Anda di halaman 1dari 10

1

TEORI AKAD, PRODUK BANK SYARIAH, INVESTASI,

DAN JUAL BELI

A. Teori Akad

1. Pengertian Akad

Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau


kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai
dengan nilai-nilai syariah. Dalam istilah fiqih, secara umum akad berarti
sesuatu yang menjadi tekad seseorang untuk melaksanakan, baik yang muncul
dari satu pihak, seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari
dua pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.
Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ija>b (pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabu>l (pernyataan penerimaan
kepemilikan) dalam lingkup yang disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.

2. Rukun Akad

Rukun dalam akad ada tiga, yaitu: 1) pelaku akad; 2) objek akad; dan
3) si} ghah atau pernyataan pelaku akad, yaitu ija>b dan qabul> . Pelaku
akad haruslah orang yang mampu melakukan akad untuk dirinya (ahliyah) dan
mempunyai otoritas syariah yang diberikan pada seseorang untuk
merealisasikan akad sebagai perwakilan dari yang lain (wilayah). Objek akad
harus ada ketika terjadi akad, harus sesuatu yang disyariatkan, harus bisa
diserahterimakan ketika terjadi akad, dan harus sesuatu yang jelas antara dua
pelaku akad. Sementara itu, ija>b qabu>l harus jelas maksudnya.

3. Syarat Akad

Syarat dalam akad ada empat, yaitu: 1) syarat berlakunya akad


(in’iqad); 2) syarat sahnya akad (s}ihah); 3) syarat terealisasikannya
akad (nafaz}); dan 4) syarat lazim. Syarat in’iqad ada yang umum dan khusus.
Syarat umum harus selalu ada pasa setiap akad, seperti syarat yang harus ada
pada pelaku akad, objek akad, dan sigah akad, akad bukan pada sesuatu
yang diharamkan, dan akad pada sesuatu yang bermanfaat. Sementara itu,
syarat khusus merupakan sesuatu yang harus ada pada akad-akad tertentu,
seperti syarat minimal dua saksi pada akad nikah. Syarat s}ihah, yaitu
syarat yang diperlukan secara syariah agar akad berpengaruh, seperti dalam
akad perdagangan harus bersih dari cacat. Syarat nafaz} ada dua, yaitu
kepemilikan (barang dimiliki oleh pelaku dan berhak menggunakannya) dan
wilayah. Syarat lazim, yaitu bahwa akad harus dilaksanakan apabila tidak ada
cacat.
3

4. Akad yang Digunakan Bank Syariah

Akad atau transaksi yang digunakan bank syariah dalam operasinya


terutama diturunkan dari kegiatan mencari keuntungan (tijarah) dan sebagian
dari kegiatan tolong-menolong (tabarru’). Turunan dari tijarah adalah
perniagaan (al-bai’) yang terbentuk kontrak petukaran dan kontrak bagi hasil
dengan segala variasinya. Cakupan akad yang akan dibahas meliputi akad
perniagaan (al-bai’) yang umum digunakan untuk produk bank syariah,
ditambah akad-akad lain di luar perniagaan, seperti qard}ul hasan (pinjaman
kebajikan).

B. Akad dan Produk Bank Syariah

Sama seperti halnya dengan bank konvensional, Bank Syariah juga


menawarkan nasabah dengan beragam produk perbankan. Hanya saja bedanya
dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga
jual maupun harga belinya. Produk-produk yang ditawarkan sudah tentu islami,
termasuk dalam memberikan pelayanan kepada nasabahnya. Berikut ini jenis-jenis
produk Bank Syariah yang ditawarkan adalah sebagai berikut.
1. Al-wadi>’ah (Simpanan)

