan di indonesia:
perbandingan antara bank konvensional dan bank syariah. La_Riba, 3(1), 12-23.
Perbankan syariah memiliki beberapa produk keuangan yang tentunya
sudah menggunakan akad-akad yang sesuai dengan perspektif keuangan
agama islam. produk keuangan perbankan syariah tidak hanya tersedia untuk
transaksi jual beli, adapula untuk transaksi jasa. Contoh produk keuangan
perbankan syariah dalam bentuk jasa yaitu letter of credit, Bank Garansi,
Pembiayaan Qard, Jual beli Mata Uang (Sharf).

B. METODOLOGI PENELITIAN

Peneliti menggunakan jenis penelitian literature atau (library research)


yang dilakukan dalam bentuk penelitian kualitatif deskriptif yang nantinya
akan menghasilkan gambaran obyek. Dimana sumber data penelitian
didapatkan dari observasi dan dokumentasi yang dilakukan dengan cara
pengumpulan beberapa informasi dari buku-buku, jurnal, karya ilmiah dan
website yang berkaitan dengan penelitian.

C. PEMBAHASAN
1. Produk Penyediaan Jasa
Pengertian Produk Jasa produk dalam Islam adalah suatu yang
dihasilkan proses produksi yang baik, bermanfaat dapat dikonsumsi,
bedaya guna dan dapat menghasilkan perbaikan material, moral dan
spiritual bagi konsumen. Sesuatu yang tidak berdaya guna dan dilarang
islam merupakan pengertian produk dalam islam. Barang dan ekonomi
konvensional adalah barang yang dapat dipertukarkan. Tetapi barang
dalam ekonomi islam adalah barang yang dapat dipertukarkan dan juga
berdayaguna secara moral.6
Pada dasarnya, bentuk-bentuk produk pelayanan jasa perbankan yang
ada pada bank konvensional maupun bank syariah adalah sama. Adapun
bentuk-bentuk produk pelayanan jasa perbankan yang ada pada bank
konvensional yaitu (Kasmir, 2012):
6
Halim, A. (2015). Manajemen Strategis Syariah: Teori, Konsep, dan Aplikasi. Jakarta: Zikrul
Hakim.
1) Kiriman Uang (transfer)
2) Kliring
3) Inkaso
4) Safe Deposit Box
5) Kartu Kredit
6) Bank Notes
7) Bank Garansi
8) Bank Draft
9) Letter of Credit (L/C)
10) Cek Wisata (Travellers Cheque)
Adapun bentuk-bentuk produk pelayanan jasa perbankan yang ada
pada bank syariah yaitu:
1) Hawalah, Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang
berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam
mengaplikasikan akad hawalah pada produk perbankan syariah
paling tidak terdapat tiga pihak yang diantaranya diikat dengan
perjanjian, yaitu bank, nasabah, dan pihak yang mempunyai utang
kepada nasabah.
2) Kafalah, Akad kafalah adalah akad pemberian jaminan yang
diberikan satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan
(kafil) bertanggung jawab atas pembayaran kembali utang yang
menjadi hak penerima jaminan (makful). Dalam akad kafalah,
penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak
memberatkan. Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidak
boleh dibatalkan secara sepihak.
3) Wakalah, Akad wakalah adalah akad pemberian kuasa kepada
penerima kuasa untuk melaksanakan suatu tugas atas nama
pemberi kuasa. Implementasi wakalah dalam perbankan syariah
cocok untuk produk jasa berupa Letter of Credit (L/C). Bank
membuka L/C atas permintaan nasabah dengan meminta nasabah
untuk menyetorkan dana yang cukup dari besarnya L/C yang
dibuka. Setoran dana tersebut disimpan oleh bank dengan prinsip
wadi’ah.
4) Rahn, rahn adalah menahan sesuatu dengan cara yang dibenarkan
yang memungkinkan ditarik kembali. Rahn juga bisa diartikan
menjadikan barang yang mempunyai nilai harta menurut
