AKUNTANSI SYARIAH
1. Perbedaan Akuntansi dan Akuntansi Syariah
Kriteria Akuntansi Syari’ah Akuntansi Konvensional
Dasar Hukum Etika yang bersumber al- Hukum Bisnis Modern
Hukum Quran & Sunnah
Dasar Kaidah dan syariah Islam Logika manusia
Tindakan
Modal Properti dan produk perdagangan Modal tetap dan modal beredar
Laba Tercipta setiap kali ada Tercipta setiap kali ada jual beli
peningkatan dan pertumbuhan
nilai barang
Orientasi Kemasyarakatan Individual/kepada pemilik
Tahapan Dibatasi berdasarkan ketentuan Tidak terbatas kecuali pertimbangan
Operasional syariah ekonomis
Penetapan Menentukan nilai atau harga Menanggung semua kerugian dalam
Cadangan berdasarkan nilai tukar yang perhitungan dan menyisihkan
Risiko berlaku kemungkinan keuntungan
2. Fungsi Akuntansi
Fungsi Akuntansi menurut para ahli yaitu
a. Menurut Hery (2012:1) “Akuntansi mempunyai fungsi memberikan informasi kuantitatif, terutama
informasi tentang posisi keuangan serta hasil kinerja perusahaan, yang dimaksudkan akan menjadi
berguna dalam pengambilan keputusan ekonomi dari berbagai pilihan yang ada”.
b. Menurut Sumarsan (2013:4) “Akuntansi mempunyai fungsi untuk memberikan informasi keuangan
perusahaan, mengalokasikan sumber-sumber daya langka sehingga pemakai informasi dapat
memutuskan modal harus diinvestasikan kemana, melaporkan pertanggung jawaban kinerja
manajemen kepada pemilik dan untuk mengetahui perkembangan perusahaan”.
Dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi utama akuntansi adalah mencatat secara sistematis semua
traksaksi keuangan yang terjadi dalam bisnis sebagai bahan analisa dan pelaporan serta penilaian
kinerja dan kualitas perusahaan. Selain itu, Akuntansi berfungsi sebagai pemberi informasi mengenai
perilaku ekonomi yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas perusahaan dalam lingkungan nya serta
sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan di dalam lingkungan perusahaan.
c. Pencatatan Transaksi
Tahapan ketiga yang harus dilakukan dalam siklus akuntansi adalah pencatatan transaksi pada jurnal.
Jadi, setelah analisis selesai, Anda diharuskan mencatatnya dalam jurnal atau disebut dengan
penjurnalan. Setiap catatan harus dibuat sistematis, hati-hati dan teliti sehingga jumlah kredit dan debit
sama diakhir.
d. Membukukan ke Buku Besar
Dalam akuntansi Anda akan mengenal istilah buku besar yang berisikan semua rekening pembukuan
yang merinci beberapa jenis asset.
e. Menyusun Neraca Saldo serta Jurnal Penyesuaian
Langkah berikutnya adalah menyusun neraca saldo. Neraca saldo didapat dari saldo dari setiap akun
yang ada dalam buku besar dalam kurun periode tertentu. Setelah itu Anda juga harus melakukan
pencatatan pada jurnal penyesuaian jika menemukan kesalahan pada neraca saldo atau menemukan
beberapa transaksi yang belum terdata.
f. Membuat Neraca Saldo Penyesuaian
Buku neraca saldo yang telah dibuat menjadi dasar dalam tahapan saat ini. Saldo jika dilihat dari
posisinya. Jenis laporan meliputi laporan perubahan modal, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta
neraca yang menghitung solvabilitas, fleksibilitas, dan likuiditas. Setelah laporan keuangan jadi, barulah
lanjut ke bagian penutup dalam akuntansi yakni membuat jurnal.
