Anda di halaman 1dari 8

Pengertian Bank Syari’ah

Bank syariah adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Syari’ah Islam, maksudnya
adalah bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan Syari’ah Islam, khususnya yang
menyangkut tata cara bermuamalah secara islam.

Prinsip-Prinsip Bank Syariah


Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan usaha atau kegiatan lainya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip hukum yang dianut oleh bank syariah antara lain :
1. pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai
ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

2. pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang
meminjam dana.
3. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya media pertukaran dan
bukan komoditas karena tidak mempunyai nilai intrinsik.

4. Unsur Gharar ( ketidakastian, spekulasi ) tidak diperkenankan. keduabelah pihak harus mengetahui
dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.

5. Investasi hanya boleh pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras
misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
B. Perbedaan Bank Syariah Dengan Bank Konvensional

Bank Syariah Bank Konvensional

Sistem Yang Digunakan Sesuai Akad dengan fatwa Sistem perbankan modern.
dewan syariah Penyusunan oleh pihak bank dan
mengikuti aturan UU yg berlaku.
Imbal Hasil dan resiko Bagi Hasil yang disesuaikan Penetapan imbal hasil berupa
dengan kinerja investasi di pasar bunga sejak awal. Biasanya
dan ada resiko didalamnya dalam bentuk persentase.
Sistem Pengelolaan Dana Memberikan jaminan halal atas Nasabah memilki kebebasan
kegiatan investasi yg dilakukan untuk memilih jenis investasi apa
dng menggunakan sejumlah pun yang seuai dng aturan
dana nasabah. pemerintah dan dianggap
memberikan keuntungan.
Biaya Penalti Biaya administrasi yang besarnya Biaya adm ditentukan oleh bank,
disepakati sejak awal. yang kebanyakan merugikan
nasabah.
Perhitungan Bunga Bagi hasil. Misal nasabah Bunga dihitung dan dan
mendapatkan 70% dari investasi ditetapkan di awal. Dan tidak
maka pihak bank akan dipengaruhi oleh kinerja.
endapatkan 30% sesuaii
konsepnya.
Dasar Hukum Bank Syari’ah di Indonesia
Melalui Pasal 6 huruf Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Pasal 6 huruf m beserta
penjelasannya tidak mempergunakan sama sekali istilah Bank Islam atau Bank Syariah sebagaimana
dipergunakan kemudian sebagai istilah resmi dalam UUPI, namun hanya menyebutkan:
“menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.”

Di dalam Pasal 5 ayat (3) PP No. 70 Tahun 1992 tentang Bank Umum pun hanya disebutkan frasa “Bank
Umum yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil” dan di penjelasannya disebut “Bank berdasarkan
prinsip bagi hasil”. Begitu pula dalam Pasal 6 ayat (2) PP No. 71 Tahun 1992 tentang Bank Perkreditan
Rakyat hanya menyebutkan frasa “Bank Perkreditan Rakyat yang akan melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip bagi hasil” yang dalam penjelasannya disebut “Bank Perkreditan Rakyat yang
berdasarkan bagi hasil”.

