Muamalah
Ustadzah Faridah
Akad dalam Muamalah
1. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Praktek qardh biasanya
digunakan untuk keperluan yang mendesak yang sifatnya ta’awun (sosial), baik untuk konsumtif
maupun untuk produktif.
2. Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya, barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya.
3. Hawalah adalah pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib
Akad Tabarru’
4. Wakalah adalah akad pemberian kuasa dari pemberi kuasa kepada penerima kuasa untuk
melaksanakan suatu tugas atas nama pemberi kuasa.
5. Kafalah adalah akad pemberian jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
6. Wadiah adalah akad seseorang kepada pihak lain dengan menitipkan suatu barang untuk
dijaga secara layak.
7. Ariyah adalah akad pinjam, menggunakan barang halal yang dimanfaatkan. barang tersebut
tetap wujudnya tanpa disertai imbalan.
8. Hadiah adalah pemberian harta kepada pihak lain (yang lebih tinggi derajatnya) dalam rangka
memuliakan.
Akad Tijarah
Akad Tijarah adalah transaksi yang digunakan untuk mencari keuntungan bisnis (For Profit
Transaction). Akad Tijarah dibagi menjadi 2, yakni:
1) Murabahah adalah jual beli dimana besarnya keuntungan secara terbuka dapat
diketahui oleh penjual dan pembeli.
2) Salam adalah akad jual beli barang dengan cara pemesanan dan pembayaran
harga lebih dahulu dengan syarat-syarat tertentu.
Akad Tijarah
3) Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri.
4) Istishna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan
(Pembeli, Mustashni’) dan penjual (Pembuat, shani’).
Akad Tijarah
2. Natural Uncertainty Contract (NUC)
NUC adalah akad tingkat pendapatan tidak pasti baik jumlah maupun waktunya, pihak-pihak yang
bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real assets maupun financial assets) menjadi satu kesatuan
dan kemudian menanggung resiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan.
Contoh-contoh akad NUC, antara lain:
2) Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan.
Akad Tijarah
3) Musaqah adalah akad syirkah di bidang pertanian di mana seorang pekerja hanya
disuruh merawat tanaman tersebut.
4) Muzara’ah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertahian kepada si penggarap
untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. dan
benih dari pemilik lahan.
5) Mukhabarah adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertahian kepada si penggarap
untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. dan
benih dari penggarap lahan.
Akad Tabarru’
Akad tabarru’ merupakan perjanjian atau kontrak yang tidak mencari keuntungan materil,
(tabarru’=bir dalam bahasa arab berarti kebaikan). Akad ini bertujuan untuk tolong menolong dan
pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersil.
1. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang ditagih atau diminta kembali atau
dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Praktek qardh biasanya
digunakan untuk keperluan yang mendesak yang sifatnya ta’awun (sosial), baik untuk konsumtif
maupun untuk produktif.
2. Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya, barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya.
3. Hawalah adalah pengalihan utang dari satu pihak yang berutang kepada pihak lain yang wajib
Riba, Ghoror, dan suap
Ustadzah Faridah
Riba
Pengertian riba secara bahasa ialah ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, riba juga
berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Secara umum terdapat benang merah yang
menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun
pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.
“Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan
setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al-Baqarah: 275)
“Jika kamu tidak melaksanakannya (menjauhi riba), maka umumkanlah perang dari Allah dan Rasul-Nya.
Tetapi jika kamu bertobat, maka kamu berhak atas pokok hartamu. Kamu tidak berbuat zalim
(merugikan) dan tidak dizalimi (dirugikan)”. (QS. Al-Baqarah: 279)
Riba
Riba dalam jual-beli
Riba Fadhl
Riba fadhl ialah pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran dan kualitas yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Ibnu
Qayyim menyebut jenis riba ini adalah riba Khafiy.
b. Contoh dua benda yang sama tapi beda ukuran adalah emas 150 gram ditukar dengan emas
100 gram secara langsung. Emas yang 150 gram kualitasnya cuma 22 karat, sedangkan emas
yang 100 gram kualitasnya 24 karat. Kalau pertukaran langsung benda sejenis beda ukuran ini
dilakukan, maka inilah yang disebut dengan riba fadhl dan hukumnya haram.
Riba
Riba dalam Hutang-Piutang
Riba nasi’ah
Riba Nasi'ah disebut juga riba Jahiliyah. Nasi'ah bersal dari kata nasa' yang artinya penangguhan.
Sebab riba ini terjadi karena adanya penangguhan pembayaran. Inilah riba yang umumnya kita kenal di
masa sekarang ini.Dimana seseorang memberi hutang berupa uang kepada pihak lain,dengan
ketentuan bahwa hutang uang itu harus diganti bukan hanya pokoknya, tetapi juga dengan tambahan
prosentase bunganya.
Riba dalam nasi'ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian. Contoh: Ahmad ingin membangun rumah.
Untuk itu dia pinjam uang kepada bank sebesar 144 juta dengan bunga 13% pertahun. Sistem
peminjaman seperti ini, yaitu harus dengan syarat harus dikembalikan plus bunganya, maka transaksi
ini adalah transaksi ribawi yang diharamkan dalam syariat Islam.
