Anda di halaman 1dari 12

BISNIS LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Lembaga keuangan yang berhubungan dengan penyimpanan atau tabungan adalah salah satunya bank
Syariah. Lembaga keuangan merupakan unit badan usaha yang kekayaan utamanya dalam bentuk aset
uang atau tagihan dibandingkan dengan aset non-finansial. Lembaga keuangan berkaitan dengan sistem
simpan pinjam (kredit) yang melayani masyarakat dalam kegiatan ekonomi modern. Peran lembaga
keuangan (bank) saat ini semakin lama semakin dibutuhkan dan juga mengalami perkembangan
misalnya sebagai mediasi antara pihak yang memiliki dana dengan yang memerlukan dana.

Sekarang apa bedanya antara lembaga keuangan dengan bank Syariah? Lembaga keuangan salah
satunya adalah bank. Bank Syariah menjadi sebuah lembaga keuangan intermediasi keuangan antara
unit defisit dengan unit surplus atau menawarkan jasa simpan pinjam, asuransi, dan penyediaan
mekanisme pembayaran dengan berlandaskan pada prinsip Syariah Islam. Di Indonesia telah banyak
didirikan lembaga keuangan Syariah. Lembaga keuangan Syariah terdiri dari 2 lembaga yaitu Bank dan
Non-Bank. Lembaga non-bank di antaranya adalah asuransi, pegadaian, reksa dana, pasar modal, BPRS,
dan BMT.

Jual

Prinsip dan Konsep Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga keuangan Syariah pada operasionalnya memiliki prinsip-prinsip yaitu:

Prinsip keadilan yaitu berbagi untung atas dasar penjualan riil yang disesuaikan dengan kontribusi dan
risiko masing-masing pihak.

Prinsip kemitraan yaitu posisi nasabah penyimpan dana, pengguna dana, dan lembaga keuangan sejajar
dengan mitra usaha yang saling sinergi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan.

Prinsip transparansi yaitu prinsip yang menekankan bahwa lembaga keuangan Syariah selalu
memberikan pelaporan keuangan secara terbuka dan secara berkesinambungan agar nasabah
penyimpan dana (investor) dapat memantau dan mengetahui kondisi perihal dananya.

Prinsip universal yaitu prinsip yang tidak membeda-bedakan agama, ras, suku dan golongan dalam
masyarakat. Hal ini disesuaikan dengan prinsip dalam agama Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin.

Untuk membedakan antara Lembaga Syariah dan Non-Syariah dapat dilihat dari ciri-ciri khusus lembaga
Syariah. Lembaga keuangan Syariah memiliki ciri-ciri yaitu Lembaga keuangan Syariah diharuskan sesuai
dengan fatwa Dewan Pengawas Syariah saat menerima titipan dan investasi. Hubungan antara
pengguna dana, penyimpan dana (investor), dan lembaga keuangan Syariah sebagai intermediary
institution. Hal ini didasarkan pada kemitraan bukan hubungan antara kreditur dan debitur. Bisnis dalam
lembaga ini tidak hanya dikhususkan atau berpusat pada profit (keuntungan) tetapi juga
menguatamakan falah oriented. Yang dimaksud falah oriented yaitu kemakmuran di dunia dan
kebahagiaan di akhirat.
Konsep yang dijalankan dalam transaksi Lembaga keuangan Syariah didasarkan kepada prinsip
kemitraan sistem bagi hasil dan jual beli. Atau sewa menyewa untuk transaksi komersial dan pinjam
meminjam (qardh/ kredit) bertujuan untuk merugikan transaksi sosial.

Mekanisme Lembaga Keuangan Syariah

Pada dasarnya setiap lembaga keuangan memiliki sistem dan mekanisme khusus yang dapat
membedakan satu dengan yang lainnya. Di lembaga Syariah ini tidak dikenal istilah “bunga” baik saat
menghimpun dana (pemasukan) dari masyarakat maupun dalam pembiayaan/ dana untuk usaha yang
membutuhkan. Sistem bunga dapat merugikan penghimpunan modal baik itu dalam bentuk suku bunga
tinggi maupun rendah.

Suku bunga tinggi dapat menghambat suatu perusahaan dalam investasi maupun formasi modal. Hal ini
pada akhirnya akan menimbulkan penurunan produktivitas dan laju pertumbuhan yang rendah. Suku
bunga yang rendah bisa saja menimbulkan ketidakrataan kekayaan pada para penabung. Hal ini dapat
berimbas pada rasio tabungan kotor juga merangsang pengeluaran secara konsumtif yang dapat
menimbulkan tekanan inflasioner.