pandangan syariah sebagai jaminan utang, sehingga orang yang
bersangkutan boleh mengambil utangnya semuanya atau sebagian.
Dengan kata lain, rahn adalah akad berupa menggadaikan barang
dari satu pihak kepada pihak lain dengan utang sebagai gantinya.
Bank tidak boleh menarik manfaat apapun kecuali biaya
pemeliharaan atau keamanan barang yang digadaikan tersebut.
5) Sharf, Secara harfiah, sharf diartikan sebagai penambahan,
penukaran, penghindaran, pemalingan, atau transaksi jual beli.
Secara istilah, sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan
valuta lainnya. Akad sharf dipraktikkan oleh bank syariah dalam
produk jasa berupa tukar-menukar mata uang asing dengan
mendasarkan pada kurs jual dan kurs beli suatu mata uang. Pihak
bank akan mendapatkan imbalan berupa selisih antara kurs jual dan
kurs beli yang ada, ditambah dengan biaya-biaya administrasi.
Transaksi spot, hukumnya “boleh”, karena dianggap tunai,
sedangkan transaksi forward, transaksi swap, dan transaksi option
hukumnya ”haram”.
2. Letter of Credit
a. Definisi
Letter of Credit (L/C) adalah surat pernyataan akan membayar kepada
yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan Importir/ Eksportir dengan
pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah L/C syariah
dalam pelaksanaannya dapat menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah,
Qardh, Murabahah, Salam/Istishna‟, Mudharabah, Musyarakah, dan
Hawalah, ijarah.7
7
Bentuk-bentuk terebut dapat menggunakan akad wakalah, lihat abd. Rahman al-Jaziri, fikih ala
Madhahib al-Arba‟ah juzu III, hlm. 150
L/C menurut Ramlan Ginting adalah surat-surat yang dikeluarkan oleh
suatu bank atas permintaan importir langganan bank tersebut yang
ditujukan kepada eksportir di luar negeri yang menjadi relasi importir yang
memberi hak kepada eksportir untuk menarik wesel-wesel atas importir
bersangkutan untuk sejumlah uang yang disebutkan dalam surat tersebut.8
Seiring dengan kebutuhan masyarakat akan penerapan prinsip syariah
dalam kegiatan bisnis, termasuk dalam perdagangan internasional
kemudian muncul fasilitas L/C dalam dunia perbankan syariah. Aturan
hukum tentang L/C syariah berpedoman kepada Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesi (DSN MUI) Nomor 34 dan 35 tahun
2002 tentang L/C Impor dan Ekspor Syariah.
Menurut DSN MUI L/C ekspor syariah adalah surat pernyataan akan
membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh bank untuk
memfasilitasi perdagangan ekspor dengan pemenuhan persyaratan tertentu
sesuai dengan prinsip syariah. Sedangkan L/C impor syariah adalah surat
pernyataan akan membayar kepada eksportir yang diterbitkan oleh Bank
untuk kepentingan importir dengan pemenuhan persyaratan tertentu sesuai
dengan prinsip syariah.9
Letter of Credit merupakan salah satu jasa yang ditawarkan oleh bank.
Dalam bank konvensional, L/C dimasukkan sebagai non-cash loan dan
disebut sebagai fee-based income atau penerimaan yang berasal dari
pemberian jasa non-pembiayaan atau investasi.10Dalam bank Syariah, L/C
juga dimasukkan sebagai jasa, yaitu pelayanan jasa Bank.
b. Dasar Hukum L/C dan L/C Syariah
Peraturan Pemerintah No.1 tahun 1982 tentang Pelaksanaan
Ekspor, Impor, dan atau Lintas Devisa merupakan dasar hukum L/C di
Indonesia. Namun Bank Indonesia dalam Surat Edaran No. 26/37/ULN
tanggal 17 Desember 1993 mengatur juga bahwa L/C yang diterbitkan

