Anda di halaman 1dari 27

BANK DAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH

akad tertentu, atau disyaratkan digunakan untuk nasabah tertentu.


c) Investasi Khusus (Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet)
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah
langsung kepada pelaksana usahanya, di mana bank bertindak
sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara
pemilik dana dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat
menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus dipatuhi oleh bank
dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksana
usahanya.

2. Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dana pada nasabah, secara garis besar
produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam 6 kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu:

2.1. Pembiayaan Berdasarkan Pola Jual Beli dengan


Akad Murabahah, Salam, atau Istishna'
a. Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli
membayarnya dengan harga yang lebih sebagai keuntungan
yang disepakati. Murabahah berasal dari kata ribhu
(keuntungan) karena dalam transaksi jual beli bank menyebut
jumlah keuntungannya (margin/mark up). Bank bertindak
sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual
adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan.
Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan
jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya
akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan
cara pembayaran cicilan (bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini
barang diserahkan segera setelah akad, sedangkan pembayaran
dilakukan secara tangguh. Landasan syariah murabahall adalah
Fatwa DSN MUI 04/DSN-MU1/1V/2000 tentang murabahah.
Landasan syariah murabahah adalah Fatwa DSN MUI No. 04/
DSN-MU1/1V/2000 tentang Murabahah, No. IO/DSN-MUI/IV/
2000 tentang Wakalah, No. 13/DSN-MUI/IX/2000 tentang
Uang
Muka dalam Murabahah, No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang
Dis-
74
dengnn hae

BAB2 @ BANK
SYARIAH

kon dalam Murabahah, No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang


Potongan Pelunasan dalam Murabahah,
No.46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan
Murabahah, No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian
Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar,
No. 48/DSN-MU1/11/2005 tentang Penjadwalan Kembali
Tagihan Murabahah, No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang
Konversi Akad Murabahah, dan No. 84 (Metode Pengakuan
Keuntungan al- Tamwil bi al-Murabahah (Pembiayaan
Murabahah) di Lembaga Keuangan Syariah).
Fitur dan Mekanisme:
I. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan
transaksi murabahah dengan nasabah.
2. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga
pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
3. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan
penyediaan barang yang dipesan nasabah.
4. Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang
wajar dengan tanpa dijanjikan di muka.
b. Akad salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih
dahulu dengan syarat tertentu yang disepakati. Dalam praktik
perbankan, ketika barang telah diserahkan kepada bank, maka
bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada
nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Harga jual
yang ditetapkan bank adalah harga beli bank dari nasabah
ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya secara tunai
biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging financing).
Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan, kedua
pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan
jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya
akad. Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan
barang yang belum ada, seperti pembelian komoditas pertanian
oleh bank untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau
secara cicilan. Landasan syariah salam adalah Fatwa DSN MUI
No. 05/ DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Salam.
Fitur dan Mekanisme Akad Salam:
I. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan
transaksi salam dengan nasabah

75
denqan hnk t_-ipln

2. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam


bentuk perjanjian tertulis berupa akad pembiayaan atas
dasar salam.
3. Penyediaan dana oleh bank kepada nasabah harus dilakukan
di muka secara penuh, yaitu pembayaran segera paling
lambat 7 hari setelah pembiayaan atas dasar salam
disepakati.
4. Pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam
bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam
bentuk piutang bank.
c. Akad istishna' adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan
persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan atau
pembeli (mustashni) dan penjual atau pembuat (shani). Produk
istishna' menyerupai produk salam, namun dalam istishna'
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali
(termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah
umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan
konstruksi. Landasan syariah istishna' adalah Fatwa DSN MUI
No. 06/DSN-MU1/1V/2000 tentang Jual Beli Istishna' dan No.
22/DSN-MU1/111/2002 tentang Jual Beli Istishna' Paralel.

2.2. Pembiayaan Bagi Hasil Berdasarkan Akad Mudharabah atau


Musyarakah
a. Akad mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama
suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau
bank syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua
('amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola
dana dengan membagi keuntungan usaha sesuai dengan
kesepakatan yang dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian
ditanggung sepenuhnya oleh bank syariah, kecuali jika pihak
kedua melakukan kesalahan yang disengaja, Ialai, atau
menyalahi perjanjian. Landasan syariah pembiayaan
mudharabah adalah Fatwa DSN MUI No.
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh). Fitur dan Mekanisme Akad Pembiayaan Mudharabah
l. Bank bertindak sebagai
pemilik dana (shahibul
mal) yang menyediakan
dana dengan fungsi sebagai
modal kerja dan nasa-

76
balikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada waktu yang
telah disepakati, maka bank dapat memberikan sanksi sesuai
syariah dalam rangka pembinaan nasabah.