MACAM-MACAM AKAD DALAM AKAD LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

Pembagian Akad dari segi ada atau tidaknya Kompensasi

I. AKAD TABARRU’

Akad tabarru’ merupakan segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba yang tidak
mencari keuntungan (not for profit), Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam
rangka berbuat kebaikan. Dalam akad tabarru’, pihak yang berbuat kebaikan tersebut tidak berhak
mensyaratkan dan mengharapkan imbalan apapun kepada pihak lainnya, Pada hakekatnya, akad
tabarru’ adalah akad melakukan kebaikan yang mengharapkan balasan dari Allah SWT semata. Contoh
akad-akad tabarru’ adalah qard, rahn, hiwalah, wakalah, kafalah, wadi’ah, hibah,waqf, shadaqah,hadiah,
dll.

Pada dasarnya dalam akad tabarru’ ada dua hal yaitu memberikan sesuatu atau meminjamkan sesuatu
baik objek pinjamannya berupa uang atau jasa.

1. Dalam bentuk meminjamkan uang

Ada tiga jenis akad dalam bentuk meminjamkan uang yakni :

a. Qard, merupakan pinjaman yang diberikan tanpa adanya syarat apapun dengan adanya batas jangka
waktu untuk mengembalikan pinjaman uang tersebut.
b. Rahn adalah menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, dengan demikian pihak yang
menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya

c. Hiwalah, merupakan bentuk pemberian pinjaman uang yang bertujuan mengambil alih piutang dari
pihak lain atau dengan kata lain adalah pemindahan hak atau kewajiban yang dilakukan seseorang
(pihak pertama) yang sudah tidak sanggup lagi untuk membayarnya kepada pihak kedua yang memiliki
kemampuan untuk mengambil alih atau untuk menuntut pembayaran utang dari/atau membayar utang
kepada pihak ketiga

2. Dalam bentuk meminjamkan Jasa

Ada tiga jenis akad dalam meminjamkan jasa yakni :

a. Wakalah, merupakan akad pemberian kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk
melaksanakan suatu tugas (taukil) atas nama pemberi kuasa. Dapat dilakukan dengan cara kita
melakukan sesuatu baik itu bentuknya jasa , keahlian, ketrampilan atau lainya yang kita lakukan atas
nama orang lain.

b. Wadi’ah, dapat dilakukan dengan cara kita memberikan sebuah jasa untuk sebuah penitipan atau
pemeliharaan yang kita lakukan sebagai ganti orang lain yang mempunyai tanggungan. Wadi’ah adalah
akad penitipan barang atau jasa antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang
diberi kepercayaan dengan tujuan menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang
tersebut.

Pembagian wadi’ah sebagai berikut :

a. Wadi’ah Yad Al-Amanah

Akad Wadiah dimana barang yang dititipkan tidak dapat dimanfaatkan oleh penerima titipan dan
penerima titipan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan selama si
penerima titipan tidak lalai.

b. Wadi’ah Yad Ad-Dhamanah

Akad Wadiah dimana barang atau uang yang dititipkan dapat dipergunakan oleh penerima titipan
dengan atau tanpa ijin pemilik barang. dari hasil penggunaan barang atau uang ini si pemilik dapat
diberikan kelebihan keuntungan dalam bentuk bonus dimana pemberiannya tidak mengikat dan tidak
diperjanjikan.

c. Kafalah, merupakan akad pemberian jaminan yang diberikan satu pihak kepada pihak lain dimana
pemberi jaminan bertanggung jawab atas pembayaran kembali suatu hutang yang menjadi hak
penerima jaminan.

3. Memberikan Sesuatu

Yang termasuk ke dalam bentuk akad memberikan sesuatu adalah akad-akad : hibah, wakaf, shadaqah,
hadiah, dll. Dalam semua akad-akad tersebut, si pelaku memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila
penggunaannya untuk kepentingan umum dan agama, maka akadnya dinamakan wakaf. Objek wakaf
ini tidak boleh diperjual belikan begitu sebagai aset wakaf. Sedangkan hibah dan hadiah adalah
pemberian sesuatu secara sukarela kepada orang lain.

Ketika akad tabarru’ telah disepakati maka tidak boleh dirubah menjadi akad tijarah yang tujuannya
mendapatkan keuntungan, kecuali atas persetujuan antar kedua belah pihak yang berakad. Akan tetapi
lain halnya dengan akad tijarah yang sudah disepakati, akad ini boleh diubah kedalam akad tabarru bila
pihak yang tertahan haknya merelakan haknya, sehingga menggugurkan kewajiban yang belum
melaksanakan kewajibannya.