Kesimpulan bahwa “bank berdasarkan prinsip bagi hasil” merupakan istilah bagi Bank Islam atau Bank
Syariah baru dapat ditarik dari Penjelasan Pasal 1 ayat (1) PP No. 72 Tahun 1992 tentang Bank
Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.
Produk perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu: (I) Produk Penyaluran Dana; (II)
Produk Penghimpunan Dana, dan (III) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan
kepada nasabahnya.
(1) Produk Penyaluran Dana
Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, produk pembiayaan syariah terbagi ke dalam
empat kategori yaitu :
(a) Prinsip Jual Beli (Bay’)
Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau
benda (transfer of property). Prinsip ini dapat dibagi sebagai berikut:
(i) Pembiayaan Murabahah
Menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd bahwa pengertian murabahah yaitu:
Bahwa pada dasarnya murabahah tersebut adalah jual beli dengan kesepakatan pemberian keuntungan
bagi si penjual dengan memperhatikan dan memperhitungkannya dari modal awal si penjual.
(ii) Pembiayaan Salam
Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada.
(iii) Pembiayaan Istisna
Produk Istisna menyerupai produk salam, tapi dalam Istisna pembayarannya dapat dilakukan
oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran.
(b) Prinsip Sewa (I)
Transaksi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip Ijarah sama
saja dengan prinsip jual beli. Namun perbedaanya terletak pada objek traksaksinya bila pada jual beli
objek transaksinya adalah barang, maka pada Ijarah objek transaksinya adalah jasa.
(c) Prinsip Bagi Hasil (Shirkah)
(i) Pembiayaan Musharakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah Musharakah (shirkah atau sharikah atau serikat atau
kongsi). Dalam artian semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek Musharakah dan dikelola
bersama-sama.
(ii) Pembiayaan Mudharabah.
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahibul
maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudarib) dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan.

(d) Akad Pelengkap


(i) Hiwalah (Alih Utang-Piutang)
Tujuan fasilitas Hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal
tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
(ii) Rahn (Gadai)
Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
memberikan pembiayaan.
(iii) Qard (Pinjaman Uang)
Qard adalah pinjaman uang. Aplikasi qard dalam perbankan biasanya dalam empat hal, yaitu:
pertama, sebagai pinjaman talangan haji, kedua, sebagai pinjaman tunai (cash advanced), ketiga,
sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, keempat, sebagai pinjaman kepada pengurus bank.
(iv) Wakalah (Perwakilan)
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada bank
untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti inkasi dan transfer uang.
(v) Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban
pembayaran
(2) Produk Penghimpunan Dana
Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah
prinsip Wadiah dan Mudharabah.
(3) Produk Jasa
(a) Sharf (Jual Beli Valuta Asing)
Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot).
(b) Ijarah (Sewa)
Menurut bahasa ijarah adalah (menjual mafaat). Sedangkan menurut istilah syarak
menurut pendapat ulama Hanafiyah: Ijarah adalah akad atas suatu kemanfaatan dengan pengganti.
KREDIT FIKTIF
Pengertian kredit
Menurut Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan
yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelahlah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil.[1]

Sebelum kredit diberikan, untuk meyakinkan bank bahwa nasabah benar-benar dapat dipercaya, maka
bank terlebih dulu mengadakan analisis kredit. Analisis kredit mencakup latar belakang nasabah atau
perusahaan, prospek usahanya, jaminan yang diberikan serta faktor-faktor lainnya. Tujuan analisis ini
adalah agar bank yakin bahwa kredit yang diberikan benar-benar aman.

Pemberian kredit tanpa dianalisis terlebih dulu akan sangat membahayakan bank. Nasabah dalam hal ini
dengan mudah memberikan data-data fiktif sehingga kredit tersebut sebenarnya tidak layak untuk
diberikan. Akibatnya jika salah dalam menganalisis, maka kredit yang disalurkan akan sulit untuk ditagih
alias macet. Namun, faktor salah analisis ini bukanlah merupakan penyebab utama kredit macet
walaupun sebagian terbesar kredit macet diakibatkan salah dalam mengadakan analisis. Penyebab
lainnya mungkin disebabkan oleh bencana alam yang memang tidak dapat dihindari oleh nasabah.
Misalnya kebanjiran atau gempa bumi atau dapat pula kesalahan dalam pengelolaan.
Jika kredit yang disalurkan mengalami kemacetan, maka langkah yang dilakukan untuk penyelamatan
kredit tersebut beragam. Dikatan kan beragam karena dilihat terlebih dulu penyebabnya. Jika memang
masih bisa dibantu, maka tindakan membantu apakah dengan menambah jumlah kredit atau dengan
memperpanjang jangka waktunya. Namun, jika memang sudah tidak dapat diselamatkan kembali, maka
tindakan terakhir bagi bank adalah menyita jaminan yang telah dijaminkan oleh nasabah.
KREDIT FIKTIF