Riba
Riba dalam Hutang-Piutang
2. Asuransi Konvensional
Riba pada perusahaan asuransi konvensional terletak pada investasi pada usaha-usaha dengan
cara bunga. Dalam prakteknya, uang masuk yang bersumber dari premi parapeserta yang sudah
dibayar, kemudian diinvestasikan atau diputar dalamusaha dan bisnis dengan praktek ribawi. Maka
perusahaan asuransi itu mendapatkan bunga dari peminjaman uang, lalu sebagian keuntungan dari
riba itulah nantinya yang di-share kepada pemilik anggota yang membayar premi. Maka secara
langsung atau tidak langsung, ketika kita ikut suatu program dalam asuransi konvensional, bisa
dipastikan uang kita pun akan ikut menjadi bagian dari perputaran ribawi. Salah satu alternatif jalan
keluarnya dengan menggunakan Asuransi Syariah.
Solusi Keluar Dari Jerat Riba
Agar kita bisa selamat dari transaksi riba, maka kita harus mengganti akad-akad yang
mengandung riba dengan akad-akad yang dibenarkan di dalam syariah Islam. Namun tetap punya
tujuan yang sesuai dengan kebutuhan aslinya.
a. Gharar dalam kualitas, seperti penjual yang menjual anak sapi yang masih dalam kandungan.
c. Gharar dalam harga (gabn), seperti murabahah rumah 1 tahun dengan margin 20% atau rumah
2 tahun dengan margin 40%.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata: "Rasulullah Saw. melaknat pelaku suap dan penerima
suap".
Suap atau Risywah
Imam Abu Hanifah membagi pengertian risywah ini ke dalam 4 hal:
1. Memberikan sesuatu untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan ataupun jabatan, maka hukumnya
adalah haram bagi pemberi maupun penerima.
2. Memberikan sesuatu kepada hakim agar bisa memenangkan perkaranya, hukumnya adalah haram bagi
penyuap dan yang disuap, walaupun keputusan tersebut adalah benar, karena hal itu adalah sudah
menjadi tugas seorang hakim dan kewajibannya.
3. Memberikan sesuatu agar mendapat perlakuan yang sama di hadapan penguasa dengan tujuan
mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang disuap saja. Al-Hasan
mengomentari sabda Nabi yang berbunyi, Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap”
dengan berkata, “jika ditujukan untuk membenarkan yang salah dan menyelahkan yang benar. Adapun
jika seseorang memberikan hartanya selama untuk melindungi kehormatannya maka hal itu tidak apa-
apa”.
4. Memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di pengadilan atau instansi tertentu agar
bisa menolongnya dalam mendapatkan haknya di pengadilan atau pada instansi tersebut, maka
hukumnya halal bagi keduanya, baik pemberi dan penerima, karena hal tersebut sebagai upah atas
tenaga dan potensi yang dikeluarkan nya.
Suap atau Risywah
Bentuk pemberian yang tidak termasuk risywah yaitu sebagai berikut:
1. Membayar untuk mendapatkan haknya atau menghindarkan tindakan zalim terhadapnya. Menurut
definisi risywah tersebut di atas, disimpulkan bahwa substansi risywah adalah mengambil hak
orang lain dengan cara menyuap pihak yang berkewenangan memberikan hak tersebut. Maka jika
seseorang memberi sesuatu kepada orang lain untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi haknya,
maka hadiah yang diberikan itu bukan risywah, karena tidak termasuk makna risywah tersebut,
maka pemberian seperti ini dibolehkan. Begitu pula, maka jika seseorang memberi sesuatu kepada
orang lain untuk menghindarkan tindakan zalim terhadap dirinya maka pemberian seperti ini
dibolehkan.
2. Memberi secara sukarela setelah menerima jasa (tanpa disyaratkan) Misalnya, Si A dinyatakan lulus
sebagai karyawan, dan selanjutnya diminta untuk melakukan pemberkasan. Setelah resmi menjadi
pegawai, Si A kemudian memberikan hadiah kepada orang-orang yang berjasa membantu
pemberkasan tersebut. Maka hadiah tersebut tidak termasuk risywah yang diharamkan.
Suap atau Risywah
Gratifikasi
Gratifikasi terjadi jika pihak pengguna layanan memberi sesuatu kepada pemberi layanan tanpa
adanya penawaran atau transaksi apapun. Pemberian ini terkesan tanpa maksud apa-apa. Namun di
balik itu, gratifikasi diberikan untuk menggugah hati petugas layanan, agar di kemudian hari tujuan
pengguna jasa dapat dimudahkan. Istilahnya "tanam budi", yang suatu saat bisa ditagih.
Gratifikasi menurut Penjelasan Pasal 12B UU Pemberantasan Tipikor yaitu Pemberian dalam arti
luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Gratifikasi memiliki hukuman lebih berat disbanding Suap, Uang Pelicin, dan Pemerasan. Dalam
Pasal 12, hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi
adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama
20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Terima Kasih