Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TAFSIR AYAT-AYAT PERADILAN

Tentang

ALAT BUKTI DALAM PERSIDANGAN

Disusun oleh :

IRFAN RAHIM

2013010112

Dosen pengampu :

Dr. Hj. Kholidah M.Ag

PRODI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ( UIN )

IMAM BONJOL PADANG


PEMBAHASAN
A. AYAT POKOK

QS.YUSUF AYAT 25 -28


Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

َ‫َ ْ أَِ ُ ا‬
َ ‫أ)َ) َر َد‬ ‫ْلفَ ْداَ َدى ۚ ت ج‬ ‫من ٍ ر‬ َ‫ادت ق‬ ‫و ُتَ) بَ قَا ْل بَ اب‬
ْ )
َ
‫ًء ّ أ ن‬ ‫ْل َبا الَ ما َز‬ ‫َيا وأَ ي أ‬ ‫صه ِد‬ َ‫أمي وق‬
‫من‬
‫ب‬ ُ ‫و و‬
‫يوسجن أَ) ْو ع َذ) ب أَ) ألي ٌم‬

"Dan keduanya berlomba menuju pintu dan perempuan itu menarik baju gamisnya
(Yusuf) dari belakang hingga koyak dan keduanya mendapati suami perempuan itu di
depan pintu. Dia (perempuan itu) berkata, "Apakah balasan terhadap orang yang
bermaksud buruk terhadap istrimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan siksa
yang pedih?" (QS. Yusuf 12: Ayat 25)

MUFRADAT

َ‫واست‬ = Dan keduanya berlomba


‫َبَقا‬

َ
‫ = ا ْل َبا‬Pintu
‫ب‬
َْ‫ = ي ِم ق‬Bajunya

‫ص‬

‫ه‬
َ‫ = ن سج‬diPenjarakan

ْ‫َودَت‬
= Menggodaku
‫ِني را‬

‫د‬Jُ‫ = ق‬Koyak / Robek

MAKNA AYAT

Allah Swt, menceritakan perihal keduanya ketika keduanya berlomba mencapai


pintu.
Yusuf melarikan diri, sedangkan si wanita itu mengejarnya untuk mengembalikan
Yusuf ke dalam rumah.
Dan di tengah-tengah itu wanita tersebut dapat mengejar Yusuf, lalu ia memegang
baju gamis Yusuf dari arah belakang; karena kuatnya pegangan dan kuatnya upaya Yusuf
dalam menghindarkan diri. Maka baju gamisnya robek lebar,Menurut suatu pendapat,
Yusuf terjatuh setelah bajunya robek, lalu ia bangkit meneruskan pelariannya, sedangkan
si wanita itu tetap mengejarnya.
Keduanya menjumpai suami si wanita itu telah berada di pintu sedang berdiri.
Maka pada saat itu juga timbul niat jahat dalam diri wanita untuk menyelamatkan dirinya
dari keadaannya yang terjepit.
Maka ia membuat tipu dan makar dengan membalikkan kenyataan, yaitu bahwa
Yusuflah yang memulainya, Yusuf hendak memperkosanya. Demikianlah kilah si wanita
itu kepada suaminya.
Yaitu dipukuli dengan pukulan yang keras lagi menyakitkan. Maka pada saat itu
juga Yusuf membela dirinya karena dia merasa tidak bersalah, lalu ia membersihkan
dirinya dari tuduhan khianat yang dilancarkan oleh wanita itu.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫من ْل َكا‬ ‫كان قَ قو من قوبو َدق ْوو‬ ‫شاْ أَ) ْ ِأها‬ ‫َقال ر َو َدتْ أني عن ن ۚ و أه‬
‫أذ أِين‬ ‫ٍل ف ت َء‬ ‫أمي ن اد‬ ‫من‬ ‫ٌد‬ ‫ْف سي َد‬ ‫ْي‬
‫ص‬ ‫ص) ه‬ ‫ش‬
‫و‬

"Dia (Yusuf) berkata, "Dia yang menggodaku dan merayu diriku." Seorang saksi dari
keluarga perempuan itu memberikan kesaksian, "Jika baju gamisnya koyak di bagian
depan, maka perempuan itu benar, dan dia (Yusuf) termasuk orang yang dusta." (QS.
Yusuf 12: Ayat 26 )

MAKNA AYAT

Dalam pembelaannya Yusuf menyebutkan bahwa wanita itulah yang


mengajaknya untuk berbuat mesum dan menarik baju gamisnya hingga robek.