Kredit Fiktif merupakan penyaluran kredit yang diberikan oleh pihak perbankan terhadap nasabah,
tetapi dengan menggunakan data-data fiktif, artinya pihak internal bank membuat data-data kredit yang
disalurkan tidak dalam keadaan yang sebenarnya terhadap seorang nasabah, semakin luasnya aktifitas
di dunia perbankan, memberikan peluang bagi tindak kejahatan untuk melakukan kejahatan salah
satunya dalam penyaluran kredit yang nanti akan menimbulkan risiko pada aktifitas kegiatan usaha bank
tersebut, dan tentunya menimbulkan kerugian pada nasabah sebagai konsumen perbankan. Risiko yang
dapat muncul dari kejahatan kredit fiktif diantaranya adalah risiko hukum, risiko kredit, risiko
operational, dan risiko reputasi.Kredit fiktif biasanya dipakai dalam istilah perbankan saja, kredit dapat
dikatakan fiktif apabila debitur yang tercatat ternyata orangnya tidak ada (fiktif) atau ada tetapi tidak
pernah berhubungan dengan bank/ kredit. Hal ini biasanya disebabkan oleh antara pihak nasabah (calon
debitur) menjalin suatu hubungan dan kerjasama, dalam hal permohonan kredit dalam rangka
pencairan kredit.

Adanya kredit fiktif sudah dapat dibayangkan bahwa kredit ini pasti akan macet, karena tidak mungkin
dapat menagih kepada nasabah yang tercantum dalam berkas kredit sebagai orang yang tidak pernah
meminjam uang. Orang yang bertanggung jawab adalah orang yang telah berbuat merugikan pihak
bank. Perbuatan tersebut dapat menimbulkan suatu problema hukum dan mengakibatkan kerugian
keuangan. Perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan korporasi, dan dapat diminta
pertanggungjawaban secara korporasi pula, karena dilakukan secara bersama-sama untuk tujuan
tertentu. korporasi sebagai pelaku tindak pidana dalam hukum positif sudah diakui, bahwa korporasi
dapat dipertanggungjawabkan secara pidana dan dapat dijatuhkan pidana. Adanya kolusi antara pelaku
pemohon kredit dan para pejabat bank dalam hal kredit fiktif, maka akan menimbulkan permasalahan
dalam dunia perbankan. Kredit fiktif tersebut dapat diketahui setelah kredit yang dimohonkan kepada
bank terjadi kredit macet dan termasuk dalam golongan kredit bermasalah.[6]

Berkembangnya jasa perbankan yang ditawarkan oleh Bank, minat masyarakat terhadap kredit semakin
berkembang, namun sejalan dengan hal tersebut, resiko dengan adanya kredit semakin bertambah.
Resiko tersebut adalah adanya kredit fiktif, kredit macet, dan kredit bermasalah. Pihak yang
bertanggung jawab atas adanya masalah kredit tersebut salah satunya adalah oknum pegawai dan
debitur yang bekerjasama, misalnya oknum pegawai bank yang menjadi analis kredit berperan penting
dalam suatu permohonan kredit karena ia yang menganalisa apakah suatu permohonan kredit, layak
atau tidak untuk diloloskan. Tanggung jawab analis kredit menimbulkan perilaku curang yang mungkin
dilakukan dengan sengaja, baik oleh pihak nasabah maupun analis kredit itu sendiri. Perbuatan curang
tersebut memungkinkan seorang analis kredit dapat dikenai sanksi baik dalam sanksi administrasi
maupun sanksi pidana atas kerterkaitannya dengan meloloskan permohonan kredit yang tidak layak
diajukan debitur atau calon nasabah. Terkait hal ini, dalam proses memutuskan kredit, Analis Kredit
tidak bekerja sendiri sehingga ada pihak lain yang dapat juga ikut serta dikenai sanksi.
Jadi, Kredit fiktif dapat diketahui setelah kredit tersebut sebagai kredit macet dan telah digolongkan
sebagai kredit bermasalah. Kredit fiktif dapat diketahui dengan menganalisis kredit. Hal ini dapat dilihat
dari debitur yang mengajukan kredit dengan data-data fiktif atau dokumen yang tidak memenuhi syarat
dalam pengajuan kredit, sehingga menjadikan kredit tersebut bermasalah dan merugikan pihak bank.

