Anda di halaman 1dari 3

1.

Pembiayaan secara luas berarti financing atau pembelanjaan, yaitu pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan baik dilakukan sendiri
atau dijalankan oleh orang lain. Dalam arti sempit pembiayaan dipakai untuk
mendefinisikan pendanaan yang dilakukan oleh Lembaga pembiayaan seperti bank
syariah kepada nasabah. Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998 pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Pembiayaan syariah dapat dipahami sebagai
penyediaan barang, uang atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan kontrak
transaksi syariah yang berupa transaksi jual beli, sewa, atau bagi hasil (dengan
menghindari transaksi yang ribawi dan yang dilarang oleh syariah Islam) dimana bank
sebagai pemilik barang atau sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan nasabah sebagai
pembeli barang, penyewa atau sebagai pengelola dana (mudharib), dimana bank
mewajibkan nasabah tersebut membayar harga barang secara angsuran, atau membayar
sewa atau mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
sebagai bentuk keuntungan dari transaksi jual beli, sewa atau bagi hasil dari dana yang
telah dikelola oleh nasabah.

Pembiayaan mencakup seluruh segmen bisnis, baik individual maupun grup, direct
maupun contingent, untuk kegiatan usaha yang produktif maupun konsumtif. Jenis-jenis
pembiayaan meliputi transaksi :

a. Murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya


kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
b. Salam adalah akad jual beli barang pesanan antara bank dan nasabah dengan
spesifikasi, harga dan waktu penyerahan barang pesanan disepakati di awal akad
serta pembayaran dilakukan di muka secara penuh. Bank dapat melakukan salam
pararel dengan syarat akad kedua terpisah dari akad pertama dan akad
keduadilakukan setelah akad pertama sah.
c. Istishna’ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(pembeli, mustashni’) dan penjual (pembuat, shani’). Jika bank melakukan
transaksi istishna’ untuk memenuhi kewajibannya kepada nasabah bank dapat
melakukan istishna’ lagi dengan pihak lain pada obyek yang sama, dengan syarat
istishna’ pertama tidak bergantung pada istishna’ kedua.
d. Mudharabah adalah akad kerjasama suatu usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (malik, shahib al mal) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua
(‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha
dibagi diantara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.
e. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
ketentuan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan. Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau yang
nilainya sama. Modal dapat terdiri dari asset perdagangan seperti barang-barang,
properti dan sebagainya. Jika modal berbentuk asset, harus terlebih dahulu dinilai
dengan uang tunai dan disepakati oleh para mitra.
f. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa
dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
g. Ijarah Wa Iqtina (Ijarah Muntahiyyah Bittamlik) adalah akad sewa menyewa yang
disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa, kepada
penyewa, setelah selesai masa sewa.
h. Qardh Al Qardh adalah suatu akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan
bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanya kepada bank pada
waktu yang telah disepakati oleh bank dan nasabah.
i. Rahn adalah menahan barang sebagai jaminan atas hutang.
j. Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (Bank) kepada pihak
ketiga bahwa pihak kedua (nasabah) akan memenuhi kewajibannya kepada pihak
ketiga.
k. Hawalah adalah akad pengalihan hutang dari satu pihak yang berhutang kepada
pihak lain yang wajib menanggung atau membayarnya.
l. Pengalihan Hutang adalah pengalihan transaksi non syariah yang telah berjalan
menjadi transaksi yang sesuai dengan syariah.
m. Lain-lain adalah produk-produk pembiayaan lainnya yang akan ditetapkan lebih
lanjut berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI). Dari uraian
mengenai pengertian pembiayaan dan produk pembiayaan ini dapat ditarik suatu
garis yang membedakan kredit dengan pembiayaan dalam hal jenis transaksinya.
Sesuai dengan konsep pembiayaan yang ideal yang sesuai dengan prinsip dasar
hukum islam, Pembiayaan tidak menggunakan transaksi yang berupa utang
piutang dengan konsekwensi bunga, akan tetapi menggunakan transaksi yang
berupa sharing modal dengan sistem bagi hasil atau transaksi jual beli dengan
margin keuntungan dan sewa serta fee untuk transaksi yang bersifat jasa.