{‫ ل‬Jُ‫ب‬Jُ‫م ْن ق‬ ‫د‬Jُ‫َ ن ق ق‬ ‫أَ ْه ِل َها‬ ِ َ‫و‬


ُ‫ِمي كا صه‬ ‫ْن م ْن‬ ‫د‬‫ه‬ ِ ‫} ه‬
‫ شا‬Jَ‫د‬
‫ش‬

dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya, "Jika baju
gamisnya koyak di muka. (Yusuf: 26). Yakni jika baju gamis Yusuf koyak bagian
depannya.{ ‫}َف ص‬maka wanita itu benar. (Yusuf: 26)
‫ت‬ ‫ق‬Jَ‫د‬
Dalam ucapannya yang menyatakan bahwa Yusuflah yang mengajaknya dan
menggodanya untuk serong.
Karena bila demikian, berarti Yusuf yang mengajaknya berbuat mesum, lalu ia
menolak dan mendorong dada Yusuf, maka baju gamisnya koyak pada bagian mukanya.
Hal ini berarti si wanita itu benar dalam pengakuannya.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫أد‬ ‫ٍر َف َكذ َ من‬ ‫قو ا د‬ ‫َق أمي‬ ‫و أِن‬


‫ل أق ي ن‬ ‫َِت ِدو ء‬ ‫من‬ ‫كان‬
‫صا‬ ‫و‬ ‫صهو‬
"Dan jika baju gamisnya koyak di bagian belakang, maka perempuan itulah yang dusta,
dan dia (Yusuf) termasuk orang yang benar." (QS. Yusuf 12: Ayat 27)
MAKNA AYAT

‫ِد‬ ‫ُدُب ر َف َكذ وهُ َو من‬ ‫د‬Jُ‫} و ِإ ْن كا ِ ق‬


‫ال قِ ي َن‬ ‫َب م ْن ت‬ ‫َن م صُه‬
‫صا‬ ‫ي‬

"Dan jika baju gamisnya koyak di belakang, maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf
termasuk orang-orang yang benar.” (Yusuf: 27)

Hal ini dapat dibuktikan dengan kenyataannya, sebab di saat Yusuf lari dari
wanita itu, sedangkan wanita itu mengejarnya maka yang terpegang olehnya adalah baju
gamis bagian belakang Yusuf.
Tujuan wanita itu hendak mengembalikan Yusuf kepadanya, tetapi Yusuf
menolaknya sehingga robeklah baju Yusuf dari arah belakangnya. Para ulama berbeda
pendapat sehubungan dengan pengertian saksi yang disebutkan oleh ayat, apakah dia bayi
atau orang dewasa? Ada dua pendapat di kalangan para ulama mengenainya.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Sammak,
dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: dan seorang saksi
dari keluarga wanita itu memberikan kesaksian•nya. (Yusuf: 26) Bahwa saksi itu telah
berjenggot, yakni orang dewasa.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Jabir, dari Ibnu Abu Mulaikah, dari Ibnu
Abbas, bahwa saksi itu adalah seseorang yang dekat dengan raja (orang kepercayaannya).
Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ikrimah, Al-Hasan, Qatadah, As-Saddi,
Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya, bahwa saksi itu adalah seorang lelaki dewasa.
Zaid ibnu Aslam dan As-Saddi mengatakan bahwa saksi itu adalah saudara
sepupu si wanita itu. Menurut Ibnu Abbas, saksi tersebut adalah salah seorang
kepercayaan raja. Ibnu Ishaq telah menyebutkan bahwa Zulaikha nama si wanita itu
adalah anak perempuan dari saudara perempuan Raja Ar-Rayyan ibnul Walid.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-
Nya: dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksian•nya. (Yusuf: 26)
Bahwa saksi itu adalah seorang bayi yang masih dalam ayunan.
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Abu Hurairah, Hilal ibnu Yusaf, Al-Hasan,
Sa'id ibnu Jubair, dan Ad-Dahhak ibnu Muzahim, bahwa saksi itu adalah seorang bayi
yang ada di dalam rumah itu. Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir.
Sehubungan dengan hal ini disebutkan di dalam sebuah hadis marfu' yang
diriwayatkan oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-
Hasan ibnu Muhammad, telah men•ceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan
kepada kami Hammad ibnu Salamah, telah menceritakan kepadaku Ata ibnus Saib, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda, "Ada tiga orang
yang dapat berbicara selagi masih bayi." Disebutkan di dalamnya bahwa di antaranya
adalah saksi Nabi Yusuf:
Selain Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Hammad ibnu Salamah, dari Ata, dari
Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa ada empat orang yang dapat
berbicara selagi bayinya, yaitu bayi lelaki Masyitah (juru rias anak perempuan Fir'aun),
saksi Nabi Yusuf, saksi Juraij, dan Isa ibnu Maryam.
Lais ibnu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid, bahwa saksi itu adalah berupa
perintah Allah Swt, bukan berupa manusia,Tetapi pendapat ini garib.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫ع أ ظ ي ٌم‬ ‫ك ْي َد‬ ۖ ‫قو اد ٍر ناهو وك ن‬ ‫َق أمي‬ ‫فَِ اما‬