Adapun fungsi dari akad tabarru’ ini selain orientasi akad ini bertujuan mencari keuntungan
akhirat,bukan untuk keperluan komersil. Akan tetapi dalam perkembangannya akad ini sering berkaitan
dengan kegiatan transaksi komersil, karena akad tabarru’ ini bisa berfungsi sebagai perantara yang
menjembatani dan memperlancar akad tijarah.

II. AKAD TIJARAH

Akad Tijarah adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit oriented). Dalam
akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari keuntungan. Contoh akad
tijarah adalah akad-akad investasi, jual-beli, sewa-menyewa dan lain – lain. Pembagian akad tijarah
dapat dilihat dalam skema akad dibawah ini.

Pembagian berdasarkan tingkat kepastian dari hasil yang diperoleh akad tijarah dibagi menjadi dua yaitu
Natural Uncertainty Contract (NUC) dan Natural Certainty Contrats (NCC).

A. Natural Certainty Contracts

Natural Certainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran,
baik dari segi jumlah maupun waktunya. Cash flow-nya bisa diprediksi dengan relatif pasti, karena sudah
disepakati oleh kedua belah pihak yangbertransaksi di awal akad. Kontrak-kontrak ini secara
menawarkan return yang tetap dan pasti. Objek pertukarannya (baik barang maupun jasa) pun harus
ditetapkan di awal akad dengan pasti, baik jumlahnya (quantity), mutunya (quality), harganya (price),
dan waktu penyerahannya (time of delivery). Yang termasuk dalam kategori ini adalah kontrak-kontrak
jual-beli, upah-mengupah, sewa-menyewa.

Macam – Macam Natural Certainty Contracts (NCC) sebagai berikut :

1. Akad Jual Beli

a. Bai’ naqdan adalah jual beli biasa yang dilakukan secara tunai. Dalam jual beli ini bahwa baik uang
maupun barang diserahkan di muka pada saat yang bersamaan, yakni di awal transaksi (tunai).

b. Bai’ muajjal adalah jual beli dengan cara cicilan. Pada jenis ini barang diserahkan di awal periode,
sedangkan uang dapat diserahkan pada periode selanjutnya. Pembayaran ini dapat dilakukan secara
cicilan selama periode hutang, atau dapat juga dilakukan secara sekaligus di akhir periode.

c. Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat diketahui oleh
penjual dan pembeli.
d. Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga lebih dahulu
dengan syarat-syarat tertentu.

e. Istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria
dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat,
shani’).

2. Akad Sewa-Menyewa

a. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.

b. Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT) adalah Ijarah yang membuka kemungkinan perpindahan
kepemilikan atas objek ijarahnya pada akhir periode.

c. Ju’alah adalah akad ijarah yang pembayarannya didasarkan kepada kinerja objek yang disewa
/diupah.

B. Natural Uncertainty Contracts (NUC)

Natural Uncertainty Contracts adalah kontrak/akad dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian
pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Dalam NUC, pihak-pihak yang bertransaksi saling
mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian
menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Di sini, keuntungan dan kerugian
ditanggung bersama. Yang termasuk dalam kontrak ini adalah kontrak-kontrak investasi. Kontrak
investasi ini tidak menawarkan keuntungan yang tetap dan pasti.

Macam – Macam Natural Uncertainty Contracts (NUC) adalah sebagai berikut:

1. Musyarakah

Menurut Syafi’i Antonio Akad Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Macam – macam musyarakah :

a. Mufawadhah

Akad kerjasama dimana masing-masing pihak memberikan porsi dana yang sama. Keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama.

b. Inan

Akad kerjasama dimana pihak yang bekerjasama memberikan porsi dana yang tidak sama jumlahnya.
Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sebesar porsi modal.

c. Wujuh
Akad kerjasama dimana satu pihak memberikan porsi dana dan pihak lainnya memberikan porsi berupa
reputasi. Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi
modal, pihak yang memberikan dana akan mengalami kerugian kehilangan dana dan pihak yang
memberikan reputasi akan mengalami kerugian secara reputasi.

d. Abdan

Akad kerjasama dimana pihak-pihak yang bekerjama bersama-sama menggabungkan keahlian yang
dimilikinya. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan dan kerugian ditanggung bersama. dengan
akad ini maka pihak yang bekerjasama akan mengalami kerugian waktu jika mengalami kerugian.

e. Mudharabah

Mudharabah merupakan akad kerjasama dimana satu pihak menginvestasikan dana sebesar 100 persen
dan pihak lainnya memberikan porsi keahlian. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian
sesuai dengan porsi investasi.

