Anda di halaman 1dari 4

KAJIAN PUSTAKA/LITERATURE REVIEW

INSTRUMEN DAN MEKANISME KEUANGAN SYARIAH BERBASIS BAGI HASIL


DAN JUAL BELI
Mata Kuliah: Manajemen Keuangan Islam

Nama : Anggun Pribadi Sulistyo


NIM : 12020221120003
Program Studi : Ekonomi Islam

Instrumen Keuangan Syariah Primer


Aktivitas ekonomi dalam sistem ekonomi manapun dapat dilihat sebagai kontrak
(akad) antara pelaku-pelaku ekonomi. Menurut Muhamad (2016), instrumen keuangan juga
merupakan akad, di mana syarat dan kondisinya akan menentukan risiko dan profil
keuntungan instrumen tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki serangkaian kontrak inti,
yang berfungsi sebagai landasan bagi pendesaian instrumen keuangan yang lebih rumit dan
kompleks. Kontrak yang berhubungan dengan transaksi komersial dan bisnis dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kategori besra yaitu, kontrak transaksional, kontrak
pembiayaan, kontrak intermediasi, dan kontrak kesejahteraan sosial.
Menurut Jurnal Hukum Ekonomi Syari’ah, perkembangan industri keuangan syariah
yang begitu pesat ini, membutuhkan pengembangan inovasi instrumen keuangan. Tuntutan
perkembangan ini, membutuhkan penetapan hukum mengenai kebolehan instrumen-
instrumen yang digunakan maupun yang dipasarkan oleh lembaga keuangan syariah, dan
penetapan hukum ini dilakukan oleh para ahli. Selain itu terdapat tantangan yang dihadapi
oleh ahli fikih adalah bagaimana memberikan solusi kepada masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya dalam aktivitas ekonomi.
Saat ini, hukum suatu instrumen keuangan ditentukan oleh ulama atau dewan syariah
masing-masing negara. Sedangkan menurut Obaidullah (2007), dalam sistem keuangan yang
lebih matang, prosesnya melibatkan penawaran langsung produk keuangan oleh perusahaan
kepada penabung. Lembaga keuangan sekarang bertindak sebagai fasilitator dalam proses
tersebut. Mereka membantu perusahaan bisnis dan pemerintah dengan berbagai cara dalam
menggalang dana dari rumah tangga. Mereka membantu perusahaan merancang dan
membuat "sekuritas" (sukuk), memberi harga, dan memasarkannya kepada penabung.
Berdasarkan teori akad sebagaimana yang telah dijelaskan, dapat diformulasikan
kontrak-kontrak keuangan yang kemudian disebut dengan instrumen keuangan, sebagai
berikut, mudharabah, musyarakah, murabahah, salam dan salam pararel, istishna dan istishna
pararel, ijarah dan ijarah muntahiyah bittamilk, wadiah, qardh dan qardhul hasan, sharf,
wakalah, kafalah, serta hiwalah.
Mekanisme Keuangan Syariah Berbasis Bagi Hasil
Bentuk khusus kontrak keuangan yang telah dikembangkan untuk menggantikan
mekanisme bunga dalam transaksi keuangan adalah mekanisme bagi hasil. Sebab bank
syari’ah secara eksplisit melarang penerapan tingkat bunga pada semua transaksi lainnya.
Namun yang banyak dipakai di bank syari’ah, diberi nama al-musyarakah dan al-
mudharabah. Kedua akad produk biasanya tergolong sebagai kontrak bagi hasil.
Menurut Muhamad (2016), akad mudharabah diperbolehkan dalam Islam, karena
bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dan seseorang yang ahli dalam
memutarkan uang (usaha/dagang). Dua belah pihak masing-masing mempunyai hak dan
kewajiban yang sama, serta bersama menjaga amanah dana masyarakat. Selain itu, jaminan
yang diperlukan untuk memperkecil risiko-risiko yang merugikan bank akibat kelalaian,
salah urus atau pelanggaran akad yang dilakukan oleh nasabah selaku pengurus. Sedangkan
musyarakah, berarti akad antara orang-orang yang berserikat dalam hal modal dan
keuntungan. Dua belah pihak masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang sama,
serta bersama menjaga amanah dana masyarakat.
Ada beberapa sistem bagi hasil yang terdapat dalam menentukan berapa bagian yang
diperoleh oleh masing-masing pihak yan terkait. Sistem bagi hasil yang pada dasarnya erat
kaitannya denga berapa marjin yang akan diterapkan, yaitu dengan profit sharing dan revenue
sharing. Di dalam perbankan syari’ah Indonesia sistem bagi hasil yang diberlakukan adalah
sistem bagi hasil dengan berlandaskan pada sistem revenue sharing. Bank syari’ah dapat
berperan sebagai pengelola maupun sebagai pemilik dana, ketika bank berperan sebagai
pengelola maka biaya tersebut akan ditanggung oleh bank, begitu pula sebaliknya jika bank
berperan sebagai pemilik dana akan membebankan biaya tersebut pada pihak nasabah
pengelola dana.
Menurut Muhamad (2016), nisbah bagi hasil merupakan presentase keuntungan yang
akan diperoleh shahibul maal dan mudharib yang ditentukan berdasarkan kesepakatan antara
keduanya. Nisbah bagi hasil dapat dicari dengan memperhatikan jenis aktivitas bank syari’ah
di antaranya, funding atau pengumpulan dana dan financing atau penyaluran dana. Masing-
masing mempunyai ketentuan dan aturan sendiri-sendiri. Selain itu, terdapat metode
penentuan nisbah bagi hasil pembiayaan antara lain, penentuan nisbah bagi hasil keuntungan,
penentuan nisbah bagi hasil pendapatan, penentuan nisbah bagi hasil penjualan, dan
pendekatan tawar-menawar.
Mekanisme Keuangan Syariah Berbasis Jual Beli
Pembiayaan yang diberikan bank syari’ah kepada nasabahnya tidak hanya
diselesaikan dengan cara mudharabah dan musyarakah (bagi hasil). Namun bank syari’ah
dapat juga menjalankan pembiayaan dengan akad jual beli dan sewa. Pada akad jual beli dan
sewa, bank syari’ah akan memperoleh pendapatan secara pasti. Hal ini sesuai dengan konsep
dasar teori pertukaran. Menurut Muhamad (2016), Al Ijarah disebut dengan akad pemindahan
hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran
sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Manfaat yang diambil tidak berbentuk zatnya melainkan sifatnya dan dibayar sewa,
misalnya, rumah yang dikontrakkan/disewa mobil disewa untuk perjalanan. Sedangkan
menurut Obaidullah (2007), ijarah dalam istilah sederhana, berarti menyewakan atau
menyewa aset fisik. Melalui ijarah, akan menerima manfaat yang terkait dengan kepemilikan
aset terhadap pembayaran pra sewa yang ditentukan (ujrah). Ijarah adalah untuk jangka
waktu yang diketahui. Antara nasabah dan bank sepakat mengadakan perjanjian khusus, yaitu
bila masa sewa berakhir maka nasabah akan membeli obyek yang disewakanya.