‫من) ك ْي أد وكن ن‬ ‫من قَال ِدو‬ ‫رأَ ٰى‬
‫صهو‬

"Maka ketika dia (suami perempuan itu) melihat baju gamisnya (Yusuf) koyak di bagian
belakang, dia berkata, "Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu. Tipu dayamu benar-benar
hebat." (QS. Yusuf 12: Ayat 28)

MAKNA AYAT

‫ب‬Jُ‫ْن د‬ ‫د‬Jُ‫}َفلَ ما رأَى ق ق‬


‫رم‬ ُ‫ِمي صه‬

Maka tatkala suami wanita itu melihat baju gamis Yusuf koyak di belakang. (Yusuf: 28)
Yaitu setelah nyata bagi suami wanita itu kebenaran Yusuf dan kedustaan istrinya dalam
pengakuannya yang mendiskreditkan Yusuf.

{‫ُ م ك ْي ِد ُك ن‬J‫}َقا َل نه‬


‫ْن‬

berkatalah dia, "Sesungguhnya (kejadian) itu adalah di antara tipu daya kamu. (Yusuf:
28)
Yakni sesungguhnya kejadian ini yang mencemarkan harga diri pemuda ini
(Yusuf) termasuk salah satu dari tipu daya kamu, kaum wanita.

B. AYAT KORELASI
AL-ANBIYA’ ayat 60 - 61

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:


‫يو)َقا) أ ِْ ٰر ْي‬ ‫ْعَنا َفتا)ى‬ ‫َقالو ْء‬
‫وم‬ ‫ْم‬ ‫ُ م ور‬
‫أ‬
ْ ‫ٗه ل‬ ‫ْذ‬
‫وك‬
‫ل‬

"Mereka (yang lain) berkata, "Kami mendengar ada seorang pemuda yang mencela
(berhala-berhala ini), namanya Ibrahim." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 60)

PENJELASAN DALAM TAFSIR IBNU KATSIR


Kemudian disebutkan dalam firman selanjutnya: Mereka berkata, "Kami dengar
ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.
(Al-Anbiya: 60) Orang yang melaporkan demikian adalah seseorang yang mendengar
Ibrahim mengucapkan sumpahnya, bahwa dia akan membuat tipu daya terhadap berhala-
berhala mereka.
Ia melaporkan kepada kaumnya: Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela
berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim.
(Al-Anbiya: 60) Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami
Muhammad ibnu Auf telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Mansur, telah
menceritakan kepada kami Jarir ibnu Abdul Hamid, dari Qabus, dari ayahnya, dari Ibnu
Abbas yang telah mengatakan bahwa tidak sekali kali Allah mengutus seorang nabi
melainkan masih berusia muda, dan tidaklah seseorang dianugerahi ilmu melainkan
selagi ia masih berusia muda.
Lalu Ibnu Abbas membaca firman-Nya: Mereka berkata, "Kami dengar ada
seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim. (Al-Anbiya:
60) Allah ‫ ﷻ‬berfirman, menceritakan ucapan mereka: Mereka berkata, "(Kalau
demikian) bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak. (Al-Anbiya: 61)
Yakni di mata orang banyak, yang saat itu semua orang hadir.
Ternyata apa yang telah direncanakan oleh Nabi Ibrahim mencapai sasarannya
dengan tepat. Dalam pertemuan yang besar ini Ibrahim a.s.
bermaksud menjelaskan kepada mereka akan kebodohan dan kekurangan akal mereka
karena menyembah berhala-berhala tersebut yang tidak dapat menolak suatu mudarat pun
dari dirinya, tidak pula dapat membela dirinya.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