Macam – Macam Mudharabah :

a) Mudharabah Mutlaqah

Mudharabah Mutlaqah merupakan akan mudharabah dimana dana yang diinvestasikan bebas untuk
digunakan dalam usaha oleh pihak lainnya.

b) Mudharabah Muqayadah

Berbeda dengan Mudharabah Muqayadah, dana yang diinvestasikan digunakan dalam usaha yang sudah
ditentukan oleh pemberi dana.

2. Muzara’ah

Akad Syirkah dibidang pertanian yang digunakan untuk pertanian tanaman setahun

3. Musaqah

Akad Syirkah di bidang pertanian dimana digunakan untuk pertanian tanaman tahunan.

4. Mukharabah

Akad Muzara’ah dimana bibitnya berasal dari pemilik tanah

Praktik Audit Syariah di Lembaga Keuangan Syariah (LKS)

Audit syariah adalah sebuah proses pemeriksaan sistematis atas kepatuhan seluruh aktivitas LKS
terhadap prinsip syariah yang meliputi laporan keuangan, produk, penggunaan IT, proses operasi, pihak-
pihak yang terlibat dalam aktivitas bisnis LKS, dokumentasi dan kontrak, kebijakan dan prosedur serta
aktvitas lainnya yang memerlukan ketaatan terhadap prinsip syariah (Sultan, 2007; Yaacob, 2012 dalam
Mardiyah dan Mardian, 2015).Tujuan utama auditing LKS adalah untuk memberikan opini atas laporan
keuangan yang disiapkan manajemen (perusahaan), dalam semua aspek material telah sesuai dengan
hukum dan prinsip syariah, AAOIFI, dan standar akuntansi nasional negara bersangkutan. Dengan kata
lain audit dalam LKS tidak hanya terbatas pada peraturan umum audit finansial tetapi juga pandangan
syariah. Diskusi tentang praktik audit syariah di lembaga keuangan syariah berfokus pada empat
masalah utama audit syariah, yaitu kerangka kerja (framework) audit syariah, ruang lingkup (scope)
audit syariah, independensi (independence) auditor syariah dan kualifikasi (qualification) auditor syariah
(Mardiyah dan Mardian: 2015).

Auditor syariah

Menurutt Hanifa (2010) dalam Sula, dkk. (2015) auditor syariah tidak secara tegas dimaksudkan hanya
untuk auditor independen yang tergabung di kantor akuntan publik melainkan pihak yang bisa
menjalankan fungsi audit syariah. Auditor syariah dalam lembaga keuangan syariah meliputi:

a. DPS (Dewan Pengawas Syariah)

Adapun peran dan fungsi DPS menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang
Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005 yang paling utama yaitu dengan melakukan
pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah dan melaporkan perkembangan produk
dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurangkurangnya dua kali
dalam satu tahun anggaran. Sedangkan tugas dan tanggung jawab DPS tertuang dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan No. 10/SEOJK.03/2014 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah
dan unit usaha

syariah yang terdiri atas:

kerangka kerja (framework) audit syariah, ruang lingkup (scope) audit syariah, independensi
(independence) auditor syariah dan kualifikasi (qualification) auditor syariah (Mardiyah dan Mardian:
2015).

Auditor syariah

Menurut Hanifa (2010) dalam Sula, dkk. (2015) auditor syariah tidak secara tegas dimaksudkan hanya
untuk auditor independen yang tergabung di kantor akuntan publik melainkan pihak yang bisa
menjalankan fungsi audit syariah. Auditor syariah dalam lembaga

keuangan syariah meliputi:

a. DPS (Dewan Pengawas Syariah)

Adapun peran dan fungsi DPS menurut Surat Keputusan DSN MUI No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang
Susunan Pengurus DSN MUI Masa Bhakti Th. 2000-2005 yang paling utama yaitu dengan melakukan
pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah dan melaporkan perkembangan produk
dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurangkurangnya dua kali
dalam satu tahun anggaran. Sedangkan tugas dan tanggung jawab DPS tertuang dalam Surat Edaran
Otoritas Jasa Keuangan No. 10/SEOJK.03/2014 tentang penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah
dan unit usaha syariah yang terdiri atas:

1. DPS bertugas dan bertanggungjawab memberikan nasihat dan saran kepada Direksi serta mengawasi
kegiatan Bank agar sesuai dengan Prinsip Syariah

2. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab DPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu:
a. Menilai dan memastikan pemenuhan Prinsip Syariah atas pedoman operasional dan produk yang
dikeluarkan Bank

b. Mengawasi proses pengembangan produk baru Bank

c. Meminta fatwa kepada Dewan Syariah Nasional untuk produk baru Bank yang belum ada fatwanya

d. Melakukan review secara berkala atas pemenuhan prinsip syariah terhadap mekanisme
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa bank

e. Meminta data dan informasi terkait dengan aspek syariah dari satuan kerja Bank dalam rangka
pelaksanaan tugasnya.

b. Auditor eksternal

Auditor eksternal memiliki peran yang unik dalam audit syariah, bukan hanya berperan dalam
melakukan audit keuangan tetapi juga melakukan shariah Compliance test untuk memastikan kepatuhan
shariah dari perusahaan atau LKS. Proses audit tersebut dilakukan secara terstruktur, dimulai dengan
perencanaan audit dan diakhir dengan pemberian opini oleh auditor terkait laporan keuangan yang
disiapkan telah sesuai fatwa, AAOIFI serta standar dan praktik akuntansi yang berlaku dalam negeri yang
bersangkutan.

c. Auditor internal

Ruang lingkup tugas dan peran yang dilakukan oleh auditor internal meliputi pemeriksaan dan evaluasi
atas kecukupan dan efektivitas sistem pengendalian internal dan kualitas suatu kinerja sebagaimana
terlihat berikut ini:

a. Menelaah keandalan dan integritas informasi keuangan dalam suatu operasi

b. Meninjau sistem yang dibentuk untuk memastikan kepatuhan terhadap kebijakan-kebijakan, rencana,
prosedur, hukum, dan peraturan

c. Meninjau dan menjaga aset bahkan jika perlu memverifikasi keberadaan asset tersebut.

d. Menilai sisi ekonomi dan efisiensi mengenai sumber daya yang digunakan.

e. Meninjau operasi atau program untuk memastikan apakah hasil yang konsisten dengan tujuan atau
sasaran yang ditetapkan dan apakah operasi atau program yang sedang dilaksanakan seperti yang
direncanakan

Framework Audit Syariah

Dalam Mardiyah dan Mardian (2015) Framework (kerangka kerja) audit merupakan aturan arahan dan
acuan seorang auditor dalam melaksanakan audit sehingga hasil audit berkualitas, dapat
dipertanggungjawabkan dan sesuai dengan aturan yang berlaku sehingga dapat diperbandingkan dan
digunakan oleh para stakeholderdalam mengambil keputusan. Apabila frameworktersebut
dikombinasikan dengan prinsip dan aturan syariah yang berlaku, maka audit syariah dapat dilaksanakan
sebagaimana mestinya. Hal tersebut disebabkan konsep audit syariah dilaksanakan untuk mengukur
sejauh mana organisasi mematuhi aturan dan regulasi yang diberikan oleh Allah SWT dan bukan sekedar
untuk memastikan keadilan dan kebenaran laporan keuangan yang disiapkan manajemen.

Ruang Lingkup Audit Syariah

Hanifah (2010) dalam Mardiyah dan Mardian (2015) menjelaskan bahwa lingkup audit yang dicakup
dalam audit syariah lebih luas dibandingkan dengan audit konvensional. Audit syariah harus memastikan
kebenaran, keadilan dan relevansi laporan keuangan yang diterbitkan manajemen dan memastikan
bahwa manajemen telah melakukan tugasnya sesuai dengan hukum dan prinsip Islam, serta
memastikan manajemen telah berusaha melaksanakan tujuan syariah (maqasid al-shariah) sebagai
upaya untuk melindungi dan meningkatkan kehidupan umat manusia dalam semua dimensi.Sedangkan
menurut Yaacob & Donglah (2012) dalam Mardiyah dan Mardian (2015), lingkup audit syariah lebih luas
yaitu mencakup “social behavior” (perilaku sosial) dan kinerja organisasi termasuk hubungannya dengan
seluruh stakeholder. Ruang lingkup audit syariah dalam LKS yaitu laporan keuangan; operasional;
struktur organisasi dan manajemen; dan sistem informasi teknologi (Sultan, 2007).

Kualifikasi auditor syariah

Menurut standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI (2010) seorang auditor selain memiliki pengetahuan
dibidang akuntansi/auditing juga harus memiliki pengetahuan terkait prinsip dan hukum Islam tetapi
tidak perlu sedetail pengetahuan yang harus dimiliki oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS). Pada tahun
2000 Dewan Syariah Nasional MUI (DSN-MUI) pada tahun 2000 mengeluarkan surat keputusan yang
mengatur mengenai syarat-syarat keanggotaan DPS, sebagai berikut:

a. Memiliki akhlak karimah

b. Memiliki kompetensi kepakaran di bidang syariah muamalah dan pengetahuan di bidang perbankan
dan/atau keuangan secara umum

c. Memiliki komitmen untuk mengembangkan keuangan berdasarkan syariah

d. Memiliki kelayakan sebagai pengawas syariah yang dibuktikan dengan surat/sertifikat dari DSN.