2. Prinsip-Prinsipsyariah yang dilarang dalam operasional perbankan syariah adalah


kegiatan yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
Maisir: Menurut bahasa maisir berarti gampang/mudah. Menurut istilah maisir berarti
memperoleh keuntungan tanpa harus bekerja keras. Maisir sering dikenal dengan
perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang dapat memperoleh keuntungan
dengan cara mudah. Dalam perjudian, seseorang dalam kondisi bisa untung atau bisa
rugi.Judi dilarang dalam praktik keuangan Islam, sebagaimana yang disebutkan dalam
firman Allah sebagai berikut:"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar,
maisir, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
syetan, maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan" (QS
Al-Maaidah : 90)

Pelarangan maisir oleh Allah SWT dikarenakan efek negative maisir. Ketika melakukan
perjudian seseorang dihadapkan kondisi dapat untung maupun rugi secara abnormal.
Suatu saat ketika seseorang beruntung ia mendapatkan keuntungan yang lebih besar
ketimbang usaha yang dilakukannya. Sedangkan ketika tidak beruntung seseorang dapat
mengalami kerugian yang sangat besar. Perjudian tidak sesuai dengan prinsip keadilan
dan keseimbangan sehingga diharamkan dalam sistem keuangan Islam.
Gharar : Menurut bahasa gharar berarti pertaruhan. Menurut istilah gharar berarti seduatu
yang mengandung ketidakjelasan, pertaruhan atau perjudian. Setiap transaksi yang masih
belum jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan
termasuk jual beli gharar. Misalnya membeli burung di udara atau ikan dalam air atau
membeli ternak yang masih dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang
bersifat gharar. Pelarangan ghararkarena memberikan efek negative dalam kehidupan
karena gharar merupakan praktik pengambilan keuntungan secara bathil. Ayat dan hadits
yang melarang gharar diantaranya :"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu
membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu
mengetahui" (Al-Baqarah : 188)
Riba: Makna harfiyah dari kata Riba adalah pertambahan, kelebihan, pertumbuhan atau
peningkatan. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari
harta pokok atau modal secara bathil. Para ulama sepakat bahwa hukumnya riba adalah
haram. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Ali Imran ayat 130 yang melarang
kita untuk memakan harta riba secara berlipat ganda. Sangatlah penting bagi kita sejak
awal pembahasan bahwa tidak terdapat perbedaan pendapat di antara umat Muslim
mengenai pengharaman Riba dan bahwa semua mazhab Muslim berpendapat
keterlibatan dalam transaksi yang mengandung riba adalah dosa besar. Hal ini
dikarenakan sumber utama syariah, yaitu Al-Qur'an dan Sunah benar-benar mengutuk
riba. Akan tetapi, ada perbedaan terkait dengan makna dari riba atau apa saja yang
merupakan riba harus dihindari untuk kesesuaian aktivitas-aktivitas perekonomian
dengan ajaran Syariah.
Oleh karena itu, banyak praktik pembiayaan konvensional yang melibatkan bunga atau
mengandung unsur ketidakpastian dan perjudian dapat dianggap tidak sesuai dengan
prinsip dasar hukum Islam. Untuk mengatasi ini, sejumlah produk keuangan yang
berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah telah dikembangkan dalam industri keuangan
Islam, seperti mudharabah, musyarakah, murabahah, dan sukuk, yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan keuangan sambil tetap mematuhi nilai-nilai etika Islam.

Sumber : Dikutip dan dirangkum dari Buku Pedoman Pembiayaan Bank BRI Syariah,
https://ojk.go.id/id/kanal/syariah/tentang-syariah/Pages/Prinsip-dan-Konsep-PB
Syariah.aspx

Anda mungkin juga menyukai