PERMASALAHAN

Kasus Kredit Fiktif, Dua Pejabat Bank BJB


Syariah Jadi Tersangka
Bareskrim Polri menetapkan dua orang tersangka baru dalam kasus kredit fiktif sebesar Rp548
miliar di Bank BJB Syariah atas nama Arif Budirahardja selaku Pimpinan Divisi Pembiayaan
Bank BJB Syariah dan Yasril Narapraya selaku Grup Head Ritel Bank BJB Syariah.
Sholahuddin Al Ayyubi | 25 April 2019 07:39 WIB

Karopenmas Divisi Humas Polri Dedi Prasetyo menunjukkan lokasi meledaknya bom, di
Sibolga, di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (13/3/2019). - ANTARA/Aprillio Akbar
Bisnis.com, JAKARTA - Bareskrim Polri menetapkan dua orang tersangka baru dalam kasus
kredit fiktif sebesar Rp548 miliar di Bank BJB Syariah atas nama Arif Budirahardja selaku
Pimpinan Divisi Pembiayaan Bank BJB Syariah dan Yasril Narapraya selaku Grup Head Ritel
Bank BJB Syariah.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengungkapkan
bahwa keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah tim penyidik melakukan gelar (ekspose)
perkara pada Rabu (24/4/2019).

Dedi juga menjelaskan tersangka Yasril Narapraya diketahui berperan sebagai pihak yang turut
serta dengan tersangka Yocie Gusman dan Andi Winarto dalam melakukan perbuatan tindak
pidana korupsi melalui pengucuran kredit fiktif Bank BJB Syariah ke pihak swasta.

"Jadi setelah ekspose kemarin, penyidik langsung menetapkan dua orang sebagai tersangka
dalam kasus kredit fiktif di Bank BJB Syariah," tuturnya kepada Bisnis, Kamis (25/4/2019).

Sementara itu, Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dit Tipikor) Bareskrim Polri, Brigjen Pol
Erwanto Kurniadi mengatakan penyidik sudah mengirimkan Surat Pemberitahuan Dimulainya
Penyidikan (SPDP) dua tersangka itu ke Kejaksaan Agung agar mengikuti perkembangan
penyidikan perkara yang telah merugikan keuangan negara sebesar Rp548 miliar itu.

"SPDP sudah kami kirimkan langsung ke Kejaksaan setelah keduanya ditetapkan sebagai
tersangka," ujarnya.

Sebelumnya, tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi telah memanggil mantan Gubernur
Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) setelah penyidik menemukan adanya fakta baru yang
mengarah pada nama Aher.

Dalam perkara tersebut, Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan mantan pelaksana tugas (Plt)
Direktur Utama Bank Jabar Banten Syariah (BJBS) bernama Yocie Gusman sebagai tersangka
kasus dugaan korupsi pemberian kredit BJBS kepada debitur atas nama PT. Hastuka Sarana
Karya periode 2014 hingga 2016.

Yocie Gusman merupakan bekas Ketua DPC PKS Kota Bogor, ditetapkan sebagai tersangka atas
perannya dalam memberikan kredit kepada PT. HSK periode 2014 hingga 2016.

Yocie Gusman diduga tidak menaati prosedur saat memberikan kredit ke AW, selaku pimpinan
PT. HSK dalam memberikan fasilitas pembiayaan sebesar Rp548 miliar. Dana itu sendiri
digunakan PT. HSK untuk membangun 161 ruko di Garut Super Blok.

