Anda di halaman 1dari 19

KISI-KISI KOMPRE

1. Definisi Fiqih Muamalah Kontemporer


Fiqih muamalah kontemporer adalah ilmu fiqih yang membahas tentang hukum-hukum Islam dalam
bertransaksi dan berdagang di era modern. Dalam konteks perdagangan global yang semakin kompleks,
fiqih muamalah kontemporer menjadi sangat penting untuk diimplementasikan oleh umat Muslim di seluruh
dunia. Fiqih muamalah kontemporer mencoba untuk menerapkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan fiqih
yang berasal dari sumber-sumber utama (Al-Qur'an dan Sunnah) serta ijtihad para ulama dalam
menyelesaikan masalah-masalah muamalah yang baru dan kontemporer.
2. Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam.
Kepemilikan harta dalam Islam adalah hak yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia untuk
menguasai dan memanfaatkan harta yang halal sesuai dengan syariat. Kepemilikan harta dalam Islam
bersifat relatif, artinya manusia hanya sebagai pemegang amanah dari Allah SWT yang merupakan pemilik
sebenarnya. Oleh karena itu, manusia harus bertanggung jawab atas harta yang dimilikinya dan
menggunakannya untuk kebaikan dan kemaslahatan. Kepemilikan harta dalam Islam juga harus memenuhi
syarat-syarat seperti halal, jelas, dan bermanfaat.
3. Syarat dan Rukun Akad
Akad adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mengikat secara hukum. Syarat akad adalah hal-hal
yang harus dipenuhi agar akad sah dan berlaku. Syarat akad adalah sebagai berikut:
 Adanya dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang memberi (al-mu'taqid 'alaih) dan pihak yang
menerima (al-mu'taqid lahu).
 Adanya ijab dan qabul, yaitu pernyataan kehendak dari kedua pihak yang sesuai dan saling menyetujui.
 Adanya objek akad, yaitu barang atau jasa yang menjadi subyek perjanjian.
 Adanya sebab akad, yaitu tujuan dan motif dari perjanjian.
 Adanya syarat-syarat lain yang disepakati oleh kedua pihak atau ditentukan oleh syariat.
Rukun akad adalah unsur-unsur pokok yang harus ada dalam akad. Rukun akad adalah sebagai berikut:
 Adanya dua pihak yang berakad, yaitu pihak yang memberi (al-mu'taqid 'alaih) dan pihak yang
menerima (al-mu'taqid lahu).
 Adanya ijab dan qabul, yaitu pernyataan kehendak dari kedua pihak yang sesuai dan saling menyetujui.
 Adanya objek akad, yaitu barang atau jasa yang menjadi subyek perjanjian.
4. Perbedaan Akad Jual Beli Dan Akad Riba
Akad jual beli adalah akad yang mengandung pertukaran harta dengan harta yang disepakati oleh kedua
pihak. Akad jual beli harus memenuhi syarat dan rukun akad serta menghindari unsur-unsur yang dilarang
seperti riba, gharar, dan maysir. Akad jual beli dibolehkan dalam Islam selama tidak bertentangan dengan
syariat.
Akad riba adalah akad yang mengandung pertambahan harta yang tidak adil dan tidak sesuai dengan syariat.
Akad riba terjadi ketika ada pertukaran harta yang sejenis dengan jumlah yang berbeda atau ada penundaan
pembayaran atau penyerahan harta yang sejenis. Akad riba dilarang dalam Islam karena merugikan salah
satu pihak dan mengandung ketidakadilan dan keserakahan.
5. Jenis-Jenis Riba
Riba adalah pertambahan harta yang tidak adil dan tidak sesuai dengan syariat. Riba dibagi menjadi dua
jenis, yaitu riba fadhl dan riba nasi'ah. Riba fadhl adalah riba yang terjadi ketika ada pertukaran harta yang
sejenis dengan jumlah yang berbeda. Contohnya adalah menukar emas dengan emas dengan jumlah yang
tidak sama. Riba nasi'ah adalah riba yang terjadi ketika ada penundaan pembayaran atau penyerahan harta
yang sejenis. Contohnya adalah meminjam uang dengan syarat mengembalikan lebih banyak atau menunda
pembayaran.
6. Jenis-Jenis Akad Jual Beli Yang Dilarang
Akad jual beli yang dilarang adalah akad jual beli yang mengandung unsur-unsur yang dilarang oleh syariat,
seperti riba, gharar, maysir, dan ihtikar. Akad jual beli yang dilarang adalah sebagai berikut:
 Akad jual beli ribawi, yaitu akad jual beli yang mengandung riba, baik riba fadhl maupun riba nasi'ah.
 Akad jual beli gharar, yaitu akad jual beli yang mengandung ketidakjelasan atau ketidakpastian
mengenai objek, harga, atau waktu penyerahan.
 Akad jual beli maysir, yaitu akad jual beli yang mengandung unsur perjudian atau spekulasi yang
mengandalkan faktor keberuntungan atau ketidakpastian.
 Akad jual beli ihtikar, yaitu akad jual beli yang mengandung unsur penimbunan barang-barang
kebutuhan pokok atau barang-barang langka dengan tujuan menaikkan harga atau merugikan orang lain.
7. Jenis-Jenis Akad Jual Beli (Murabahah, Salam, dan Istishna)
Akad jual beli adalah akad yang mengandung pertukaran harta dengan harta yang disepakati oleh kedua
pihak. Akad jual beli dibagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
 Akad jual beli murabahah, yaitu akad jual beli yang mengandung unsur keuntungan yang disepakati
oleh kedua pihak. Dalam akad ini, penjual menjual barang dengan harga pokok ditambah keuntungan
yang jelas dan transparan. Contohnya adalah penjual menjual barang dengan harga Rp 100.000
ditambah keuntungan Rp 10.000, sehingga total harga jual adalah Rp 110.000.
 Akad jual beli salam, yaitu akad jual beli yang mengandung unsur penyerahan barang di kemudian hari
dengan pembayaran di muka. Dalam akad ini, pembeli membayar harga barang secara penuh di awal,
sedangkan penjual menyerahkan barang pada waktu yang ditentukan di kemudian hari. Contohnya
adalah pembeli membayar harga beras Rp 1.000.000 di awal, sedangkan penjual menyerahkan beras
sebanyak 1 ton pada bulan depan.