g. Jurnal Penutup
Sebagai akhir dari tahapan siklus akuntansi, Anda diharuskan menyusun jurnal penutup. Jurnal ini
ditutup denagn menutup rekening laba rugi atau rekening nominal. Tujuan penutupan untuk melihat
aliran sumber dalam periode akuntansi masih berjalan. Jurnal ini juga digunakan untuk mengevaluasi
tindakan yang dilakukan selama 1 periode setelah penutupan rekening.
h. Menyusun Neraca Saldo
Tahapan satu ini terbilang sebagai tahapan opsional. Bisa dilakukan, bisa pula tidak. Neraca saldo
merupakan daftar saldo rekening buku besar setelah jurnal penutup. Neraca saldo hanya menunjukan
saldo permanen dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang tepat terkait keseimbangan saldo. Karena itu
sifatnya opsional.
i. Jurnal Pembalik
Tahapan satu ini juga masih masuk tahapan opsional. Jurnal ini dibuat dengan tujuan memudahkan
pencatatan pada periode berikutnya. Dalam pembuatan jurnal ini biasanya digunakan jurnal penyesuaian
sebagai acuannya. Setiap transaksi pada jurnal tersebut dibalik sehingga mendapatkan jurnal pembalik.
Transaksi yang awalnya kredit akan dibalik menjadi debit.
6. Jenis-jenis Laporan Keuangan
a. Neraca
Laporan Neraca merupakan laporan keuangan yang berisikan adanya jumlah aktiva (harta),
kewajiban (utang), dan modal perusahaan (ekuitas) pada saat tertentu. Jumlah kekayaan (harta) akan
disajikan di sisi aktiva, sedangkan jumlah kewajiban dan modal akan disajikan di sisi pasiva. Nah,
jumlah aktiva dan pasiva ini haruslah sama alias balance sheet. Tujuan penyusunan laporan neraca ini
adalah untuk menunjukkan bagaimana kondisi finansial dari suatu perusahaan, terutama ketika
dilakukannya akhir tahun alias buku ditutup.
b. Laporan Laba Rugi
Jenis laporan keuangan selanjutnya adalah Laporan Laba Rugi. Pada laporan laba rugi ini berisikan
informasi tentang hasil usaha dari perusahaan dalam suatu periode tertentu. Laporan ini nantinya akan
menggambarkan berapa jumlah pendapatan yang diterima dan biaya yang dikeluarkan, sehingga dapat
diketahui apakah perusahaan tersebut memperoleh laba atau rugi. Pada jenis laporan keuangan ini,
jumlah pendapatan dan biaya akan terdapat selisih ketika dikurangkan. Nah, selisih itulah yang disebut
sebagai laba atau rugi. Apabila jumlah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya, maka perusahaan
dianggap tengah dalam kondisi laba alias untung. Namun, jika jumlah pendapatan justru lebih kecil dari
jumlah biaya, maka perusahaan tengah dalam kondisi rugi.
Bentuk-Bentuk Penyajian Laporan Keuangan Laba Rugi
a) Single Step Model. Yakni bentuk penyajian laporan laba rugi yang tidak dikelompokkan atas
pendapatan dan biaya ke dalam kelompok usaha. Hanya dipisahkan saja antara pendapatan dan laba,
dengan biaya kerugian yang ada.
b) Multi Step Model. Yakni bentuk penyajian laporan keuangan laba rugi yang dilakukan dengan
mengelompokkan beberapa pendapatan dan biaya yang telah disusun dalam urutan tertentu.
c. Laporan Perubahan Modal
Laporan ini berisikan jumlah dan jenis modal yang dimiliki oleh perusahaan pada periode saat ini.
Berhubung dalam satu tahun periode, pasti suatu perusahaan akan mengalami penambahan maupun
pengurangan modal, maka laporan ini juga akan berisikan adanya penjelasan dari perubahan modal dan
sebab-sebab terjadinya hal tersebut. Jenis laporan keuangan ini, biasanya dihitung dengan modal awal +
(laba bersih – prive).
d. Laporan Arus Kas
Jenis laporan keuangan keempat adalah Laporan Arus Kas. Pada jenis laporan keuangan ini,
menunjukkan adanya arus kas masuk dan kas keluar yang terjadi di perusahaan. Arus kas masuk dapat
berupa pendapatan atau pinjaman yang dilakukan dari pihak lain, sementara arus kas keluar dapat berupa
biaya-biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan termasuk juga pembayaran biaya operasional perusahaan.
