Dalam ijarah, bank tetap menjadi pemilik selama periode ijarah sedangkan nasabah
menerima manfaat kepemilikan atau manfaat penggunaan aset. Dengan demikian, risiko yang
terkait dengan kepemilikan aset tetap menjadi tanggungjawab bank dan aset tersebut
seharusnya dikembalikan ke bank pada akhir ijarah periode. Namun, dalam kasus ijarah,
persewaan bisa fleksibel dan disesuaikan dengan perubahan kondisi ekonomi dan bisnis.
Karena di ijarah, kepemilikan aset tetap di bank, aset tersebut kembali ke bank pada akhir
masa sewa. Ini disebut "sewa operasi" dalam bahasa konvensional.
Masalah di atas tidak akan muncul jika periode ijarah sama atau mendekati umur
ekonomis aset. Dengan demikian, akan ada nilai residu yang kecil atau tidak signifikan dalam
aset tersebut. Oleh karena itu, bank dapat dengan mudah memberikan aset kepada nasabah
tanpa pertimbangan timbal balik atau mengabaikan aset tersebut. Perhatikan bahwa akad
hibah adalah akad mandiri, tidak tergantung akad ijarah. Sekali lagi perlu diketahui bahwa
akad jual beli adalah akad yang berdiri sendiri, tidak tergantung pada akad ijarah.
Dalam semua bentuk pembiayaan Islam, sangat penting bagi bank untuk menanggung
sejumlah risiko aset agar keuntungannya dianggap sah di mata syari’ah. Jadi, dalam leasing
Islam, semua risiko dan kewajiban yang timbul dari kepemilikan aset harus ditanggung oleh
lessor-bank sedangkan kewajiban yang timbul dari penggunaan aset leasing harus ditanggung
oleh penyewa atau nasabah. Dalam sewa keuangan konvensional, lessor mengalihkan secara
substansial risiko dan manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset sewaan kepada penyewa
meskipun hak atas aset sewaan pada akhirnya dapat atau tidak dapat dialihkan kepada
penyewa. Pengalihan risiko yang lengkap membuat sewa pembiayaan sangat kontroversial
dari sudut pandang syari’ah.
Daftar Referensi