Auditor Syariah

Menurut Siti (2009:51) independensi dapat dijabarkan sebagai cara pandang yang tidak memihak di
dalam pelaksanaan pengujian, evaluasi hasil pemeriksaan, dan penyusunan laporan audit. Sikap mental
independen tersebut harus meliputi Independence in fact dan independence in appearance.
Independensi dapat dibagi menjadi dua bagian yakni independence in fact (independensi dalam
kenyataan) dan independence in appearance (independensi dalam penampilan). Sedangkan
Independensi menurut pendapat Sukrisno Agoes dan I Cenik Ardana (2009:146) adalah “Independensi
mencerminkan sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam
mengambil keputusan dan tindakan.”Sedangkan independensi auditor syariah Menurut Kasim
(2009)dalam mardiyah dan Mardian (2015), audit dalam keuangan Islam memiliki fungsi sosial yang
harus memberikan manfaat bagi umat. Manfaat sepenuhnya dari audit syariah tidak akan bisa
direalisasikan apabila auditor syariah tidak berdiri secara mandiri. Peran utama dari seorang auditor
syariah adalah untuk menjaga atau mengawasi syariah compliance lembaga keuangan syariah. Maka
auditor perlu dan harus independen dalam sikap maupun kelembagaan.
PEREMCANAAN DAN PROSEDUR AUDIT

Perencanaan dan Audit Perencanaan audit adalah total lamanya waktu yang dibutuhkan oleh auditor
untuk melakukan perencanaan audit awal sampai pada pengembangan rencana audit dan program
audit menyeluruh. Keberhasilan penyelesaian perikatan audit sangat ditentukan oleh kualitas
perencanaan audit yang dibuat oleh auditor. Adapun pengertian perencanaan audit menurut pakar-
pakar, yaitu:

46 Cepat Tanggap Audit Syariah a) Menurut standar pekerja lapangan pertama Profesional Akuntan
Publik (SPAP) mensyaratkan adanya perencanaan yang memadai -baiknya dan jika b) menerus
selama audit, auditor sebagai penanggung jawab akhir atas audit dapat mendelegasikan sebagian
fungsi perencanaan dan supervise auditnya dalam kantor akuntan nya (asisten). c) Menurut Standar
Auditing 316 dalam Standar Profesional Akuntan Publik (IAI, 2001) mensyaratkan agar auditing
dirancang untuk memberikan keyakinan memadai atas pendeteksian salah saji yang material dalam
laporan keuangan. Perencanaan menyajikan tujuan yang sama dalam audit seperti dalam perencanaan
pribadi untuk kuliah atau dalam perencanaan bisnis untuk pengembangan produk baru seperti
komputer personal. Dalam setiap hal, perencanaan menghasilkan pengaturan atas urutan dari
bagian-bagian atau langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Perencanaan audit
melibatkan pengembangan suatu strategi menyeluruh untuk pelaksanaan dan penentuan lingkup audit
yang diharapkan. Perencanaan audit meliputi: a) Pemahaman atas prinsip dasar syariah, bisnis bank
syariah, risiko-risiko yang ada, struktur manajemen risiko, sistem akun tansi dan pengendalian intern. b)
Penilaian atas risiko bawaan (Inherent risk) dan risiko pengendalian (Control risk). c) Penentuan
waktu dan prosedur audit yang akan dilaksanakan.

47 Auditing Lembaga Keuangan Syariah d) Pertimbangan masalah asumsi kelangsungan usaha


(Going concern). Tahapan-tahapan dalam perencanaan audit Tahapan-tahapan yang harus dilalui dalam
perencanaan auditing agar auditing yang dilakukan mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan
yaitu: a) Mempertimbangkan risiko audit. b) Menetapkan strategi audit awal untuk asersi-asersi. c)
Mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian intern klien. Seperti yang terlihat dalam
urutan diatas, tahapan-tahapan yang harus dilakukan: 1. Mendapatkan pemahaman tentang bisnis dan
bidang usaha klien. 2. Melaksanakan prosedur dan analitis. 3. Menetapkan pertimbangan awal tentang
tingkat materialitas. 4. Mempertimbangkan risiko audit. 5. Menetapkan strategi audit awal untuk asersi-
asersi. 6. Mendapatkan pemahaman tentang struktur pengendalian intern klien. Prosedur Perencanaan
Auditing Prosedur yang dapat dipertimbangkan oleh auditor dalam perencanaan dan supervisi
biasanya mencakup review terhadap catatan auditor yang berkaitan dengan satuan usaha dan
diskusi dengan staf lain dalam kantor akuntan dan pegawai satuan usaha tersebut. Contoh prosedur
tersebut meliputi: 1. Me-review arsip korespondensi, kertas kerja, arsip permanent, laporan
keuangan, dan laporan audit tahun lalu.