 Akad jual beli istishna, yaitu akad jual beli yang mengandung unsur pemesanan barang yang belum ada
atau belum jadi dengan pembayaran di muka atau di akhir. Dalam akad ini, pembeli memesan barang
yang belum ada atau belum jadi dengan menentukan spesifikasi dan harga barang, sedangkan penjual
membuat atau menyediakan barang sesuai dengan pesanan pembeli pada waktu yang ditentukan.
Contohnya adalah pembeli memesan rumah dengan spesifikasi dan harga tertentu, sedangkan penjual
membangun rumah sesuai dengan pesanan pembeli dalam jangka waktu tertentu.
8. Jenis-Jenis Akad Kerjasama atau Bagi Hasil (Mudharabah dan Musyarakah)
Akad kerjasama atau bagi hasil adalah akad yang mengandung unsur kerjasama antara dua pihak atau lebih
dalam suatu usaha dengan pembagian hasil yang disepakati. Akad kerjasama atau bagi hasil dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a. Mudharabah: Akad mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak, yaitu pemilik modal
(shahibul maal) dan pengelola modal (mudharib). Pemilik modal menyediakan dana, sedangkan
pengelola modal bertanggung jawab mengelola usaha. Keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan
sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
b. Musyarakah: Akad musyarakah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
melakukan usaha bersama dengan modal dan kerja sama. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai
dengan kesepakatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Setiap pihak memiliki hak untuk mengambil
keputusan dalam pengelolaan usaha.
9. Jenis-jenis Akad Jasa (Ijarah, Wakalah, Hiwalah, Wadiah, Qardh, Kafalah, Rahn, dan Sharf):
a. Ijarah: Akad ijarah adalah bentuk perjanjian sewa-menyewa antara dua pihak, yaitu penyewa
(musta'jir) dan pemilik barang (mu'jir). Pemilik barang menyewakan barang atau jasa kepada
penyewa dengan imbalan pembayaran sewa tertentu.
b. Wakalah: Akad wakalah adalah bentuk perjanjian di mana seseorang (wakil) ditunjuk untuk
mewakili pihak lain (muwakkil) dalam melakukan suatu tugas atau transaksi. Wakil bertindak atas
nama muwakkil dengan imbalan tertentu.
c. Hiwalah: Akad hiwalah adalah bentuk perjanjian pengalihan hak kepemilikan atau pemindahan harta
dari satu pihak ke pihak lain. Contohnya adalah pengalihan hak kepemilikan dalam transaksi jual
beli.
d. Wadiah: Akad wadiah adalah bentuk perjanjian penitipan harta kepada pihak lain yang bertanggung
jawab untuk menjaga dan mengembalikan harta tersebut sesuai dengan kesepakatan.
e. Qardh: Akad qardh adalah bentuk pemberian pinjaman tanpa bunga antara dua pihak, yaitu pemberi
pinjaman (muqrid) dan penerima pinjaman (musta'jir). Penerima pinjaman harus mengembalikan
pinjaman tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati.
f. Kafalah: Akad kafalah adalah bentuk perjanjian jaminan di mana seseorang (kafil) bertanggung
jawab untuk menjamin kewajiban atau hutang pihak lain (makful 'anhu) jika pihak tersebut tidak
dapat memenuhi kewajibannya.
g. Rahn: Akad rahn adalah bentuk perjanjian gadai di mana seseorang (rahn) memberikan barang
berharga sebagai jaminan kepada pihak lain (murtahin) sebagai jaminan pembayaran hutang.
h. Sharf: Akad sharf adalah bentuk perjanjian pertukaran mata uang yang dilakukan secara tunai.
10. Jenis Akad Tabarru (Qordhul Hasan, Ta'awun, dan Takaful)
a. Qordhul Hasan: Akad qordhul hasan adalah bentuk pemberian pinjaman tanpa bunga yang diberikan
oleh pihak yang memiliki kelebihan harta kepada pihak yang membutuhkan. Pinjaman tersebut harus
dikembalikan dengan jumlah yang sama.
b. Ta'awun: Akad ta'awun adalah bentuk kerjasama saling membantu antara individu atau kelompok
dalam hal keuangan, sosial, atau kemanusiaan untuk mencapai kesejahteraan bersama.
c. Takaful: Akad takaful adalah bentuk asuransi syariah di mana peserta saling membantu dan berbagi
risiko. Setiap peserta membayar kontribusi ke dalam dana takaful, dan jika ada peserta yang
mengalami kerugian, dana tersebut digunakan untuk membantu mengganti kerugian tersebut.

AKUNTANSI SYARIAH
1. Perbedaan Akuntansi dan Akuntansi Syariah
Kriteria Akuntansi Syari’ah Akuntansi Konvensional
Dasar Hukum Etika yang bersumber al- Hukum Bisnis Modern
Hukum Quran & Sunnah
Dasar Kaidah dan syariah Islam Logika manusia
Tindakan
Modal Properti dan produk perdagangan Modal tetap dan modal beredar
Laba Tercipta setiap kali ada Tercipta setiap kali ada jual beli
peningkatan dan pertumbuhan
nilai barang
Orientasi Kemasyarakatan Individual/kepada pemilik
Tahapan Dibatasi berdasarkan ketentuan Tidak terbatas kecuali pertimbangan
Operasional syariah ekonomis
Penetapan Menentukan nilai atau harga Menanggung semua kerugian dalam
Cadangan berdasarkan nilai tukar yang perhitungan dan menyisihkan
Risiko berlaku kemungkinan keuntungan

2. Fungsi Akuntansi
Fungsi Akuntansi menurut para ahli yaitu
a. Menurut Hery (2012:1) “Akuntansi mempunyai fungsi memberikan informasi kuantitatif, terutama
informasi tentang posisi keuangan serta hasil kinerja perusahaan, yang dimaksudkan akan menjadi
berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi dari berbagai pilihan yang ada”.
b. Menurut Sumarsan (2013:4) “Akuntansi mempunyai fungsi untuk memberikan informasi keuangan
perusahaan, mengalokasikan sumber-sumber daya langka sehingga pemakai informasi dapat
memutuskan modal harus diinvestasikan kemana, melaporkan pertanggung jawaban kinerja
manajemen kepada pemilik dan untuk mengetahui perkembangan perusahaan”.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi utama akuntansi adalah mencatat secara sistematis semua
traksaksi keuangan yang terjadi dalam bisnis sebagai bahan analisa dan pelaporan serta penilaian
kinerja dan kualitas perusahaan. Selain itu, Akuntansi berfungsi sebagai pemberi informasi mengenai
perilaku ekonomi yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas perusahaan dalam lingkungan nya serta
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan di dalam lingkungan perusahaan.