Penyaluran kredit itu sendiri belakangan diketahui dilakukan tanpa agunan. Debitur, PT. HSK,
malah mengagunkan tanah induk dan bangunan ke bank lain. Setelah dikucurkan, ternyata
pembayaran kredit tersebut macet sebesar Rp548 miliar.

Sebelumnya, tim penyidik Direktorat Tindak Pidana Bareskrim Polri juga telah melakukan
penyitaan terkait kasus tersebut dalam rangka pengembalian kerugian negara.
Berikut aset yang disita Bareskrim:

1. Sertifikat dan tanah seluas 7.000 m² atas nama Andy Winarto, terletak di Jalan, Bukit Pakar
Timur, Ciburial, Cimenyan, Bandung.

2. Sertifikat dan tanah seluas 1.522 m² beserta bangunan atas nama Andy Winarto, terletak di
Jalan Wastukencana No. 31 Kelurahan Tamansari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung.

3. Sertifikat dan tanah seluas 1.493 m² beserta bangunan atas nama Andy Winarto terletak di
Jalan Inggit Garnasih No. 110 Keluraha Ciateul, Kecamatan Regol, Bandung tanah dan sertifikat.

4. Sertifikat dan tanah seluas 1.400 m² atas nama Rosalina Hakim terletak di Desa Langensari
Kecamatan Tarogong Kaler, Kabupaten Garut.

5. Sertifikat dan tanah seluas 15. 593 m² atas nama Rosalina Hakim terletak di Jalan
Pembangunan Blok Untung Ds Jaya waras Kecamatan Tarogong, Kabupaten Garut.

6. Sertifikat dan tanah seluas 13. 884 m² atas nama Rosalina Hakim terletak di Jalan
Pembangunan Blok Gordah Ds Jaya waras Kec. Tarogong Kab. Garut.

7. Sertifikat dan tanah seluas 7.740 m² beserta bangunan yang terletak di Jalan Malabar No. 331
Kelurahan Samoja Kecamatan Batununggal, Kota Bandung.

8. Mobil Bently warna hitam Nopol: B 1 BAA atas nama Theresia Situngkir.

PEMBAHASAN
Kasus yang terjadi pada Bank BJB Syariah mengenai kredit fiktif bisa di ketahui, menurut kami karena
adanya kredit macet sebesar Rp 548 miliar setelah dilakukan penyelidikan ternyata ada kejanggalan dari
awal pengajuan kredit tersebut yaitu PT HSK tidak memberikan agunan kepada Bank BJB Syariah
melainkan memberikan agunan kepada bank lain berupa tanah induk dan bangunan, akan tetapi dari
pihak Bank BJB Syariah tetap mencairkan dana tersebut. Jelas itu sudah melanggar aturan internal
perusahaan. Dan faktanya setelah di telusuri kronologis kejadiannya memang seperti itu.
Menurut kami kasus ini dikarenakan lemahnya pengawasan, seharusnya kasus pembobolan Bank BJB
Syariah bisa dicegah jika bagian manajement Bank lebih waspada. Kasus - kasus kredit fiktif yang muncul
menunjukkan bahwa system manajement risiko tidak berjalan.
Kasus kredit fiktif bisa menimpa Bank BJB Syariah bukan karena system bank yang kurang baik,
melainkan factor internal dari pegawai itu sendiri yang membuat bank tersebut kecolongan dalam kasus
seperti ini.

PENUTUP

Kesimpulan
Pada umumnya yang dimaksud dengan bank syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang
beroperasi disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariah. Oleh karena itu, usaha bank akan selalu berkaitan
masalah uang sebagai dagangan utamanya.
Tujuan Bank Syariah antara lain Upaya percapaian keuntungan yang setinggi-tingginya (profit
maximization) adalah tujuan yang biasa dicanangkan oleh bank komersial, terutama bank konvensional.
Berbeda dengan tujuan bank konvensional, bank syariah berdiri untuk menggalakkan, memelihara dan
mengembangkan jasa-jasa serta produk-produk perbankan yang berdasarkan prinsip-prinsip syariat

Anda mungkin juga menyukai