48 Cepat Tanggap Audit Syariah 2. Membahas masalah-masalah yang berdampak terhadap audit
dengan staf kantor akuntan yang bertanggung jawab atas jasa non audit bagi satuan usaha. 3.
Mengajukan pertanyaan tentang perkembangan bisnis saat ini yang berdampak terhadap satuan
usaha. 4. Membaca laporan keuangan interim tahun berjalan. 5. Membicarakan tipe, luas, dan waktu
audit dengan manajemen, dewan komisaris, atau komite audit. 6. Mempertimbangkan dampak
diterapkannya pernyataan standar akuntansi dan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia, terutama yang baru. 7. Mengkoordinasikan bantuan dari pegawai satuan usaha dalam
penyiapan data. 8. Menentukan luasnya keterlibatan, jika ada, konsultan, spesialis, dan auditor intern. 9.
Membuat jadwal pekerjaan audit (time schedule). 10. Menentukan dan mengkoordinasikan kebutuhan
staf audit. 11. Melaksanakan diskusi dengan pihak pemberi tugas untuk memperoleh tambahan
informasi tentang tujuan audit yang akan dilaksanakan sehingga auditor dapat mengantisipasi dan
memberikan perhatian terhadap hal-hal yang berkaitan yang dipandang perlu. Isi dari Perencanaan audit
(audit plan) 1. Hal-hal mengenai klien Pengetahuan tentang bisnis klien, membantu auditor dalam: a)
Bidang usaha klien, alamat, dan lain-lain. b) Status Hukum Klien misalnya nama pemilik dan jumlah
modal. c) Kebijakan Akuntansi.

49 Auditing Lembaga Keuangan Syariah d) Ukuran besar kecilnya perusahaan. 2. Hal hal yang
mempengaruhi klien Bisa didapat dari majalahmajalah ekonomi atau surat kabar antara lain,
Business News, Ekonomi Keuangan Indonesia. Contoh: adanya peraturan-peraturan baru yang dapat
mempengaruhi klien. 3. Rencana kerja auditor, hal hal penting antara lain: a. Staffing  Nama
partner.  Nama manager.  Nama supervisor.  Nama senior.  Nama asisten. d. Waktu pemeriksaan 
Waktu dimulainya suatu pemeriksaan.  Berapa lama waktu pemeriksaan.  Deadline.  Budget, baik
dalam jumlah jam kerja maupun biaya pemeriksaan. e. Jenis jasa yang diberikan  General Audit. 
Special Audit. 4. Bantuan Administrasi. 5. Menyusun Neraca/ Laba Rugi. 6. Perpajakan.

50 Cepat Tanggap Audit Syariah Elemen-elemen Perencanaan Audit Bagian utama dari perencanaan
audit, yaitu perencanaan awal (preplanning), mendapatkan informasi dasar mengenai klien,
mendapatkan informasi mengenai kewajiban hukum klien, menilai materialitas dan risiko, memahami
struktur pengendalian internal serta menetapkan risiko pengendalian, dan mengembangkan
keseluruhan rencana dan program audit. 1. Perencanaan Awal Kebanyakan perencanaan awal
dibuat pada permulaan kerja audit, sering kali dalam kantor klien, sejauh hal ini dianggap praktis.
Perencanaan awal menyangkut keputusan apakah akan menerima atau melanjutkan pelaksanaan
audit bagi klien, menilai alasan-alasan klien untuk dilakukannya audit, memilih staf untuk
dilakukannya audit, dan mendapatkan surat penugasan (engagement letter). Perencanaan awal itu
terdiri dari hal-hal berikut ini: a) Menyelidiki klien baru Sebelum menerima klien baru, kebanyakan
kantor akuntan menyelidiki perusahaan yang bersangkutan untuk memutuskan apakah klien itu
dapat diterima. Menyelidiki klien baru adalah hal yang penting bagi auditor sebelum mereka
memutuskan untuk menerima atau menolak klien tersebut. Hal itu dilakukan dengan cara
mengevaluasi prospek klien dalam lingkungan usaha, stabilitas keuangan dan hubungan klien
dengan kantor akuntan terdahulu. Auditor pengganti diwajibkan untuk berhubungan dengan auditor
sebelumnya dan harus mendapatkan izin dari klien sebelum komunikasi dilakukan. b) Melanjutkan klien
lama

