A. Telaah Pustaka
1. Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976), Godfrey (1977) dan Scott (2000)
dalam menggambarkan hubungan keagenan sebagai hubungan yang
timbul karena adanya kontrak yang diterapkan antara principal yang
menggunakan agen untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan dari
principal dalam hal ini terjadi pemisahan antara kepemilikan dan kontrol
perusahaan. Secara garis besar Jensen dan Meckling (1976)
menggambarkan dua bentuk keagenan yaitu antara manager dan
pemegang saham (shareholders) dan antara manager dengan pemberi
pinjaman yang biasa disebut bondholders (Primasari, 2018: 69).
Hubungan bank dengan nasabah dalam bank syariah adalah
hubungan kontrak (contractual agreement) atau akad antara investor
pemilik dana atau shahibul maal (principal) dengan pengelola dana atau
mudharib (agent) yang bekerjasama untuk melakukan usaha yang
produktif dan berbagai keuntungan secara adil atau disebut mutual
investment relationship (Lewaru, 2015).
Implikasi agency theory pada penelitian ini adalah Profit Sharing
Based Financing (PSBF) yang terdiri dari mudharabah dan musyarakah
serta Trading Based Financing (TBF) yang terdiri dari murabahah dan
istishna didasarkan hubungan kepercayaan antara pemilik dana (shahibul
maal) dan pengelola dana (mudharib). Pemilik dana memberikan
kepercayaan kepada pengelola dana untuk mengelola dana tersebut ke
dalam suatu usaha yang bersifat produktif demi mencapai tujuan yang
sama yaitu kesejahteraan hidup. Pengelola dana harus bersifat amanah
(dapat dipercaya) serta memiliki tanggung jawab yang tinggi dalam
mengelola dana tersebut. Kepercayaan yang diberikan oleh bank syariah
kepada nasabah, mempunyai harapan agar nasabah bertindak sesuai
dengan tujuan bersama yang dibuat diawal akad pembiayaan sehingga
bank syariah ataupun nasabah dapat memperoleh keuntungan.
Keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan yang diberikan akan
menjadi pendapatan dan akan mempengaruhi tingkat laba bank syariah
(ROA). Selain potensi pendapatan yang diterima dari keuntungan
pembiayaan, juga muncul potensi resiko berupa pembiayaan bermasalah
yang dimungkinkan muncul dalam penyelesaian pembiayaan. Dalam
penelitian ini pembiayaan bermasalah dinyatakan oleh tingkat Non
Performing Financing (NPF).
b. Pembiayaan Musyarakah
PSAK 106 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007: 1) menjelaskan
musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang
diperkenankan oleh syariah.
Musyarakah adalah kerja sama untuk menjalankan suatu usaha
antara dua atau lebih pihak yang terkait yang mana memberikan
kontribusi usaha dengan kapasitas dan nilai yang sama dengan
penanggungan risiko dibagi sama rata (Anggadini dan Komala,
2017: 160).
Musyarakah merupakan akad kerja sama para pemilik modal yang
mencampurkan modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan
pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati
sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua
pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing. Pada skema
musyarakah, hubungan antara bank dan nasabah adalah hubungan
kemitraan sesama pemilik modal. Bank dan mitra sama-sama
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu baik yang
sudah berjalan ataupun baru berjalan. Selanjutnya, mitra dapat
mengembalikan modal tersebut beserta bagi hasil yang telah
disepakati nisbahnya secara bertahap ataupun sekaligus kepada bank
(Yaya, Martawireja dan Abdurahim, 2014: 61).
Musyarakah merupakan akad kerja sama di antara para pemilik
modal yang menggabungkan modal mereka dengan tujuan mencari
keuntungan. Para mitra secara bersama-sama menyediakan modal
untuk membiayai suatu usaha tertentu dan bekerja sama mengelola
usaha tersebut. Modal yang ada harus digunakan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama sehingga tidak boleh
digunakan untuk kepentingan pribadi atau dipinjamkan kepada pihak
lain tanpa seizin mitra lainnya. Dengan bergabungnya dua orang atau
lebih, hasil yang diharapkan akan jauh lebih baik dibandingkan jika
dilakukan sendiri, karena didukung oleh kemampuan akumulasi
modal yang lebih besar, relasi bisnis yang lebih luas, keahlian yang
lebih beragam, wawasan yang lebih luas dan pengendalian yang
lebih tinggi. Apabila usaha tersebut untung maka keuntungan akan
dibagikan kepada para mitra sesuai dengan nisbah yang telah
disepakati, sedangkan bila rugi akan ditanggung para mitra sesuai
dengan porsi modal masing-masing. Hal ini sesuai dengan prinsip
sistem keuangan syariah yaitu bahwa pihak-pihak yang terlibat
dalam suatu transaksi harus bersama-sama menanggung atau berbagi
resiko (Hery, 2018: 18).
b. Pembiayaan Istishna
PSAK 104 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007: 2) mendefinisikan
istishna sebagai akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan
barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan (pembeli, mustashni’) dan penjual
(pembuat, shani’).