Al-wadi>’ah merupakan titipan atau simpanan pada Bank


Syariah. Prinsip Al-wadi>’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak
lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki. Penerima simpanan
disebut yad al-amanah yang artinya tangan amanah. Si penyimpan tidak
bertanggung jawab atas segala kehilangan dan kerusakan yang terjadi pada
titipan selama hal itu bukan akibat dari kelalaian atau kecerobohan yang
bersangkutan dalam memelihara barang titipan.
Akan tetapi, dewasa ini agar uang yang dititipkan tidak menganggur begitu
saja, oleh si penyimpan uang titipan tersebut (Bank Syariah) digunakan untuk
kegiatan perekonomian. Tentu saja penggunaan uang titipan harus terlebih
dulu meminta izin kepada si pemilik uang dan dengan catatan si
pengguna uang menjamin akan mengembalikan uang tersebut secara utuh.
Dengan demikian, prinsip yad al-amanah (tangan amanah) menjadi yad
ad-}da}manah (tangan penanggung). Mengacu pada prinsip yad ad}-d}amanah
bank sebagai penerima dana dapat memanfaatkan dana titipan seperti
simpanan giro dan tabungan, dan deposito berjangka untuk dimanfaatkan
bagi kepentingan masyarakat dan kepentingan Negara. Yang terpenting
dalam hal ini si penyimpan bertanggung jawab atas segala kehilangan dan
kerusakan yang menimpa uang tersebut.
4

2. Pembiayaan dengan Bagi Hasil

Prinsip bagi hasil dalam Bank Syariah yang diterapkan dalam


pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: al-musyarakah,
al-mud}a>rabah, al-muzar> a’ah, dan al-musaqah. Untuk lebih jelasnya keempat
macam prinsip utama bagi hasil dalam Bank Syariah di atas akan diuraikan
sebagai berikut.8

a. Al-Musyarakah

Al-musyarakah merupakan akad kerja sama antara dua pihak atau


lebih untuk melakukan usaha tertentu. Masing-masing pihak memberikan
dana atau amal dengan kesepakatan bahwa keuntungan atau risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dalam praktik perbankan
al-musyarakah diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Nasabah yang
dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan
proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan
kesepakatan untuk bank setelah terlebih dulu mengembalikan dana yang
dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan untuk kegiatan
investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.

b. Al-Mud}a>rabah

Al-mud}ar> abah merupakan akad kerja sama antara dua pihak,


di mana pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi
pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan
dalam kontrak. Apabila rugi, maka akan ditanggung pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian
diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung
jawab.Dalam praktiknya muda>rabah terbagi dalam dua jenis, yaitu
muda} >rabah mutlaqah dan muda>rabah muqayyah. Pengertian mudarabah
mut}laqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang
cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan
daerah bisnis. Sedangkan mud}a>rabah muqayyah merupakan kebalikan dari
muda>rabah mut}laqah di mana pihak lain dibatasi oleh waktu spesifikasi
usaha dan daerah bisnis. Dana kegiatan mud}a>rabah diambil dari simpanan
tabungan berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat
dilakukan dari deposito biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk
usaha tertentu.

c. Al-Muza>ra’ah

Al-muza>ra’ah merupakan kerja sama pengolahan pertanian


antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan
lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan
bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini
diaplikasikan untuk pembiayaan bidang dasar bagi hasil panen. Pemilik
5

lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan
penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan
diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.
d. Al-Musaqah

Pengertian al-musaqah adalah bagian dari al-muza>ra’ah, yaitu


penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan
menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap
diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam kontek adalah
kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan
penggarap.Secara garis besar produk-produk bank syariah dapat
dikelompokkan ke dalam produk-produk pendanaan, pembiayaan, jasa
perbankan, dan kegiatan sosial dengan prinsip syariah yang digunakan dalam
akadnya.
Tabel 1 Akad dan Produk Bank Syariah