)‫شه ود ْون‬
‫َ ع ن س ه ْم‬ ‫قَالو ْء َْتو ْء‬
‫ع ي لناا) ل َ ِعا‬ ‫ٖه‬
‫و‬
‫ٗى‬

"Mereka berkata, "(Kalau demikian) bawalah dia dengan diperlihatkan kepada orang
banyak agar mereka menyaksikan." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 61)

PENJELASAN DALAM TAFSIR IBNU KATSIR


Berfirman, menceritakan ucapan mereka: Mereka berkata, "(Kalau demikian)
bawalah dia dengan cara yang dapat dilihat orang banyak.
(Al-Anbiya: 61) Yakni di mata orang banyak, yang saat itu semua orang hadir. Ternyata
apa yang telah direncanakan oleh Nabi Ibrahim mencapai sasarannya dengan tepat.
Dalam pertemuan yang besar ini Ibrahim a.s. bermaksud menjelaskan kepada mereka
akan kebodohan dan kekurangan akal mereka karena menyembah berhala-berhala
tersebut yang tidak dapat menolak suatu mudarat pun dari dirinya, tidak pula dapat
membela dirinya.
Maka mengapa berhala-berhala itu dimintai sesuatu dari hal tersebut? Mereka
bertanya, "Apakah kamu yang melakukan perbuatan ini terhadap tuhan-tuhan kami, hai
Ibrahim? Ibrahim menjawab, "Sebenarnya patung yang besar itu yang melakukannya.
AL – HUJURAT AYAT 6

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

‫َ ْن تو) أص ْي وب ْء َق ْء َهاَل فت ص ْ ع ِٰى ْم ٰن أد أم‬ ‫ُّي َها لا ٗ ْٓء ٰ ْ ًَ وك‬


‫ْين ما فَ َع ِْتو‬ ‫ام ٌۢا نَ َب ٍا َفتَ) َب اينو) ٍة ج و) ء‬ ‫أذ ْي َمنو ن ن ْم ج ۤا‬
ُ ‫أ‬ ‫ي‬
‫ٌ ٌق ُا‬
‫ب‬ ‫ٗء‬ َ‫ٗا‬

yaaa ayyuhallaziina aamanuuu ing jaaa-akum faasiqum binaba-ing fa tabayyanuuu ang


tushiibuu qoumam bijahaalating fa tushbihuu 'alaa maa fa'altum naadimiin

"Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu
membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan
suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali
perbuatanmu itu." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 6)

TAFSIRAN AYAT
Dalam firman Allah subhanahu wa ta’ala Jَ‫وا َب َفت‬Jُ‫ين‬menjelaskan bahwa jika ada orang
yang fasik membawa berita maka hendaknya dicek terlebih dahulu kebenarannya, dan
dalam qiraah yang lain Jَ‫ث‬Jَ‫وا فت‬Jُ‫ بت‬yang keduanya memiliki makna yang sama.
Kemudian firman Allah subhanahu wa ta’ala, Jَ‫وا ْن أ‬Jُ‫صيب‬Jُ‫( ة َهالَ ِبج ًما ْو قَ ت‬Agar kalian
tidak
mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan)).
Jangan sampai sampai seseorang mendapatkan berita yang tidak benar lalu dia
mengambil analisa atau bahkan mengambil sikap terhadap suatu kaum dengan
kebodohannya, maka ini sangat berbahaya, dan pastinya nanti dia akan menyesal. Hal ini
sering terjadi ketika seseorang mengadakan permusuhan kepada suatu kaum atau suatu
kelompok dikarenakan masuknya berita kepadanya yang belum tentu benar, lalu dengan
analisanya yang salah akhirnya hal tersebut menimbulkan penyesalan karena dia sudah
terlanjur mengucapkan, mencela, atau mencerca namun akhirnya diketahui bahwa hal itu
salah, dan hal itu juga sudah dicatat oleh malaikat yang dia akan menyesal di kemudian
hari. Maka hendaknya seseorang menahan lisannya, sebagaimana yang dikatakan oleh
Abu Bakar sambil memegang lisannya,

‫ نِ ي ا ْل َم َوا ِر َد‬Jَ‫ ْو َرد‬Jَ‫ا أ‬Jَ‫ِإ ن هذ‬

“Sesungguhnya inilah yang membuatku celaka.”