3. Persamaan dasar Akuntansi


Persamaan dasar akuntansi adalah perhitungan yang bisa memproyeksikan kekayaan, hutang, serta
modal yang dimiliki perusahaan. Seperti prinsip umum akuntansi yang kita ketahui adalah adanya
keseimbangan (balance) antara sisi pemasukan dengan pengeluaran atau adanya keseimbangan
antara harta/liabilitas yang dimiliki oleh perusahaan dengan kewajiban. Adanya keseimbangan angka
antara kedua bagian tersebut tentu saja harus dianalisis lebih dalam dengan persamaan dasar
akuntansi. Nantinya persamaan dasar akuntansi tersebut digunakan untuk menilai kemampuan
perusahaan mengelola keuangan perusahaan.
Persamaan Dasar Akuntansi sering juga disebut sebagai PDA, Prinsip persamaan dasar akuntansi
secara matematis menghubungkan antara harta perusahaan dengan hutang serta modal. Bagian harta
atau aset perusahaan termasuk dalam bagian Aktiva, sedangkan hutang dan modal masuk dalam
bagian Pasiva. Rumus dari persamaan dasar akuntansi atau PDA adalah sebagai berikut:
“Harta (Aktiva) = Hutang + Modal (Pasiva)”
Semakin besar hutang pada sisi pasiva, maka akan menyebabkan ketidakseimbangan pada sisi aktiva.
Jika terjadi suatu transaksi yang tidak transparan atau tidak dilaporkan, nantinya juga akan terlihat
dengan penghitungan prinsip persamaan dasar akuntansi tersebut
4. Akun-akun dalam Akuntansi
Akun adalah suatu media untuk mencatat transaksi-transaksi keuangan/sumber daya yang dimiliki
perusahaan, seperti asset, utang, modal, penghasilan, dan beban.
1. Aset adalah segala kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan atau seseorang, baik berwujud
maupun tidak berwujud yang berharga atau bernilai yang akan mendatangkan manfaat bagi
seseorang atau perusahaan tersebut.
Aset terbagi menjadi 2 yaitu :
1) Aset lancar adalah aset yang diharapkan dapat terealisasi dan memberikan manfaat dalam
jangka pendek, yaitu sekitar satu tahun. Aset lancar terdiri dari:
a. Kas. Kas berarti uang dan setiap media pertukaran yang mencakup saldo rekening bank, uang
kertas, uang koin, sertifikat deposito, giro, dan cek. Kas juga dapat dipisahkan menjadi kas besar
yang proses penerimaan dan pengeluarannya biasa berasal langsung dari rekening bank dan kas
kecil atau yang biasa disebut petty cash sebagai dana cadangan sehari-hari perusahaan dalam hal
pengeluaran dengan nominal kecil
sesuai budget dari perusahaan tersebut.
b. Piutang. Piutang merupakan komponen aktiva lancar yang penting dalam aktivitas ekonomi
suatu perusahaan karena merupakan aktiva lancar perusahaan yang paling besar setelah kas.
c. Perlengkapan. Perlengkapan dalam akuntansi diartikan sebagai barang atau benda habis pakai
yang berfungsi sebagai penunjang keberhasilan operasional atau kegiatan usaha suatu
perusahaan.
2) Aset tetap adalah aset yang memiliki wujud dan siap untuk digunakan atau difungsikan dalam
operasional perusahaan. Aset tetap terdiri dari:
a. Tanah. Tanah adalah sebuah lahan yang dimiliki dan dipergunakan untuk aktivitas kegiatan
operasi perusahaan. Tanah ini bisa berupa tanah sebagai tempat berdirinya sesuatu bangunan
ataupun bentuk lainnya seperti tanah pertanian, halaman, tanah pekarangan, tanah perkebunan,
tempat parkir kendaraan, dan sebagainya.
b. Gedung. Gedung adalah bangunan yang dimiliki perusahaan yang dimaksudkan untuk
menjalankan roda bisnis operasi perusahaan. Dengan kata lain, gedung ini berhubungan dengan
kegiatan operasi perusahaan. Gedung ini bisa berbentuk bangunan pabrik, kantor administrasi,
gudang, penyimpanan, took, dan sebagainya.
c. Mesin. Mesin adalah peralatan-peralatan yang dimiliki perusahaan untuk dipergunakan dalam
menjalankan proses produksi. Mesin dan peralatan ini bisa berbentuk alat yang digerakkan
dengan tenaga manusia ataupun digerakkan dengan tenaga bukan manusia seperti tenaga listrik,
diesel, hewan, air, uap, nuklir, gas, dan sebagainya.
2. Kewajiban
Kewajiban adalah entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya diperkirakan
mengakibatkan pengeluaran sumber daya entitas.
a. Kewajiban lancar atau jangka pendek, yakni utang yang harus dilunasi dalam jangka waktu kurang
dari satu tahun.
b. Kewajiban jangka panjang, yakni utang yang akan dilunasi dalam jangka waktu lebih dari satu
tahun dengan pembayaran baik diangsur maupun sekaligus.
3. Ekuitas
Entitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Dari segi
riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi atas dasar dua komponen
penting yaitu modal setoran dan modal ditahan.
5. Siklus Akuntansi
Siklus akuntansi merupakan suatu proses akuntansi sistematis dan bertahap yang dilakukan dengan
tujuan untuk memproses berbagai bukti transaksi keuangan dan mengolahnya menjadi sebuah laporan atau
informasi akuntansi pada sebuah entitas dalam suatu periode waktu tertentu.Tahapan siklus akuntansi yaitu :
a. Identifikasi Transaksi
Setiap transaksi akan memberikan pengaruh terhadap status keuangan perusahaan yang harus
dievaluasi dengan objektif. Dalam tahapan identifikasi, transaksi yang dicatat juga harus melampirkan
dokumentasi semua transaksi baik itu berupa nota, faktur, kuitansi atau dokumen lainnya yang sah.
b. Menganalisis Transaksi
Tahapan selanjutnya yakni analisa. Analisis transaksi untuk memeriksa kembali transaksi yang telah
dilakukan. Hasil analisis akan sangat bermanfaat dalam pengambilan keputusan dan mampu berdampak
pada kondisi keuangan perusahaan.

c. Pencatatan Transaksi
Tahapan ketiga yang harus dilakukan dalam siklus akuntansi adalah pencatatan transaksi pada jurnal.