Pendanaan Pembiayaan Jasa Perbankan Sosial


Pola Titipan Pola Bagi Hasil Pola Lainnya Pola Pinjaman
- Wadi>’ah yad - Mud}a>rabah - Wakalah, - Qard}ul H}asan
da} manah - Musyarakah kafalah, (Pinjaman
(giro, tabungan) (Investment ha} walah, Kebajikan)
Financing) rahn, ujr, s}arf
(Jasa Keuangan)
Pola Pinjaman Pola Jual Beli Pola Titipan
- Qard} - Mud}a>rabah - Wadi>’ah yad
(giro, tabungan) - Salam amanah
- Istis}na’ (Jasa Nonkeuangan)
(Trade Financing)
Pola Bagi Hasil Pola Sewa Pola Bagi Hasil
- Muda{ r> - Ijarah - Mud}a>rabah
abah - Ijarah wa muqayyadah
mut}laqah iqtina (channelling)
- Mud}a>rabah (Trade Financing) (Jasa Keagenan)
muqayyadah
(executing)
(Tabungan,
deposito, investasi,
obligasi)
Pola Sewa Pola Pinjaman
- Ijarah - Qard}
(obligasi) (Talangan)

C. Jenis Jenis Akad Dalam Investasi Bank Syariah

Membangun kesejahteraan hidup terutama finansial dapat dimulai dari investasi.


Jadi, pada hakikatnya, investasi dilakukan karena ingin menambah kekayaan dan
pundi-pundi uang. Berbeda dengan investasi konvensional, tidak hanya menambah
kekayaan, investasi syariah mengutamakan nilai kebaikan untuk menghindari hal
6

yang dianggap mudharat dan menanggalkan hal-hal yang dapat memberikan


kerugian kepada diri sendiri maupun kepada orang lain. Tentunya, dilihat dari sisi
syariat Islam.  
Investasi syariah memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan investasi
konvensional. Salah satunya adalah investor dapat meraih keberkahan sembari
melakukan investasi. Untuk semakin meningkatkan keberkahan dalam berinvestasi
syariah, kenali jenis-jenis akad investasi syariah berikut.
1. Akad Al Qardh
Akad ini dipergunakan dalam transaksi pinjam meminjam di mana peminjam
harus mengembalikan pinjaman dalam waktu tertentu sebagaimana telah
disepakati di awal. Akad ini menjamin transaksi sesuai dengan kesepakatan
dalam hal nominal dan jadwal pengembalian. ebagai contoh, seseorang
memerlukan dana lebih untuk keperluan berinvestasi pada saham syariah, maka
ia meminjam kepada bank untuk mendapatkan dana tambahannya. Bank dalam
praktiknya tidak diperbolehkan memberikan syarat yang menguntungkan dari
adanya pinjaman tersebut. Nasabah yang meminjam berkewajiban untuk
mengembalikan nominal uang yang telah dipinjam sesuai dengan waktu yang
telah disepakati bersama pada perjanjian akad.
2. Akad Wakalah Bil Ujrah
Akad ini dipergunakan dalam pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lainnya
dengan adanya pemberian imbalan/ujrah. Akad ini biasanya terjadi karena
adanya kendala jarak, waktu, atau sebagainya yang dihadapi pemberi kuasa.
Misalnya, seseorang ingin mengirimkan dananya pada bank A, maka bank
syariah yang dipercaya untuk mengirimkan dana tersebut akan meminta dana
sebagai balas jasa pengiriman dana pada bank A.
3. Akad Mudharabah Muqayyadah
Akad Mudharabah muqayyadah dipergunakan dalam kesepakatan kerja sama
di mana pemilik modal dan pengelola dana mendiskusikan persentase pembagian
keuntungan di awal. Menurut akad ini, kerugian akan dibebankan kepada pihak
pengelola dana. Akad ini memiliki dua contoh penerapan, yaitu on balance
sheet  dan off balance sheet.  Sebagai contoh pada on balance sheet pemilik
modal akan memberikan dananya pada pengelola, dengan syarat kepada
pengelola dana untuk menggunakan dananya hanya pada sektor tertentu
(tambang, properti, ritel, dll). Selain itu, pada off balance sheet perbedaan
terletak pada sektor usaha yang dapat dikelola dan bank yang bertindak sebagai
perantara. Sektor usaha yang akan dikelola oleh pengelola dana dapat ditentukan
berdasarkan kesepakatan antara pemodal dan pengelola. Pihak bank akan
mendapatkan imbalan dari perannya sebagai perantara.
4. Akad Musyarakah
Mirip dengan akad mudharabah muqayyadah, akad musyarakah juga
dipergunakan dalam kerja sama pemilik modal dan pengelola. Meskipun begitu,
kedua belah pihak dalam hal ini sama-sama menempatkan modal yang dikelola
bersama. Pengelola dapat merupakan pemilik atau pihak lain yang ditunjuk.
Contoh akad ini seperti yang dilakukan oleh bank dalam memberikan modal
kepada pemilik bisnis. Bank yang dalam hal ini sebagai pemberi modal akan
melihat perkembangan bisnis nasabahnya secara berkala. Hal ini untuk
memastikan bahwa keuntungan yang didapat murni keuntungan dari bisnis
7