51 Auditing Lembaga Keuangan Syariah Banyak kantor akuntan publik mengadakan evaluasi
terhadap klien setiap tahun untuk memutuskan apakah ada alasan untuk tidak meneruskan pekerjaan
auditnya. Untuk melanjutkan klien lama juga harus di evaluasi untuk memutuskan apakah diterima
atau tidak dapat dilanjutkan, penyebab tidak bisa dilanjutkannya pemeriksaan karena perselisihan
sebelumnya, jika terjadi tuntutan hukum terhadap Kantor Akuntan Publik oleh klien. c) Mengidentifikasi
alasan klien untuk diaudit Dua faktor utama yang mempengaruhi bahan bukti audit yang akan
dikumpulkan adalah siapa pemakai laporan dan maksud penggunaan laporan. Auditor mungkin akan
mengumpulkan lebih banyak bahan bukti audit jika laporan digunakan secara luas. d) Staf untuk
penugasan Menentukan staf yang pantas untuk penugasan adalah penting untuk memenuhi
standar auditing yang telah ditetapkan dan meningkatkan efisiensi audit. Pertimbangan yang
mempengaruhi penyusunan staf adalah perlunya kesinambungan (kontinuitas) dari tahun ke tahun. e)
Memperoleh surat penugasan Tujuan dibuatnya surat penugasan adalah untuk mengurangi salah
pengertian sehingga harus dibuat secara tertulis. Surat penugasan adalah kesepakatan antara Kantor
Akuntan Publik (KAP) dengan klien, isi dari surat tersebut adalah menyatakan batasan dari
penugasan, batas waktu, dan bantuan akan diberikan atau daftar rincian yang perlu disiapkan untuk
auditor. 2. Memperoleh informasi mengenai latar belakang klien

52 Cepat Tanggap Audit Syariah Auditor harus memiliki tentang ciri-ciri lingkungan kegiatan
perusahaan klien yang akan diaudit yang berguna sebagai acuan dalam menentukan surat penugasan
atau perlu tidaknya prosedur-prosedur audit khusus. Hal-hal yang harus dilakukan untuk memperoleh
informasi sehingga dapat memahami latar belakang klien adalah dengan cara: Memahami bidang
usaha dan industri klien, meninjau pabrik dan kantor, meninjau kebijakan perusahaan,
mengidentifikasi pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, dan mengevaluasi apakah
dibutuhkan ahli dari luar. 3. Memperoleh informasi mengenai kewajiban hukum klien Faktor-faktor
yang menyangkut lingkungan hukum industri klien mempunyai dampak besar terhadap hasil audit.
Pengetahuan auditor untuk menafsirkan fakta yang berkaitan selama pekerjaan berlangsung akan
meyakinkan bahwa pengungkapan yang semestinya telah dilaksanakan dalam laporan keuangan.
Dalam hal ini dokumen-dokumen hukum yang penting untuk diperiksa oleh auditor adalah Akta
pendirian dan anggaran dasar perusahaan, notulen rapat, dan kontrak. 4. Menilai materialitas dan
risiko Materialitas dan risiko merupakan hal yang penting dalam perencanaan audit dan dalam
perancangan pendekatan audit. 5. Memahami struktur pengendalian internal serta menetapkan
risiko pengendalian. 6. Mengembangkan keseluruhan rencana dan program audit Untuk melaporkan
serta memberikan pendapat yang tepat maka auditor harus melakukan wawancara, melakukan
pemeriksaan dan meneliti keaslian bukti-bukti. Guna mempermudah pelaksanaan maka auditor harus
menyusun program yang direncanakan secara logis untuk prosedur-prosedur audit bagi setiap
pemeriksaan. Program pemeriksaan

53 Auditing Lembaga Keuangan Syariah juga merupakan suatu alat pengendalian dimana pemeriksa
dapat menyesuaikan pemeriksaannya dengan anggaran dan jadwal yang telah ditetapkan dalam Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP) dalam hal ini Ikatan Akuntansi Indonesia (2001:311.3) menyatakan
bahwa : sifat, luas, dan saat pekerjaan yang harus dilaksanakan dan harus membuat suatu program
audit secara tertulis. Program audit membantu auditor dalam memberikan perintah kepada asisten
mengenai pekerjaan yang harus dilakukan. Bentuk program audit dan tingkat kerincian nya

Anda mungkin juga menyukai