2.4. Pembiayaan Penyewaan Barang Bergerak atau Tidak


Bergerak kepada Nasabah Berdasarkan Akad Ijarah atau
Sewa Beli dalam Bentuk Ijarah Muntahiya Bittamlik
a. Akad ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Landasan syariah akad ijarah
adalah Fatwa DSN MUI No. 09/DSN-MUI/IV/20()O tentang
pembiayaan Ijarah, dan
Fatwa DSN MUI No. 56 Ketentuan Review Ujrah pada LKS.
Fitur dan Mekanisme Ijarah
I. Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan
transaksi ijarah dengan nasabah.
2. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan
penyediaan objek sewa yang dipesan nasabah.
3. Pengembalian atas penyediaan dana bank dapat dilakukan
baik dengan angsuran maupun sekaligus.
4. Pengembalian atas penyediaan dana bank tidak dapat
dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk
pembebasan utang.
b. Akad Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah akad penyediaan dana
dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu
barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi
pemindahan kepemilikan barang. Landasan syariah ijarah
munyahiya bittamlik adalah Fatwa DSN MUI No. 27/DSN-
MU1/111/2002 tentang Ijarah Muntahiyah Bittamlik dan dan
Fatwa DSN MUI No. 56 Ketentuan Review Ujrah pada LKS.
Fitur dan Mekanisme Ijarah Muntahiyah Bittamlik:
Sama dengan fitur dan mekanisme ijarah, hanya saja bank selain
bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi ijarah
dengan nasabah, juga bertindak sebagai pemberi janji (wahd)
antara lain untuk memberikan opsi pengalihan hak penguasaan
objek sewa kepada nasabah sesuai kesepakatan. Perpindahan
objek sewa dapat diperlakukan sebagai hadiah, atau penjualan
sebelum akad

80
berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa,
atau penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran
cicilan sewa tertentu yang disepakati pada awal akad, atau
penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati
dalam akad.

2.5. Pengambilalihan Utang Berdasarkan Akad Hawalah


Akad hawalah adalah akad pengalihan utang dari pihak yang
berutang kepada pihak lain yang wajib menanggung atau membayar.
Landasan syariah hawalah adalah Fatwa DSN MUI No. 12/DSN-
MUI/ IV/2000 tentang Hawaiah dan Fatwa DSN MUI No. 58/DSN-
MU1/ V/2007 tentang Hawalah Bil Ujrah.
Dalam praktik perbankan syariah fasilitas hawalah lazimnya
untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat
melanjutkan produksinya. Bank mendapat ganti biaya atas jasa
pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi risiko kerugian yang
akan timbul, bank perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak
yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan
piutang dengan yang berutang.

2.6. Pembiayaan Multijasa


Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan bank
syariah dalam bentuk sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah dan
kafalah. Landasan syariah pembiayaan multijasa ini adalah Fatwa
DSN MUI No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan
Multijasa.
Fitur dan Mekanisme Pembiayaan Multijasa atas dasar Akad Ijarah:
1. Bank bertindak sebagai penyedia dana dalam kegiatan transaksi
ijarah dengan nasabah.
2. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan
objek sewa yang dipesan nasabah.
3. Pengembalian atas penyediaan dana bank dapat dilakukan baik
dengan angsuran maupun sekaligus.
4. Pengembalian atas penyediaan dana bank tidak dapat dilakukan
dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang.
Fitur dan Mekanisme Pembiayaan Multijasa atas dasar Akad
KafaIah:
I. Bank bertindak sebagai pemberi jaminan atas pemenuhan

kewajib81

Bab 2 | Lembaga Perbankan Syariah


(3) Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (isrqf), dengan cara
antara lain menetapkan pagu maksimal pembelanjaan.
(4) Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan finansial untuk
melunasi pada waktunya.
(5) Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah.