nasabah pengelola bisnis tersebut.


5. Akad Ijarah
Akad investasi ini dipergunakan dalam sewa menyewa suatu barang di mana
tidak ada pemindahan kepemilikan barang. Penyewa memiliki kewajiban
membayar sewa atas manfaat yang diperolehnya sesuai kesepakatan di awal.
Penerapan akad ini seperti pada sewa menyewa properti bangunan. Misalnya,
seseorang ingin membuka usaha cafe pada suatu tempat yang ternyata disewakan
oleh si B. Si B setuju dengan detail usaha yang diajukan oleh pengusaha tersebut,
sehingga selanjutnya diadakan perjanjian antara kedua belah pihak. Pihak
penyewa kemudian berhak mendapatkan manfaat dari penyewaan bangunan
tersebut dan pihak yang menyewakan memiliki hak untuk mendapatkan manfaat
dari upah penyewaan.
6. Akad Istishna Bil Wakalah
Akad ini dipergunakan dalam pemesanan produk investasi syariah melalui
perantara di mana perantara memperoleh pembagian keuntungan dari pemilik
modal dengan persentase yang sudah disepakati di awal. Adapun contohnya
seperti, pada kasus si A yang ingin membuat rumah dengan kondisi tertentu.
Maka, ia ingin mengajukannya pada pihak bank Z akibat kekurangan dana.
Kondisi tertentu yang disyaratkan oleh si A adalah desain rumah mediterania
dengan 5 jumlah kamar. Bank Z dalam hal ini sebagai pemilik dana dapat
menyuruh pihak ketiga untuk membuat rumah sesuai dengan syarat yang
diajukan oleh si A.
7. Akad Kafalah
Akad kafalah merupakan akad antara pihak penjamin dan pihak terjamin untuk
menjamin kewajiban pihak terjamin kepada pihak ketiga. Contohnya seseorang
yang ingin meminjam uang kepada bank, namun dia tidak bisa memberikan
jaminan, sehingga membutuhkan pihak ketiga sebagai pihak penjamin.
Selanjutnya, utang akan wajib dibayarkan oleh pihak ketiga dan pihak pertama
yang meminjam.

D. Akad Jual Beli

Jual beli didefinisikan sebagai proses tukar menukar barang yang satu dengan
barang lainnya. Sedangkan, di zaman sekarang kegiatan jual beli dimaknai
sebagai proses jual beli untuk menukar barang dengan uang. Pada dasarnya
hukum jual beli adalah halal dan riba adalah haram namun hukum jual beli
sendiri adalah sesuai dengan kondisi, bisa haram, halal, mubah atau makruh
tergantung pada pemenuhan rukun, syarat maupun hal-hal lainnya. Akad jual
beli dalam islam diartikan sebagai kemauan seseorang untuk melakukan jual
beli dari dalam hatinya sendiri dan juga diartikan sebagai ikatan ijab Kabul
antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli yang sesuai
dengan syariat dalam agama islam.
Syarat Akad Jual Beli :
Akad jual beli dalam syariat islam memiliki tiga syarat utama yang wajib
dipenuhi yaitu:
1. Ridha Penjual Dan Pembeli, Dalam melakukan akad jual beli, kedua
belah pihak yang melakukan proses jual beli harus suka sama suka dan
8