Laporan arus kas ini disusun untuk periode tertentu.Laporan arus kas ini biasanya disusun dengan
membandingkan antara neraca di awal periode dengan neraca di akhir periode, tentunya dengan tetap
menggunakan pos-pos kunci yang terdapat di laporan laba rugi.
e. Catatan Atas Laporan Keuangan
Jenis laporan keuangan yang terakhir adalah Catatan Atas Laporan Keuangan. Pada jenis laporan
keuangan ini, berisikan informasi mengenai penjelasan yang sekiranya dianggap perlu atas laporan
keuangan yang ada, sehingga akan jelas sebab-akibatnya. Tujuan penyusunan catatan atas laporan
keuangan ini adalah supaya penggunanya dapat memahami data yang disajikan secara jelas..
7. Teori Akuntansi Syariah
Teori akuntansi Islam adalah ilmu yang sangat penting dalam menyusun dan menguji prinsip
akuntansi yang digunakan dalam penyusunan lapor an keuangan yang dibuat dengan tujuan untuk
disajikan kepada para pemakainya sehingga lebih bermanfaat dan sesuai dengan syariah Allah SWT.
Teori akuntansi digunakan untuk menjelaskan mengapa praktik akuntansi dapat terjadi. Posisi teori
akuntansi Islam dijelaskan dalam bagan konsep akuntansi syariah. Konstruksi akuntansi syariah lahir
dari nilai-nilai budaya masyarakat Islam, sebagai wujud dari penerapan nilai Tauhid yang diwujudkan
dan dipraktekkan pada seluruh aspek kehidupan, termasuk kehidupan sosial ekonomi. Teori akuntansi
syariah diperlukan untuk menjelaskan berbagai asumsi dasar yang mendasari praktik akuntansi syariah
di Indonesia dan menjelaskan praktik akuntansi yang sudah berjalan dan landasan dalam pengembangan
akuntansi syariah di masa yang akan datang. Akuntansi syariah merupakan konstruksi sosial masyarakat
Islam dalam penerapan ekonomi Islam, dan merupakan subsistem dari sistem ekonomi Islam. Untuk
mendukung praktik akuntansi syariah yang sehat diperlukan teori akuntansi Islam yang sehat.
8. Sistem Keuangan Syariah
Sistem keuangan syariah merupakan sistem keuangan yang menjembatani antara pihak yang
membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana melului produk dan jasa keuangan yang
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam perjalanan sejarah perkembangan sistem keuangan
Indonesia, sistem keuangan mengalami perubahan yang sangat fundamental terutama setelah memasuki
era deregulasi, paket kebijakan 27 Oktober 1988 yang kemudian berlanjut dengan diundangkannya
beberapa undang-undang dibidang keuangan dan perbankan sejak tahun 1992 yaitu :
a) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
b) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentanga Asuransi;
c) Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun;
d) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
e) Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
tentang Perbankan;
f) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
9. Akad-akad dalam Akuntansi Syariah
Akad Syariah merupakan perjanjian atau kontrak antara dua pihak atau lebih dalam dunia bisnis atau
transaksi yang diatur oleh prinsip-prinsip Syariah Islam. Akad ini memastikan bahwa transaksi dilakukan
dengan jujur, adil, dan tidak melanggar nilai-nilai agama. Prinsip utama dalam akad Syariah adalah
menghindari riba (bunga) dan gharar (ketidakpastian), serta memastikan bahwa segala bentuk aktivitas
ekonomi berjalan sesuai dengan norma Islam. Jenis akad syariah yakni :
a. Murabahah (Akad Jual Beli dengan Keuntungan yang Dijelaskan)
Murabahah adalah jenis akad yang melibatkan transaksi jual beli di mana penjual
menginformasikan keuntungan yang akan diperoleh dari transaksi tersebut kepada pembeli. Pembeli
menyetujui harga dan keuntungan tersebut sebelum transaksi dilakukan. Prinsip ini menjadikan
transaksi lebih transparan karena semua pihak mengetahui besarnya keuntungan yang akan diperoleh
oleh penjual. Murabahah sering digunakan dalam pembiayaan Syariah, seperti pembiayaan
kendaraan atau properti. Akad ini membantu individu atau perusahaan memperoleh barang atau aset
yang dibutuhkan tanpa melibatkan unsur riba.
