Anda di halaman 1dari 7

EKONOMI ISLAM & PERBANKAN SYARIAH

1. Tujuan Ekonomi Islam

Ekonomi Islam atau ekonomi syariah secara umum adalah ilmu yang mempelajari
perilaku manusia dalam usahanya memenuhi kebutuhan hidup dengan berdasarkan
syariat/nilai-nilai ketuhanan.

Tujuan utama dari sistem ekonomi syariah (ekonomi Islam) selaras dengan tujuan dari
penerapan syariat (hukum) agama Islam, yaitu untuk mencapai tatanan yang baik serta
terhormat sehingga menciptakan kebahagiaan dalam lingkup dunia dan akhirat. Hal ini
menunjukkan bahwa masalah ekonomi juga menjadi perhatian dalam agama Islam.

Ada 4 tujuan ekonomi Islam (ekonomi syariah), yakni sebagai berikut:


 Ekonomi yang baik dalam kerangka kerja norma-norma moral islam
 Persaudaraan dan kesejahteraan universal
 Distribusi pendapatan yang merata
 Kemerdekaan dari individu dalam konteks kesejahteraan sosial.

2. Konsep Operasional Perbankan Syariah

Bank syariah adalah bank yang melakukan penghimpunan dana serta penyalurannya memberikan dan
mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah.

Pada sistem operasional bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di bank tidak dengan motif
mendapatkan bunga, melainkan keuntungan bagi hasil(Mudharabah). Dana nasabah, kemudian
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan. Dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai
kesepakatan.

Sistem operasional
Berikut system operasional perbankan syariah :

1. Penghimpunan dana
Penghimpunan dana di bank syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip
operasional yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat, yakni:

 Prinsip wadi'ah
Adalah titipan dimana pihak pertama menitipkan dana atau benda kepada pihak kedua selaku
penerima titipan dengan konsekuensi titipan tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali,
dimana penitip dapat dikenakan biaya penitipan.Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka
wadiah dibedakan menjadi

 Wadi’ah yad dhamanah, yang berarti penerima titipan berhak mempergunakan dana/barang titipan

untuk didayagunakan tanpa ada kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip

dengan tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh Giro, Tabungan,

Deposito.

 Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan untuk mendayagunakan

barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite Box (SDB).

 Ketentuan umum dari produk ini adalah :


 Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang
pemilik dana  tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan
memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat tapi
tiak boleh diperjanjikan di muka.
 Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang
disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro, dan debit card.

 Prinsip mudharabah
Penyimpan bertindak sebagai pemilik modal dan bank sebagai pengelola. Dana tersebut
digunakan bank untuk melakukan murabahah, seperti yang dijelaskan pada prinsip wadi'ah. Di
mana hasil usaha akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Prinsip mudharabah
diaplikasikan pada produk tabungan berjangka dari deposito berjangka.
Berdasarkan kewenanganya yang diberikan oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah
terbagi menjadi dua, yaitu:
 Mudharabah mutlaqh, dimana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya untuk
menentukan pilihan investasi yang dikehendaki,
 Mudharabah muqayyadah, dimana arahan investasi ditentukan oleh pemilik dana
sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.
2. Penyaluran dana
Dalam menyakurkan dananya pada nasabah, produk pembiayaan syariah terbagi menjadi empat
kategori, sebagai berikut:

 Prinsip jual-beli
Prinsip ini dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan barang atau benda. Tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
Transaksi jual-beli dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan
barang, yakni:

 Murabahah

Akad jual beli antara dua belah pihak dimana pembeli dan penjual menyepakati

harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos pembelian dan keuntungan

bagi penjual. Nasabah membayar harga barang pada jangka waktu tertentu yang telah

disepakati.

 Salam

Pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang diserahkan kemudian

 Ishtisna

Pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk pembuatannya sesuai
dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan sesuai dengan kesepakatan.

 Prinsip sewa
Transaksi ini dilandasi adanya perpindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip sewa sama saja
dengan jual-beli, namun bedanya terletak pada obyek transaksinya. Jika jual-beli obyek yang
ditransaksikan adalah barang, sedangkan prinsip sewa adalah jasa.
Pada akhir masa sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Di
mana harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian.