tidak ada paksaan


2. Memenuhi Syarat Jual Beli, Akad jual beli hanya berlaku pada mereka
yang telah memenuhi syarat dalam membelanjakan harta dan melakukan
jual beli. Syarat tersebut antara lain merdeka, mukallaf atau sudah
terbebani syariat dan harus sudah bisa membelanjakan harta dengan akal.
Dalam hal ini anak kecil yang belum mengerti harta atau pembelanjaan
tidaklah sah jika melakukan jual beli.
3. Barang Yang Dijual Milik Pembeli Atau Yang Mewakili, Dalam akad
jual beli barang yang diperjualbelikan harus merupakan milik dari si
penjual atau orang yang mewakilinya. Jika barang yang dijual bukan milik
penjual, maka akad tidaklah sah.
Konsep Akad Jual Beli dalam Islam :
Seperti yang sudah dibahas di atas, akad jual beli bisa diartikan sebagai
proses kesengajaan yang mengikat pihak-pihak terkait sesuai dengan
persetujuan masing-masing. Menelisik dari aspek legalitas dari pelaku
transaksi (muamalah) akad jual beli harus memenuhi syarat dan rukun akad
itu sendiri, yakni:
1. Syarat
 Produk barang atau jasa harus halal
 Tempat penyerahan produk harus gemblang dan jelas
 Produk yang dimuamalahkan harus dalam status penuh
kepemilikannya
2. Rukun
 Adanya penjual
 Adanya pembeli
 Dilakukan ijab qobul atau zighat
Di dalam agama Islam, akad sendiri berlandaskan atas keridaan
atau kesenangan hati dari pihak yang berakad. Hal ini sendiri
disinggung di dalam Alquran surat An-Nisa ayat 29 yang memiliki
arti: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu.
Tentunya, setelah adanya akad, akan timbul konsekuensi hukum.
Yakni:

 Terjadinya perpindahan hak maupun kewajiban dari pihak-pihak


terkait
 Status hukumnya berubabah
 Perpindahan kepemilikan dari pihak satu ke pihak lainnya

3. Murabahah
Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan
yang disepakati oleh para pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu,
jumlah dan jenis produkpun diperjelas secara mendetail. Nantinya,
produk akan diserahkan begitu akad jual beli diselesaikan. Untuk pihak
9