8
Ramlan Ginting, Letter of Credit; Tinjauan Aspek Hukum dan Bisnis, (Jakarta: Salemba Empat,
2000), hal. 16
9
Fatwa DSN MUI Nomor 34/DSN-MUI/IX/2002 tentang Letter of Credit Impor Syariah
10
Frianto Pandia, Lembaga Keuangan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), h. 194.
bank devisa (bank umum) boleh tunduk pada UCP. Karena UCP telah
digunakan dalam praktik perbankan sejak 1970-an sebagai ketentuan
L/C dan Bank Indonesia mendukung keberadaannya.11
Sikap BI tersebut mencerminkan rasa percayanya pada UCP
sebagai satu-satunya ketentuan L/C yang berlaku internasional.
Sebagaimana diungkapkan C.F.G Sunaryati Hartono yang
menyebutkan bahwa UCP merupakan hukum kebiasaan yang berlaku
secara internasional.
Kemudian untuk Dasar Hukum L/C syariah mengacu kepada
Fatwa DSN MUI No. 34/DSN/MUI/2002 tentang L/C Impor Syariah
dan Fatwa DSN MUI No. 35/DSN/MUI/2002 tentang L/C Ekspor
Syariah. Hadirnya Fatwa tersebut merupakan respon terhadap
keberadaan L/C dalam perbankan konvensional yang dinilai tidak
sejalan dengan prinsip syariah.12
3. Bank Garansi
a. Definisi
Kata garansi berasal dari bahasa belanda garantie yang artinya
jaminan. Bank garansi yaitu jaminan pembayaran yang diberikan oleh
bank kepada satu pihak baik perorangan maupun perusahaan atau
badan/lembaga lainnya dalam bentuk surat jaminan. Pemberian
jaminan dengan tujuan agar bank penjamin akan memenuhi
(membayar) kewajiban-kewajiban pihak yang dijaminkan kepada
pihak yang menerima jaminan, apabila yang dijaminkan kemudian hari
tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang
diperjanjikan atau cidera janji. Untuk menjamin kelangsungan bank
garansi, maka penanggung mempunyai “hak istimewa“ yang diberikan
undang-undang untuk memilih salah satu, menggunakan pasal 1831
KUH Perdata atau pasal 1832 KUH Perdata.

11
Ginting, Letter of..., hal. 18
12
Dewan Syariah Nasional MUI, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Jakarta: Penerbit Erlangga,
2014), hal. 184-203
Perbedaan kedua pasal tersebut menjelaskan, bahwa jika bank
menggunakan pasal 1831 KUH Perdata, apabila timbul cidera janji, si
penjamin dapat meminta benda-benda si berhutang yang disita untuk
dijual terlebih dahulu. Sedangkan jika menggunakan pasal 1832 KUH
Perdata, bank wajib membayar bank garansi yang bersangkutan setelah
timbulnya cidra janji dan siap menerima tuntutan pemenuhan
kewajiban (klaim). Dalam bank garansi, bank wajib mencantumkan
ketentuan yang dipilihnya sesuai bank garansi yang bersangkutan, agar
pihak yang dijamin maupun pihak yang menerima jeminan mengetahui
dengan jelas ketentuan mana yang dipergunakan (1831 KUH Perdata
atau pasal 1832 KUH Perdata).
Terdapat beberapa jenis dari Bank Garansi, yaitu:
1) Kafalah bin-Nafs merupakan akad memberikan jaminan
atas diri (personal guarantee).
2) Kafalah bil-maal merupakan jaminan pembayaran barang
atau pelunasan utang.
3) Kafalah bit-Taslim dilakukan untuk menjamin
pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa
sewa telah berakhir.
4) Kafalah al-Munjazah adalah jaminan mutlak yang tidak
dibatasi oleh jangka waktu untuk kepentingan/tujuan
tertentu (Antonio, 2001).
5) Kafalah al-Muallaqah bentuk jaminan ini merupakan
penyederhanaan dari kafalah almunjazah, baik oleh industri
perbankan maupun asuransi.
4. Pembiayaan Qard
a. Definisi
Qardh menurut bahasa adalah ‫رض‬MMM‫ ق‬- ‫راض‬MMM‫اإلق‬yang artinya
pinjaman-peminjaman atau Qiradh berarti Al Qith‟u (cabang) atau
potongan ialah harta yang diberikan seseorang pemberi qiradh kepada
orang yang diqiradhkan untuk kemudian dia memberikannya setelah
mampu, pengalihan hak milik harta atas harta jadi al-Qardh adalah
pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta
kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan
imbalan.13 Dalam literature fiqhi klasik, qardh dikategorikan dalam aqd
tathawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial.14
Memberi hutang merupakan kebaikan yang dianjurkan, karena,
hal itu berarti membantu menunaikan hajat orang yang membutuhkan.
Semakin kebutuhan itu mendesak dan amalnya semakin ikhlas karena
Allah, maka pahalanya semakin besar. Memberi hutang ibarat
bersedekah dengan setengahnya.15
b. Rukun dan Syarat Qardh
Rukun Qardh ada empat, yaitu:
a) Muqridh, orang yang mempunyai barang-barang untuk diutangkan.
b) Mustaridh, orang yang mempunyai utang.
c) Muqtaradh, obyek yang berutang.
d) Sighat akad, ijab Kabul.