Dan ini yang mengucapkan adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, lalu bagaimana
dengan kita yang bodoh ini?
Ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang sebab turunnya ayat ini, namun
intinya ada seorang sahabat bernama Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abu Mu’aith,Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan beliau sebagai pengambil zakat dan Nabi
mengirim beliau kepada Bani Al-Mushtaliq, sementara Bani Al-Mushtaliq saat itu baru
saja masuk Islam. Maka berangkatlah al-Walid menuju Bani Al-Mushtaliq untuk menarik
zakat. Ternyata dahulu ketika zaman Jahiliyyah antara suku Al-Walid bin ‘Uqbah dengan
Bani Al-Mushtaliq pernah terjadi suatu masalah, akan tetapi setelah datangnya agama
Islam dihilangkan itu semua.
Ketika Al-Walid bin ‘Uqbah ingin mengambil zakat dari mereka ternyata Bani
Al-Mushtaliq ingin menyambut utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, lalu
mereka semua bangkit membawa pedang dalam rangka menyambut kedatangan utusan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ingin menarik zakat, lalu ada seseorang
yang datang menemui Al-Walid bin ‘Uqbah mengabarkan bahwa Bani Al-Mushtaliq
datang keluar membawa pedang.
Akhirnya Al-Walid bin ‘Uqbah pun takut akan dibunuh, lalu Al-Walid bin
‘Uqbah pun kembali dan melapor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
mereka menolak untuk diambil zakatnya bahkan mereka hendak ingin membunuhnya,
akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim Khalid bin Al-Walid untuk
mengecek keadaan mereka, jika mereka memang murtad maka mereka harus dibunuh.
Lalu berangkatlah Khalid bin Al-Walid menuju mereka untuk mengecek keadaan
mereka, dan sebelum Khalid bin Al-Walid mendatangi mereka dia mengirim orang untuk
menyelidiki. Dan ini yang mengucapkan adalah Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, lalu
bagaimana dengan kita yang bodoh ini?
Ada beberapa riwayat yang menjelaskan tentang sebab turunnya ayat ini, namun
intinya ada seorang sahabat bernama Al-Walid bin ‘Uqbah bin Abu Mu’aith,Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menugaskan beliau sebagai pengambil zakat dan Nabi
mengirim beliau kepada Bani Al-Mushtaliq, sementara Bani Al-Mushtaliq saat itu baru
saja masuk Islam. Maka berangkatlah al-Walid menuju Bani Al-Mushtaliq untuk menarik
zakat. Ternyata dahulu ketika zaman Jahiliyyah antara suku Al-Walid bin ‘Uqbah dengan
Bani Al-Mushtaliq pernah terjadi suatu masalah, akan tetapi setelah datangnya agama
Islam dihilangkan itu semua.
Ketika Al-Walid bin ‘Uqbah ingin mengambil zakat dari mereka ternyata Bani
Al-Mushtaliq ingin menyambut utusan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, lalu
mereka semua bangkit membawa pedang dalam rangka menyambut kedatangan utusan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ingin menarik zakat, lalu ada seseorang
yang datang menemui Al-Walid bin ‘Uqbah mengabarkan bahwa Bani Al-Mushtaliq
datang keluar membawa pedang. Akhirnya Al-Walid bin ‘Uqbah pun takut akan dibunuh,
lalu Al-Walid bin ‘Uqbah pun kembali dan melapor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bahwa mereka menolak untuk diambil zakatnya bahkan mereka hendak ingin
membunuhnya, akhirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim Khalid bin Al-
Walid untuk mengecek keadaan mereka, jika mereka memang murtad maka mereka harus
dibunuh. Lalu berangkatlah Khalid bin Al-Walid menuju mereka untuk mengecek
keadaan mereka, dan sebelum Khalid bin Al-Walid mendatangi mereka dia mengirim
orang untuk mengetahui kondisi mereka dan ternyata terdengar adzan di kampung
tersebut dan terlihat mereka shalat secara berjamaah maka Khalid bin Al-Walid pun
mendatangi mereka dan dia mendapati kebenaran berita yang disampaikan kepadanya
lalu dia pun kembali menyampaikan hal tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam lalu turunlah ayat ini.
Dan dalam riwayat lain menjelaskan bahwa Bani Al-Mushtaliq mendatangi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjelaskan keadaan yang sebenarnya. Kisah ini
adalah sebagai dalil bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui ilmu
ghaib, karena seandainya beliau mengetahui ilmu ghaib maka beliau pasti langsung
menyalahkan kabar Al-Walid bin ‘Uqbah dan tidak perlu beliau mengutus Khalid bin Al-
Walid, akan tetapi beliau tidak mengetahuinya hingga ada yang mengecek langsung
kesana dan memberikan beliau kabar tentang mereka.
Dalam ayat ini juga Allah subhanahu wa ta’ala menamakan Al-Walid bin ‘Uqbah
sebagai orang yang fasik, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman ‫“ ن ْ َء ُك ْم‬J