 Prinsip bagi hasil (syirkah)


Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil, yaitu:
 Pembiayaan musyarakah yaitu Perjanjian antara pihak-pihak untuk menyertakan
modal dalam suatu kegiatan ekonomi dengan pembagian keuntungan atau kerugian
sesuai nisbah yang disepakati. . Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan
para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki
secara bersama-sama.Musyarakah dapat bersifat tetap atau bersifat temporer dengan
penurunan secara periodik atau sekaligus diakhir masa proyek.

 Pembiayaan mudharabah yaitu Perjanjian antara dua pihak dimana pihak pertama
sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana
(mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah
bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh.
3. Produk Jasa Perbankan Lainnya

 Ijarah

Akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam waktu tertentu dengan

pembayaran sewa (ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri,

bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah

mumtahiyah  bit tamlik  (IMBT).

 Wakalah

Pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam hal-hal yang boleh

diwakilkan.

 Kafalah

Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi

kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul ‘anhu, ashil), dan penanggung dapat

menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.

 Sharf

Transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan

jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga

pasar pada saat pertukaran.

 Qardh

Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.
Menurut teknis perbankan, qardh adalah pemberian pinjaman dari bank kepada nasabah yang

dipergunakan untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan

bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif.

 Rahn

Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang

diterimanya. Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali

kepada bank dalam memberikan pembiayaan. Secara sederhana rahn adalah jaminan hutang

atau gadai. Biasanya akad yang digunakan adalah akad qardh wal ijarah, yaitu akad

pemberian pinjaman dari bank untuk nasabah yang disertai dengan penyerahan tugas agar

bank menjaga barang jaminan yang diserahkan.

 Hiwalah

Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah

fasilitas hiwalah lazimnya untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat

melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan utang. Untuk

mengantisipasi risiko kerugian yang akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas

kemampuan pihak yang berhutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang

dengan yang berhutang.


  Al-Wadiah
Akad al-wadiah selain menjadi landasan syariah produk tabungan, termasuk giro, juga
menjadi prinsip dasar layanan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian). Bank
mendapatkan imbalan atas jasa tersebut.

3. Akad-Akad Dalam Perbankan Syariah


Secara garis besar layanan yang diberikan bank Syariah nyaris tidak berbeda dengan bank
konvensional. Hal utama yang membedakannya adalah adanya akad yang mendasari setiap
layanan.

Makna Akad secara umum adalah semua pernyataan, baik lisan, tulisan maupun isyarat
yang menyebabkan seseorang berkewajiban melakukan sesuatu. Kewajiban ini
menimbulkan ikatan antar pelaku akad.

a.    Wadiah
Akad penitipan batang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dan pihak yang diberi
kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang.
b.    Mudharabah

Akad kerjasama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau bank syariah) yang menyediakan
seluruh modal dan pihak kedua ('amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan
kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya oleh Bank Syariah
kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang disengaja, lalai atau menyalahi perjanjian.

c.    Musyarakah

Akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan
porsi dana masing-masing. Biasanya, akad ini dilakukan untuk proyek atau usaha di mana
modalnya dibiayai sebagian oleh lembaga keuangan, dan sebagian lainnya dimodali oleh
nasabah.
d. Musyarakah Mutanaqisah

Akad jual beli yang digabungkan dengan akad kerjasama ini mengatur dua pihak atau lebih
yang berkongsi untuk suatu barang. Nantinya, salah satu pihak akan membeli bagian dari
pihak lainnya dengan cara menyicil atau bertahap.

Akad ini biasanya diterapkan pada proyek yang dibiayai oleh nasabah dan lembaga
keuangan yang kemudian dibeli oleh salah satu pihak  secara bertahap atau cicilan.

e.    Murabahah

Akad pembiayaan suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.

f.    Salam

Akad pembiayaan suatu barang dengan cara pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu
dengan syarat tertentu yang disepakati.

Akad salam biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian. Dalam prakteknya, akad
Salam menempatkan pihak bank syariah sebagai pembeli dan menyerahkan uangnya
kepada petani sebagai nasabah. Dari uang itu, petani akan memiliki modal untuk
mengelola pertanian dan memberikan kewajibannya kepada bank syariah.
g.     Istisna'

Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana pembuatan barang
akan diproses berdasarkan kriteria yang disepakati. Akad ini mirip dengan akad Salam,
hanya Istishna’ diterapkan pada perusahaan manufaktur. Dalam akad ini, proses
pembayarannya dilakukan sesuai kesepakatan para pihak yang berakad, bisa dibayar ketika
produk dikirim atau dibayar di awal seperti akad salam.
i.    Ijarah

Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikian barang itu sendiri.

j.    Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik

Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
k.     Qardh
Akad pinjaman dana kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang
diterimanya pada waktu yang telah disepakati.