Jual beli dengan skema istishna adalah jual beli yang didasarkan
atas penugasan oleh pembeli kepada penjual yang juga produsen
untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan
spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga
yang disepakati. Barang yang diperjualbelikan pada saat transaksi
istishna dilakukna belum ada dan memerlukan waktu untuk
membuatnya terlebih dahulu. Karena bank hanya sebagai penjual
dan pembuatan produk dilakukan oleh pihak lain yaitu produsen,
bank biasanya juga melakukan kontrak istishna dengan produsen
untuk membeli produk sebagaimana diinginkan oleh nasabah
pembiayaan. Skema double istishna disebut dengan istishna paralel.
Cara pembayaran skema ini dapat berupa pembayaran di muka,
cicilan atau ditangguhka sampai jangka waktu akad (Abdurahim et
al., 2014: 60).
Istishna paralel merupakan suatu bentuk akad istishna antara
penjual dan pemesan di mana untuk memenuhi kewajibannya kepada
pemesan, penjual melakukan akad istishna dengan pihak lain
(subkontraktor) yang dapat memenuhi barang yang dipesan nasabah.
Akad antara pemesan dengan penjual dan akad antar penjual dengan
pemasok harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya
keuntungan selama kontruksi (Hery, 2018: 67).
5. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan rasio keuangan yang digunakan untuk
menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba
dalam suatu periode tertentu. Rasio profitabilitas memberikan ukuran
tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh
laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.
Penggunaan rasio profitabilitas menunjukkan efisiensi perusahaan
(Kasmir, 2004: 198).
Rasio profitabilitas adalah gambaran umum tentang kemampuan
bank menghasilkan laba yang menunjukkan tingkat efektivitas yang
dicapai melalui usaha operasional bank (Anggadini dan Komala, 2017:
241). Rasio profitabilitas adalah perbandingan laba (setelah pajak)
dengan modal (modal inti) atau laba (sebelum pajak) dengan total aset
yang dimiliki bank pada periode tertentu (Riyadi, 2006: 155).
Pembiayaan(KL , D , M )
NPF=
Total Pembiayaan
Keterangan:
KL = Kurang Lancar
D = Diragukan
M = Macet
Tabel 4. Kriteria Penilaian Peringkat
Peringkat Keterangan Kriteria
1 NPF < 2% Sangat Baik
2 2% ≤ NPF < 5% Baik
3 5% ≤ NPF < 8% Cukup Baik
4 8% ≤ NPF < 12% Kurang Baik
5 NPF ≥ 12% Tidak Baik
Sumber: Bank Indonesia, 2012
Cakupan komponen pembiayaan dan kolektibilitas pembiayaan
berpedoman pada ketentuan Bank Indonesia tentang Penilaian Kualitas
Aktiva Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan
Prinsip Syariah yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 9/ 9 /PBI/2007, Kualitas Pembiayaan ditetapkan menjadi 5
(lima) golongan yaitu:
a. Lancar, tidak terdapat keterlambatan atau terdapat keterlambatan
pembayaran pokok dan/atau bunga sampai dengan 30 hari.
b. Dalam Perhatian Khusus, terdapat keterlambatan pembayaran pokok
dan/atau bunga yang telah melampaui 30 hari sampai dengan 90 hari
(31 hari sampai dengan 90 hari).
c. Kurang Lancar, terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau
bunga yang telah melampaui 90 hari sampai dengan 120 hari (91 hari
sampai dengan 120 hari).
d. Diragukan, terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau
bunga yang telah melampaui 120 hari sampai dengan 180 hari (120
hari sampai dengan 180 hari).
e. Macet, terdapat keterlambatan pembayaran pokok dan/atau bunga
yang telah melampaui 120 hari.
f. Kualitas pembiayaan yang menjadi komponen formulasi NPF
meliputi pembiayaan kurang lancar, diragukan dan macet (Bank
Indonesia, 2007).
B. Perumusan Model Penelitian dan Pengembangan Hipotesis
1. Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah penelitian-penelitian sebelumnya dengan topik sejenis yang telah dirangkum dan digunakan sebagai
acuan:
18
28
4. Pengembangan Hipotesis
a. Pengaruh Profit Sharing Based Financing (PSBF) terhadap Return
on Asset (ROA)
Profit Sharing Based Financing (PSBF) dalam penelitian ini
dinyatakan dalam proporsi atas pembiayaan mudharabah dan
pembiayaan musyarakah terhadap seluruh pembiayaan.
Menurut PSAK 105 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007: 2)
mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan
pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan
keuntungan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan
kerugian finansial hanya ditanggung oleh pemilik dana. Pembiayaan
mudharabah merupakan pembiayaan yang melibatkan pengusaha
secara langsung. Dengan banyaknya pelaku usaha yang
mengajukkan pembiayaan tersebut, maka akan meningkatkan jumlah
pembiayaan mudharabah yang akan menghasilkan pendapatan bank
berupa bagi hasil. Dengan bertambahnya pendapatan maka akan
mempengaruhi tingkat keuntungan bank syariah.
PSAK 106 (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007: 1) menjelaskan
musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi
berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi
kontribusi dana. Pembiayaan musyarakah merupakan pembiayaan
yang dapat melibatkan beberapa pihak dalam suatu bisnis atau
proyek. Pembiayaan musyarakah menghasilkan pendapatan bank
berupa bagi hasil, dengan bertambahnya pendapatan maka akan
bertambah pula keuntungan bank.
5. Model Penelitian
Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini digambarkan
sebagai berikut:
Profit Sharing
Based Financing/
PSBF (X1)
H1
H3
ROA (Y)
NPF (Z)
H4
H2
Trading Based
Financing/TBF
(X2)