pembeli, bisa menunaikan kewajibannya secara cicilan atau membayar


tunai.
4. Salam
Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya,
pembeli akan memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang
spesifikasinya sudah dijelaskan secara rinci, lalu baru produk akan
dikirim. Akad salam biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian.
Dalam prakteknya, akad Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai
pembeli dan menyerahkan uangnya kepada petani sebagai nasabah. Dari
uang itu, petani akan memiliki modal untuk mengelola pertanian dan
memberikan kewajibannya kepada bank syariah.
5. Istishna’
Istishna’ sendiri mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan
di mana pembuatan barang akan didasari dari kriteria yang disepakati.
Dalam akad ini, proses pembayarannya juga sesuai kesepakatan dari
pihak yang berakad, baik itu dibayar ketika produk dikirim atau
dibayar di awal seperti akad salam.
6. Mudharabah
Akad ini lebih mengatur antara shahibul mal atau pemilik modal
dengan mudharib-nya, atau pengelola modal. Nantinya, pengelola
modal dan pemilik modal akan membagi hasil keuntungan dari usaha
yang dilakukan. Jika ada kerugian, hanya pemilik modal yang
menanggung kerugiannya.
7. Musyarakah
Sedikit berbeda dengan Mudharabah, akad ini dilakukan oleh dua pemilik
modal atau lebih yang menghimpun modalnya untuk proyek atau usaha
tertentu. Nantinya, pihak mudharib atau pengelolanya akan ditunjuk dari
salah satu pemilik modal tersebut. Biasanya, akad ini dilakukan untuk
proyek atau usaha di mana modalnya dibiayai sebagian oleh lembaga
keuangan, dan sebagian lainnya dimodali oleh nasabah.
8. Musyarakah Mutanaqisah
akad jual beli barang ini mengatur dua pihak atau lebih yang berkongsi
untuk suatu barang. Nantinya, salah satu pihak akan membeli bagian dari
pihak lainnya dengan cara menyicil atau bertahap. Akad ini biasa dilakukan
jika ada proyek yang dibiayai oleh nasabah dan lembaga keuangan yang
kemudian dibeli oleh pihak lainnya secara bertahap atau cicilan.
9. Wadi ah
Wadi’ah adalah akad di mana salah satu pihak akan menitipkan suatu produk
untuk pihak kedua. Akad ini cukup sering dilakukan oleh pihak bank dalam
produk rekening giro.
10. Wakalah
Akad ini lebih mengatur untuk mengikat antara perwakilan satu pihak
dengan pihak yang lain. Bank syariah biasa menerapkan akad ini dalam
pembuatan Letter of Credit, penerusan permintaan, atau pembelian barang
dari luar negeri (L/C Import)
11. Ijarah
Akad Ijarah mengatur mengenai persewaan barang yang mengikat pihak
10

yang berakad. Biasanya, akad ini dilakukan jika barang yang disewa
memberikan manfaat. Biasanya, penerapan akad dalam bank syariah ini
adalah cicilan sewa yang terhitung sebagai cicilan pokok untuk sebuah harga
barang. Nantinya, di akhir perjanjian, penyewa atau nasabah bisa membeli
barang yang dicicilnya tersebut dengan sisa harga yang ditetapkan oleh bank
syariah. Oleh sebab itu, Ijarah ini juga dikenal sebagai al Ijarah waliqtina’
ataupun al ijarah alMuntahia Bittamiliiik.
12. Kafalah
Akad kafalah lebih menekankan mengenai jaminan yang diserahkan oleh
satu pihak ke pihak lainnya. Biasanya, hal ini diterapkan untuk pembayaran
lebih dulu (advance payment bond), garansi sebuah proyek (performance
bond), ataupun partisipasi tender (tender bond).
13. Hawalah
Akad Hawalah mengatur mengenai pemindahan utang maupun piutang dari
pihak satu ke pihak lainnya. Biasanya akad ini dilakukan oleh bank syariah
kepada nasabah yang memang ingin menjual produknya kepada pembeli
dalam bentuk giro mundur atau biasa disebut Post Dated Check. Tentunya,
akad ini harus dilakukan sesuai dengan prosedur syariah.
14. Rahn
Rahn merupakan akad gadai yang dilaksanakan oleh penggadai barang
kepada pihak lainnya. Biasanya penggadai barang ini akan mendapatkan
uang sebagai ganti dari barang yang digadainya. Pada bank syariah, akad ini
biasa diterapkan jika ada pembiayaan yang riskan dan perlu akan adanya
jaminan tambahan. Dalam akad Rahn, bank syariah tidak mendapatkan
manfaat apapun terkecuali jika hal tersebut dimanfaatkan sebagai biaya
keamanan atau pemeliharaan barang tersebut.
15. Qardh
Akad Qardh mengatur mengenai pemberian dana talangan kepada nasabah
dalam kurun waktu yang cenderung pendek. Tentunya, dana ini harus diganti
secepatnya. Besaran nominal harus sesuai dengan dana talangan yang
diberikan, atau bisa diartikan nasabah hanya harus melakukan pengembalian
pinjaman pokoknya saja.

Anda mungkin juga menyukai