‫َفاسق جا‬ ika
seseorang yang fasik datang kepada kalian”. Ini adalah permasalahan yang dibahas oleh
para ulama, sementara oleh ‘Utsman bin ‘Affan di zaman pemerintahannya beliau
menjadikan Al-Walid bin ‘Uqbah sebagai gubernur di Kufah, lalu bagaimana mungkin
‘Utsman mengangkat seorang yang fasik sebagai gubernur?. Ini adalah salah satu hal
yang dijadikan oleh orang-orang Syi’ah sebagai bahan untuk mencela ‘Utsman karena
beliau menjadikan orang yang telah Allah subhanahu wa ta’ala cap sebagai orang yang
fasik sebagai guberbur. Para ulama membantah hal ini dengan banyak bantahan di
antaranya bahwa tidak ada dalil yang tegas yang menyatakan bahwa Al-Walid bin
‘Uqbah adalah orang yang fasik, karena Allah subhanahu wa ta’ala dan juga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memerintahkannya untuk bertaubat, bahkan sebagian
ulama mengatakan bahwa kemungkinan penyebutan fasik dalam ayat ini adalah untuk
orang yang memberikan berita kepada Al-Walid bin ‘Uqbah. Dan Al-Walid bin ‘Uqbah
tidak bersalah dalam hal ini karena dia berbuat sesuai dengan indikasi yang dia dapati,
bahkan Bani Al-Mushtaliq datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan
bahwa mereka keluar dengan pedang bukan untuk membunuh Al-Walid bin ‘Uqbah akan
tetapi mereka keluar dengan pedang dalam rangka menyambut utusan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang intinya yang disebutkan sebagai orang yang fasik dalam ayat ini adalah
orang yang memberikan berita kepada Al-Walid bin ‘Uqbah, dan seandainya yang
disebut fasik dalam ayat ini adalah Al-Walid bin ‘Uqbah maka ada kemungkinan beliau
telah bertaubat dan kemudian menjadi orang yang saleh terlebih lagi kesalahannya
bukanlah kesalahan yang fatal, karena dia berprasangka dan ternyata prasangkanya salah,
karena fasik yang sesungguhnya adalah orang yang melanggar perintah Allah subhanahu
wa ta’ala, melakukan dosa besar, atau bahkan merendahkan syariat Allah subhanahu wa
ta’ala, sedangkan yang dilakukan oleh Al-Walid bin ‘Uqbah tidak termasuk dari hal
tersebut. Seandainya dia orang yang fasik maka tidak mungkin Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengutusnya sebagai pemungut zakat, dan ini semua menunjukkan bahwa dia
bukanlah orang yang fasik. Dan seandainya kita katakan dia adalah orang yang fasik
maka kemungkinan dia telah bertaubat lalu menjadi orang yang mulia sehingga ‘Utsman
mengangkatnya sebagai gubernur di Kufah.
Berita bisa datang dari tiga macam orang:
Pertama: berita yang datang dari orang yang tsiqah/amanah/jujur, maka jika
datang sebuah berita dari orang yang terpercaya maka wajib bagi kita untuk
menerimanya, karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman
“ ‫وا‬Jُ‫ ين‬J‫ َب‬Jَ‫إ فت‬J‫َن َب‬
‫َ ء ُك ْ م‬ ‫وا‬Jُ‫ا َأ ُّي َها ال ِذي َن آ َمن‬
‫َفاسق جا‬ “ ‫ْن‬
Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepada kalian
membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya”, maka mafhum mukhalafahnya jika
datang berita dari orang yang jujur maka tidak perlu dicek, karena dia jujur, terkenal
amanah, tidak asal bicara, dan jika menyampaikan berita sudah dipastikan benar.
Kedua: berita yang datang dari orang yang kadzib/pendusta, maka jika datang
sebuah berita yang berasal dari pendusta harus ditolak meskipun saat itu dia sedang jujur,
karena kita tidak bisa membedakan kapan dia jujur dan kapan dia berdusta maka
kapanpun datang sebuah berita yang berasal dari pendusta maka harus ditolak.
Ketiga: berita yang datang dari orang yang fasik, dan kefasikan adalah dosa besar
namun tidak semua pelaku dosa besar adalah pendusta, maka jika datang sebuah berita
dari orang yang fasik maka harus dicek terlebih dahulu.
Dan inilah sikap kita dalam menerima berita, lalu bagaimana dengan berita yang
sering kita terima dari media sosial, youtube, facebook, atau televisi maka masuk
kategori yang mana? Terkadang kita tidak mengetahui keadaan orang yang
menyampaikan berita tersebut, kita tidak mengetahui apakah dia orang yang tsiqah (yaitu
orang yang rajin beribadah dan tidak berdusta) atau bukan, kita tidak mengetahui apakah
orang tersebut saleh yang akhlaknya baik atau tidak, bahkan kita tidak mengetahui
apakah pembawa berita kafir atau muslim, maka dari semua kesimpulan ini kita dapati
bahwa kebanyakan orang yang membawa berita dalam media sosial adalah bukan orang
yang tsiqah karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman “fatabayyanuu/fatatsabbatuu”,
faidahnya: Asal majhul adalah ditolak riwayat dan syahadahnya. Diterimanya khobar
ahad. Hal ini sangat penting dalam menerima berita zaman sekarang yang penuh dengan
nilai politik.
PENUTUP