Jadi, setelah analisis selesai, Anda diharuskan mencatatnya dalam jurnal atau disebut dengan
penjurnalan. Setiap catatan harus dibuat sistematis, hati-hati dan teliti sehingga jumlah kredit dan debit
sama diakhir.
d. Membukukan ke Buku Besar
Dalam akuntansi Anda akan mengenal istilah buku besar yang berisikan semua rekening pembukuan
yang merinci beberapa jenis asset.
e. Menyusun Neraca Saldo serta Jurnal Penyesuaian
Langkah berikutnya adalah menyusun neraca saldo. Neraca saldo didapat dari saldo dari setiap akun
yang ada dalam buku besar dalam kurun periode tertentu. Setelah itu Anda juga harus melakukan
pencatatan pada jurnal penyesuaian jika menemukan kesalahan pada neraca saldo atau menemukan
beberapa transaksi yang belum terdata.
f. Membuat Neraca Saldo Penyesuaian
Buku neraca saldo yang telah dibuat menjadi dasar dalam tahapan saat ini. Saldo jika dilihat dari
posisinya. Jenis laporan meliputi laporan perubahan modal, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta
neraca yang menghitung solvabilitas, fleksibilitas, dan likuiditas. Setelah laporan keuangan jadi, barulah
lanjut ke bagian penutup dalam akuntansi yakni membuat jurnal.
g. Jurnal Penutup
Sebagai akhir dari tahapan siklus akuntansi, Anda diharuskan menyusun jurnal penutup. Jurnal ini
ditutup denagn menutup rekening laba rugi atau rekening nominal. Tujuan penutupan untuk melihat
aliran sumber dalam periode akuntansi masih berjalan. Jurnal ini juga digunakan untuk mengevaluasi
tindakan yang dilakukan selama 1 periode setelah penutupan rekening.
h. Menyusun Neraca Saldo
Tahapan satu ini terbilang sebagai tahapan opsional. Bisa dilakukan, bisa pula tidak. Neraca saldo
merupakan daftar saldo rekening buku besar setelah jurnal penutup. Neraca saldo hanya menunjukan
saldo permanen dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang tepat terkait keseimbangan saldo. Karena itu
sifatnya opsional.
i. Jurnal Pembalik
Tahapan satu ini juga masih masuk tahapan opsional. Jurnal ini dibuat dengan tujuan memudahkan
pencatatan pada periode berikutnya. Dalam pembuatan jurnal ini biasanya digunakan jurnal penyesuaian
sebagai acuannya. Setiap transaksi pada jurnal tersebut dibalik sehingga mendapatkan jurnal pembalik.
Transaksi yang awalnya kredit akan dibalik menjadi debit.
6. Jenis-jenis Laporan Keuangan
a. Neraca
Laporan Neraca merupakan laporan keuangan yang berisikan adanya jumlah aktiva (harta),
kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) pada saat tertentu. Jumlah kekayaan (harta) akan
disajikan di sisi aktiva, sedangkan jumlah kewajiban dan modal akan disajikan di sisi pasiva. Nah,
jumlah aktiva dan pasiva ini haruslah sama alias balance sheet. Tujuan penyusunan laporan neraca ini
adalah untuk menunjukkan bagaimana kondisi finansial dari suatu perusahaan, terutama ketika
dilakukannya akhir tahun alias buku ditutup.
b. Laporan Laba Rugi
Jenis laporan keuangan selanjutnya adalah Laporan Laba Rugi. Pada laporan laba rugi ini berisikan
informasi tentang hasil usaha dari perusahaan dalam suatu periode tertentu. Laporan ini nantinya akan
menggambarkan berapa jumlah pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat
diketahui apakah perusahaan tersebut memperoleh laba atau rugi. Pada jenis laporan keuangan ini,
jumlah pendapatan dan biaya akan terdapat selisih ketika dikurangkan. Nah, selisih itulah yang disebut
sebagai laba atau rugi. Apabila jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, maka perusahaan
dianggap tengah dalam kondisi laba alias untung. Namun, jika jumlah pendapatan justru lebih kecil dari
jumlah biaya, maka perusahaan tengah dalam kondisi rugi.
Bentuk-Bentuk Penyajian Laporan Keuangan Laba Rugi
a) Single Step Model. Yakni bentuk penyajian laporan laba rugi yang tidak dikelompokkan atas
pendapatan dan biaya ke dalam kelompok usaha. Hanya dipisahkan saja antara pendapatan dan laba,
dengan biaya kerugian yang ada.
b) Multi Step Model. Yakni bentuk penyajian laporan keuangan laba rugi yang dilakukan dengan
mengelompokkan beberapa pendapatan dan biaya yang telah disusun dalam urutan tertentu.
c. Laporan Perubahan Modal
Laporan ini berisikan jumlah dan jenis modal yang dimiliki oleh perusahaan pada periode saat ini.
Berhubung dalam satu tahun periode, pasti suatu perusahaan akan mengalami penambahan maupun
pengurangan modal, maka laporan ini juga akan berisikan adanya penjelasan dari perubahan modal dan
sebab-sebab terjadinya hal tersebut. Jenis laporan keuangan ini, biasanya dihitung dengan modal awal +
(laba bersih – prive).
d. Laporan Arus Kas
Jenis laporan keuangan keempat adalah Laporan Arus Kas. Pada jenis laporan keuangan ini,
menunjukkan adanya arus kas masuk dan kas keluar yang terjadi di perusahaan. Arus kas masuk dapat
berupa pendapatan atau pinjaman yang dilakukan dari pihak lain, sementara arus kas keluar dapat berupa
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan termasuk juga pembayaran biaya operasional perusahaan.
Laporan arus kas ini disusun untuk periode tertentu.Laporan arus kas ini biasanya disusun dengan
membandingkan antara neraca di awal periode dengan neraca di akhir periode, tentunya dengan tetap
menggunakan pos-pos kunci yang terdapat di laporan laba rugi.
e. Catatan Atas Laporan Keuangan
Jenis laporan keuangan yang terakhir adalah Catatan Atas Laporan Keuangan. Pada jenis laporan
keuangan ini, berisikan informasi mengenai penjelasan yang sekiranya dianggap perlu atas laporan
keuangan yang ada, sehingga akan jelas sebab-akibatnya. Tujuan penyusunan catatan atas laporan
keuangan ini adalah supaya penggunanya dapat memahami data yang disajikan secara jelas..
7. Teori Akuntansi Syariah
Teori akuntansi Islam adalah ilmu yang sangat penting dalam menyusun dan menguji prinsip
akuntansi yang digunakan dalam penyusunan lapor an keuangan yang dibuat dengan tujuan untuk
disajikan kepada para pemakainya sehingga lebih bermanfaat dan sesuai dengan syariah Allah SWT.