Kelima: Ketentuanfee (à
(1) luran keanggotaan (membershipfee)
Penerbit kartu berhak menerima iuaran keanggotaan (rusum
aludhiyah) termasuk perpanjang masa keanggotaan dari
pemegang kartu sebagai imbalan (ujrah) atas izin pengguna
fasilitas kartu.
(2) Merchantfee
Penerbit kartu boleh menerimafee yang diambil dari objek
transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah) atas
perantara (samsarah), pemasaran (taswiq), dan penagihan (tahsil
al-dayn).
(3) Fee penarikan uang tunai
Penerbit kartu boleh menerimafee penarikan uang tunai (rusum
sahb al-nuqud) sebagaifee atas pelayanan dan penggunaan fasilitas
yang besarnya tidak dikaitkan dengan jumlah penarikan (4) Fee
kafalah
Penerbit kartu boleh menerimafee dari pemegang kartu atas
pemberian kafalah.
(5) Semua bentukfee tersebut (a, b, c, d) harus ditetapkan pada saat
akad aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk
merchant fee.
Keenam: Ketentuan ta'widh dan denda
(1) Ta'widh
Penerbit kartu dapat mengenakan ta'widh, yaitu ganti rugi
terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh penerbit kartu
akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar
kewajiban yang telah jantuh tempo.
(2) Denda keterlambatan (late charge)
Penerbit kartu dapat mengenakan denda keterlambatan
pembayaran yang akan diakui seluruhnya sebagai dana sosial.

f. Penukaran Valuta Asing (SharD


Ketentuan tentang penukaran valuta asing (sharf) telah diatur

67
Hahnn

Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

dalam fatwa DSN, berikut:97


Pertama: Ketentuan umum:
(1) Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan
ketentuan sebagai berikut:
(a) Tidak untuk spekulasi (untung-untungan).
(b) Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga
(simpanan). (c) Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang
sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (at-
taqabudh).
(d) Apabila berlainan jenis, maka harus dilakukan dengan nilai
tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan
secara tunai.
Kedua: Jenis-jenis transaksi valuta asing:
(1) Transaksi spot, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta
asing (valas) untuk penyerahan pada saat itu (over the counter)
atau penyelesaiannya paling lambat dalam jangka waktu dua
hari. Hukumnya boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu
dua hari dianggap sebagai proses penyelesaian yang tidak bisa
dihindari (L l?) dan merupakan transaksi internasional.
(2) Transaksi forward, yaitu transaksi pembelian dan penjualan
valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan
diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2 x 24 jam
hingga satu tahun. Hukumnya haram, karena harga yang
digunakan yakni harga yang diperjanjikan (muwa'adah) dan
penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada
waktu penyerahan itu belum tentu sama dengan nilai yang
disepakati, kecuali dilakukan dalam bentukforward agreement
untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari (lil hajah).
(3) Transaksi swap, yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan
valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan
pembelian antara penjualan valas yang sama dengan
hargaforward. Hukumnya haram, karena mengandung unsur
maisir (spekulasi).
(4) Transaksi option, yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam
rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus
dilakukan atas sejumlah unit valuta asing pada harga dan jangka
waktu

97 Fatwa DSN No. 28/DSN-MU1/111/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (al-Sharf).

68
Bab 2 | Lembaga Perbankan Syariah
atau tanggal akhir tertentu. Hukumnya haram, karena mengandung
unsur maisir (spekulasi).
Ketiga: Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika
di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan
sebagaimana mestinya. (i

g. Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan multijasa yaitu pembiayaan yang diberikan oleh
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kepada nasabah dalam
memperoleh manfaat atas suatu jasa.
Ketentuan pembiayaan multijasa telah diatur dalam fatwa DSN sebagai
berikut:98
Pertama: Ketentuan umum:
(1) Pembiayaan multijasa hukumnya boleh (jaiz) dengan
menggunakan akad ijarah atau kafalah.
(2) Dalam hal LKS menggunakan akad ijarah, maka harus
mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa ijarah.
(3) Dalam hal LKS menggunakan akad kafalah, maka harus
mengikuti semua ketentuan yang ada dalam fatwa kafalah.
(4) Dalam kedua pembiayaan multijasa tersebut, LKS dapat
memperoleh imbalan jasa (torah) ataufee.
(5) Besar ujrah ataufee harus disepakati di awal dan dinyatakan
daIam bentuk nominal bukan dalam bentuk persentase.
Ketiga: Penyelesaian perselisihan
Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Keempat: Ketentuan penutup
Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan,
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.

