A. Teori Akad
1. Pengertian Akad
2. Rukun Akad
Rukun dalam akad ada tiga, yaitu: 1) pelaku akad; 2) objek akad; dan
3) si} ghah atau pernyataan pelaku akad, yaitu ija>b dan qabul> . Pelaku
akad haruslah orang yang mampu melakukan akad untuk dirinya (ahliyah) dan
mempunyai otoritas syariah yang diberikan pada seseorang untuk
merealisasikan akad sebagai perwakilan dari yang lain (wilayah). Objek akad
harus ada ketika terjadi akad, harus sesuatu yang disyariatkan, harus bisa
diserahterimakan ketika terjadi akad, dan harus sesuatu yang jelas antara dua
pelaku akad. Sementara itu, ija>b qabu>l harus jelas maksudnya.
3. Syarat Akad
a. Al-Musyarakah
b. Al-Mud}a>rabah
c. Al-Muza>ra’ah
lahan dalam hal ini menyediakan lahan, benih, dan pupuk. Sedangkan
penggarap menyediakan keahlian, tenaga, dan waktu. Keuntungan
diperoleh dari hasil panen dengan imbalan yang telah disepakati.
d. Al-Musaqah
Jual beli didefinisikan sebagai proses tukar menukar barang yang satu dengan
barang lainnya. Sedangkan, di zaman sekarang kegiatan jual beli dimaknai
sebagai proses jual beli untuk menukar barang dengan uang. Pada dasarnya
hukum jual beli adalah halal dan riba adalah haram namun hukum jual beli
sendiri adalah sesuai dengan kondisi, bisa haram, halal, mubah atau makruh
tergantung pada pemenuhan rukun, syarat maupun hal-hal lainnya. Akad jual
beli dalam islam diartikan sebagai kemauan seseorang untuk melakukan jual
beli dari dalam hatinya sendiri dan juga diartikan sebagai ikatan ijab Kabul
antara penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual beli yang sesuai
dengan syariat dalam agama islam.
Syarat Akad Jual Beli :
Akad jual beli dalam syariat islam memiliki tiga syarat utama yang wajib
dipenuhi yaitu:
1. Ridha Penjual Dan Pembeli, Dalam melakukan akad jual beli, kedua
belah pihak yang melakukan proses jual beli harus suka sama suka dan
8
3. Murabahah
Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan
yang disepakati oleh para pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu,
jumlah dan jenis produkpun diperjelas secara mendetail. Nantinya,
produk akan diserahkan begitu akad jual beli diselesaikan. Untuk pihak
9
yang berakad. Biasanya, akad ini dilakukan jika barang yang disewa
memberikan manfaat. Biasanya, penerapan akad dalam bank syariah ini
adalah cicilan sewa yang terhitung sebagai cicilan pokok untuk sebuah harga
barang. Nantinya, di akhir perjanjian, penyewa atau nasabah bisa membeli
barang yang dicicilnya tersebut dengan sisa harga yang ditetapkan oleh bank
syariah. Oleh sebab itu, Ijarah ini juga dikenal sebagai al Ijarah waliqtina’
ataupun al ijarah alMuntahia Bittamiliiik.
12. Kafalah
Akad kafalah lebih menekankan mengenai jaminan yang diserahkan oleh
satu pihak ke pihak lainnya. Biasanya, hal ini diterapkan untuk pembayaran
lebih dulu (advance payment bond), garansi sebuah proyek (performance
bond), ataupun partisipasi tender (tender bond).
13. Hawalah
Akad Hawalah mengatur mengenai pemindahan utang maupun piutang dari
pihak satu ke pihak lainnya. Biasanya akad ini dilakukan oleh bank syariah
kepada nasabah yang memang ingin menjual produknya kepada pembeli
dalam bentuk giro mundur atau biasa disebut Post Dated Check. Tentunya,
akad ini harus dilakukan sesuai dengan prosedur syariah.
14. Rahn
Rahn merupakan akad gadai yang dilaksanakan oleh penggadai barang
kepada pihak lainnya. Biasanya penggadai barang ini akan mendapatkan
uang sebagai ganti dari barang yang digadainya. Pada bank syariah, akad ini
biasa diterapkan jika ada pembiayaan yang riskan dan perlu akan adanya
jaminan tambahan. Dalam akad Rahn, bank syariah tidak mendapatkan
manfaat apapun terkecuali jika hal tersebut dimanfaatkan sebagai biaya
keamanan atau pemeliharaan barang tersebut.
15. Qardh
Akad Qardh mengatur mengenai pemberian dana talangan kepada nasabah
dalam kurun waktu yang cenderung pendek. Tentunya, dana ini harus diganti
secepatnya. Besaran nominal harus sesuai dengan dana talangan yang
diberikan, atau bisa diartikan nasabah hanya harus melakukan pengembalian
pinjaman pokoknya saja.