KESIMPULAN
Sebagai bentuk kewaspadaan, pada ayat ini Allah memerintahkan kepada orang-
orang yang beriman supaya benar-benar meneliti berita yang berasal dari orang-orang
yang fasik, sehingga nantinya tidak ada yang mengambil keputusan dan melakukan
tindakan berdasarkan perkataan dari orang fasik tersebut.“fatabayyanuu/fatatsabbatuu”,
faidahnya: Asal majhul adalah ditolak riwayat dan syahadahnya. Diterimanya khobar
ahad. Hal ini sangat penting dalam menerima berita zaman sekarang yang penuh dengan
nilai politik.
Berita bisa datang dari tiga macam orang:
Pertama: berita yang datang dari orang yang tsiqah/amanah/jujur, maka jika
datang sebuah berita dari orang yang terpercaya maka wajib bagi kita untuk
menerimanya.
Kedua: berita yang datang dari orang yang kadzib/pendusta, maka jika datang
sebuah berita yang berasal dari pendusta harus ditolak meskipun saat itu dia sedang jujur,
karena kita tidak bisa membedakan kapan dia jujur dan kapan dia berdusta maka
kapanpun datang sebuah berita yang berasal dari pendusta maka harus ditolak.
Ketiga: berita yang datang dari orang yang fasik, dan kefasikan adalah dosa besar
namun tidak semua pelaku dosa besar adalah pendusta, maka jika datang sebuah berita
dari orang yang fasik maka harus dicek terlebih dahulu.
DAFTAR PUSTAKA

https://tafsiranweb.com

HR. Malik dalam kitab Muwattho’ no. 3261

Tafsir Al-Qurthubi 16/311

At-Tahrir wat Tanwir

Anda mungkin juga menyukai