Teori akuntansi digunakan untuk menjelaskan mengapa praktik akuntansi dapat terjadi. Posisi teori
akuntansi Islam dijelaskan dalam bagan konsep akuntansi syariah. Konstruksi akuntansi syariah lahir
dari nilai-nilai budaya masyarakat Islam, sebagai wujud dari penerapan nilai Tauhid yang diwujudkan
dan dipraktekkan pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial ekonomi. Teori akuntansi
syariah diperlukan untuk menjelaskan berbagai asumsi dasar yang mendasari praktik akuntansi syariah
di Indonesia dan menjelaskan praktik akuntansi yang sudah berjalan dan landasan dalam pengembangan
akuntansi syariah di masa yang akan datang. Akuntansi syariah merupakan konstruksi sosial masyarakat
Islam dalam penerapan ekonomi Islam, dan merupakan subsistem dari sistem ekonomi Islam. Untuk
mendukung praktik akuntansi syariah yang sehat diperlukan teori akuntansi Islam yang sehat.
8. Sistem Keuangan Syariah
Sistem keuangan syariah merupakan sistem keuangan yang menjembatani antara pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana melului produk dan jasa keuangan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam perjalanan sejarah perkembangan sistem keuangan
Indonesia, sistem keuangan mengalami perubahan yang sangat fundamental terutama setelah memasuki
era deregulasi, paket kebijakan 27 Oktober 1988 yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya
beberapa undang-undang dibidang keuangan dan perbankan sejak tahun 1992 yaitu :
a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
b) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentanga Asuransi;
c) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
e) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan;
f) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
9. Akad-akad dalam Akuntansi Syariah
Akad Syariah merupakan perjanjian atau kontrak antara dua pihak atau lebih dalam dunia bisnis atau
transaksi yang diatur oleh prinsip-prinsip Syariah Islam. Akad ini memastikan bahwa transaksi dilakukan
dengan jujur, adil, dan tidak melanggar nilai-nilai agama. Prinsip utama dalam akad Syariah adalah
menghindari riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian), serta memastikan bahwa segala bentuk aktivitas
ekonomi berjalan sesuai dengan norma Islam. Jenis akad syariah yakni :
a. Murabahah (Akad Jual Beli dengan Keuntungan yang Dijelaskan)
Murabahah adalah jenis akad yang melibatkan transaksi jual beli di mana penjual
menginformasikan keuntungan yang akan diperoleh dari transaksi tersebut kepada pembeli. Pembeli
menyetujui harga dan keuntungan tersebut sebelum transaksi dilakukan. Prinsip ini menjadikan
transaksi lebih transparan karena semua pihak mengetahui besarnya keuntungan yang akan diperoleh
oleh penjual. Murabahah sering digunakan dalam pembiayaan Syariah, seperti pembiayaan
kendaraan atau properti. Akad ini membantu individu atau perusahaan memperoleh barang atau aset
yang dibutuhkan tanpa melibatkan unsur riba.
b. Musyarakah (Akad Kerja Sama Bisnis dengan Pembagian Keuntungan dan Kerugian)
Musyarakah adalah akad kerja sama bisnis di mana dua atau lebih pihak bekerja sama dalam
menjalankan suatu usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan awal.
Musyarakah menggambarkan prinsip kebersamaan dan saling berbagi dalam mengelola bisnis.Dalam
akad musyarakah, setiap pihak berkontribusi baik dalam bentuk modal, keahlian, atau sumber daya
lainnya. Keuntungan dan kerugian yang dihasilkan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan bagian
masing-masing pihak. Akad ini biasanya digunakan dalam beberapa kegiatan keuangan Syariah
mencakup pembiayaan bisnis, properti, pertanian, kendaraan, hingga pendidikan.
c. Mudharabah (Akad Investasi dengan Pembagian Keuntungan)
Mudharabah adalah akad investasi di mana salah satu pihak menyediakan modal (shahibul
maal) dan pihak lain (mudharib) mengelola bisnis. Keuntungan dari bisnis tersebut dibagi sesuai
dengan kesepakatan awal, sedangkan risiko kerugian ditanggung oleh pihak yang menyediakan
modal.Mudharabah menggambarkan hubungan saling menguntungkan antara investor dan pengelola
bisnis. Investor mendapatkan keuntungan tanpa perlu terlibat dalam pengelolaan operasional,
sementara pengelola bisnis memiliki peluang untuk mengoptimalkan modal yang disediakan. Akad
ini biasa digunakan dalam kegiatan lembaga keuangan mulai dari investasi bisnis, deposito, hingga
modal ventura.
d. Ijarah (Akad Sewa Menyewa)
Ijarah adalah jenis akad sewa menyewa di mana pihak penyewa (mustajir) menggunakan
barang atau jasa yang dimiliki oleh pihak penyedia (mu'jir) dengan membayar sejumlah sewa yang
telah disepakati. Akad ini mencakup berbagai aspek seperti penyewaan properti, kendaraan, dan
peralatan. Dalam akad ijarah, hak kepemilikan tetap berada di tangan penyedia, sementara penyewa
memiliki hak penggunaan sesuai dengan kesepakatan. Akad ini mencegah praktik riba karena tidak
melibatkan unsur bunga dalam transaksi. Akad ini biasa digunakan untuk beberapa kegiatan lembaga
keuangan, seperti kegiatan koperasi, properti syariah, hingga keuangan mikro Syariah.
e. Akad Salam dan Istishna (Akad Pemesanan)
Salam adalah akad pemesanan di mana pembeli (muslam ilayh) membayar sejumlah uang di
muka untuk mendapatkan barang atau komoditas tertentu yang akan diserahkan di masa mendatang.
Istishna adalah bentuk pra-jual yang lebih berfokus pada pembuatan barang sesuai pesanan. Dalam
kedua akad ini, pembeli membayar sejumlah uang di muka sebagai tanda jadi atau biaya produksi,
dan barang akan diberikan di kemudian hari. Hal ini memungkinkan produsen atau petani untuk
mendapatkan modal awal sekaligus menghindari praktik riba

PAJAK
1. Definisi, Fungsi dan Jenis-Jenis Pajak
Definisi
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Fungsi
1) Fungsi anggaran (budgetair); sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi mengatur (regulerend); sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah dalam
bidang sosial ekonomi.
3) Stabilitas; pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-
kebijakan pemerintah.