Adapun syarat yang terkait dengan akad qardh, dirinci berdasarkan


rukun akad qardh:

a) Syarat Aqidain (muqridl dan muqtaridl)


1) Ahliyatu al-tabarru (layak bersosial), adalah orang yang
mampu mentasarufkan hartanya sendiri secara mutlak dan
bertanggung jawab. Dalam pengertian ini anak kecil belum
mempunyai kewenangan untuk mengelolah harta, orang cacat
mental dan budak tidak boleh melakukan akad qardh.
2) Tanpa ada paksaan, bahwa muqridl dalam memberikan
hutangnya tidak dalam tekanan dan paksaan orang lain,

13
Wahbah Zulhili, Al-Fiqhu Al Islam wa Adillatuhu. terj. (Jakarta; PT. BMI, 1999) h. 1/11
14
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (Jakarta; Gema Insani Press,
2001), h.131
15
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Kaffah
(Surabaya; Pustaka Yassir, 2009). h. 919
demikian juga sebaliknya. Keduanya melakukan secara suka
rela.
b) Syarat Muqtaradh (barang yang menjadi obyek qardl), adalah
barang yang bermanfaat dan dapat dipergunakan. Barang yang
tidak berguna secara syar’i tidak bisa ditransaksikan.
c) Syarat Shighat, Ijab qabul menunjukkan kesepakatan kedua bela
pihak, dan qardh tidak boleh mendatangkan manfaat bagi muqridh.
Demikian juga shighat tidak mensyarakatkan qardh bagi akad
lainnya.
c. Qard dalam Lembaga Keuangan Syariah
Satu-satunya akad berbentuk pinjaman yang diterapkan dalam
perbankan syariah adalah Qardh dan turunanya Qardhul Hasan. Karena
bunga dilarang dalam Islam, maka pinjaman Qardh maupun Qardhul
Hasan merupakan pinjaman tanpa bunga. Lebih khusus lagi, pinjaman
Qardhul Hasan merupakan pinjaman kebajikan yang tidak bersifat
komersial.16
Berdasarkan fatwa DSN, maka yang menjadi pertimbangan
DSN menetapkan al-Qard al-Hasan sebagai sebuah sistem
perekonomian yang sah menurut syari‟ah adalah:
a. Lembaga Keuangan Syari‟ah (LKS) disamping sebagai
lembaga komersial, harus dapat berperan sebagai lembaga
sosial yang dapat meningkatkan perekonomian secara
maksimal
b. Sebagai salah satu sarana peningkatan perekonomian yang
dapat dilakukan oleh LKS adalah penyaluran dana melalui
prinsip al-Qard, yakni suatu akad pinjaman kepada nasabah
dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan
dana yang diterimanya kepada LKS pada waktu yang telah
disepakati oleh LKS dengan nasabah.

16
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.46
c. Akad tersebut sesuai dengan syari‟ah Islam, DSN
memandang perlu mendapatkan fatwa tentang akad al-qard
untuk dijadikan pedoman oleh LKS.
5. Jual Beli Mata Uang (Sharf)
a. Definisi
Al-sharf secara bahasa berarti al-ziyadah (tambahan), al-adl
(seimbang), al-hilah (memalingkan), penukaran, atau transaksi jual-
beli. Al-sharf kadang kadang dipahami berasal dari kata shorofa yang
berarti membayar dengan penambahan. Dalam kamus istilah fiqh,
disebutkan bahwa ba’i sharf adalah menjual mata uang dengan mata
uang (emas dengan emas).
Adapun pengertian al-sharf menurut para fuqaha, antara lain:
1) Menurut madzhab Hanafi, sharf adalah sebuah nama untuk
jual beli tsaman mutlak, apakah tsaman tersebut sama
jenisnya atau beda jenisnya.
2) Menurut madzhab Maliki, sharf adalah jual beli uang
dengan jenis berbeda, seperti emas dan perak atau
sebaliknya, atau jual beli keduanya (emas dan perak)
dengan fulus.
3) Menurut madzhab Syafi‟i, sharf adalah jual beli uang
dengan uang, sejenis atau beda jenis. Dilihat dari dzahir
definisi, yang dimaksud sharf.

Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan para ulama di


atas dapat dipahami kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan sharf
adalah perdagangan valuta asing, baik dilakukan atas valuta asing
sejenis maupun beda jenis dan dilakukan secara tunai.

b. Landasan Hukum Transaksi Sharf


Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN-MUI No.
28/DSNMUI/III/2002 ada beberapa landasan mengenai tranksaksi Al-
Sharf, yaitu:
1) Dalam al-quran Firman Allah, QS. Al-Baqarah (2): 275
“…Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba….”.
2) Dalam Hadis
Berdasarkan fatwa DSN-MUI No. 28/DSN-MUI/III/2002
dijelaskan ada beberapa hadis dari Sabda Rasulullaah Sallallaahu
‘alaihi wa sallam mengenai hukum As-Sharf diantaranya:
a. Hadis dari riwayat al-Baihaqi dan ibnu majah dari abu sa’id al-
khudriy:
“Rasulullaahui sollallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda;
“Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar
kerelaan (antara dua belah pihak)”. (Hr. Al-Baihaqi dan Ibnu
Majah, dan dinilai sahih oleh Ibnu Hibban).
b. Hadis Nabi riwayat Muslim, Abu Dawud, at-tirdmizi, an-
nasa’iy, dan ibnu majah, dengan teks muslim dari ‘ubadah bin
ash-shamit, nabi sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum
dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma,
dan garam dengan garam (dengan syarat harus) sama dan
sejenis serta tunai. Jika sejenisnya berbeda, juallah
sekehendakmu jika dilakukan secara tunai”.
c. Hadis Nabi riwayat Muslim, At-tirdmizi, An-nasa’I, Abu
dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad, daru ‘umar bil Al-khatab,
Nabi Sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“(jual beli) emas dengan perak adalah riba kecuali dilakukan
secara tunai”.
d. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu sa’id al-khudriy, Nabi
Sallalaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama
(nilainya) dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian
yang lain; janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama
(nilainya), dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian
yang lain; dan janganlah menjual emas dengan perak tersebut
yang tidak tunai dengan yang tunai”.
e. Hadis Nabi Riwayat Muslim dari Bara’ bin ‘Azib dan Zayd bin
Arqam:
“Rasulullaah Sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda melarang
menjual perak dengan emas secara piutang (tidak tunai)”.
f. Hadis Nabi riwayat at-Tirdmizi dari ‘amr bin ‘Awf al-Muzaniy,
Nabi Sallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“shulh (penyelesaian sengketa melalui musyawarah untuk
mufakat) dapat dilakukan diantara kaum muslimin, kecuali
shulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat
mereka, kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram”. (HR. Attirdmizi dari ‘Amr bin
‘Awf).

D. KESIMPULAN
Pengertian Produk Jasa produk dalam Islam adalah suatu yang
dihasilkan proses produksi yang baik, bermanfaat dapat dikonsumsi, bedaya
guna dan dapat menghasilkan perbaikan material, moral dan spiritual bagi
konsumen. Bentuk-bentuk produk pelayanan jasa perbankan yang ada pada
bank konvensional maupun bank syariah adalah sama, yaitu: a. Hawalah,
pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya; b. Kafalah, pemberi jaminan (kafil) bertanggung jawab atas
pembayaran kembali utang yang menjadi hak penerima jaminan (makful); c.
Wakalah, akad pemberian kuasa kepada penerima kuasa untuk melaksanakan
suatu tugas atas nama pemberi kuasa; d. Rahn, menahan sesuatu dengan cara
yang dibenarkan yang memungkinkan ditarik kembali. Letter of Credit (L/C),
Bank Garansi, Pimbiayaan Qardh, Jual Beli Mata Uang (Sharf) juga
merupakan Akad dan Produk Penyediaan Jasa Pada Lembaga Keuangan
Syariah (LKS).
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddiqy, M. (2018). Analisis akad pembiayaan Qardh dan upaya


pengembalian pinjaman di lembaga keuangan mikro syariah. Conference on
Islamic Management, Accounting, and Economics (CIMAE), 1, 102–110.