Dalam ijarah, bank tetap menjadi pemilik selama periode ijarah sedangkan nasabah
menerima manfaat kepemilikan atau manfaat penggunaan aset. Dengan demikian, risiko yang
terkait dengan kepemilikan aset tetap menjadi tanggungjawab bank dan aset tersebut
seharusnya dikembalikan ke bank pada akhir ijarah periode. Namun, dalam kasus ijarah,
persewaan bisa fleksibel dan disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan bisnis.
Karena di ijarah, kepemilikan aset tetap di bank, aset tersebut kembali ke bank pada akhir
masa sewa. Ini disebut "sewa operasi" dalam bahasa konvensional.

Masalah di atas tidak akan muncul jika periode ijarah sama atau mendekati umur
ekonomis aset. Dengan demikian, akan ada nilai residu yang kecil atau tidak signifikan dalam
aset tersebut. Oleh karena itu, bank dapat dengan mudah memberikan aset kepada nasabah
tanpa pertimbangan timbal balik atau mengabaikan aset tersebut. Perhatikan bahwa akad
hibah adalah akad mandiri, tidak tergantung akad ijarah. Sekali lagi perlu diketahui bahwa
akad jual beli adalah akad yang berdiri sendiri, tidak tergantung pada akad ijarah.

Dalam semua bentuk pembiayaan Islam, sangat penting bagi bank untuk menanggung
sejumlah risiko aset agar keuntungannya dianggap sah di mata syari’ah. Jadi, dalam leasing
Islam, semua risiko dan kewajiban yang timbul dari kepemilikan aset harus ditanggung oleh
lessor-bank sedangkan kewajiban yang timbul dari penggunaan aset leasing harus ditanggung
oleh penyewa atau nasabah. Dalam sewa keuangan konvensional, lessor mengalihkan secara
substansial risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset sewaan kepada penyewa
meskipun hak atas aset sewaan pada akhirnya dapat atau tidak dapat dialihkan kepada
penyewa. Pengalihan risiko yang lengkap membuat sewa pembiayaan sangat kontroversial
dari sudut pandang syari’ah.
Daftar Referensi

Handayani, D. L. (2015). HUKUM EKONOMI SYARI'AH: TANTANGAN DAN


PELUANG DALAM PENGEMBANGAN INOVASI INSTRUMEN KEUANGAN
SYARIAH. Jurnal Hukum Ekonomi Syari'ah, Vol. IX No. 2, 335-344.
Izziyana, W. V. (2017). MEKANISME PRINSIP-PRINSIP SYARIAH DALAM
OPERASIONAL BANK SYARIAH. Jurnal Law and Justice Vol. 2 No. 1, 1-10.
Lintang Nurul Annisa, R. Y. (2015). PENGARUH DANA PIHAK KETIGA, TINGKAT
BAGI HASIL DAN NON PERFORMING FINANCING TERHADAP VOLUME
DAN PORSI PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI VOLUME DAN PORSI
PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL PADA PERBANKAN SYARIAH DI
INDONESIA. SHARE, Volume 4, Number 1, 79-102.
Muhamad. (2016). Manajemen Keuangan Syari'ah: Analisis Fiqh & Keuangan. Yogyakarta:
UPP STIM YKPN.
Obaidullah, D. M. (2007). Teaching Corporate Finance. Jeddah, Kingdom of Saudi Arabia:
King Abdulaziz University.

Anda mungkin juga menyukai