b. Musyarakah (Akad Kerja Sama Bisnis dengan Pembagian Keuntungan dan Kerugian)
Musyarakah adalah akad kerja sama bisnis di mana dua atau lebih pihak bekerja sama dalam
menjalankan suatu usaha. Keuntungan dan kerugian dibagi sesuai dengan kesepakatan awal.
Musyarakah menggambarkan prinsip kebersamaan dan saling berbagi dalam mengelola bisnis.Dalam
akad musyarakah, setiap pihak berkontribusi baik dalam bentuk modal, keahlian, atau sumber daya
lainnya. Keuntungan dan kerugian yang dihasilkan dari usaha tersebut dibagi sesuai dengan bagian
masing-masing pihak. Akad ini biasanya digunakan dalam beberapa kegiatan keuangan Syariah
mencakup pembiayaan bisnis, properti, pertanian, kendaraan, hingga pendidikan.
c. Mudharabah (Akad Investasi dengan Pembagian Keuntungan)
Mudharabah adalah akad investasi di mana salah satu pihak menyediakan modal (shahibul
maal) dan pihak lain (mudharib) mengelola bisnis. Keuntungan dari bisnis tersebut dibagi sesuai
dengan kesepakatan awal, sedangkan risiko kerugian ditanggung oleh pihak yang menyediakan
modal.Mudharabah menggambarkan hubungan saling menguntungkan antara investor dan pengelola
bisnis. Investor mendapatkan keuntungan tanpa perlu terlibat dalam pengelolaan operasional,
sementara pengelola bisnis memiliki peluang untuk mengoptimalkan modal yang disediakan. Akad
ini biasa digunakan dalam kegiatan lembaga keuangan mulai dari investasi bisnis, deposito, hingga
modal ventura.
d. Ijarah (Akad Sewa Menyewa)
Ijarah adalah jenis akad sewa menyewa di mana pihak penyewa (mustajir) menggunakan
barang atau jasa yang dimiliki oleh pihak penyedia (mu'jir) dengan membayar sejumlah sewa yang
telah disepakati. Akad ini mencakup berbagai aspek seperti penyewaan properti, kendaraan, dan
peralatan. Dalam akad ijarah, hak kepemilikan tetap berada di tangan penyedia, sementara penyewa
memiliki hak penggunaan sesuai dengan kesepakatan. Akad ini mencegah praktik riba karena tidak
melibatkan unsur bunga dalam transaksi. Akad ini biasa digunakan untuk beberapa kegiatan lembaga
keuangan, seperti kegiatan koperasi, properti syariah, hingga keuangan mikro Syariah.
e. Akad Salam dan Istishna (Akad Pemesanan)
Salam adalah akad pemesanan di mana pembeli (muslam ilayh) membayar sejumlah uang di
muka untuk mendapatkan barang atau komoditas tertentu yang akan diserahkan di masa mendatang.
Istishna adalah bentuk pra-jual yang lebih berfokus pada pembuatan barang sesuai pesanan. Dalam
kedua akad ini, pembeli membayar sejumlah uang di muka sebagai tanda jadi atau biaya produksi,
dan barang akan diberikan di kemudian hari. Hal ini memungkinkan produsen atau petani untuk
mendapatkan modal awal sekaligus menghindari praktik riba
PAJAK
1. Definisi, Fungsi dan Jenis-Jenis Pajak
Definisi
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Fungsi
1) Fungsi anggaran (budgetair); sebagai sumber dana bagi pemerintah, untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi mengatur (regulerend); sebagai alat pengatur atau melaksanakan pemerintah dalam
bidang sosial ekonomi.