Avif, M. S., Hayatudin, A., & Adam, P. (2020). Analisis Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang
Jual Beli Mata Uang (AL-SHARF) terhadap Jasa Penukaran Uang.
Prosiding Hukum Ekonomi Syariah, 70.
https://doi.org/10.29313/syariah.v0i0.19532

Ekonomi, J., Volume, I., Cetak, I., & Online, I. (2020). 1) ; 2). 9(2), 176–184.

Fasiha, F. (2018). Akad Qardh Dalam Lembaga Keuangan Syariah. Al-Amwal :


Journal of Islamic Economic Law, 3(1), 23–33.
https://doi.org/10.24256/alw.v3i1.197

IMPLEMENTASI KAFALAH DALAM LEMBAGA KEUANGAN SYARI ’ AH


Makalah ini disusun guna memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqh
Kontemporer , Dosen Pengampu : Imam Mustofa , SHI , MSI . Disusun
Oleh : Lutfi Afrizal PROGRAM STUDI STRATA SATU PERBANKAN
SYARIAH ( S1 PERBANK. (2017). 1–11.

Kurrohman, T. (2020). Akad Pembiayaan Syariah Yang Sesuai Dengan Maqasid


Syariah Dalam Perbankan Syariah. Jurnal Surya Kencana Satu : Dinamika
Masalah Hukum Dan Keadilan, 11(1), 115.
https://doi.org/10.32493/jdmhkdmhk.v11i1.5611

Musa, M. (2020). Determinan Keputusan Menjadi Nasabah Jual Beli Valas (Al-
Sharf) di Bank Syariah. Al-Tijary, 5(2), 109–124.
https://doi.org/10.21093/at.v5i2.2023

Nur Hikmah. (2017). Studi Komparasi Produk Letter of Credit Pada Bank
Konvensional dan Bank Syariah. UIN Walisongo, 53(9), 21–25.
http://www.elsevier.com/locate/scp
Pelaksanaan perjanjian jual beli dengan menggunakan l/c (. (2013).

Pengenalan Produk Dan Akad Dalam Perbankan Syariah. (2009). In Bina


Ekonomi (Vol. 13, Issue 2). https://doi.org/10.26593/be.v13i2.719.%p

Putra, T. W. (2018). Jurnal Ulumul Syar’i, Desember 2018. Jurnal Ulumul Syar’i,
7(2).

Rini Fatriani. (2018). Bentuk Bentuk Produk Bank Konvensional Dan Bank
Syariah Diindonesia. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9),
1689–1699.

Shandy Utama, A. (2018). Independensi Pengawasan Terhadap Bank Badan


Usaha Milik Negara (Bumn) Dalam Sistem Hukum Nasional Di Indonesia.
Soumatera Law Review, 1(1), 1. https://doi.org/10.22216/soumlaw.v1i1.3312

Syariah, B. (2013). Sekolah Tinggi Agama Islam Darul Ulum Banyuwangi.


Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 3(2), 94–116.

Syuhadak, F., & Badrun, B. (2012). Pemikiran Wahbah Al-Zuhaily Tentang


Ahkam Al-Usrah. Journal de Jure, 4(2), 160–170. https://doi.org/10.18860/j-
fsh.v4i2.2985

Ulum, F. (2014). Inovasi Produk Perbankan Syariah di Indonesia. Al-Qanun,


17(1), 33–59.

Www.Pu.Go.Id 153. (n.d.). 153–162.

)2005( .‫ ر‬,‫زين الدين‬. No Title 228–215 .‫طرق وسترتيغى تعليم اللغة العربية‬.

Anda mungkin juga menyukai