98 Fatwa DSN No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan Multijasa.

69
Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

na ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi


kepada nasabah.
(2) Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana
dimaksud butir 1 dapat berupa—dan tidak terbatas pada—
penjualan barang jaminan.
(3) Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus
memenuhi kewajibannya secara penuh.
Ketiga: Sumber dana
Dana al-Qardh dapat bersumber dari:
(a) Bagian modal LKS;
(b) Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
(c) Lembaga Iain atau individu yang memercayakan
penyaluran infaknya kepada LKS.
Keempat:
(1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
(2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

3. Produk Jasa
Produk jasa bank merupakan produk yang saat ini terus
dikembangkan. Produk ini dikatakan sebagai produk yang berbasis
padafee sebagai kompensasi yang harus diberikan nasabah kepada
bank atas penggunaan jasa perbankan tertentu.
Beberapa contoh produkjasa diperbankan syariah, yaitu:
a. Letter ofCredit (L/C) Impor Syariah
Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan
akan membayar kepada pengekspor (benefising) yang diterbitkan
oleh bank (issuing bank) atas permintaan importir dengan
pemenuhan persyaratan tertentu (unform customs and Practicefor
Documentary Credit /UCP). Akad yang digunakan yaitu akad
wakalah bil ujrah dan kafalah.

56
Bahnn

Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

na ketidakmampuannya, LKS dapat menjatuhkan sanksi


kepada nasabah.
(2) Sanksi yang dijatuhkan kepada nasabah sebagaimana
dimaksud butir 1 dapat berupa—dan tidak terbatas pada—
penjualan barang jaminan.
(3) Jika barang jaminan tidak mencukupi, nasabah tetap harus
memenuhi kewajibannya secara penuh.
Ketiga: Sumber dana
Dana al-Qardh dapat bersumber dari:
(a) Bagian modal LKS;
(b) Keuntungan LKS yang disisihkan; dan
(c) Lembaga Iain atau individu yang memercayakan
penyaluran infaknya kepada LKS.
Keempat:
(1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau
jika terjadi perselisihan di antara para pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
(2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan
diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya.

3. Produk Jasa
Produk jasa bank merupakan produk yang saat ini terus
dikembangkan. Produk ini dikatakan sebagai produk yang berbasis
padafee sebagai kompensasi yang harus diberikan nasabah kepada
bank atas penggunaan jasa perbankan tertentu.
Beberapa contoh produkjasa diperbankan syariah, yaitu:
a. Letter ofCredit (L/C) Impor Syariah
Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan
akan membayar kepada pengekspor (benefising) yang diterbitkan
oleh bank (issuing bank) atas permintaan importir dengan
pemenuhan persyaratan tertentu (unform customs and Practicefor
Documentary Credit /UCP). Akad yang digunakan yaitu akad
wakalah bil ujrah dan kafalah.

56
Bahnn
Bank syariah di Indonesia menawarkan berbagai jenis
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Berikut ini
adalah jenis kegiatan usaha utama bank syariah:

1. Penghimpunan Dana (Fundraising) :


Termasuk menghimpun dana dalam bentuk
simpanan, seperti giro, tabungan, atau bentuk
lain yang dipersamakan dengan itu.

2. Pembiayaan (Pembiayaan) : Termasuk


memberikan layanan pembiayaan kepada nasabah
berdasarkan prinsip syariah, seperti murabahah,
mudharabah, musyarakah, dan ijarah.

3. Jasa Lainnya (Layanan Lainnya) : Termasuk di


dalamnya penyediaan jasa lain berdasarkan prinsip
syariah, seperti jasa perdagangan, pengiriman
uang, dan penjaminan.
Bank syariah di Indonesia menawarkan berbagai jenis
kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. Berikut ini
adalah jenis kegiatan usaha utama bank syariah:
Penghimpunan Dana (Fundraising) :
Termasuk menghimpun dana dalam bentuk
simpanan, seperti giro, tabungan, atau bentuk
Iain yang dipersamakan dengan itu.
2 . Pembiayaan (Pembiayaan) : Termasuk
memberikan layanan pembiayaan kepada nasabah
berdasarkan prinsip syariah, seperti murabahah,
mudharabah, musyarakah, dan ijarah.
3 . Jasa Lainnya (Layanan Lainnya) : Termasuk di
dalamnya penyediaan jasa Iain berdasarkan
prinsip syariah, seperti jasa perdagangan,
pengiriman uang, dan penjaminan.
Bank syariah juga ada dua jenis yaitu Bank
Umum
Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS). BUS fokus pada penyediaan layanan lalu
lintas pembayaran, sedangkan BPRS tidak terkait
dengan penyediaan layanan lalu lintas pembayaran.
Selain itu, ada juga istilah Unit Usaha Syariah (UUS)
yang merujuk pada suatu unit kerja yang kegiatan
usahanya berdasarkan prinsip syariah, namun berada di
bawah naungan bank umum konvensional sebagai
kantor pusatnya.

Anda mungkin juga menyukai