4) Redistribusi Pendapatan; penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja
dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Jenis Pajak
DJP Provinsi Kabupaten/kota
- PPh (Pajak Penghasilan) - Pajak Kendaraan Bermotor; - Pajak Hotel;
- PPN (Pajak Pertambahan - Bea Balik Nama Kendaraan - Pajak Restoran;
Nilai) Bermotor; - Pajak Hiburan;
- PPnBM (Pajak Penjualan - Pajak Bahan Bakar - Pajak Reklame;
atas Barang Mewah) Kendaraan Bemotor; - Pajak Penerangan Jalan;
- PBB (Pajak Bumi - Pajak Air Permukaan; - Pajak Mineral Bukan Logam dan
Bangunan) - Pajak Rokok. Batuan;
- Bea Meterai - Pajak Parkir;
- Pajak Air Tanah;
- Pajak sarang Burung Walet;
- Pajak Bumi dan Bangunan
perdesaan dan perkotaan;
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan.
2. Stelsel pajak (pajak negara, pajak daerah, retribusi daerah, bea cukai, PNBP)
Definisi Stelsel Pajak
Stelsel pajak adalah sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk melakukan perhitungan besaran
pajak yang terutang yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Stelsel pajak ini terdiri atas 3 jenis,
yaitu stelsel nyata atau stelsel riil, stelsel anggapan atau stelsel fiktif, serta stelsel campuran.
Jenis-Jenis Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata atau Riil
Merupakan salah satu jenis pemungutan pajak yang didasarkan kepada objek atau penghasilan yang
didapatkan sesungguhnya atau penghasilan nyata yang digunakan sebagai dasar pengitungan Pajak
Penghasilan (PPh), sehingga pada jenis stelsel ini pemungutan baru akan dapat dilakukan pada akhir
tahun, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Jenis stelsel ini kemudian dikenal
dengan nama pemungutan pajak di belakang atau yang kerap disebut dengan istilah “naheffing”.
- Kelebihan Stelsel Nyata
Perhitungan didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya, sehingga hasil yang didapatkan lebih
akurat dan lebih realistis sesuai dengan jumlah pajak yang terutang sesungguhnya sebab perhitungan
pajak dilakukan setelah tutup buku.
- Kekurangan Stelsel Nyata
Pembayaran pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah penghasilan riil diketahui,
padahal pemerintah akan terlebih dahulu membutuhkan kas dari penerimaan pajak untuk serta
menunjang laju pertumbuhan ekonomi nasional dari segala sektor serta untuk pengeluaran negara
sepanjang tahun.
Selain itu, dengan pembayaran pajak seperti ini bisa mengakibatkan Wajib Pajak merasa terbebani
jika harus membayar pajaknya pada akhir tahun secara sekaligus, sebab Wajib Pajak akan dibebani
jumlah pembayaran pajak yang tinggi, sementara itu jumlah kas yang tersedia atau dimiliki
kemungkinan belum mencukupi. Selain itu, pada stelsel ini seluruh Wajib Pajak akan membayar
pajaknya pada akhir tahun, sehingga mengakibatkan jumlah uang yang beradar akan turut
terpengaruh.
b. Stelsel Fiktif atau Anggapan
Stelsel ini merupakan kebalikan dari stelsel nyata. Stelsel fiktif merupakan jenis pemungutan pajak
yang didasarkan kepada perkiraan atau anggapan yang telah diatur pada suatu peraturan perundang-
undangan. Perkiraan yang digunakan ini dapat bermacam-macam, tergantung pada peraturan
perpajakan yang berlaku di tiap-tiap negara.
Stelsel pajak jenis ini menerapkan sistem pemungutan pajak yang dilakukan di depan, sehingga jenis
stelsel ini kemudian dikenal dengan nama pemungutan pajak di depan atau yang kerap disebut
dengan istilah “voor hedging”.
Misalnya yaitu penghasilan pada suatu tahun pajak akan dianggap sama dengan penghasilan yang
diperoleh Wajib Pajak tersebut pada tahun sebelumnya. Maka dari itu, pada awal tahun pajak telah
dapat dihitung dan ditetapkan jumlah pajak yang terutang untuk tahun pajak yang berjalan.
- Kelebihan Stelsel Fiktif
Pajak yang harus dibayarkan untuk satu tahun pajak yang berjalan sudah diketahui tanpa perlu
menunggu akhir tahun untuk mengetahui penghasilan setahun yang sesungguhnya.
- Kekurangan Stelsel Fiktif
Pajak yang dibayarkan menjadi tidak akurat sebab pajak yang terutang dihitung berdasarkan pada
penghasilan tahun sebelumnya, bukan berdasarkan keadaan sesungguhnya atau penghasilan yang
sesungguhnya diperoleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak bersangkutan.
c. Stelsel Campuran
Stelsel pajak campuran merupakan kombinasi di antara stelsel pajak nyata atau stelsel riil dengan
stelsel pajak fiktif atau stelsel anggapan. Cara untuk menghitung pajak dengan kombinasi pada
stelsel campuran ini yaitu pada awal tahun besaran pajaknya dihitung dengan menggunakan dasar
seperti stelsel fiktif, yaitu pajak terutang dihitung terlebih dahulu berdasarkan pada penghasilan
tahun pajak sebelumnya. Kemudian, selanjutnya pada akhir tahun, besaran pajak yang sesungguhnya
akan dihitung berdasarkan pada stelsel riil, yaitu dihitung dengan berdasarkan pada penghasilan
sebenarnya yang diperoleh selama tahun pajak yang bersangkutan.
Selanjutnya, jika hasil perhitungan pajak berdasarkan stelsel riil atau pajak yang sebenarnya lebih
besar daripada pajak yang telah dihitung di awal tahun berdasarkan stelsel fiktif, maka atas selisih
kekurangan tersebut Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayarkan kekurangan pajaknya
sebesar selisih yang didapat.
Begitu pula jika sebaliknya, jika besaran pajak sesungguhnya atau perhitungan pajak menurut
perhitungan stelsel riil lebih kecil daripada perhitungan stelsel fiktif di awal tahun, maka atas selisih
lebih bayar tersebut Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihannya (direstitusi) atau atas
selisih tersebut dapat pula dikompensasikan untuk periode atau tahun pajak berikutnya.
- Kelebihan Stelsel Campuran
Pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak, serta pajak yang dipungut juga
akan sesuai dengan besaran pajak yang sesungguhnya terutang.
- Kelemahan Stelsel Campuran
Tambahan pekerjaan administrasi sebab penghitungan pajak yang terutang dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu pada awal tahun pajak sesuai dengan stelsel fiktif, dan kemudian pada saat di akhir tahun
pajak sesuai dengan stelsel riil.
Penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia
Dalam proses pemungutan pajaknya, berdasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU
PPh), Indonesia menerapkan sistem stelsel pajak campuran, yaitu kombinasi di antara stelsel nyata
dan stelsel anggapan.
Contoh dari penerapan stelsel pajak campuran di Indonesia yaitu pada mekanisme PPh 25 dan PPh
29.

3. Kedudukan hukum pajak


1) Hukum Perdata yang mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya
2) Hukum Publik yang mengatur hubungan antara pemerintah dan rakyatnya. Hukum publik di
antaranya ialah Hukum Tata Negara, Hukum Pajak, Hukum Pidana, dan Hukum Tata Usaha
Negara (Hukum Administrasi Negara).
4. Asas pemungutan pajak
1) Asas finansial, pungutan pajak dilakukan sesuai dengan kondisi keuangan (finansial) atau
besaran pendapatan yang diterima oleh wajib pajak.
2) Asas ekonomis, hasil pemungutan pajak di Indonesia harus digunakan sesuai dengan kepentingan
umum (kepentingan rakyat secara menyeluruh).
3) Asas yuridis pemungutan pajak di Indonesia adalah pasal 23 ayat 2 UUD 1945.
4) Asas umum, pemungutan pajak di Indonesia didasarkan atas keadilan umum. Artinya, baik
pemungutan maupun penggunaan pajak memang dirancang dari dan untuk masyarakat Indonesia.
5) Asas kebangsaan, setiap orang yang lahir dan tinggal di Indonesia, wajib membayar pajak sesuai
ketentuan yang berlaku di negeri ini.
6) Asas sumber merupakan dasar pemungutan pajak sesuai dengan tempat perusahaan berdiri atau
tempat tinggal wajib pajak. Jadi, pajak yang dipungut di Indonesia hanya diberlakukan untuk
orang yang tinggal dan bekerja di Indonesia.
7) Asas wilayah berlaku berdasarkan wilayah tempat tinggal wajib pajak. Contohnya, Bu Laila
merupakan WNI yang tinggal di Taiwan, maka menurut asas wilayah, baik rumah maupun
barang yang digunakan Bu Laila tidak wajib dikenai pajak oleh pemerintah Indonesia.
5. Cara pemungutan pajak
Sistem pemungutan pajak merupakan suatu cara yang digunakan untuk menghitung besarnya pajak yang
perlu dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada negara. Dengan kata lain, sistem ini menjadi metode untuk
mengelola utang pajak yang bersangkutan supaya bisa masuk ke kas negara.
Adapun, sistem pemungutan pajak sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994
yang membahas dan mengatur segala hal yang berkaitan dengan subjek dan objek pajak.
a. Self-Assessment System
Sistem perpajakan ini yang digunakan untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib
pajak yang bersangkutan. Dalam artian lain bahwa Wajib Pajak adalah pihak yang berperan aktif dalam
menghitung, membayar dan melaporkan pajak kepada kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau sistem
administrasi online yang dibentuk oleh pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berperan untuk mengawasi
wajib pajak .
Untuk contohnya adalah dalam PPN dan PPh. Self assessment system sudah mulai masuk ke Indonesia
setelah era reformasi perpajakan pada tahun 1983 dan masih berlaku hingga saat ini, namun sistem
perpajakan tersebut memiliki konsekuensi karena wajib pajak berhak menghitung jumlah pajak yang
perlu dibayar, biasanya wajib pajak berusaha membayar pajak sesedikit mungkin.
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak self-assessment adalah:
 Wajib Pajak menentukan besaran pajak terutang;
 Wajib Pajak berperan aktif dalam menyelesaikan kewajiban perpajakannya (perhitungan,
pembayaran, dan pelaporan); serta
 Pemerintah tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
b. Official Assessment System
Sistem pemungutan pajak ini yang memungkinkan pihak berwenang untuk dengan bebas menentukan
jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada otoritas pajak atau pemungut pajak. Dalam sistem
pemungutan pajak ini biasanya Wajib Pajak bersifat pasif dan hutang pajak hanya dapat digunakan
setelah otoritas pajak mengeluarkan surat ketetapan pajaknya.
Sistem pemungutan pajak ini biasanya dapat diterapkan pada penyelesaian Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB) atau jenis pajak daerah lainnya. Dalam proses transaksi pembayaran PBB, KPP biasanya berperan
sebagai pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak yang memuat sejumlah PBB terutang disetiap
tahunnya, sehingga tidak perlu lagi untuk menghitung pajak yang terutangnya, namun cukup dengan
membayar PBB berdasarkan Surat Pernyataan Terutang Pajak (SPPT) yang diterbitkan oleh KPP yang
terdaftar sebagai subjek pajak.
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak official assessment adalah:
 Petugas pajak berwenang menghitung dan memungut besaran pajak terutang;
 Wajib Pajak berperan pasif;
 Besaran pajak akan diketahui oleh Wajib Pajak setelah petugas pajak melakukan perhitungan dan
menerbitkan SKP; serta
 Pemerintah memiliki hak penuh pada saat menentukan besaran pajak yang perlu dibayarkan.
c. Withholding Assessment System
Ciri-ciri dari sistem pemungutan pajak withholding assessment adalah:
 Wajib Pajak dan pemerintah tidak berperan aktif dalam menghitung besaran pajak;
 Pihak ketiga berwenang menentukan besarnya pajak terutang; serta
 Menerbitkan bukti potong/pungut bagi Wajib Pajak yang telah melunasi pajak terutang.
Sistem pemungutan pajak ini memberikan pengertian bahwa besarnya pajak akan dihitung oleh pihak
ketiga yang bukan wajib pajak atau petugas pajak. Contoh dari sistem ini adalah pemotongan
penghasilan pegawai oleh bendahara instansi, sehingga pegawai tidak perlu lagi ke kantor pajak untuk
membayar pajaknya.
Jenis-jenis pajak yang menggunakan system ini adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan
PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan PPN.
Sebagai bukti bahwa pajak telah dibayar lunas dengan menggunakan withholding assessment system
pada umumnya berupa bukti potong atau bukti pungut. Namun dalam beberapa kasus juga menggunakan
sertifikat pajak (SSP) yang kemudian sertifikat pemotongan tersebut kemudian akan dilampirkan pada
PPh / SPT PPN tahunan wajib pajak yang bersangkutan.