3) Stabilitas; pajak sebagai penerimaan negara dapat digunakan untuk menjalankan kebijakan-
kebijakan pemerintah.
4) Redistribusi Pendapatan; penerimaan negara dari pajak digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan pembangunan nasional sehingga dapat membuka kesempatan kerja
dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
Jenis Pajak
DJP Provinsi Kabupaten/kota
- PPh (Pajak Penghasilan) - Pajak Kendaraan Bermotor; - Pajak Hotel;
- PPN (Pajak Pertambahan - Bea Balik Nama Kendaraan - Pajak Restoran;
Nilai) Bermotor; - Pajak Hiburan;
- PPnBM (Pajak Penjualan - Pajak Bahan Bakar - Pajak Reklame;
atas Barang Mewah) Kendaraan Bemotor; - Pajak Penerangan Jalan;
- PBB (Pajak Bumi - Pajak Air Permukaan; - Pajak Mineral Bukan Logam dan
Bangunan) - Pajak Rokok. Batuan;
- Bea Meterai - Pajak Parkir;
- Pajak Air Tanah;
- Pajak sarang Burung Walet;
- Pajak Bumi dan Bangunan
perdesaan dan perkotaan;
- Bea Perolehan Hak Atas Tanah
dan/atau Bangunan.
2. Stelsel pajak (pajak negara, pajak daerah, retribusi daerah, bea cukai, PNBP)
Definisi Stelsel Pajak
Stelsel pajak adalah sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk melakukan perhitungan besaran
pajak yang terutang yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Stelsel pajak ini terdiri atas 3 jenis,
yaitu stelsel nyata atau stelsel riil, stelsel anggapan atau stelsel fiktif, serta stelsel campuran.
Jenis-Jenis Stelsel Pajak
a. Stelsel Nyata atau Riil
Merupakan salah satu jenis pemungutan pajak yang didasarkan kepada objek atau penghasilan yang
didapatkan sesungguhnya atau penghasilan nyata yang digunakan sebagai dasar pengitungan Pajak
Penghasilan (PPh), sehingga pada jenis stelsel ini pemungutan baru akan dapat dilakukan pada akhir
tahun, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Jenis stelsel ini kemudian dikenal
dengan nama pemungutan pajak di belakang atau yang kerap disebut dengan istilah “naheffing”.
- Kelebihan Stelsel Nyata
Perhitungan didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya, sehingga hasil yang didapatkan lebih
akurat dan lebih realistis sesuai dengan jumlah pajak yang terutang sesungguhnya sebab perhitungan
pajak dilakukan setelah tutup buku.
- Kekurangan Stelsel Nyata
Pembayaran pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah penghasilan riil diketahui,
padahal pemerintah akan terlebih dahulu membutuhkan kas dari penerimaan pajak untuk serta
menunjang laju pertumbuhan ekonomi nasional dari segala sektor serta untuk pengeluaran negara
sepanjang tahun.
Selain itu, dengan pembayaran pajak seperti ini bisa mengakibatkan Wajib Pajak merasa terbebani
jika harus membayar pajaknya pada akhir tahun secara sekaligus, sebab Wajib Pajak akan dibebani
jumlah pembayaran pajak yang tinggi, sementara itu jumlah kas yang tersedia atau dimiliki
kemungkinan belum mencukupi. Selain itu, pada stelsel ini seluruh Wajib Pajak akan membayar
pajaknya pada akhir tahun, sehingga mengakibatkan jumlah uang yang beradar akan turut
terpengaruh.
b. Stelsel Fiktif atau Anggapan
Stelsel ini merupakan kebalikan dari stelsel nyata. Stelsel fiktif merupakan jenis pemungutan pajak
yang didasarkan kepada perkiraan atau anggapan yang telah diatur pada suatu peraturan perundang-
undangan. Perkiraan yang digunakan ini dapat bermacam-macam, tergantung pada peraturan
perpajakan yang berlaku di tiap-tiap negara.