4. Pandangan Ulama Tentang Produk Perbankan Syariah


Produk -produk perbankan syariah antara lain yaitu, Tabungan syariah, deposito
syariah, Gadai syariah, pinjaman syariah, dll. Salah satu produk perbankan syariah
adalah deposito syariah. Deposito syariah menerapkan akad mudharabah.
Deposito Syariah
            Deposito  banyak dipilih oleh masyarakat untuk berinvestasi, selain mudah,
keuntungan yang didapatkan juga lebih tinggi dari tabungan biasa.
            Deposito syariah menggunakan akad mudharabah artinya tabungan dengan
sistem bagi hasil (nisbah) antara nasabah dan bank.   Keuntungan deposito dengan
akad mudharabah ini biasanya memakai perbandingan 60 : 40 untuk nasabah dan
bank. Makin besar untung yang bank dapat, makin besar untung yang diperoleh
oleh nasabah, demikian pula jika keuntungan yang diperoleh bank sedikit maka
nasabah akan mendapat keuntungan yang sedikit pula dengan kata lain,
keuntungan muncul bersama risiko.
Berikut pandangan ulama terhadap akad mudharabah yang digunakan dalam
beberapa produk perbankan syariah :
Pemaknaan terhadap akad mudhârabah di perbankan syariah terdapat banyak persamaan teori
diantara para pakar perbankan. Sedangkan menurut pandangan para ulama pengasuh pondok
pesantren Babakan Ciwaringin diantaranya KH. Zamzami Amin, mengemukakan bahwa
praktek di bank syariah secara teori benar sesuai fiqih namun pada prakteknya 99% tidak
mengikuti fiqih yang ada dan hanya sekitar 1% mengikuti fiqih. Akan tetapi antara bank
konvensional dan bank syariah memiliki perbedaan dalam pemberian istilah, jika di bank
kovensional mengenal bunga sedangkan bank syariah tidak mengenal bunga melainkan bagi
hasil yang lebih dikenal dengan mudhârabah, akan tetapi secara praktek hampir sama.
Pendapat KH. Burhanudin bahwa bank syariah sudah sesuai dengan prinsip syariah, namun
saja harus perlu adanya pengawasan yang ketat dan intens dari dewan syariah. KH. Burhanudin
juga memaknai akad mudhârabah yakni ucapan yang keluar dari kedua belah pihak yang
berserikat baik pemberi modal atau nasabah dengan kesepakatan yang ingin mereka capai
dengan ketentuan bagi keuntungan dalam bidang usaha, baik pembiayaan produktif ataupun
konsumtif.

Sistem bagi hasil dalam pembiayaan akad mudhârabah menurut persepsi ulama Pengasuh
Pondok Pesantren Babakan Ciwaringin, sudah sesuai secara teori baik menurut ajaran di Al-
Qur’an, Hadits, fiqih dan Fatwa DSN No: 15/DSN-MUI/IX/2000 tentang bagi hasil. Menurut
mereka bagi hasil dalam pembiayaan akad mudharabah merupakan kesepakatan dari suatu
kontrak usaha antara shâhibul mâl dan mudhârib untuk mengelola suatu usaha dengan prosentase
bagi hasil sesuai perjanjian di awal, baik pembagiannya 50:50, 30:70, 60:40 atau sebaliknya yang
bersifat adil dan transaparan. Akan tetapi ketika usaha mengalami kerugian maka penanggungan
kerugian ditanggung oleh kedua belah pihak atau sesuai kesepakatan. Sehingga bukan hanya
bagi hasil saja melainkan bagi hasil dan rugi. Namun pada praktek pelaksanaan operasional di
perbankan syariah, masih banyak ditemui ketidaksesuaian antara teori atau aturan-aturan dalam
islam yang telah ditetapkan. Hal ini menurut ulama Pengasuh Pondok Babakan Ciwaringin
dikarenakan orientasi perbankan syariah masih bersifat profit oriented.

Anda mungkin juga menyukai