6. Subjek dan objek pajak, jenis-jenis PPH, PPN, PBB, BPHTB dan bea materai
Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Namun, perlu diketahui bahwa hak dan kewajiban subjek pajak berbeda-beda.
- Subjek Pajak Dalam Negeri . Bisa berupa orang perorangan, badan dan warisan yang belum
dibagi. Jika orang perorangan lahir di Indonesia atau telah tinggal selama lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan, atau berniat untuk tinggal lama di Indonesia, dia dapat disebut
sebagai subjek pajak pribadi dalam negeri. Begitu juga dengan badan. Suatu badan dapat disebut
sebagai subjek pajak dalam negeri ketika didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
selama lebih dari 183 hari. Namun, unit tertentu dari badan pemerintah yang dibentuk
berdasarkan peraturan perundang-undangan atau pembiayaannya bersumber dari APBN/APBD
dikecualikan dari ketentuan ini. Badan yang dikecualikan tersebut diatur oleh ketentuan subjek
pajak khusus di bawah kebijakan pemerintah pusat atau daerah. Contoh dari badan yang
dikecualikan tersebut adalah BUMN/BUMD.
- Subjek Pajak Luar Negeri. Mencakup orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia,
orang pribadi yang berada di Indonesia tapi tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan dan badan usaha tetap yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia,
namun menjalankan usaha atau melakukan kegiatan bisnis di Indonesia.
 Subjek Pajak
 Orang pribadi adalah perseorangan yang tinggal atau tidak tinggal di Indonesia baik itu
WNI/WNA tetapi memiliki penghasilan dari aktivitas ekonomi yang dilakukan di Indonesia
 Badan adalah semua badan yang berdiri dan berkembang di Indonesia kecuali badan-badan
yang bersifat tidak komersil dan badan yang pembiayaannya berasal dari APBN/APBD
 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan adalah harta warisan dari pewaris yang
harus dibayarkan terlebih dahulu oleh ahli waris sebelum mereka membagi-baginya
 Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah bentuk usaha pribadi dari orang yang tidak bertempat
tinggal di Indonesia seperti WNA atau WNI belum lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan berada di Indonesia, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
 Objek Pajak, adalah penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis yang diterima wajib
pajak. Penghasilan itu berasal dari Indonesia maupun luar Indonesia. Objek pajak digunakan
untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan. Bentuknya
dengan nama atau bentuk apapun.
 Jenis Objek Pajak Penghasilan (PPh)
 Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau Jasa
 Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan maupun penghargaan
 Laba usaha
 Bunga yang termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
 Royalti atau pengembalian atas penggunaan hak
 Sewa atau penghasilan lain dengan penggunaan harta
 Keuntungan dari selisih kurs mata uang asing
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva
 Premi asuransi
 Surplus Bank Indonesia.
7. Fungsi NPWP dan SPT
Fungsi NPWP
1) Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam administrasi perpajakan
2) Sarana untuk mendapatkan pelayanan dari instansi tertentu
3) Sarana melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan
Fungsi SPT
SPT tahunan memiliki fungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan
perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya.
8. Perhitungan pajak
9. Ketentuan umum dan tata cara perpajakan (penetapan dan penagihan pajak)
Ketentuan dasar penagihan pajak terbaru kembali diatur dalam PP No. 50 Tahun 2022.
Penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan dengan tujuan agar penanggung
pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajaknya dengan tertib.
Sedangkan penanggung pajak merupakan orang atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak. Dasar hukum penagihan pajak telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan
perpajakan dan peraturan pelaksanaannya tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
a. Dasar Penagihan Pajak
Dasar Penagihan Pajak adalah adanya utang pajak atau jumlah yang masih harus dibayar wajib
pajak. Jumlah ini akan menjadi tunggakan pajak apabila saat jatuh tempo penanggung pajak belum
melunasi utang pajak. Tunggakan pajak inilah yang akan menjadi dasar untuk melaksanakan
penagihan pajak kepada penanggung pajak. Dalam Pasal 1 angka 8 UU Penagihan Pajak dengan
Surat Paksa (UU PPSP) No. 19 Tahun 2000 menjelaskan bahwa Utang Pajak adalah pajak yang
masih harus dilunasi termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang
tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Ketentuan Baru Dasar Penagihan Pajak
Merujuk Pasal 18 UU KUP Nomor 28 Tahun 2007 disebutkan bahwa yang menjadi dasar penagihan
pajak adalah:
 Surat Tagihan Pajak (STP)
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
 Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
 Surat Keputusan Pembetulan (SKP)
 Surat Keputusan Keberatan
 Putusan Banding
 Putusan Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak masih harus dibayar bertambah.
Kemudian melalui PP No. 50 Tahun 2022 dalam Pasal 45 ayat (1), ketentuan komponen yang
menjadi dasar penagihan pajak ditambah, yakni:
 Surat Keputusan Persetujuan Bersama
 Klaim Pajak
Kesemua itu merupakan dasar penagihan pajak untuk PPh, PPN, dan PPnBM, serta bunga
penagihan.
Sedangkan dasar penagihan pajak untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah:
 Surat Pemberitahuan Pajak Terutang
 Surat Ketetapan
 Surat Tagihan Pajak
Dasar Hukum Penagihan Pajak
 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas UU No. 19 Tahun 1997 tentang
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa —> diubah
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 149/KMK.04/1998 tentang Syarat-Syarat, Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak —> dicabut
 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 562/KMK.04/2000 tentang Syarat-Syarat, Tata Cara
Pengangkatan dan Pemberhentian Jurusita Pajak —> berlaku
 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) —> diubah
 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85 Tahun 2010 tentang Perubahan atas PMK No.
24/PMK.03/2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan
Penagihan Seketika dan Sekaligus —> dicabut
 Peraturan Menteri Keuangan No. 189 Tahun 2020 tentang Peraturan Menteri Keuangan Nomor
189/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang
Masih Harus Dibayar —> berlaku
 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU
No. 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP Menjadi
UU —> diubah
 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) —
> berlaku
 Peraturan Dierktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2022 tentang Surat, Daftar, dan Formulir
yang Digunakan dalam Pelaksanaan Penagihan Pajak atas Jumlah Pajak yang Masih Harus
Dibayar —> berlaku
 Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2022 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan —> berlaku
10. Sanksi perpajakan
Secara garis besar terdapat 2 jenis sanksi pajak yakni sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi
administrasi terdiri dari sanksi bunga, sanksi denda dan sanksi kenaikan.
Sedangkan sanksi pidana terdiri dari pidana kurungan dan pidana penjara.

Anda mungkin juga menyukai