Stelsel pajak jenis ini menerapkan sistem pemungutan pajak yang dilakukan di depan, sehingga jenis
stelsel ini kemudian dikenal dengan nama pemungutan pajak di depan atau yang kerap disebut
dengan istilah “voor hedging”.
Misalnya yaitu penghasilan pada suatu tahun pajak akan dianggap sama dengan penghasilan yang
diperoleh Wajib Pajak tersebut pada tahun sebelumnya. Maka dari itu, pada awal tahun pajak telah
dapat dihitung dan ditetapkan jumlah pajak yang terutang untuk tahun pajak yang berjalan.
- Kelebihan Stelsel Fiktif
Pajak yang harus dibayarkan untuk satu tahun pajak yang berjalan sudah diketahui tanpa perlu
menunggu akhir tahun untuk mengetahui penghasilan setahun yang sesungguhnya.
- Kekurangan Stelsel Fiktif
Pajak yang dibayarkan menjadi tidak akurat sebab pajak yang terutang dihitung berdasarkan pada
penghasilan tahun sebelumnya, bukan berdasarkan keadaan sesungguhnya atau penghasilan yang
sesungguhnya diperoleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak bersangkutan.
c. Stelsel Campuran
Stelsel pajak campuran merupakan kombinasi di antara stelsel pajak nyata atau stelsel riil dengan
stelsel pajak fiktif atau stelsel anggapan. Cara untuk menghitung pajak dengan kombinasi pada
stelsel campuran ini yaitu pada awal tahun besaran pajaknya dihitung dengan menggunakan dasar
seperti stelsel fiktif, yaitu pajak terutang dihitung terlebih dahulu berdasarkan pada penghasilan
tahun pajak sebelumnya. Kemudian, selanjutnya pada akhir tahun, besaran pajak yang sesungguhnya
akan dihitung berdasarkan pada stelsel riil, yaitu dihitung dengan berdasarkan pada penghasilan
sebenarnya yang diperoleh selama tahun pajak yang bersangkutan.
Selanjutnya, jika hasil perhitungan pajak berdasarkan stelsel riil atau pajak yang sebenarnya lebih
besar daripada pajak yang telah dihitung di awal tahun berdasarkan stelsel fiktif, maka atas selisih
kekurangan tersebut Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayarkan kekurangan pajaknya
sebesar selisih yang didapat.
Begitu pula jika sebaliknya, jika besaran pajak sesungguhnya atau perhitungan pajak menurut
perhitungan stelsel riil lebih kecil daripada perhitungan stelsel fiktif di awal tahun, maka atas selisih
lebih bayar tersebut Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihannya (direstitusi) atau atas
selisih tersebut dapat pula dikompensasikan untuk periode atau tahun pajak berikutnya.
- Kelebihan Stelsel Campuran
Pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak, serta pajak yang dipungut juga
akan sesuai dengan besaran pajak yang sesungguhnya terutang.
- Kelemahan Stelsel Campuran
Tambahan pekerjaan administrasi sebab penghitungan pajak yang terutang dilakukan sebanyak dua
kali, yaitu pada awal tahun pajak sesuai dengan stelsel fiktif, dan kemudian pada saat di akhir tahun
pajak sesuai dengan stelsel riil.
Penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia
Dalam proses pemungutan pajaknya, berdasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU
PPh), Indonesia menerapkan sistem stelsel pajak campuran, yaitu kombinasi di antara stelsel nyata
dan stelsel anggapan.
Contoh dari penerapan stelsel pajak campuran di Indonesia yaitu pada mekanisme PPh 25 dan PPh
29.